27
d. Pengaruh Jenis Kapang terhadap Tingkat Kesukaan Flavor Pizi
Pizi diuji oleh panelis untuk mengetahui peranan masing-masing kapang terhadap flavor pizi yang dihasilkan. Uji yang dilakukan adalah uji pembedaan
dengan metode pemeringkatanranking berpasangan. Hasil uji Tabel 4 menunjukkan bahwa keempat kapang menghasilkan pizi dengan flavor yang
berbeda T hitung = 8,76 lebih besar daripada T kritik = 7,81. Untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap flavor pizi dilakukan uji ranking sederhana
dengan menggunakan 30 panelis tidak terlatih dan 10 panelis terlatih. Berdasarkan uji rangking sederhana baik dengan 30 panelis tidak terlatih maupun 10 panelis
terlatih menunjukkan kecenderungan hasil yang sama yaitu flavor pizi dari flavor yang disukai sampai flavor yang tidak disukai berturut-turut adalah A. elegans
kemudian diikuti oleh R.oligosporus, R. oryzae dan M. hiemalis. Akan tetapi Tabel 5 menunjukkan adanya kedekatan flavor yang dihasilkan antar kapang yaitu
flavor pizi dari A. elegans tidak berbeda nyata dengan R. oligosporus sedangkan R. oryzae
tidak berbeda nyata dengan M. hiemalis.
Tabel 4 Pengaruh Jenis Kapang terhadap Kesukaan Flavor Pizi
Sampel Peringkat dengan
Panelis Tidak Terlatih Peringkat dengan
Panelis Terlatih Peringkat
Kesukaan Rhizopus oligosporus
88 30 2
Rhizopus oryzae 68 23
3 Mucor hiemalis
60 16 4
Actinomucor elegans 84
31 1
Statistik uji Friedman’s T dengan 10 panelis terlatih:
76 .
8 =
T
Statistik uji Friedman’s T dengan 30 panelis tidak terlatih:
48 .
10 =
T
Nilai kritik χ
2
dengan db = t-1 3 pada taraf 5 adalah 7.81
Tabel 5 Hasil Uji Lanjut Sensoris terhadap Flavor Pizi
Sampel Panelis Tidak
Terlatih Pembedaan
HSD
30
= 14,95
Panelis Terlatih
Pembedaan HSD
8
= 13,64
Mucor hiemalis 60
a 16
a Rhizopus oryzae
68 a 23
a Rhizopus oligosporus
84 b
30 b
Actinomucor elegans 88
b 31
b
28
4.3 Pemeraman Pizi menjadi Sufu 4.3.1 Pengaruh Jenis Kapang dan Larutan Garam terhadap Mutu Sufu
Tahap selanjutnya adalah proses pemeraman yaitu perendaman pizi dalam larutan perendam dressing mixture. Larutan ini terbuat dari air matang layak
minum, garam dapur dengan berbagai konsentrasi sesuai perlakuan dan ditambah gula 1 bv. Selanjutnya ke dalam larutan tersebut dilakukan penambahan bakteri
asam laktat Lb. plantarum kik dalam media MRS broth sebanyak 3 vv. Selain sebagai pemberi cita rasa asin, garam juga dapat bersifat sebagai bahan pengawet
sehingga mencegah pertumbuhan mikroba perusak. Menurut Ingram dan Kitchell 1967, ion Na dapat bereaksi dengan protoplasma dan mempengaruhi transportasi
ion sel. Selain itu adanya garam dapat menurunkan daya larut oksigen sehingga aktivitas mikroba aerobik akan menurun. Hal ini yang memungkinkan terjadinya
kerusakan sel dan kematian kapang selama pemeraman. Keberadaan gula juga berperan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan
bakteri asam laktat BAL dan juga memberikan konstribusi terhadap cita rasa pizi. Pertumbuhan Lb. plantarum kik akan menghasilkan asam laktat yang
merupakan suatu senyawa antimikroba. Keberadaan asam laktat dalam media MRSA+ CaCO
3
1 bv ditandai dengan areal bening seperti pada Gambar 17. Senyawa tersebut bersifat antimikroba yang oleh Lavermicocca et al 2000 telah
diidentifikasi sebagai fenillaktat dan asam 4-hidroksi fenillaktat.
areal bening
Gambar 17 A Lb. plantarum kik Perbesaran 1000x.
B Areal Bening sebagai Indikator BAL pada Media MRSA + CaCO
3
1 Sufu
dipanen setelah diperam selama 4 hari dan dilakukan pasteurisasi sebelum dikemasdikonsumsi. Gambar 18 menunjukkan proses pemeraman dan
hasilnya dari masing-masing perlakuan. Terlihat adanya perbedaan warna larutan pemeram dan sufu yang dihasilkan oleh masing-masing kapang.
A B
29
Gambar 18 Proses Pemeraman Pizi Menjadi Sufu
a. Total Kapang, Bakteri Asam Laktat dan Khamir