5.1 Pemilik Lahan Tradisional
Kegiatan mengenal cara bertani masyarakat di sawah dan di kebun. Keseharian dari perilaku petani pada waktu pagi dan siang hari adalah
membersihkan dengan cangkul dan merapihkan areal sawah dengan sorong setelah selesai di bajak. Pada waktu sore hari petani pergi kebun palawija cabe
miliknya untuk mengecek pertumbuhan tanaman setelah mandi dan Shalat Ashar di rumah.
Di areal persawahan maka kita dapat mengamati kegiatan petani di sawah. Pakaian khas petani dan alat untuk bertani seperti cangkul tidak lupa dibawa
ketika pergi ke sawah. Peralatan pertanian disimpan disebuah tempat seperti gubuk dekat dengan sawah yang digarapnya agar memudahkan petani ketika
membutuhkannya. Cangkul digunakan untuk merapihkan pinggiran sawah dan membersihkan tanaman pengganggu padi di sawah. Sorong merupakan alat untuk
meratakan permukaan tanah setelah dibajak sehingga esok harinya bisa ditandur. Luasan lahan yang dikerjakan pada saat penelitian berlangsung jika tiga gedeng
atau sama dengan 4500 meter persegi, maka hitungan ini menurut perkiraan mudah petani satu gedeng sama dengan 1500 meter persegi, padahal sebenarnya
luas lahan sawah satu hektar sama dengan enam gedeng 10.000 meter persegi dibagi enam sama dengan 1666.67 meter persegi. Di sana kita juga akan bertemu
dengan banyak petani lain yang sedang merapihkan sawahnya dengan sorong setelah sebelumnya dibajak.
Di areal perkebunan milik petani tradisional kita dapat mengamati kegiatan petani di kebun. Setelah selesai bekerja di sawah ketika Azan Ashar
maka biasanya petani mandi kemudian Shalat Ashar di rumahnya. Sehabis itu
kemudian petani bergegas pergi ke kebun cabe atau palawija miliknya untuk dikontrol. Letak kebun dari rumah lumayan jauh melewati areal persawahan.
Areal perkebunan petani biasanya dipagari agar binatang atau orang lain tidak mudah masuk ke kebunnya. Di kebun tersebut ada sebuah pondokan untuk
beristirahat dan juga tempat untuk meronda malam menjaga areal perkebunannya ketika akan panen karena orang lain sering mengambil hasil panennya dan
cenderung merusak tanamannya sehingga sangat merugikan. Kegiatan petani di kebun yakni mengikat batang tanaman dengan bambu agar berdiri dengan tegak
dan tidak lupa mengecek hama penyakit tanaman. H. Aw 90 Tahun merupakan salah satu petani lapisan atas di desa yang
memiliki akses yang sangat kuat dalam sektor pertanian terutama dalam hal kepemilikkan lahan pertanian yang dikuasainya. Bahan baku dalam hal ini tanah
atau lahan pertanian yang dimiliki sangat luas dan sangat berpotensi mendapatkan surplus yang sangat besar. Selain itu sistem irigasi untuk mengari areal
persawahan yang dimiliki sangat melimpah yang telah disediakan oleh sumberdaya alam di desa yakni Sungai Parabakti dan Sungai Ciasmara yang
mengalir sepanjang tahun. Persediaan mengenai alat-alat pekerjaan yaitu bibit, ternak, peralatan, pupuk, dan sebagainya tidak menjadi permasalahan bagi H. Aw
karena semua alat-alat pekerjaan seperti bibit, pupuk dan peralatan dapat dibeli di toko dan ternak yang dimiliki selalu tersedia ketika dibutuhkan untuk membajak.
Rumah tangga dari H. Aw memiliki tenaga kerja yang melayani tanpa harus dibayar dan hanya perlu dicukupi pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-
hari yakni tenaga kerja keluarga. Tenaga kerja keluarga yang digerakkan yakni istri dan anak-anak terkait dengan jumlah, umur, dan gender anggota keluarga
akan dipekerjaan sesuai dengan kemampuan masing-masing dimana pekerjaan yang berat dikerjakan oleh laki-laki seperti mengolah tanah yaitu membajak dan
menggaru sedangkan pekerjaan yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan dikerjakan oleh perempuan seperti menandur. Namun karena sekarang anak-anak
beliau sudah besar dan berkeluarga maka kegiatan dalam mengolah lahan pertanian dibantu oleh buruh tani yang diberikan upah harian.
Sistem kontrak atau sewa lahan yang disewakan H. Aw dibayarkan setelah panen dan dicatat dalam buku catatan miliknya. Lahan yang dimiliki H. Aw seluas
100 Gedeng atau sekitar 17 hektar. Petani Penggarap lahan milik H. Aw biasanya merupakan orang yang berada disekitar lahan yang dimilikinya dan juga
merupakan orang kepercayaan yang sudah bekerja relatif lama, bahkan pada saat penelitian berlangsung petani penggarap milik H. Aw yang masih berumur muda,
merupakan anak dari seorang petani penggarap yang sudah menjadi orang kepercayaan H. Aw untuk membantu mengelola lahan dan juga sebagai perantara
dalam proses jual beli lahan dengan masyarakat kampung tempat ia tinggal. Petani penggarap yang sudah bekerja cukup lama dengan H. Aw yakni
sekitar 5 tahun maka sudah pasti mengetahui pribadi H. Aw yang sangat teliti dan tidak bisa dibohongi ketika datang musim panen. H. Aw akan meminta penuh
pembayaran sewa lahan miliknya apabila musim panen yang berlangsung bagus, namun apabila musim panen kurang bagus atau rendah maka dengan sendirinya
H. Aw menurunkan biaya pembayaran sewa dari petani penggarap lahannya dan sangat adil dengan semuanya tanpa pilih kasih.
Keseharian hidup yang sederhana dan tidak berpola konsumtif, alat-alat pekerjaan yang terpenuhi dengan baik dan bahan baku yang besar yang didapat
rumah tangga petani Haji Aw maka dari hasil perdagangan atau pertukaran produk menghasilkan surplus yang besar. Surplus pada proses reproduksi semuanya
digunakan kembali untuk membangun sektor pertanian dengan membeli lahan pertanian dan ternak kerbau. Proses diferensiasi yakni menyisihkan sebagian
keuntungan untuk memberangkatkan pergi Haji ke Tanah Suci Mekkah kepada keluarganya.
5.2 Pemilik Lahan Modern