Gambar 8 Prosedur penelitian.
Penggilingan daging
Pelapisan dengan formula batter
dan crumb talas Pengukusan dan pencetakan
Pre-Frying 180
o
C, 30 detik Pencucian 0,1,2,dan 3 kali
Pencampuran formulasi nugget
Uji kimia oksalat, proksimat, serat, asam amino, asam
lemak, mineral, Uji QDA Pendugaan umur simpan
dengan model Arrhenius pada suhu -10
o
C, -5
o
C, 0
o
C TAHAP I
Karakterisasi Bahan Baku
Pendinginan -22
o
C, 60 menit Uji organoleptik dan uji fisik hardness,
adhesiveness, cohesiveness, derajat warna
Uji organoleptik, viskositas, oil content, coating pick-up, cooked yield
Analisis proksimat, oksalat, PLG, pH, rendemen tepung,
rendemen daging lumat
TAHAP II
Penentuan Formulasi Filler
TAHAP III
Penentuan Formulasi Batter
TAHAP IV
Karakterisasi Produk Nugget
TAHAP V
Pendugaan Umur Simpan Fillet lele
Formula terbaik tahap II
Nugget lele
3.4 Analisis Sampel
3.4.1 Kadar air AOAC 2005 Cawan porselin dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105
o
C selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam desikator selama 20 menit lalu
ditimbang A. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dalam cawan yang sudah dikeringkan B. Cawan berisi sampel selanjutnya dikeringkan dalam
oven pada suhu 100-105 °C selama 6 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap C.
Kadar air dihitung dengan rumus :
Kadar air = B − C
B − A x 100
3.4.2 Kadar abu AOAC 2005 Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit
pada suhu 100-105
o
C, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang A. Sampel ditimbang sebanyak
2 gram dalam cawan porselen yang sudah diketahui bobot tetapnya B. Sampel dibakar di atas nyala pembakar sampai tidak berasap dan
dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur bersuhu 550-600 °C sampai pengabuan sempurna. Cawan yang berisi abu didinginkan dalam desikator
dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap C. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus :
Kadar abu = C − A
B − A x 100
3.4.3 Kadar protein AOAC 2005 Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g lalu ditambahkan 25 mL H
2
SO
4
pekat dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 mL. Larutan ditambahkan ¼ buah tablet kjeltab kemudian didestruksi pemanasan dalam keadaan
mendidih sampai larutan menjadi hijau jernih dan SO
2
hilang. Larutan dibiarkan dingin dan dipindahkan dalam labu ukur 50 mL dan diencerkan
dengan akuades sampai tanda tera. Sebanyak 5 mL larutan dimasukkan ke dalam alat destilasi, ditambahkan dengan 5-10 mL NaOH 30-33 dan
dilakukan destilasi. Destilat ditampung dalam 10 mL larutan H
3
BO
3
asam borat 3 dan beberapa tetes indikator larutan bromcresol green 0,1 dan
larutan metil merah 0,1 dalam alkohol 95 secara terpisah dan dicampurkan antara 10 mL bromcresol green dengan 2 mL metil merah kemudian dititrasi
dengan larutan HCl 0,02 M sampai larutan berubah warnanya menjadi merah muda. Total nitrogen dapat diketahui dari hasil titrasi. Kadar protein
sampel dihitung dengan mengalikan total nitrogen dengan faktor konversi.
Total nitrogen = V1 − V2x NHCl x 14,007x fp
Wcontoh x 100
Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus : Protein = Total nitrogen x fk
Keterangan : W
contoh
: Bobot sampel mg V1
: Volume HCl untuk titrasi sampel mL V2
: Volume HCl untuk titrasi blanko mL N
HCl
: Normalitas HCl yang digunakan 0,02374 N fp
: Faktor pengenceran 10 fk
: Faktor konversi 6,25 untuk produk perikanan 3.4.4 Kadar lemak AOAC 2005
Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi sokhlet dikeringkan dalam oven selama 30 menit pada suhu 100-105
o
C, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap A.
Sebanyak 2 g sampel ditimbang B, lalu dibungkus dengan kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring yang berisi
sampel tersebut dimasukkan dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian dipasang alat kondensor di atasnya dan labu lemak di bawahnya.
