Sistem Pertanian Sumber-Sumber Agraria dan Sistem Pertanian Setempat

saya tidak berkesempatan mendata secara statistik berapa luasan sawah-sawah yang dikelola oleh para penggarap dengan sistem sewa maupun sistem bagi hasil serta berapa penggarap sawah yang melakukan sewa atau kerjasama bagi hasil. Petani penggarap berjumlah 362 orang yang terdiri dari petani penggarap ditanahnya sendiri dan petani yang menggarap tanah milik orang lain. Selain itu terdapat 434 buruh tani yang juga membantu petani pemilik atau petani penggarap tanah dalam mengolah lahan yang dikuasainya agar mendapatkan hasil panen yang optimal. Tabel 4. Petani di Desa Ciasmara Tahun 2008 Menurut Status Sumber : Data Monografi Pemerintahan Desa Ciasmara dalam Angka

4.2.3 Sistem Pertanian

Sistem pertanian utama di Desa Ciasmara didominasi sistem bersawah dengan tanaman padi sebagai tanaman utama yang ditanaman penduduk setiap satu musim tanam atau lima bulan sekali dan bisa juga tiga musim tanam dalam satu tahun. Tanaman palawija juga ditanam oleh beberapa petani disekitar sawahnya. Pada pertanian padi para petani di Desa Ciasmara memakai benih Ciherang, IR 64, Memberango, Situ Bagendit, Mekongga dimana hasil rata-rata gabah kering panen per hektar per musim adalah enam ton. Pengaturan sistem irigasi lahan pertanian dilakukan oleh ulu-ulu yakni petugas yang mengurus irigasi persawahan. Irigasi dilakukan secara adil untuk semua petani di Desa Ciasmara. Pemilik tanah 397 Penggarap tanah 362 Buruh tani 434 Jumlah 1.193 Berdasarkan kenyataan di lapangan menunjukan bahwa frekuensi penanaman di lahan sawah tergantung dari apakah sawah yang dikerjakan para petani itu adalah lahan milik mereka sendiri ataukah lahan sewaan. Jika tanah sawah yang dikerjakan itu merupakan lahan sewaan, biasanya para petani penggarapnya memeras tanah yang disewanya untuk berproduksi secara terus- menerus. Artinya pemberaan lahan tidak akan dilakukan pada tanah tersebut akibat tekanan faktor ekonomi yang sangat diperhitungkan oleh para petani penyewa, tetapi apabila lahan sawah merupakan milik petani sendiri, maka biasanya pengolahan tanah akan lebih diperhatikan untuk menjaga kesuburan tanah dengan melakukan pemberaan lahan dengan waktu secukupnya. Terdapat beberapa tahap sejak pengolahan tanah sebelum tanam hingga panen dilakukan. Dimana tahapan penanaman telah membudaya dan menjadi kebiasaan bagi petani setempat dalam kegiatan penanaman padi. Sistem pertanian dan perkembangan pertanian di desa Ciasmara sudah sangat baik dalam melakukan penanaman padi yang dilakukan petani. Hal ini diindikasikan dengan pemanfaatan teknologi di bidang pertanian. Para petani telah menggunakan bibit unggul, pupuk, bajak dengan mesin traktor Lihat Gambar 10, dan pengairan sawah. Namun kendala yang dihadapi petani pada saat ini yakni masih kesulitan dalam menanggulangi hama-hama penyakit yang menyerang tanamannya. Ketergantungan petani terhadap teknologi modern di bidang pertanian dapat mengakibatkan tergesernya pengetahuan lokal yang mereka miliki. Proses modernisasi di bidang pertanian ini banyak merubah tata kehidupan masyarakat di Desa Ciasmara. Pemilik lahan atau penggarap lahan biasa mempekerjakan buruh tani dalam mengolah lahannya. Penggunaan tenaga kerja keluarga pun masih lazim digunakan di Desa Ciasmara. Pada saat musim tanam tidak jarang kita menjumpai seorang petani dengan keluarga yakni