68,41 untuk perlakuan pencucian sebanyak 3 kali P3. Hal ini disebabkan pada proses pencucian daging lumat, pigmen dan darah ikut terbuang pada saat
pencucian sehingga semakin banyak pencucian, tingkat kecerahan lightness akan semakin tinggi. Menurut Chaijan et al. 2006, proses pencucian sangat perlu
untuk memperbaiki warna dan kekuatan gel pada surimi. Rawdkuen et al. 2008 menyatakan bahwa whiteness tertinggi pada gel surimi ditemukan lebih tinggi
pada pencucian konvensional dibandingkan dengan pencucian asam dan alkali. Tingginya whiteness pada gel surimi dapat disebabkan adanya perlakuan
pemanasan maupun karena perubahan pada heme protein selama proses gelasi. Konsentrasi tepung talas 0 menunjukkan lightness tertinggi, yaitu 74,156
sedangkan lightness terendah pada konsentrasi tepung talas 20. Hasil ini
menunjukkan bahwa penambahan tepung talas mennyebabkan warna formula menjadi kurang cerah yang ditunjukkan oleh penurunan nilai L. Semakin
mendekati angka 100, maka produk akan semakin cerah. Formulasi dengan
penambahan tepung talas menunjukkan warna yang kurang terang. Semakin banyak konsentrasi tepung talas, warna formula filler nugget cenderung berwarna
kusam. Menurut Karayannakidis et al. 2007, proses gelatinisasi pati akan mempengaruhi warna pada produk akhir kamaboko. Pada proses gelatinisasi
surimi, granula pati akan menyerap air dan mengembang sampai dibatasi oleh jaringan protein. Hal ini menghasilkan pengaruh penguatan dan tekanan pada
matriks gel dan meningkatkan kemampuan pembentukan gel. Penambahan pati ini dapat juga menimbulkan pengaruh yang merusak pada sifat tekstur gel
kamaboko jika granula pati tidak tergelatinisasi, sehingga tingkat kecerahan lightness akan menurun dan gel ikan menjadi lebih kusam.
Faktor lain yang mempengaruhi tingkat kecerahan formula filler adalah warna dasar tepung talas yang kurang cerah dibandingkan dengan tepung
komersial lain. Menurut Aboubakar et al. 2008, warna tepung talas yang kurang cerah disebabkan adanya reaksi browning non enzimatik reaksi maillard.
Reaksi maillard dapat terjadi pada bahan pangan yang mengandung gula pereduksi dan protein dalam kondisi yang memungkinkan bereaksi, yaitu
tergantung pada suhu, pH, dan a
w
selama penyimpanan. Pada tahap awal, terjadi reaksi antara asam amino dengan gula pereduksi, membentuk senyawa kompleks
yang tidak berwarna yang larut dalam air. Pada tahap ini tidak ada perubahan nyata yang terjadi pada citarasa maupun penampakan bahan pangan, tetapi
kompleks gula-protein tersebut akan segera terurai menghasilkan senyawa kimia yang kompleks.
Polimerisasi senyawa ini akan meningkatkan terbentuknya senyawa-senyawa kompleks yang berwarna coklat Syarief dan Halid 1993.
Uji lanjut Duncan terhadap data redness Lampiran 10 menunjukkan
terjadi peningkatan warna yang nyata terhadap redness mulai dari konsentrasi 0 sebesar 0,56 sampai konsentrasi 20 sebesar 4,09. Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan tepung dapat meningkatkan warna kemerahan pada formulasi produk redness meningkat. Sebaliknya, uji lanjut Duncan terhadap data yellowness
Lampiran 11 menunjukkan terjadi penurunan yang nyata sig 0,05 mulai dari konsentrasi 0 sebesar 16,32 sampai konsentrasi 20 sebesar 9,82.
4.3.2 Pengaruh interaksi banyak pencucian dan konsentrasi tepung talas terhadap penilaian organoleptik
Pengujian organoleptik terhadap formulasi filler nugget dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap formulasi filler yang merupakan
interaksi antara pengaruh banyak pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas. Parameter yang digunakan meliputi rasa, tekstur, aroma, dan warna.
