Karakteristik Bahan Baku HASIL DAN PEMBAHASAN

dan terdenaturasi. Aktomiosin lebih stabil pada pH 7 dan kestabilan miosin akan membantu proses pembentukan gel Suzuki 1981. Adanya gugus karboksil dan gugus amin pada asam amino menyebabkan protein bersifat amfoter, yaitu dapat bersifat asam atau basa tergantung nilai pH. Perubahan pH akan mempengaruhi ionisasi gugus fungsional protein sehingga muatan total protein berubah. Pada titik isoelektrik, total muatan protein sama dengan nol sehingga interaksi antarmolekul protein menjadi maksimum. Pada kondisi ini, protein mencapai titik isoelektrik dan memiliki kelarutan yang minimum. Pada pH di bawah titik isoelektrik, protein cenderung bermuatan positif, sebaliknya pada pH di atas titik isoelektriknya, protein cenderung bermuatan negatif. Semakin jauh pH dari titik isoelektriknya maka kelarutan protein semakin meningkat Kusnandar 2010. 4.2.3 Protein larut garam PLG Protein larut garam PLG pada dasarnya merupakan protein miofibril yang sangat berperan dalam pembentukan gel. Protein miofibril pada daging ikan mencakup 66-77 dari total protein. Ketika protein diekstrak dengan larutan garam, aktin F-aktin akan berikatan dengan miosin membentuk aktomiosin Suzuki 1981. Berdasarkan data pada Tabel 10, nilai PLG untuk daging lumat tanpa pencucian sebesar 3,84 dan menunjukkan peningkatan sampai pencucian 3 kali, yaitu sebesar 5,29. Hasil analisis ragam Lampiran 5 menunjukkan bahwa perlakuan pencucian berpengaruh terhadap kadar PLG. Peningkatan nilai PLG pada setiap tahap pencucian disebabkan banyaknya protein sarkoplasma yang larut dan terbuang pada saat pencucian yang diikuti dengan peningkatan kelarutan protein miofibril. Adanya garam dapat meningkatkan atau menurunkan kelarutan protein. Hal ini karena penambahan garam dapat mempengaruhi kekuatan ion dalam larutan, yang berpengaruh pula terhadap kelarutan protein. Pada umumnya, jika kekuatan ion meningkat maka kelarutan protein akan semakin besar. Pada konsentrasi yang lebih tinggi lagi atau pada konsentrasi garam tertentu yang lebih tinggi, kelarutan protein akan menurun atau disebut salting-out Kusnandar 2010. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan Lampiran 5, kadar PLG antara daging lumat tanpa pencucian dengan perlakuan pencucian 1 kali tidak berbeda nyata pada taraf P0,05, begitu juga antara perlakuan pencucian 2 kali dan 3 kali. Perlakuan tanpa pencucian dan pencucian 1 kali berbeda nyata dengan perlakuan pencucian 2 kali dan 3 kali. Pada pencucian 1 kali, protein sarkoplasma dan komponen larut air yang lain seperti darah, pigmen dan enzim, larut dan terbuang pada saat pencucian. Pada tahap ini, kadar protein miofibril masih tidak berbeda dengan daging lumat tanpa pencucian. Pencucian kedua menyebabkan kelarutan protein miofibril lebih tinggi karena protein sarkoplasma sudah banyak yang terbuang pada pencucian pertama, dan cenderung stabil pada pencucian ketiga.