istri dan anaknya yang sudah cukup besar membantu membersihkan rumput disela-sela tanaman padi yang kira-kira berumur dua minggu setelah tanam disawahnya. Biasanya seminggu setelah ditanam, petani melakukan pemupukkan terhadap padi dengan memakai pupuk berimbang antara lain: pupuk Urea 250 kilogram, TSP 100 kilogram, KCl 100 kilogram atau Urea 100 kilogram dan Ponska 300 kilogram yang ditebarkan. Pemupukkan biasanya dilakukan dua kali dimana pada pertama pemupukkan petani lebih banyak memberikan pupuk pada tanaman padinya dibandingkan pada saat pemupukkan kedua. Hal ini karena pada saat padi memerlukan pupuk pertama kalinya sangat membutuhkan pupuk yang cukup untuk merangsang perkembangan secara maksimal. Pada kegiatan pemanenan sistem derepan atau dikenalnya kuli ngepak masih berlaku pada sistem pertanian di Desa Ciasmara. Biasanya para pemilik atau penggarap sawah diperbantukan penderep yang berasal dari saudara kandung atau tetangga mereka sendiri. Para penderep itu berasal dari tenaga kerja yang pada masa tanam melakukan tandur beserta keluarganya. Cara menuai padi yang dilakukan oleh para penderep adalah dengan ngerit padi, biasanya dilakukan kaum laki-laki dengan memakai arit, lalu digebot atau dirontokan di atas terpal plastik. Setelah digebot maka para perempuan akan menyilir gabah-gabah yang berhasil dirontokkan agar jerami-jeraminya terpisah diterbangkan angin. Setiap penderep umumnya memperoleh pembagian bawon satu kilogram gabah utuk setiap sepuluh kilogram gabah yang berhasil mereka kumpulkan. Selain itu mereka juga mendapatkan jatah makan dari pemilik sawah di saat melakukan derepan. Gambar 10. Sebuah petak sawah di Desa Ciasmara sedang di bajak dengan mesin. Menyangkut penguasaan lahan melalui sistem sewa lahan sawah dimana masa sewa itu selama satu musim panen berlaku di desa tersebut. Untuk penggarapan lahan sawah antara pemilik dengan para penggarap, melalui sistem sewa yakni dengan cara membayarkan 50 gedeng gabah kering panen atau setara dengan 500 liter atau 350 kilogram setiap musim panen. Namun apabila hasil panen kurang baik biasanya penggarap mendapatkan toleransi atau keringanan biaya sewa dari pemilik tanah yakni dengan membayarkan 40 gedeng gabah kering panen atau setara 400 liter atau 280 kilogram saja. Bahkan apabila penggarap mengalami kerugian maka sistem sewa yang diberikan yakni dengan maro atau membagi hasil panen sama rata antara pemilik lahan dengan penggarap. Hubungan antara petani pemilik lahan dan buruh tani juga berlaku sistem kerja harian. Kerja harian berlangsung dari pukul tujuh pagi hingga pukul sebelas siang. Upah kerja setiap buruh tani tersebut sebesar 20.000 rupiah sampai dengan 25.000 rupiah dan mendapatkan makan siang. Namun apabila buruh tani bekerja sampai sore maka upahnya dapat mencapai 35.000 rupiah dan juga mendapatkan makan sore. Sistem kerja tolong-menolong dalam bersawah pun masih dapat dijumpai. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu petani penggarap sawah sebagai berikut: Apabila kondisi saya sedang tidak enak badan atau sakit maka akan ada teman atau tetangga yang membantu menggantikan mengolah atau merawat sawah begitu juga sebaliknya apabila ada teman atau tetangga yang sakit maka saya pun akan turut membantu menggantikan perannya untuk mengolah atau merawat sawahnya tanpa meminta imbalan atau upah. Bapak Jwn, 33 tahun Kegiatan tolong-menolong tersebut hanya berlaku bagi para petani penggarap lahan milik orang lain yang hanya menyewa lahan dalam skala kecil. Sistem penanaman padi di Desa Ciasmara terutama di Kampung Pancasan dimana mayoritas warganya bekerja sebagai petani penggarap dan buruh tani dilakukan dua sampai tiga kali dalam setahun dan tanahnya tidak diistirahatkan setelah panen. Musim tanam padi di Desa Ciasmara, khususnya di Kampung Pancasan, tidaklah serempak disebabkan oleh musim kemarau yang pernah terjadi. Namun secara keseluruhan musim panen dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 5. Kalender Kerja Pertanian di Desa Ciasmara Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des Tanam Panen Tabel 5 terlihat bahwa masyarakat tidak menanam tanaman palawija sebagai tanaman alternatif setelah panen. Hal ini dikarenakan tanaman palawija membutuhkan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan padi. Masyarakat yang mampu membeli bibit tanaman palawija saja yang akan menanam palawija. Kebanyakan masyarakat lebih memilih menanam padi dikarenakan keterbatasan ekonomi. Pada musim panen petani biasa menjual padi pada tengkulak. Hal ini dikarenakan harga yang diterima oleh tengkulak lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang ditawarkan oleh koperasi. Hal ini pula yang menyebabkan Koperasi Unit Desa KUD di Desa Ciasmara menjadi sulit untuk berjalan. Sebelum dijual pada tengkulak, masyarakat menggunakan jasa penggilingan padi dengan upah sebelas berbanding dengan satu liter, yaitu dihitung per 11 liter padi yang telah digiling oleh mesin penggilingan dengan pembagian 10 liter untuk petani yang menerima jasa penggilingan dan satu liter padi diambil untuk biaya jasa penggilingan. Terkait kondisi pertanian yakni atas dasar keprihatinan dan tanggung jawab sebagai sesama petani tentang keadaan yang dialami pada waktu itu. Permasalahan yang dihadapi sarana dan prasarana produksi juga sumberdaya petani yang kurang menunjamg dalam pengembangan potensi, maka dibentuklah Gabungan Kelompok Tani Gapoktan Asmara Jaya pada tahun 2000, dalam rangka pembenahan dan peningkatan para petani yang ada di Desa Ciasmara. Salah satu organisasi anggota aktif Gapoktan Asmara Jaya yakni kelompok Sadar Tani. Kelompok Sadar Tani ini memiliki kegiatan Sekolah Lapang yang dilakukan setiap satu minggu sekali. Program Sekolah Lapang ini terbentuk atas adanya penyuluhan dari Dinas Pertanian yang kemudian diberikan kepada Gapoktan agar dapat menyalurkan program ini kepada semua kelompok tani. Kelompok Sadar Tani merupakan salah satu kelompok tani yang aktif di desa Ciasmara. Namun partisipasi masyarakat petani yang menjadi anggota dalam mengikuti kegiatan kelompok tani masih sangat rendah sehingga kelompok tani ini kurang berkembang. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelompok Sadar Tani cenderung relatif dan hanya bersifat sementara. Sebagai contoh, apabila pemerintah memberikan bantuan dalam pemberian bibit dan pupuk maka para anggota akan berkumpul untuk mendapatkan bantuan bibit dan pupuk tersebut. Bantuan ini akan digunakan pada lahan persawahan mereka masing-masing. Namun masalah yang ditemukan adalah para petani kurang bergotong royong dalam mengelola sawah mereka, dan hal ini juga membuktikan bahwa kerjasama antara anggota kelompok Sadar Tani dalam mengelola lahan pertanian masih kurang. Mereka lebih cenderung mengolah lahan