1 Rasa
Penilaian rasa nugget dengan menggunakan uji Kruskal Wallis pada skala hedonik 1 amat sangat tidak suka sampai 9 amat sangat suka menunjukkan bahwa
perlakuan interaksi antara pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas berpengaruh nyata terhadap rasa formula filler nugget Lampiran 12.
Berdasarkan hasil uji lanjut dengan menggunakan uji multiple comparison, Lampiran 12 dapat disimpulkan bahwa penambahan konsentrasi tepung talas
memberikan pengaruh nyata pada perlakuan P0C0, P0C3, P0C4, P1C3, P1C4, P2C4, dan P3C4. Berdasarkan perhitungan terhadap rata-rata penilaian kesukaan panelis
pada atribut rasa formula filler nugget, peningkatan konsentrasi tepung sebesar 15-20 menunjukkan penurunan skor hedonik. Data selengkapnya disajikan pada
Gambar 13.
Gambar 13 Histogram rasa bahan pengisi nugget. P0,
P1, P2,
P3. Simbol P0, P1, P2, P3, C0, C1, C2, C3, dan C4 merujuk keterangan pada Tabel 5.
Berdasarkan Gambar 13, rata-rata nilai kesukaan terhadap atribut rasa berkisar antara 5,10-7,15 yang berarti terletak pada kisaran netral dan suka.
Kesukaan tertinggi untuk rasa ditunjukkan pada formulasi pencucian 1 kali tanpa penambahan tepung talas P1C0, sedangkan kesukaan terendah pada formulasi
pencucian 1 kali pada konsentrasi tepung talas 20 P1C4. Peningkatan
konsentrasi tepung pada formula filler menunjukkan tingkat kesukaan panelis semakin turun. Hal ini karena penambahan konsentrasi tepung menutupi rasa
khas ikan. Rasa khas ikan dihasilkan oleh senyawa-senyawa volatil dan non volatil.
Senyawa volatil yang berperan yaitu karbonil dan alkohol turunan asam lemak bebas, sulfur, bromophenol, dan hidrokarbon. Senyawa non volatil yang berperan
adalah senyawa yang mempunyai berat molekul rendah, yaitu senyawa nitrogen asam amino bebas, peptida, nukleotida, dan basa organik serta non nitrogen asam organik,
gula, dan senyawa anorganik Shahidi 1998. Rasa pada formula filler nugget juga dipengaruhi oleh bahan yang ditambahkan
pada formula diantaranya gula, garam, susu skim, dan aneka bumbu seperti lada, bawang putih, dan bawang bombay.
6.80 6.70
6.72 6.30
6.28 7.15
6.37 6.28
5.67 5.10
6.27 6.17
5.70 5.88
5.62 6.13
6.22 5.70
5.48 5.45
1 2
3 4
5 6
7 8
C0 C1
C2 C3
C4 Ni
la i
He doni
k
Konsentrasi
2 Tekstur
Tekstur merupakan salah satu parameter yang sangat penting dalam menentukan kualitas produk dengan bahan dasar daging lumat ikan. Tekstur bahan pengisi nugget
akan sangat menentukan tekstur akhir nugget setelah coating dan akan berpengaruh pada penerimaan konsumen terhadap produk.
Berdasarkan uji Kruskal Wallis pengaruh interaksi pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas terhadap tekstur, diperoleh data bahwa perlakuan pencucian
dan penambahan tepung talas berpengaruh sangat nyata terhadap tekstur bahan pengisi nugget Lampiran 12. Hal ini menunjukkan bahwa secara subyektif, penambahan
tepung talas dan pencucian daging lumat ikan berpengaruh terhadap daya terima panelis terhadap sifat tekstur produk. Berdasarkan uji lanjut dengan uji multiple
comparison Lampiran 12, diketahui bahwa perlakuan P0C0, P0C1, P0C3, P1C0,
P1C3, P1C4, P2C0, P2C1, P2C4, dan P3C0 berpengaruh nyata pada penerimaan panelis terhadap atribut tekstur.
Gambar 14 Histogram tekstur bahan pengisi nugget. P0,
P1, P2,
P3. Simbol P0, P1, P2, P3, C0, C1, C2, C3, dan C4 merujuk keterangan pada Tabel 5.
