Karakteristik Kimia dan Organoleptik Produk Nugget Terbaik
01
berkembang menjadi aterosklerosis Almatsier 2001. Pengaturan terhadap
konsumsi asam lemak jenuh merupakan salah satu usaha untuk mengantisipasi dampak di atas. Berdasarkan rekomendasi FAO 2008, konsumsi asam lemak
jenuh sebaiknya kurang dari 10 dari total energi per kalori per hari. Kandungan asam lemak tak jenuh MUFA+PUFA tertinggi pada nugget
lele maupun komersial adalah asam oleat, dengan kandungan pada nugget lele sebesar 30,44 dan nugget komersial 29,74. Asam oleat merupakan asam
lemak tak jenuh tunggal yang sering ditemukan dalam jumlah paling besar, seperti penelitian de Castro et al. 2007 yang menyatakan bahwa pada ikan mas
Cyprinus carpio, kadar asam lemak tertinggi adalah asam oleat 48,2. Pada penelitian lain, Miranda et al. 2010 menyatakan bahwa kandungan asam oleat
pada tuna 32,83 lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak lain pada golongan MUFA Mono Unsaturated Fatty Acid. Setelah melalui proses pre
frying dengan olive oil, kadar asam oleat meningkat menjadi 53,80. Hal ini
diduga karena terjadinya penyerapan minyak selama proses penggorengan yang dipengaruhi oleh temperatur penggorengan, waktu penggorengan, luas area
permukaan makanan, atau komposisi proksimat. Olive oil merupakan minyak yang banyak mengandung PUFA sehingga berpengaruh pada kandungan total
asam lemak tak jenuh nugget tuna. Asam lemak tak jenuh ganda PUFA tertinggi berdasarkan Tabel 13 adalah
asam linoleat, dengan konsentrasi pada nugget lele 11,23, dan nugget ikan komersial 10. Asam linoleat merupakan asam lemak omega-6 sedangkan asam
linolenat merupakan asam lemak omega-3. Rasio PUFA dan SFA PUFA:SFA pada nugget lele sebesar 0,44 lebih tinggi dibandingkan nugget komersial yaitu
0,30. Hal ini mengindikasikan ketersediaan relatif PUFA terhadap SFA yang lebih baik. Menurut FAO 2008, asam lemak omega-3 dan omega-6 merupakan
asam lemak esensial, karena manusia tidak dapat menambahkan ikatan rangkap pada karbon ke-3 dan ke-6 dari ujung gugus metil. Asam lemak omega-3 dan
omega-6 merupakan bagian dari keseluruhan lemak yang berpengaruh terhadap
pencegahan perluasan penyakit jantung, diabetes, kanker, dan kemunduran fungsional karena usia. Dengan mengganti SFA dengan PUFA diketahui dapat
2 34
menurunkan konsentrasi LDL, sehingga perlu ada diet seimbang pada konsumsi PUFA yaitu antara 6-10 dari total energi per kalori per hari.
Turunan asam lemak linoleat adalah asam arakhidonat sedangkan turunan asam lemak linolenat adalah asam eikosapentaenoat EPA dan asam
dokosaheksaenoat DHA. Asam linolenat omega 3 dan turunannya yaitu EPA dan DHA sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan pembentukan jaringan retina
mata Almatsier 2001. Pada penelitian ini, kadar EPA pada nugget lele 0,03 dan DHA 0,35 sedangkan pada nugget komersial kadar EPA tidak terdeteksi
sedangkan kadar DHA 0,16. Kadar total EPA+DHA pada nugget lele 0,38 lebih tinggi dibandingkan dengan nugget komersial yang hanya 0,16 sehingga
nugget lele bisa menjadi penyumbang asupan EPA dan DHA yang lebih baik dibandingkan dengan nugget komersial. Diet seimbang yang direkomendasikan
oleh FAO 2008 untuk EPA+DHA adalah 2 gramhari. Berdasarkan Tabel 13, kandungan asam lemak omega-6 pada nugget lele
sebesar 12,09 sedangkan pada nugget komersial 10,05. Kandungan asam lemak omega-3 pada nugget lele sebesar 0,63 sedangkan pada nugget komersial
0,3. Hal ini berarti kandungan asam lemak omega-6 pada nugget lele lebih tinggi dibandingkan dengan omega-3. Menurut Tokur et al. 2006, salah satu ciri
khas ikan air tawar dibandingkan dengan ikan air laut adalah kandungan asam lemak omega-6 lebih tinggi dibandingkan kandungan asam lemak omega-3.