pertaniannya masing-masing, sehingga kegiatan- kegiatan yang ada di kelompok tani kurang berkembang apalagi maju dan berkelanjutan. Kemungkinan penyebab kegagalan ini dikarenakan dari rendahnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan di kelompok tani. 4.3 Stuktur Sosial Ekonomi dan Mata Pencaharian Penduduk Desa Ciasmara dalam Dimensi Demografi Menurut buku catatan kependudukan Desa Ciasmara pada tahun 2007 terdapat 7348 jiwa penduduk yang tinggal di Desa Ciasmara, sedangkan pada tahun 2008 terdapat 7518 jiwa. Berdasarkan jenis kelamin maka penduduk Desa Ciasmara tahun 2007 terdiri atas laki-laki 3732 jiwa dan perempuan 3616 jiwa, sedangkan pada tahun 2008 terdiri atas laki-laki 3819 jiwa dan perempuan 3699 jiwa terdapat 1657 Kepala Keluarga. Dengan luas wilayah 473,501 kilometer persegi maka kepadatan penduduk di Desa Ciasmara untuk tahun 2007 adalah 15,5 jiwa per kilometer persegi, sementara pada tahun 2008 sedikit meningkat menjadi 15,9 jiwa per kilometer persegi. Dilihat dari data registrasi penduduk tahun tahun 2007, maka Desa Ciasmara memiliki komposisi penduduk berstruktur umur tengahan Lihat Tabel 6. Tabel 6 terlihat bahwa persentase jumlah penduduk di bawah lima belas tahun sebesar 34,98 persen atau kurang dari empat puluh persen. Demikian pula penduduk di atas lima puluh enam tahun sebesar 5,27 persen atau kurang dari sepuluh persen. Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Desa Ciasmara Tahun 2007 Kelompok Umur dalam Tahun Jumlah Penduduk Jiwa Laki-laki Perempuan 0-1 160 81 79 2-4 459 233 226 5-7 498 252 246 8-15 1.453 738 715 16-56 4.391 2.231 2.160 56 387 197 190 Total 7.348 3.732 3.616 Sumber: Data Monografi Desa Ciasmara dalam Angka Dari data registrasi penduduk tahun 2007 Lihat Tabel 6, menunjukkan bahwa rasio jenis kelamin laki-laki di Desa Ciasmara lebih besar dibandingkan penduduk perempuan. Tetapi data itu bertolak belakang dibandingkan registrasi penduduk tahun 2008. Data itu juga Lihat Tabel 6, memperlihatkan bahwa setiap seratus orang kelompok produktif yaitu orang yang bekerja atau tergolong angkatan kerja di Desa Ciasmara menanggung sekitar sepuluh orang yang tidak produktif berdasarkan usia. Bertolak dari angka-angka itu maka beban tanggungan penduduk Desa Ciasmara tidak terlalu tinggi. Dari data yang diperoleh, diketahui bahwa tingkat perkembangan penduduk desa berada pada angka dua persen. Angka ini menunjukkan tingkat perkembangan penduduk yang sesuai dengan rata-rata perkembangan penduduk Indonesia yang berkisar pada angka dua persen. Tingkat kelahiran kasar pada tahun 2007 berada pada angka 24,80, sedangkan 24,21 pada tahun 2008. Perubahan tingkat kelahiran kasar tersebut menunjukkan angka yang tidak besar, itu artinya upaya pembatasan kelahiran desa belum menunjukkan keberhasilan. Sementara itu, tingkat kematian kasar penduduk desa pada tahun 2007 sebesar 0,82 dan 0,80 pada tahun 2008. Tingkat kematian kasar desa menunjukkan angka yang sangat kecil, ini menunjukkan angka kematian yang rendah. Perbandingan angka tingkat kelahiran dan kematian ini menunjukkan bahwa tingkat kelahiran penduduk desa yang tinggi disertai dengan tingkat kematian penduduk yang rendah. Tingginya jumlah penduduk usia muda meningkatkan rasio beban tanggungan. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi tidak disertai oleh peningkatan ketersediaan lapangan pekerjaan, juga tingkat pendidikan. Kelembagaan pertanian yang terdapat di Desa Ciasmara tenyata belum mampu membawa kepada kesejahteraan. Hal ini kemudian mendorong masyarakat mencari alternatif lain dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagian masyarakat ada yang beralih mata pencaharian dengan pergi ke kota. Namun dengan latar belakang pendidikan yang rendah menjadi tidak mendukung mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Mereka hanya menjadi kuli bangunan, kuli angkut atau bahkan menjadi pengangguran di kota-kota dikarenakan mereka tidak memiliki syarat akademis yang mencukupi. Terdapat pula masyarakat yang cukup berhasil yang bekerja sebagai pedagang dan sektor jasa. Dengan demikian, banyak terjadi migrasi sirkuler pada masyarakat desa ini. Migrasi sirkuler ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya masyarakat yang pergi keluar kota di waktu-waktu tertentu, tidak terkecuali penduduk yang bekerja di sektor pertanian. Mereka yang melakukan migrasi sirkuler ini umumnya kembali ke desa ini lagi dalam kurun waktu tertentu, misalnya dua minggu sekali. Namun penduduk yang melakukan migrasi sirkuler ini tidak hanya penduduk yang termasuk kedalam usia kerja, tetapi juga anak usia sekolah. Rata-rata anak usia sekolah ini pergi ke kota untuk membantu pekerjaan orang tuanya. Mereka lebih memilih untuk bekerja ke kota dibandingkan dengan melanjutkan sekolah di desa mereka. Selain terkendala masalah biaya karena pendapatan orang tua yang masih rendah, adanya anggapan bahwa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi tidak ada gunanya dan sama sekali tidak membawa perubahan bagi kehidupan mereka sehingga mereka lebih memilih bekerja ke kota dari pada tinggal di desa dan sekolah. Sekitar 90 persen penduduk Desa Ciasmara merupakan penduduk asli yang beretnik Sunda, sementara 10 persen lainnya merupakan penduduk pendatang. Sistem rergistrasi penduduk desa ini telah dilakukan melalui pelaporan dan pencatatan kelahiran dimana lebih banyak dilakukan oleh kader dari Puskesmas, namun rukun tetangga, rukun warga, dan masyarakat yang bersangkutan juga turut terlibat dalam pendataan mengingat kepentingan pembuatan surat tanda lahir dan akta kelahiran. Selain itu, pendataan kematian dan migrasi juga telah dilakukan. Pendataan dan perekapan data ini dilakukan setiap bulannya. Pendataan dilakukan dengan pengisian formulir. Hasil pendataan penduduk ini digunakan untuk mengetahui jumlah penduduk dan proporsi penduduk menurut kriteria tertentu, misalnya penduduk menurut golongan umur, jenis kelamin, agama, perubahan jumlah penduduk, dan berbagai kriteria lainnya. Sementara itu, keperluan jumlah penduduk menurut pemilih tetap untuk pemilu dan keperluan data jumlah penduduk miskin untuk pembagian Bantuan Langsung Tunai BLT dilakukan secara khusus oleh petugas yang bersangkutan. Norma atau aturan yang berlaku di Desa Ciasmara ini adalah norma adat dan norma agama. Pandangan mereka terhadap norma adat biasa saja, karena norma yang menonjol adalah norma agama dan hukum. Upacara adat yang mereka lakukan diantaranya upacara ketika panen raya, kematian, perkawinan. Apabila masyarakat melanggar norma, maka akan diberi sanksi yang sesuai dengan norma hukum, tetapi jika kemarahan masyarakat sudah memuncak maka akan ada masyarakat yang menghakiminya secara sepihak sesuai dengan kejahatan yang dilakukan.

4.3.1 Mata Pencaharian Bertani