Pelarut heksan atau pelarut lemak lain dituangkan ke dalam labu lemak sampai sampel terendam dan selanjutnya dilakukan refluks atau ekstraksi
lemak selama 5-6 jam atau sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi
dan ditampung. Labu lemak yang berisi hasil ekstraksi kemudian
dipanaskan dalam oven pada suhu 100-105
o
C selama 1 jam, lalu labu lemak
didinginkan dalam desikator dan ditimbang C. Tahap pengeringan labu lemak diulangi sampai diperoleh bobot konstan. Kadar lemak dihitung
dengan rumus :
Kadar lemak = C− A
B x 100
Keterangan :
C
: Berat labu lemak setelah destilasi g
A
: Berat labu lemak awal g
B
: Berat sampel g
3.4.5 Kadar karbohidrat AOAC 2005 a. Penentuan kadar karbohidrat secara by Difference
Kadar karbohidrat = 100- kadar protein+kadar lemak+abu+air b. Penentuan kadar karbohidrat dengan spektrofotometri
Sebanyak 20-30 gram contoh ditambahkan alkohol 80 dengan perbandingan 1:1. Contoh kemudian dihancurkan menggunakan waring
blender sampai semua gula terekstrak. Contoh yang telah dihancurkan
dipindahkan dalam gelas piala dan disaring menggunakan kapas. Sisa padatan kemudian dicuci dengan alkohol 80 sampai seluruh gula terlarut
dalam filtrat. Nilai pH contoh kemudian diukur. Bila asam, maka ditambahkan CaCO
3
sampai cukup basa dan dipanaskan pada penangas pada suhu 100
o
C selama 30 menit. Setelah dingin, disaring dengan kertas Whatman No.2. Alkohol kemudian dihilangkan dengan memanaskan filtrat
pada penangas air 85
o
C atau dengan bantuan vakum. Setelah diperoleh filtrat yang jernih, volume larutan ditempatkan sampai volume tertentu
dengan air, lalu dikocok sampai tercampur merata dan siap digunakan untuk penetapan gula dengan menggunakan spektrofotometer.
3.4.6 Kadar serat kasar SNI 01-2891-1992 Contoh sebanyak 2–4 gram ditimbang kemudian digiling dan
diekstrak lemaknya dengan menggunakan soxhlet. Contoh yang sudah bebas lemak kemudian dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 mL,
ditambahkan 50 mL H
2
SO
4
1,25 kemudian dididihkan selama 30 menit
menggunakan pendingin tegak. Sebanyak 50 mL NaOH 3,25
ditambahkan dan didihkan kembali selama 30 menit. Dalam keadaan panas, suspensi disaring dengan kertas saring yang telah dikeringkan dan telah
diketahui bobot tetapnya. Residu yang tertinggal pada kertas saring kemudian dicuci berturut-turut dengan H
2
SO
4
1,25 panas, air panas, dan etanol 96. Kertas saring kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu
105
o
C sampai berat konstan 1-2 jam. Setelah didinginkan dalam desikator, contoh ditimbang. Berat residu serat kasar dihitung dengan
menghitung selisih antara berat contoh dan kertas saring dengan berat kertas saring. Kadar serat kasar dihitung dengan menggunakan rumus :
serat kasar = x 100
W1 : Bobot cuplikan g W2 : Bobot endapan pada kertas saring g
3.4.7 Analisis asam amino In House MethodICI Instrument Method 1988 Sebanyak 3 mg sampel yang mengandung protein dimasukkan ke
dalam ampul dan ditambahkan 1 mL HCl 6 N. Campuran kemudian dibekukan dalam es kering-aseton. Freeze dryer yang dihubungkan dengan
pompa vakum digunakan untuk mengeringkan sampel. Udara yang ada di dalam sampel yang telah dibekukan dikeluarkan dengan cara mengeluarkan
ampul dari dalam es kering-aseton. Pada saat campuran mencair, udara yang terlarut dalam sampel akan keluar. Jika masih ada gelembung udara,
1-2 tetes n-oktil alkohol ditambahkan sebagai bubbling. Ampul selanjutnya divakum kembali selama 20 menit, kemudian bagian tengah tabung ditutup
dengan cara dipanaskan di atas api. Ampul dimasukkan ke dalam oven pada suhu 110
o
C selama 24 jam. Sampel yang telah dihidrolisis didinginkan pada suhu kamar. Isi
ampul dipindahkan ke dalam labu evaporator 50 mL, kemudian ampul dibilas dengan 2 mL HCl 0,01 N dan air bilasan dimasukkan dalam labu
evaporator. Sampel selanjutnya dikeringkan menggunakan freeze dryer
dalam keadaan vakum. Sistein diubah menjadi sistin dengan menambahkan 10-20 mL air ke dalam sampel dan dikeringkan kembali dengan freeze
dryer . Larutan HCl 0,01 N 5 mL ditambahkan ke dalam sampel yang telah
dikeringkan, dan larutan sampel ini selanjutnya dianalisis kandungan asam aminonya.