Rata-rata penilaian hedonik panelis terhadap tekstur berkisar antara 5,58-6,68 yang berarti berada pada kisaran agak suka sampai suka Gambar 14. Nilai tertinggi
ditunjukkan pada formulasi pencucian ke 3 dan konsentrasi tepung talas 10. Penambahan tepung talas pada konsentrasi tertentu mampu memperbaiki sifat tekstur
formula bahan pengisi menjadi lebih kompak dan padat.
6.03 6.12
6.37 6.43
6.43 5.58
6.63 6.50
6.10 5.92
5.72 6.33
6.67 6.52
6.17 6.32
6.65 6.88
5.92 5.73
1 2
3 4
5 6
7 8
C0 C1
C2 C3
C4 Ni
la i
He doni
k
Konsentrasi
Hidrogel dibentuk pada surimi ketika polimer tersebar di dalam air karena adanya ikatan silang membentuk matriks yang memerangkap air dalam viskoelastis
yang solid. Penambahan bahan-bahan lain seperti tepung, akan ikut terperangkap di dalam matriks dan kemudian mengisi gel, mempengaruhi pembentukan matriks gel
surimi secara kontinyu selama pemanasan Lee et al. 1992. Sifat tekstur formula bahan pengisi nugget juga dipengaruhi oleh perlakuan
pemanasan pada proses pemasakan serta bahan-bahan lain yang ditambahkan dalam formula seperti putih telur dan pati maizena sebagai bentuk pati modifikasi.
Menurut Munizaga et al. 2004, kekuatan gel surimi dengan penambahan tepung kentang, dan surimi dengan penambahan tepung kentang dan putih telur, lebih
kecil jika dibandingkan dengan tanpa penambahan tepung maupun dengan penambahan putih telur. Kekuatan gel dengan perlakuan pemberian tekanan pada
surimi Alaska Pollock lebih kecil jika dibandingkan dengan perlakuan pemanasan. Stabilisasi pati modifikasi terlihat pada ketahanannya terhadap retrogradasi
selama pembekuan dan thawing, tidak seperti pati tidak termodifikasi yang mudah mengalami retrogradasi dan sineresis beku serta memiliki efek gel strength yang
rendah. Pencampuran antara pati modifikasi waxy corn dan pati terigu non modifikasi menunjukkan tingkat freeze-thaw yang stabil, yang ditunjukkan oleh
rendahnya freeze drip dan rendahnya perubahan tekstur pada produk. Sifat ini dihubungkan dengan sifat retrogradabilitas yang rendah dan sifat mengikat air
yang tinggi Lee et al. 1992.
3 Aroma
Aroma bahan pengisi nugget dapat berasal dari bahan baku surimi ikan maupun bahan lain seperti bumbu-bumbu diantaranya bawang putih, bawang
bombay, dan lada. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis diketahui bahwa interaksi pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas berpengaruh nyata terhadap
penerimaan panelis terhadap atribut aroma Lampiran 12. Hasil uji lanjut dengan uji multiple comparison Lampiran 12 menunjukkan bahwa perlakuan P0C4,
P1C3, P1C4, dan P2C4 memberikan pengaruh nyata terhadap penerimaan panelis. Peningkatan konsentrasi tepung talas pada konsentrasi 15-20 pada formula
bahan pengisi menunjukkan penurunan penerimaan panelis. Nilai hedonik untuk atribut aroma disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15 Histogram aroma bahan pengisi nugget. P0,
P1, P2,
P3. Simbol P0, P1, P2, P3, C0, C1, C2, C3, dan C4 merujuk keterangan pada Tabel 5.
Rata-rata nilai kesukaan terhadap aroma berkisar antara 5,58 sampai 6,50 yang berarti berada pada kisaran agak suka dan suka. Nilai skor tertinggi adalah
6,50 untuk perlakuan pencucian 1 kali dan konsentrasi tepung talas 0 P1C0 dan nilai terendah 5,58 untuk pencucian 1 kali dan konsentrasi tepung talas 20
P1C4. Penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap penambahan konsentrasi tepung talas diduga karena aroma khas ikan dan bumbu berkurang dan aroma khas
tepung lebih dominan. Faktor pencucian juga berpengaruh terhadap penilaian panelis terhadap aroma formula filler. Pencucian dapat menghilangkan odor yang
tidak disukai dari daging lele, tetapi pencucian yang terlalu banyak menyebabkan aroma khas ikan juga akan berkurang.