Perpedaan kandungan asam lemak pada ikan dipengaruhi oleh spesies ikan, lingkungan hidup, dan jenis makanan.
Menurut Jabeen dan Chaudhry 2011, perbedaan kadar asam lemak omega-
3 dan omega-6 pada ikan laut dan ikan air tawar dipengaruhi oleh faktor makanan. Ikan laut lebih banyak mengkonsumsi zooplankton yang kaya
omega -3, sedangkan ikan air tawar lebih banyak mengkonsumsi tumbuhan air
sehingga lebih banyak mengandung omega-6. Huynh dan Kitts 2009 juga menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kandungan asam lemak pada ikan
adalah faktor musim, lokasi penangkapan, perbedaan umur, serta kebiasaan makan.
Berdasarkan total kandungan asam lemak omega-6 dan omega-3 dapat diketahui bahwa rasio omega-6 dan omega-3 ω6ω3 nugget lele sebesar 19,19,
5 67
sedangkan pada nugget komersial lebih tinggi yaitu 33,5. Berdasarkan rasio tersebut, nugget lele memiliki nilai yang lebih mendekati seimbang dibandingkan
dengan nugget komersial. Menurut FAO 2008, asam-asam lemak omega-6 dan omega
-3 berperan sebagai prekursor atau bahan baku senyawa eikosanoid, yaitu senyawa yang sangat reaktif. Senyawa eikosanoid yang dihasilkan oleh lemak
omega -6 dan omega-3 sering berbeda, bahkan dapat berlawanan. Asam lemak
omega -6 dan omega-3 berkompetisi sebagai prekursor eikosanoid dan juga
berbeda peran biologisnya sehingga keseimbangan antara kedua asam lemak tersebut dalam makanan sehari-hari sangat penting.
4.5.4 Karakteristik mineral Mineral merupakan komponen dalam bahan makanan yang memiliki peran
sebagai zat pembangun dan pengatur Winarno 2008. Ikan seperti halnya
organisme hidup lain, mengandung lebih dari 90 unsur yang ada secara alami. Proporsi terbesar mengandung karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, dan sulfur.
Enam makro elemen seperti kalsium, magnesium, fosfor, natrium, kalium, dan khlor terdapat dalam jumlah gram per kilogram, sementara sisanya terdapat dalam
tubuh dalam jumlah yang lebih kecil mg atau µg per kg Lall 1995. Penelitian kadar mineral ini bertujuan untuk mengetahui kadar mineral pada nugget lele
dengan pembanding nugget komersial. Kandungan mineral pada nugget lele selengkapnya disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 Kandungan mineral nugget lele Parameter
Nugget lele ppm Nugget komersial ppm
Kalsium Ca 1181,19
659,63 Magnesium Mg
406,17 325,34
Fosfor P 2005,69
1990,58 Kalium K
3644,45 1181,42
Zink Zn 27,22
17,80 Besi Fe
33,49 38,70
Flour F 44,23
49,60
8 9:
Mineral makro dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg per hari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan tubuh dalam jumlah kurang dari 100 mg per
hari. Mineral makro diantaranya adalah kalium, kalsium, fosfor, magnesium, natrium, sulfur, dan khlorida sedangkan mineral mikro diantaranya besi, zink,
flour, iodium, selenium, dan mangan Almatsier 2001. Pada penelitian ini diukur 7 jenis mineral, 4 diantaranya mineral makro K, Ca, P, Mg dan sisanya mineral
mikro Fe, Zn, F yang bersifat esensial bagi tubuh. Berdasarkan Tabel 14, diketahui bahwa nugget lele memiliki kandungan
kalium yang paling tinggi, diikuti dengan kadar fosfor dan kalsium. Hal ini juga terdapat pada nugget komersial dengan persentase yang lebih kecil. Kalium pada
nugget lele dapat berasal dari bahan utama yaitu ikan lele, dapat juga berasal dari bahan tambahan lain, termasuk talas yang digunakan sebagai bahan pengisi dan
pelapis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ersoy dan Özren 2009, mineral kalium ditemukan dalam konsentrasi paling besar 1817 ppm pada
African catfish Clarias gariepienus dan setelah penggorengan kadarnya
meningkat menjadi 2770 ppm karena penurunan kadar air. Kalium merupakan ion elektrolit yang banyak terdapat dalam tubuh manusia
dan hewan dalam bentuk ion terdisosiasi penuh. Ion ini merupakan partikel utama yang bertanggungjawab mengatur tekanan osmosis dan mempengaruhi kekuatan
ionik sehingga berperan dalam kelarutan protein dan komponen lainnya. Kalium banyak ditemukan dalam kacang, biji-bijian, dan daging Linder 2006.