Larutan sampel yang telah dihidrolisis dalam 5 mL HCl 0,01 N kemudian disaring dengan kertas milipore. Buffer kalium borat pH 10,4
ditambahkan dengan perbandingan 1:1. Sampel sebanyak 10 µL dimasukkan ke dalam vial kosong yang bersih kemudian ditambahkan
pereaksi OPA ortoftalaldehid 25 µL, dibiarkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna. Sampel sebanyak 5 µL kemudian
diinjeksikan ke dalam kolom HPLC, ditunggu sampai sekitar 25 menit sampai pemisahan semua asam amino selesai.
Kolom HPLC yang digunakan ialah kolom ultra techspere dengan fase mobil buffer A terdiri atas Na-asetat 0,025 M pH 6,5, Na-EDTA
0,05, metanol 9, Tetra Hidro Furan 1 dan buffer B terdiri atas methanol 95. Detektor yang digunakan ialah fluoresensi dengan panjang
gelombang eksitasi 350 nm. Penentuan kadar asam amino ditentukan
dengan rumus berikut: Kadar asam amino
=
x
x BM x FP x 100 Keterangan :
A :
Luas area sampel B
: Luas area standar
C :
Konsentrasi standar D
: Bobot sampel awal µg
BM : Bobot molekul masing-masing asam amino
FP :
Faktor pengenceran 3.4.8 Kadar protein larut garam PLG Modifikasi Saffle dan Galbraeth 1964
diacu dalam Wahyuni 1992 Prosedur pengukuran protein larut garam ditetapkan dengan
menggunakan metode semi mikro kjeldahl. Sampel surimi dari masing- masing perlakuan pencucian sebanyak 5 gram ditambahkan 50 mL larutan NaCl 5
kemudian dihomogenkan dengan waring blender 2-3 menit dengan suhu dijaga tetap rendah, kemudian disentrifuse dingin pada 10.000 rpm selama 20 menit
dengan suhu 10 °C. Sampel kemudian disaring menggunakan kertas saring
Whatman no.1, filtrat ditampung dalam erlenmeyer dan disimpan pada suhu 4 °C. Sebanyak 25 mL filtrat PLG diukur kadar proteinnya dengan
menggunakan metode semi mikro kjeldahl. Perhitungan kadar protein larut garam dilakukan dengan rumus:
100 sampel
mg Fp
6,25 14,01
HCl N
X -
Z garam
larut protein
Kadar
Keterangan:
Z : mL titrasi HCl sampel
X : mL titrasi HCl blanko
Fp : faktor pengenceran 3.4.9 Analisis asam lemak AOAC 2005
Sebanyak 20-30 mg sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sampel kemudian ditambah dengan 1 mL larutan standar internal SI asam
lemak margaratC17:0 dan 1 mL NaOH metanolik 0.5 N. Tabung diisi dengan N
2
lalu ditutup rapat dan divorteks. Tabung dipanaskan dalam penangas bersuhu 80-100 °C selama 5 menit, kemudian didinginkan.
Sebanyak 2 mL BF
3
metanol 20 bv ditambahkan ke dalam tabung, kemudian tabung diisi dengan N
2
dan ditutup rapat. Tabung dipanaskan kembali pada suhu 80-100 °C selama 30 menit selanjutnya didinginkan
hingga mencapai suhu ruang. Isooktana sebanyak 1 mL ditambahkan ke dalam tabung dan divorteks, kemudian ditambah 2 mL larutan NaCl jenuh
dengan segera lalu dikocok. Lapisan heksana dipisahkan dan ditambah dengan Na
2
SO
4
anhidrous dan dibiarkan selama 15 menit. Sampel disuntikkan ke dalam alat GLC dengan suhu injektor 220 °C,
dan suhu detektor 240 °C. Kolom yang digunakan adalah cyanoprofil methyl sil capillary column
. Suhu kolom diatur secara gradien, yaitu suhu awal kolom 125 °C dipertahankan selama 5 menit, peningkatan suhu kolom
10 °Cmenit hingga mencapai suhu 185 °C dan dipertahankan selama 5 menit pada suhu 5 °Cmenit hingga mencapai suhu 205 °C dan
dipertahankan selama 10 menit dan 3 °Cmenit hingga mencapai suhu 225 °C dan dipertahankan selama 7 menit. Asam lemak standar digunakan
untuk identifikasi dan kuantifikasi asam lemak sampel.