Pada kondisi ini, bumbu seperti bawang berperan penting dalam memberikan aroma yang khas. Senyawa penimbul aroma pada bawang adalah
senyawa sulfur yang akan menimbulkan bau bila jaringan sel bawang mengalami kerusakan sehingga terjadi kontak antara enzim dalam bahan dengan substrat
Winarno 2008. Reaksi browning enzimatik maupun non enzimatik dapat menghasilkan bau
yang kuat, misalnya pembentukan furfural dan maltol pada reaksi maillard.
6.25 6.18
6.35 6.27
5.80 6.50
6.48 6.38
6.07 5.58
6.38 6.20
6.17 6.37
6.05 6.47
6.32 6.02
6.22 6.17
1 2
3 4
5 6
7 8
C0 C1
C2 C3
C4 Ni
la i
He doni
k
Konsentrasi
Timbulnya aroma pada daging yang dimasak disebabkan oleh pemecahan asam- asam amino dan lemak Winarno 2008. Senyawa reaksi browning pemberi rasa
dan aroma dihasilkan dari interaksi antara grup karbonil dengan amino. Dengan adanya senyawa TMAO Trimetil Amine Oksida sebagai prekursor amin, akan
terbentuk komponen N-dimethylformamide dan N-methylpyrrole yang sangat berperan dalam pemberi rasa dan aroma pada ikan yang dimasak Shahidi 1998.
4 Warna
Penilaian terhadap warna merupakan ciri khas terhadap produk berbasis surimi. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa formulasi
bahan pengisi dari perlakuan pencucian daging lumat dan penambahan konsentrasi tepung talas berpengaruh nyata terhadap penerimaan panelis pada
atribut warna Lampiran 12. Berdasarkan hasil uji lanjut dengan uji multiple comparison
Lampiran 12 menunjukkan bahwa perlakuan P0C2,P0C3, P0C4,P1C0, P1C2, P1C3, P1C4, P2C2, P2C3, P2C4, dan P3C4 memberikan
pengaruh nyata terhadap penerimaan panelis. Pencucian daging lumat sangat berperan dalam memberikan warna yang
lebih cerah dan lebih disukai oleh panelis. Sebaliknya peningkatan konsentrasi tepung talas menunjukkan penurunan tingkat kesukaan panelis. Berdasarkan
Gambar 16, rata-rata nilai hedonik terhadap atribut warna berkisar antara 5,28-7,02 yang berarti berada pada kisaran netral dan suka. Penilaian
organoleptik terhadap warna formulasi bahan pengisi menunjukkan bahwa rata- rata nilai hedonik tertinggi yaitu pada perlakuan pencucian 3 kali dengan
penambahan tepung talas 0 P3C0, yang berarti perlakuan ini paling disukai oleh panelis. Perlakuan tanpa pencucian dengan konsentrasi tepung talas 20
P0C4 menunjukkan nilai netral. Hal ini juga terkait dengan hasil uji obyektif dimana perlakuan pencucian dapat meningkatkan nilai kecerahan L bahan
pengisi sehingga lebih disukai oleh panelis.
Gambar 16 Histogram warna bahan pengisi nugget. P0,
P1, P2,
P3. Simbol P0, P1, P2, P3, C0, C1, C2, C3 dan C4 merujuk keterangan pada Tabel 5.
Heme protein merupakan protein sarkoplasma yang bertanggungjawab terhadap pigmentasi pada daging yang tidak dicuci. Heme protein pada darah
adalah hemoglobin yang mengandung besi, dan heme protein pada sel otot merah adalah mioglobin. Denaturasi heme protein, sebelum dan selama proses dapat
berikatan dengan protein dan mengakibatkan kerusakan warna pada surimi Lanier 2000. Pencucian dapat menghilangkan senyawa pigmen dan darah pada
daging lumat sehingga dapat meningkatkan kecerahan pada formula bahan pengisi.