Kebutuhan minimum kalium sekitar 2000 mg per hari Almatsier 2001. Fosfor dan kalsium merupakan mineral makro tertinggi kedua dan ketiga
pada nugget lele yaitu berturut turut sebesar 2005,69 ppm dan 1181,19 ppm. Kadar kedua mineral ini lebih tinggi dibandingkan nugget komersial.
Berdasarkan hal itu, nugget ikan lele dapat menjadi salah satu sumber kalsium dan fosfor yang lebih baik dibandingkan nugget komersial. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Ersoy dan Özren 2009, kadar kalsium pada African catfish Clarias gariepinus 40,1 ppm. Kadar ini lebih rendah dibandingkan kadar
kalsium pada nugget lele dan nugget komersial. Penggunaan susu skim pada formulasi filler dan batter merupakan salah satu penyumbang kalsium pada
nugget lele disamping kandungan alami yang ada pada ikan. Menurut Aremu dan
;
Ekunode 2008, kebutuhan minimum manusia terhadap kalsium berbeda-beda berdasarkan jenis kelamin dan usia. Tubuh kita membutuhkan kalsium 800 mg
per hari. Kalsium adalah mineral yang sangat melimpah di dalam tubuh. Sebagian
besar tubuh mengandung 1000-2000 gram kalsium. Kalsium memiliki peran dalam memelihara kekerasan dan kekuatan tulang. Kalsium terlibat dalam proses
metabolisme, termasuk pembekuan darah, kontraksi otot, pengeluaran hormon, dan neurotransmiter, serta metabolisme glikogen FAO 2006.
Mineral mikro mempunyai peran yang sangat esensial bagi tubuh meskipun terdapat dalam jumlah yang sangat kecil. Mineral mikro yang paling tinggi pada
nugget lele adalah flour yaitu sebesar 44,23 ppm dan diikuti dengan besi sebesar 33,49 ppm dan zink 27,22 ppm. Pada penelitian ini, kadar flour dan besi nugget
lele lebih rendah dibandingkan dengan nugget komersial. Flour merupakan mineral yang sangat berperan dalam pertumbuhan dan
pembentukan struktur gigi agar mempunyai daya tahan yang maksimal terhadap penyakit gigi. Besi dalam darah sangat berperan dalam pembentukan sel-sel
darah merah, sedangkan zink merupakan komponen penting pada berbagai enzim Winarno 2008. Sebagian besar besi di dalam tubuh manusia berada dalam
eritrosit sebagai haemoglobin, dengan fungsi utama membawa oksigen dari paru- paru ke jaringan. Besi juga merupakan komponen penting bagi beberapa sistem
enzim, seperti sebagai sitokrom, yang terlibat dalam metabolisme oksidatif. Besi disimpan dalam hati dalam bentuk ferritin dan haemosiderin. Kekurangan zat
besi dapat menyebabkan anemia, yaitu rendahnya kadar haemoglobin dalam darah. Referensi nilai gizi pada orang dewasa untuk besi adalah 13,7 mghari dan
zink 7 mghari WHOFAO 2006. Nugget lele dapat memberikan kontribusi asupan besi sebesar 0,033 mgg nugget dan zink sebesar 0,027 mgg nugget.