Pelarut sebanyak 1 µL diinjeksikan ke dalam kolom. Bila aliran gas pembawa dan sistem pemanasan sempurna, puncak pelarut akan tampak
dalam waktu kurang dari 15 menit. Waktu retensi dan puncak masing- masing komponen diukur dan dibandingkan dengan waktu retensi standar
untuk mendapatkan informasi mengenai jenis dari komponen-komponen dalam contoh. Perhitungan jumlah asam lemak g asam lemak100 g dapat
dilakukan dengan rumus : Kadar asam lemak =
x x
x 100 Keterangan :
Ax :
Luas puncak komponen x As
: Luas puncak standar internal
Cs :
Konsentrasi standar internal Vc
: Volume contoh
3.4.10 Analisis mineral SNI 01-2362- 1991 dan SNI 01-2896-1998 Mineral yang dianalisis pada produk nugget lele dengan pembanding
nugget ikan komersial pada penelitian ini adalah kalium K, kalsium Ca, magnesium Mg, zink Zn, fosfor P, besi Fe dan flour F yang
dianalisis dengan metode spektrofotometer serapan atom atau AAS Atomic Absorption Flame Emission Spectrophotometer .
1 Analisis kalsium, kalium, magnesium, fosfor dan zink SNI 01-2362- 1991
Prinsip penentuan kadar kalsium, kalium, magnesium, fosfor dan zink adalah dengan melarutkan sampel dalam asam klorida, kemudian diukur
absorbansinya dengan menggunakan AAS. Sampel sebanyak 1-2 gram dihancurkan dan dimasukkan dalam gelas
beaker 100 mL yang telah dibilas dengan HCl 1 N. Sampel ditambahkan
dengan 25 mL HCl 1 N dan dibiarkan selama 24 jam, selanjutnya dikocok dengan shaker dan disaring dengan kertas whatman no. 1.
Ekstrak sampel kemudian dipipet sebanyak 1 mL, ditambahkan HCl 1 N sampai volume menjadi 10 mL kemudian di tera dengan akuades
sampai volume menjadi 50 mL. Larutan diukur absorbansinya dengan AAS Atomic Absorption Flame Emission Spectrophotometer .
2 Analisis besi SNI 01-2896-1998 Prinsip penentuan kadar besi adalah proses pelarutan bahan dengan
larutan campuran asam, yaitu asam nitrat, asam sulfat, asam perklorat, kemudian dilanjutkan dengan proses pemanasan.
Sampel sebanyak 1-2 gram dihancurkan. Larutan asam disiapkan dari campuran antara HNO
3
, H
2
SO
4
dan HClO
4
dengan perbandingan 5:1:2. Sampel yang telah hancur ditambah 10 mL larutan asam campuran,
kemudian dipanaskan di dalam ruang asam menggunakan api kecil selama 2 jam. Api kemudian dibesarkan sampai larutan menjadi jernih dan
didinginkan. Larutan ditambahkan akuades sampai volume 50 mL dan disaring dengan kertas saring whatman no.1. Ekstrak selanjutnya dipipet
sebanyak 10 mL, ditambahkan 1 mL orto-phenatrolin, kemudian ditambahkan sodium sitrat sampai pH 3,5. Larutan diencerkan dengan
akuades sampai volume 50 mL dan dipanaskan dalam water bath selama 1 jam. Larutan selanjutnya diukur absorbansinya dengan AAS.
Berdasarkan hasil pengukuran dengan AAS, maka kadar masing- masing mineral dalam sampel dapat dihitung dengan rumus :
Kadar mineral ppm = Keterangan :
C : Konsentrasi logam dari kurva standar µgmL
V : Volume pengenceran mL
W : Bobot sampel g
3.4.11 Kadar oksalat Savage et al. 2000 Total oksalat diekstraksi di dalam beaker glass dengan penutup gelas
dari 1-2 gram sampel tepung. Sampel dilarutkan dalam 50 mL HCl 2 M dan selanjutnya dimasukkan ke dalam water bath 80 °C selama 15 menit.
Ekstrak yang diperoleh kemudian didinginkan lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Volumenya ditepatkan menggunakan HCl 2 M,
sedangkan oksalat terlarut diekstraksi dengan metode yang sama dengan menggunakan 50 mL air deionisasi.