Sebaliknya peningkatan konsentrasi tepung talas menunjukkan penurunan nilai organoleptik karena warna asal tepung talas yang kurang cerah
sehingga berpengaruh terhadap penerimaan panelis. 4.3.3 Penentuan formulasi filler terbaik berdasarkan uji Bayes
Uji Bayes dilakukan untuk menentukan formula bahan pengisi filler terbaik yang akan digunakan pada tahap penelitian berikutnya Lampiran 13.
Parameter yang digunakan pada pembobotan adalah parameter organoleptik rasa, tekstur, aroma, dan warna. Nilai kepentingan yang digunakan berturut-turut
adalah rasa dan tekstur dengan nilai bobot 4, aroma dengan nilai bobot 3, dan warna dengan nilai bobot 2. Nilai bobot warna memiliki kepentingan paling
6.67 6.10
5.93 5.53
5.28 6.47
6.72 6.30
5.78 5.62
6.68 6.53
6.15 5.77
6.27 7.02
6.77 5.43
5.67 5.38
1 2
3 4
5 6
7 8
C0 C1
C2 C3
C4 Ni
la i
He doni
k
Konsentrasi
rendah karena pada tahap berikutnya akan diberi perlakuan pelapisan dengan batter
dan crumb talas sehingga warna bahan pengisi bukan menjadi penilaian utama panelis terhadap produk nugget.
Rasa dan tekstur dijadikan atribut yang paling penting karena rasa merupakan faktor penting yang menjadi dasar diambilnya keputusan oleh
konsumen terhadap diterimanya suatu produk Winarno 2008, sedangkan tekstur merupakan parameter penting untuk menilai kualitas produk yang berbahan dasar
surimi Kim dan Park 2000. Nilai bobot masing-masing perlakuan pada
penentuan formula filler disajikan pada Gambar 17.
Gambar 17 Histogram nilai bobot penentuan formula bahan pengisi nugget. P0,
P1, P2,
P3. Simbol P0, P1, P2, P3, C0, C1, C2, C3, dan C4 merujuk keterangan pada Tabel 5.
Berdasarkan Gambar 17 dapat dilihat bahwa nilai bobot tertinggi adalah formulasi penambahan konsentrasi tepung 5 dan perlakuan pencucian 1 kali
P1C1 dengan nilai bobot 17,56. Formulasi penambahan konsentrasi tepung talas 20 dan pencucian 1 kali P1C5 memiliki nilai bobot paling kecil yaitu 2,54.
Formulasi penambahan tepung talas 5 dan pencucian 1 kali P1C1 menempati ranking 1, yang berarti perlakuan ini menjadi perlakuan terbaik yang akan
diaplikasikan untuk menentukan formulasi bahan pelapis coater nugget. Formulasi P1C1 merupakan perlakuan dengan karakteristik fisik tekstur, yaitu
kekerasan hardness 402,95 g, daya adhesive adhesiveness -64,85 gs dan kekenyalan cohesiveness 0,48, derajat warna yaitu lightness L 68,16, redness
12.71 11.70
14.09 12.09
8.93 13.32
17.56 14.32
5.47 2.54
10.40 10.86
11.01 11.86
7.01 13.09
14.63 9.70
5.39 3.70
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
C0 C1
C2 C3
C4 Ni
la i
B o
bot
Konsentrasi
a 3,98 dan yellowness b 14,79. Pada penelitian lain, Munizaga et al. 2004 telah menguji sifat tekstur surimi ikan Alaska Pollock dengan penambahan pati
kentang 4 dan putih telur 1 serta pemanasan suhu 90
o
C selama 40 menit. Nilai kekerasan hardness surimi yang dihasilkan, yaitu 924 g dengan daya
adhesive adhesiveness -25,9 gs dan kekenyalan cohesiveness 0,87. Formulasi filler
nugget lele terbaik penambahan tepung talas 5 dan pencucian daging lumat 1 kali pada penelitian ini, memiliki kekerasan dan kekenyalan yang lebih
kecil dan daya adhesive yang lebih besar dibandingkan dengan surimi Alaska Pollock.