4.3 Penentuan Formulasi Filler Nugget

Penambahan bahan pengisi filler pada produk berbasis surimi merupakan upaya untuk memperbaiki sifat tekstur agar tidak terlalu bersifat rubbery dan memperbaiki sifat mobilitas air sehingga memiliki stabilitas pada saat dileleh- bekukan berulang-ulang Lee et al. 1992. Pati umumnya digunakan untuk mempertahankan kekuatan gel dengan mengurangi kandungan surimi atau menjamin stabilitas produk pada penyimpanan dingin dan beku Park 2000. 4.3.1 Pengaruh interaksi banyak pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas terhadap sifat fisik Tahapan penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh interaksi banyaknya pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas terhadap parameter tekstur yaitu kekerasan hardness, daya adhesive adhesiveness, dan kekenyalan cohesiveness. Perhitungan nilai Texture Profile Analysis TPA diperoleh melalui kurva hubungan plot gaya dan waktu pada grafik Gambar 9. Gambar 9 Kurva TPA yang diperoleh dari TA-XT2i. 1 Kekerasan hardness Kekerasan hardness merupakan salah satu sifat produk pangan yang menunjukkan daya tahan untuk pecah akibat gaya tekan yang diberikan Kusnandar 2010. Menurut Munizaga et al. 2004, kekerasan hardness digambarkan pada kurva Texture Profile Analysis TPA sebagai puncak tertinggi yang dihasilkan dari penekanan pertama. Berdasarkan hasil analisis ragam pengaruh banyak pencucian daging lumat, konsentrasi tepung talas, dan interaksi antara banyak pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas terhadap kekerasan bahan pengisi nugget Lampiran 6, menunjukkan adanya pengaruh pencucian dan konsentrasi tepung talas terhadap bahan pengisi, tetapi tidak ada pengaruh interaksi antara kedua faktor tersebut terhadap sifat kekerasan formula filler nugget. Pengaruh interaksi antara pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas, serta rata-rata kekerasan formula filler nugget disajikan pada Gambar 10. Hardness Adhesiveness A 2 A1 Cohesiveness = A2A1 Gambar 10 Histogram rata-rata kekerasan bahan pengisi nugget. P0, P1, P2, P3. Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata p0,05 pada faktor interaksi pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas. Simbol P0, P1, P2, P3, C0, C1, C2, C3, dan C4 merujuk keterangan pada Tabel 5. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan terhadap pengaruh perlakuan pencucian daging lumat terhadap kekerasan formula filler menunjukkan bahwa perlakuan tanpa pencucian berbeda nyata dengan perlakuan dengan pencucian daging lumat Lampiran 6. Kekerasan formulasi filler terbesar terlihat pada perlakuan tanpa pencucian P0 yaitu 534,64 g dan kekerasan paling kecil pada pencucian dua kali P2 yaitu 426,4 g. Perlakuan tanpa pencucian memiliki nilai kekerasan terbesar dan berbeda dengan perlakuan dengan pencucian. Hal ini disebabkan pada perlakuan tanpa pencucian, masih ada komponen padat seperti darah, pigmen, dan terutama protein sarkoplasma, miofibril, kolagen sehingga tekstur menjadi lebih keras. Perlakuan pencucian daging lumat menunjukkan penurunan tingkat kekerasan formula filler jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa pencucian. Menurut Liu et al. 2008, keberadaan air dapat mempengaruhi pemisahan dan cross-linking protein, sehingga mempengaruhi viskoelastis gel surimi. Konsentrasi protein yang terpisah meningkat ketika air ditambahkan, dan air yang a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a 100 200 300 400 500 600 700 800 C0 C1 C2 C3 C4 K e k er a s an g Konsentrasi menempel pada jaringan protein akan meningkat ketika pasta dipanaskan sehingga kekerasan hardness dan viskositas gel akan berkurang. Perlakuan pencucian dapat meningkatkan protein miofibril, yaitu protein yang sangat berperan pada pembentukan gel surimi Suzuki 1981. Melalui bantuan pemanasan dan keberadaan air, protein dapat membentuk matriks gel dengan menyeimbangkan interaksi antara protein dengan protein dan protein dengan pelarut di dalam produk. Matriks gel ini dapat mengikat air, lemak, dan bahan-bahan lain serta mempunyai kekentalan yang tinggi, plastis, dan elastis Kusnandar 2010. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa konsentrasi tepung talas berpengaruh terhadap kekerasan formula filler nugget Lampiran 6. Peningkatan konsentrasi tepung talas meningkatkan kekerasan nugget. Penambahan tepung talas 20 C4 menghasilkan kekerasan terbesar yaitu 617,15 g dan perlakuan tanpa penambahan tepung talas C0 menghasilkan kekerasan yang paling kecil yaitu sebesar 387,67 g. Menurut Couso et al. 1998, perilaku gelatinisasi pada pati berbeda-beda tergantung pada kondisi proses. Umumnya, ketika gel dipanaskan secara langsung tanpa suhu setting, pati akan tergelatinisasi bersamaan dengan gel aktomiosin dan membentuk jaringan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Campo dan Tovar 2008, penambahan pati pada formulasi stik kepiting dari surimi berpengaruh terhadap sifat tekstur stik yang dihasilkan. Gelatinisasi pati menyebabkan tekanan yang mendesak matriks protein dan menghasilkan matriks gel yang lebih kokoh dan sedikit menyatu cohesive sehingga meningkatkan konsistensi yang solid. Optimum penambahan pati sekitar 11. Pada konsentrasi pati yang lebih rendah, sampel lebih kasar dan mudah mengalami deformasi. Pada konsentrasi yang tinggi, pati menjadi keras dan rapuh. 2 Daya adhesive adhesiveness Daya adhesive merupakan parameter tekstur yang menggambarkan sifat permukaan yang berkaitan dengan adhesi antara bahan dengan permukaan yang berdampingan de Man 1997. Menurut Munizaga et al. 2004, daya adhesive digambarkan dalam kurva Texture Profile Analysis TPA sebagai daerah negatif di bawah kurva yang diperoleh antara 2 penekanan. Berdasarkan analisis ragam pengaruh banyak pencucian daging lumat, konsentrasi tepung talas, serta interaksi antara banyak pencucian dan konsentrasi tepung talas terhadap daya adhesive menunjukkan pengaruh nyata pada taraf 5 Lampiran 7. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pengaruh pencucian terhadap daya adhesive Lampiran 7 terlihat bahwa pencucian 3 kali P3 memiliki daya adhesive yang paling tinggi, sedangkan daya adhesive paling rendah adalah pada pencucian daging lumat 2 kali P2. Formulasi daging lumat tanpa pencucian memberikan daya adhesive yang tidak berbeda nyata dengan pencucian 3 kali P3 tetapi berbeda nyata dengan pencucian 1 kali P1 dan 2 kali P2. Pada penelitian ini, setelah perlakuan pencucian daging lumat, dilakukan penambahan garam yang dapat memperbaiki struktur gel, dan berdampak pada daya adhesive. Berdasarkan penelitian Couso et al. 2008, penambahan garam pada surimi dapat menurunkan adhesivitas gel pada surimi yang diberi perlakuan penambahan tepung. Menurut Hossain et al. 2008, penambahan garam selama pencucian dapat menyebabkan terurainya sebagian protein dan meningkatkan sensitivitas terhadap denaturasi yang menyebabkan melemahnya matriks gel. Kemampuan protein untuk mengikat komponen-komponen bahan pangan seperti air dan lemak, sangat penting dalam formulasi makanan, diantaranya dapat mempengaruhi daya lekat Kusnandar 2010. Perlakuan daging lumat tanpa pencucian memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan daging lumat dengan perlakuan pencucian sehingga memiliki kemampuan mengikat air lebih banyak dan berdampak pada daya lekatadhesivitas yang lebih tinggi. Penambahan konsentrasi tepung talas 20 memiliki daya adhesive yang paling tinggi sedangkan daya adhesive paling rendah dicapai pada konsentrasi tepung talas 5. Rata-rata daya adhesive formula filler berkisar antara -10,6 g.s sampai -155,10 g.s. Hasil uji lanjut Duncan interaksi antara konsentrasi tepung talas dan banyak pencucian daging lumat Lampiran 6 disajikan pada Gambar 11. Gambar 11 Histogram rata-rata daya adhesive bahan pengisi nugget. P0, P1, P2, P3. Angka-angka yang diikuti huruf berbeda a, b, c, d, e, f, dan g menunjukkan berbeda nyata p0,05 pada faktor interaksi pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas. Simbol P0, P1, P2, P3, C0, C1, C2, C3, dan C4 merujuk keterangan pada Tabel 5. Daya adhesive tertinggi ditunjukkan oleh formulasi perlakuan tanpa pencucian daging lumat dan penambahan konsentrasi tepung talas 20 P0C5 sedangkan daya adhesive paling rendah ditunjukkan pada formulasi perlakuan tanpa pencucian daging lumat dan penambahan tepung talas 0 P0C0. Hal ini karena tepung talas memiliki kadar amilopektin yang lebih tinggi dibandingkan dengan amilosa. Berdasarkan penelitian Hartati dan Prana 2003, talas memiliki kadar amilosa antara 10,54–21,44 sedangkan kadar amilopektin 78,56–89,46. Pati yang memiliki kadar amilosa tinggi dapat membentuk gel yang agak rapuh brittle, sedangkan pati yang memiliki kadar amilopektin yang tinggi akan membentuk gel yang lekat adhesive dan bersatu cohesive Park 2000. Menurut Campo dan Tovar 2008, kelengketan dan kekerasan gel surimi semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi pati. i def cdef abc a abcd gh hi efg ab defg hi defg efg gh fg efg bcde abc cdef -160 -140 -120 -100 -80 -60 -40 -20 C0 C1 C2 C3 C4 Da ya a dhes iv e g s Konsentrasi