Tingginya kadar mineral pada nugget lele dibandingkan nugget komersial diduga juga berasal dari talas yang digunakan sebagai bahan pengisi, bahan
pelapis dan crumb. Talas memiliki kadar mineral yang cukup tinggi sehingga mempengaruhi kadar mineral produk nugget ikan yang dihasilkan. Berdasarkan
penelitian Lewu et al. 2010, umbi talas mengandung berbagai mineral,
=?
diantaranya fosfor, kalsium, magnesium, natrium, kalium, besi, tembaga, mangan, dan zink.
4.5.5 Karakteristik organoleptik Karakteristik organoleptik dilakukan oleh panelis terlatih untuk
mendeskripsikan produk nugget secara kuantitatif dengan menggunakan nugget komersial sebagai pembanding. Pengujian dilakukan dengan menggunakan skala
pada garis yang sudah diberi tanda minimum dan maksimum, dengan parameter uji yang tertera pada Lampiran 2. Atribut sensori yang digunakan terdiri atas 15
atribut yang sangat terkait dengan produk nugget, dengan mengacu pada deskripsi penelitian yang dilakukan oleh Albert et al. 2011 serta kesepakatan panelis.
Atribut tersebut adalah homogenitas warna, fish taste, rasa gurih, aroma ikan, aroma nugget, crunchiness, juiciness, oiliness, chewiness, rubbery texture,
kekenyalan, kekerasan, adhesivitas, batter thickness dan butter hardness.
Pengujian dilakukan pada produk yang sudah digoreng. Hasil uji deskripsi
produk nugget lele dan komersial disajikan pada Gambar 24 dalam bentuk spider web
uji organoleptik.
Gambar 24 Spider web uji deskriptif nugget lele dan nugget
komersial .
A B
A C
A
6.00 8.00
10.00 12.00
Homogenitas Fish Taste
Rasa Gurih Aroma Ikan
Aroma Nugget Crunchiness
Juiciness Oiliness
Chewiness Rubbery Texture
Kekenyalan Kekerasan
Adhesivitas Batter Thickness
Batter Hardness
D E
Berdasarkan Gambar 24 dapat dilihat bahwa nugget lele memiliki keunggulan dibandingkan dengan nugget komersial pada penilaian aroma ikan
dan crunchiness kerenyahan yang lebih tinggi, serta oiliness dan tingkat kelengketan yang lebih rendah. Aroma ikan terkait erat dengan adanya komponen
yang dapat dirasakan oleh indera penciuman pada saat nugget digoreng. Pada penelitian ini, ikan yang digunakan adalah ikan segar sehingga aroma ikan pada
nugget yang dirasakan panelis lebih tinggi dibandingkan dengan nugget komersial. Berbeda dengan aroma ikan, penilaian panelis terhadap atribut aroma
nugget pada nugget lele, lebih rendah dibandingkan dengan nugget komersial. Aroma nugget meliputi aroma keseluruhan nugget yang merupakan gabungan
antara aroma ikan dengan aroma bahan tambahan. Perbedaan bahan tambahan pada nugget sangat mempengaruhi aroma akhir pada nugget yang digoreng.
Tingkat kerenyahan nugget lele lebih tinggi dibandingkan dengan nugget komersial. Menurut albert et al. 2009, kerenyahan crunchiness dipengaruhi
oleh formulasi batter dan suhu penggorengan serta merupakan karakteristik yang sangat diinginkan pada produk yang digoreng. Menurut Altunakar et al. 2004,
tipe pati pada batter akan mempengaruhi kerenyahan pada nugget ayam yang digoreng dengan deep fat frying. Kerenyahan meningkat dengan meningkatkan
waktu penggorengan. Penambahan jenis pati juga akan memperbaiki tekstur. Selama proses penggorengan, pembengkakan granula pati menyebabkan
pelepaskan fraksi amilosa dan membentuk barrier yang menghalangi penetrasi minyak dan kehilangan air pada bahan. Gelatinisasi pati dan pembentukan lapisan
pada permukaan nugget berperan penting bagi kerenyahan dan tekstur produk akhir.