Tingkat kecerahan warna L filler nugget lele 68,16 lebih kecil dibandingkan gel surimi Alaska Pollock dengan penambahan pati kentang dan
putih telur berdasarkan penelitian Munizaga et al. 2004 yaitu 83,32. Formula filler
nugget lele memiliki warna yang lebih merah dan lebih kuning dibandingkan dengan surimi Alaska Pollock.
4.4 Penentuan Formulasi Bahan Pelapis Coater Nugget
Bahan pelapis coater nugget yang terdiri atas batter dan crumb sangat menentukan kualitas akhir produk.
Menurut Dogan et al. 2005, batter merupakan penutup pada permukaan produk makanan untuk membentuk
kerenyahan selama penggorengan dengan deep fat frying. Penilaian obyektif untuk menentukan formula batter adalah menentukan
viskositas batter. Pada aplikasi pengolahan lebih lanjut, parameter yang digunakan adalah persen coating pick-up dan cooked yield Yusnita et al. 2007
serta oil content pada proses pre frying dan frying Chen et al. 2009. 4.4.1 Viskositas batter
Viskositas batter merupakan parameter rheologi yang berkaitan dengan kekentalan dan sifat aliran suatu cairan Kusnandar 2010. Pengukuran viskositas
dilakukan pada 5 formula batter, yaitu B1 0 tepung talas, 100 Maizena, B2 25 tepung talas, 75 Maizena, B3 50 tepung talas, 50 Maizena, B4
75 tepung talas, 25 Maizena, dan B5 100 tepung talas, 0 Maizena. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perbandingan konsentrasi
tepung talas dan maizena berpengaruh terhadap viskositas batter Lampiran 14.
Gambar 18 Histogram viskositas batter nugget. B1 Tepung maizena 100, Tepung Talas 0, B2 Tepung maizena 75, Tepung Talas
25, B3 Tepung maizena 50, Tepung Talas 50, B4 Tepung maizena 25, Tepung Talas 75, B5 Tepung
maizena 0, Tepung Talas 100. Angka-angka yang diikuti huruf berbeda a,b,dan c menunjukkan berbeda nyata p0,05.
a a
a b
c
200 400
600 800
1000 1200
1400 1600
B1 B2
B3 B4
B5 V
is k
os it
a s
c p
menyatakan bahwa kualitas batter diantaranya ditunjukkan dari produk yang lebih renyah, warna kuning keemasan dan kemampuan untuk menahan air, sedangkan
secara kuantitas ditunjukkan dengan tingginya cooked yield. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan Lampiran 14, formula batter B4 dan
B5 memiliki viskositas yang berbeda dengan batter B1, B2 dan B3. Viskositas formula batter B1 tidak berbeda nyata dengan viskositas batter B2 dan B3.
Peningkatan konsentrasi tepung talas mengakibatkan peningkatan konsentrasi protein formula batter. Pada tahap karakterisasi bahan baku diketahui bahwa
kadar protein pada tepung talas lebih tinggi dibandingkan dengan kadar protein pada tepung maizena. Peningkatan perbandingan antara tepung talas dan maizena
menyebabkan peningkatan kadar protein formula batter pada rasio bahan padat dan air yang sama. Menurut Chen et al. 2008, viskositas batter dipengaruhi oleh
temperatur batter, komposisi bahan penyusun batter serta rasio antara bahan padat dan air. Berkaitan dengan komposisi bahan penyusun batter, Dogan et al. 2005
menyatakan bahwa semakin tinggi kadar protein pada tepung penyusun batter maka viskositas akan semakin meningkat.
4.4.2 Coating pick-up Coating pick-up
merupakan indeks yang sangat penting pada produk breaded
karena mempengaruhi kualitas produk setelah pre frying dan frying penggorengan akhir. Hasil analisis ragam pengaruh formula batter terhadap
coating pick-up menunjukkan bahwa formulasi batter berpengaruh terhadap
coating pick-up Lampiran 15. Menurut Dogan et al. 2005, coating pick-up
berkaitan langsung dengan viskositas batter. Peningkatan viskositas batter akan diikuti dengan peningkatan coating pick-up. Histogram coating pick-up
selengkapnya disajikan pada Gambar 19.