Larutan kemudian disentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan 3000 rpm dan bagian filtratnya dikumpulkan, kemudian disaring dengan
menggunakan membran selulosa asetat 0,45 μ m. Sebanyak 5 μ L sampel kemudian diinjeksikan ke dalam sistem HPLC dengan detektor uvvis pada
panjang gelombang 210 nm. Pemisahan dilakukan dengan kromatografi ion exchange menggunakan isokratik elution pada 0,5 mLmenit dengan
0.0125 M asam sulfat sebagai fase geraknya. Kandungan asam oksalat dalam setiap sampel dianalisis dengan menggunakan kurva standar asam
oksalat 0-500 ppm. 3.4.12 Bilangan Thiobarbituric Acid TBA Apriantono et al. 1988
Bahan ditimbang sebanyak 10 g dengan teliti, dimasukkan ke waring blender
, ditambahkan 50 mL akuades, dan dihancurkan selama 2 menit. Bahan yang telah dihancurkan, dipindahkan secara kuantitatif ke dalam
labu destilasi sambil dicuci dengan 47,5 mL akuades, dan ditambahkan ± 2,5 mL HCl 4 M sampai pH menjadi 1,5, batu didih dan pencegah buih
anti foaming agent. Labu destilasi dipasang pada alat destilasi dan jika ada gunakan “electric mantle heater”.
Destilasi dijalankan dengan pemanasan tinggi sehingga diperoleh 50 mL destilat selama 10 menit
pemanasan. Destilat diaduk merata, dipipet 5 mL dan dimasukkan dalam tabung reaksi tertutup kemudian
ditambahkan 5 mL pereaksi
Thiobarbituric Acid TBA, ditutup, dicampur merata, lalu dipanaskan
selama 35 menit dalam air mendidih. Blanko dibuat dengan menggunakan 5 mL akuades dan 5 mL pereaksi, dan dilakukan seperti penetapan sampel.
Tabung reaksi didinginkan dengan air pendingin selama ± 10 menit kemudian diukur absorbansinya D pada panjang gelombang 528 nm
dengan larutan blanko sebagai titik nol. Bilangan TBA dinyatakan dalam mg malonaldehid per kg sampel. Bilangan TBA = 7,8 D. Bilangan TBA
dapat diketahui dengan rumus : Mg malonaldehidkg sampel =
x absorbansi x 7,8 3.4.13 Uji tekstur Munizaga et al. 2004
Prinsip pengukuran tekstur bahan pangan dengan memberikan gaya pada bahan pangan dengan besaran tertentu sehingga profil bahan pangan
tersebut dapat diukur. Tekstur formula filler nugget diukur dengan
menggunakan Texture Analyzer TA-XT2i. Dimensi sampel yang akan diukur, dibuat dengan ukuran yang sama diameter 3 cm dan ketebalan
1 cm. Sampel kemudian ditempatkan pada wadah uji pengukuran tekstur, melalui pemberian gaya tekan compression sebanyak 2 kali yang
merupakan simulasi proses pengunyahan di dalam mulut. Output hasil pengukuran berupa grafik hubungan plot gaya dan waktu.
Hasil grafik yang diperoleh kemudian dianalisis parameternya melalui perhitungan masing-masing profil tekstur.
Pembacaan grafik dibantu dengan menggunakan program Texture Exponent Lite 4.0.7.0 dari
Visual Component Incorporation . Berdasarkan program ini dapat
diperoleh nilai titik tertinggi dari puncak kurva pertama, luas area puncak kurva 1 dan 2, serta waktu yang digunakan saat penekanan pertama dan
penekanan kedua. Parameter profil tekstur yang dihitung adalah kekerasan hardness yang ditandai dengan puncak maksimum, daya adhesive
adhesiveness ditandai dengan area negatif di bawah kurva sedangkan kekenyalan cohesiveness ditandai dengan rasio antara 2 area yang
terbentuk. 3.4.14 Uji viskositas Yusnita et al. 2007
Pengukuran menggunakan alat Brookfield Viscometer dengan prinsip kerja mengukur tangensial tegangan geser yang timbul pada permukaan
spindle silinder standar dari alat yang berotasi dalam cairan yang diukur
viskositasnya. Hasil pengukuran dapat dibaca pada jarum pengukur dial gauge
saat rotasi dihentikan. 3.4.15 Derajat warna Park 2000
Derajat warna ditentukan dengan menggunakan alat Chromameter Minolta CR-300. Prinsip penetapan adalah mengukur kroma, intensitas dan
kecerahan pantulan sinar tampak yang dipaparkan pada obyek yang dinilai warnanya.
Hasil pengukuran dinyatakan dengan sistem notasi warna Hunter L, a, b dimana L menyatakan lightness dengan kisaran nilai 0
sampai 100. Semakan besar nilai L maka warna sampel semakin cerah. Nilai +a menyatakan redness dan -a menyatakan greenness, +b menyatakan
yellowness dan –b menyatakan blueness.