Nugget lele memiliki tingkat keminyakanoiliness yang lebih rendah dibandingkan dengan nugget komersial. Berdasarkan hasil penelitian tahap
penentuan formulasi bahan pelapis, diketahui bahwa formulasi batter B2 merupakan formula yang memiliki tingkat penyerapan minyak setelah frying yang
paling rendah dibandingkan dengan formula batter B1, B3, B4, dan B5. Berdasarkan penelitian Sanz et al. 2005, nugget yang lebih disukai oleh panelis
adalah yang memiliki tingkat keminyakan yang lebih rendah. Dogan et al. 2005
F GH
menyatakan bahwa tingkat oiliness yang rendah menunjukkan efisiensi dalam deep fat frying
. Adhesivitas didefinisikan sebagai kerja yang diperlukan untuk mengatasi
daya tarik menarik antara permukaan makanan dengan permukaan bahan lain yang bersentuhan dengan makanan, seperti lidah, gigi, dan langit-langit mulut
de Man 1997. Tingginya adhesivitas ditunjukkan dengan rasa lengket di gigi pada akhir penekanan pertama.
Tingkat adhesivitas nugget lele lebih kecil dibandingkan nugget komersial.
Kekerasan nugget dinyatakan dengan gaya tahan untuk pecah akibat gaya yang diberikan Andarwulan et al. 2011. Gaya tekan pada uji sensori ini adalah
gaya yang diberikan gigi pada gigitan pertama. Nugget lele memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi karena memiliki gaya tahan untuk pecah yang lebih
tinggi dibandingkan dengan nugget komersial. Hal ini juga dipengaruhi oleh kekerasan batter batter hardness yang juga sedikit lebih tinggi dibandingkan
dengan nugget komersial. Nugget lele juga memiliki chewiness kekunyahan yang lebih tinggi dibandingkan nugget komersial. Menurut Dogan et al. 2005,
perbedaan kemampuan mengikat air pada batter akan mempengaruhi tekstur nugget selama penggorengan.
Pemanasan selama penggorengan akan meningkatkan ikatan cross linking protein sehingga berpengaruh pada kekerasan.
Fish taste dan rasa gurih pada nugget komersial lebih tinggi dibandingkan
dengan nugget lele. Hal ini diduga karena tingginya asam amino glutamat nugget komersial berdasarkan pengujian kadar asam amino sebelumnya. Asam glutamat
diketahui dapat memberikan sensasi gurih pada makanan. Homogenitas warna dan juiciness merupakan parameter yang sangat penting
pada produk nugget. Homogenitas warna ditunjukkan pada keseragaman warna permukaan nugget yang diselimuti batter. Juiciness ditunjukkan dengan kesan
berair pada saat nugget digigit. Berdasarkan Gambar 24, nugget lele memiliki homogenitas warna yang lebih rendah dibandingkan nugget komersial. Hal ini
diduga karena pengaruh formulasi batter yang berbeda sehingga memberikan pengaruh warna yang berlainan pada saat penggorengan. Tingkat juicy pada
nugget lele juga masih lebih rendah dibandingkan nugget komersial.
I IJ
Juiciness nugget berkaitan dengan kemampuan mengikat air bahan.
Semakin besar jumlah air yang diikat, semakin baik pula kualitas tekstur dan mouthfeel
bahan pangan yang dihasilkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya ikat air diantaranya konsentrasi protein, nilai pH, kekuatan ion, dan pemanasan
Kusnandar 2010. Menurut Lee et al. 2007, sifat kebasahan dan tekstur nugget mackarel berbasis daging lumat dapat ditingkatkan dengan meningkatkan bahan
tambahan yang mengandung air. Penambahan air pada tingkat 0-35 terutama pada 21 dan 28, mampu meningkatkan kebasahan dan kelembutan nugget
secara sensori dan pengujian tekstur. Kekenyalan dan rubbery texture tekstur yang elastis pada nugget lele lebih
kecil dibandingkan dengan nugget komersial. Hal ini terkait dengan kelarutan protein, penggunaan jenis pati, serta bahan tambahan lain seperti STPP Sodium
Tripolyphosphat dalam konsentrasi yang berbeda, sehingga berpengaruh pada
kekenyalan dan sifat elastis produk. Demikian juga pada ketebalan batter, dimana nugget lele memiliki ketebalan batter yang lebih tinggi. Hal ini berkaitan erat
dengan daya barrier produk dan kemampuan batter sebagai bahan pelapis dalam mereduksi minyak.