Kebakaran Hutan dan Lahan
yang berkenaan dengan panas dicapai pada suhu 250 C 620
F. Pada suhu tersebut partikel-partikel dengan cepat mengembangkan jumlahnya menjadi lebih
besar dan mudah terbakar. Dalam proses pirolisis ini reaksi berubah dari exotermic memerlukan panas menjadi endothermic melepaskan panas.
b. Fase penyalaan flaming combustion
Pirolisi melaju dan mempercepat oksidasi dari gas-gas yang dapat terbakar. Sebagaimana temperature dari bahan bakar terus meningkat, gas-gas
mudah menyala lebih cepat dihasilkan dan reaksi kimia benar-benar menjadi proses eksotermik dan mencapai puncak pada suhu 320
C. Meskipun gas-gas lebih mudah terbakar yang dihasilkan pada temperatur di atas 200
C, namun gas- gas tersebut tidak akan menyala bahkan ketika bercampur dengan udara pada suhu
425-480 C. Suhu maksimum yang dapat dihasilkan dengan terbakarnya gas-gas
pada bahan bakar berkisar 1900 C dan 2200
C dengan status campuran udara dan gas-gas ideal.
c. Fase pembakaran smoldering
Terdapat dua zona yang merupakan karakteristik dari fase ini, yaitu 1 zona pirolisis dengan berkembangnya hasil-hasil pembakaran dan 2 zona arang
dengan pelepasan hasil pembakaran yang tidak terlihat. Laju pembakaran api mulai menurun sekitar 3 cmjam karena bahan bakar tidak dapat mensuplai gas-
gas yang dapat terbakar dalam konsentrasinya dan pada laju yang dibutuhkan untuk pembakaran yang dasyat. Kemudian panas yang dilepaskan menurun dan
suhunya pun menurun menyebabkan gas-gas lebih banyak berkondensasi ke dalam asap. Proses ini bisa menaikkan temperatur tanah mineral di atas 300
C dan pada suhu sekitar 600
C menyebabkan dekomposisi bahan organik dan kematian organisme tanah.
d. Fase penjalaran glowing
Fase ini merupakan fase terakhir dari proses smoldering. Pada fase ini temperatur puncak dari pembakaran berkisar antara 300
C – 600 C dan sedikit
atau tidak sama sekali menghasilkan asap. Bila suatu kebakaran mencapai fase glowing, sebagian besar dari gas-gas yang mudah menguap akan hilang dan
oksigen mengadakan kontak langsung dengan permukaan dari bahan bakar yang mengarang. Hasil dari fase ini adalah CO, CO
2
, dan abu sisa pembakaran.
e. Fase pemadaman extinction
Status kebakaran akhirnya berhenti bila semua bahan bakar yang tersedia telah dikonsumsi atau bila panas yang dihasilkan melalui oksidasi baik melalui
fase smoldering maupun glowing tidak cukup untuk menguapkan air yang dibutuhkan berasal dari bahan bakar yang basah kadar air tinggi.
Lebih lanjut Brown dan Davis 1973 mengelompokkan tipe-tipe kebakaran hutan dan lahan menjadi tiga tipe kebakaran menurut sebaran vertikal,
yaitu: 1.
Kebakaran bawah ground fire Kebakaran bawah membakar bahan bakar yang ada di bawah permukaan
dimana api membakar bahan-bahan organik yang menjadi lapisan tanah dan menjalar dengan perlahan-lahan. Kebakaran ini tidak dipengaruhi oleh angin
karena lapisan bahan-bahan organik ini bersifat padat, tekstur halus dan tidak dipengaruhi oleh oksigen. Penjalaran api dalam kebakaran bawah ini berjalan
lambat tetapi kontimu dan dapat bertahan dengan panas yang kuat dan tidak menimbulkan api, sehingga sulit untuk dideteksi. Arah dari kebakaran ke segala
arah, sehingga kebakaran bawah mempunyai bentuk penjalaran yang melingkar dan menimbulkan kerusakan beragam karena penjalaran tersebut. Tanda awal dari
terjadinya kebakaran bawah di dalam suatu kawasan adalah adanya asap smoke putih yang keluar dari permukaan tanah, mengakibatkan akar-akar pohon hangus
terbakar dan mati. Kebakaran ini biasanya berkombinasi dengan kebakaran permukaan.
2. Kebakaran permukaan surface fire
Kebakaran yang terjadi di permukaan atau lantai hutan ini hanya membakar bahan bakar seperti bahan bakar seperti serasah, rumput, log, dan
anakan seedling beserta komponen jaringan tanaman yang terdapat di lantai hutan. Kebakaran ini paling sering terjadi karena kebakaran hutan terjadi dimulai
dari kebakaran permukaan. Kebakaran ini dapat menjalar pada vegetasi yang lebih tinggi dan penjalarannya dimulai dari permukaan lantai hutan. Kebakaran ini
dihasilkan oleh adanya pengaruh angin dimana permukaan mendapat suplai oksigen yang banyak untuk proses pembakaran. Bentuk dari penjalaran api
lonjong atau elips karena mendapat pengaruh angin. Bila api yang searah dengan
angin maka akan menjalar dengan cepat sedangkan bila berlawanan dengan arah angin penjalaran cenderung lambat. Kebakaran permukaan yang menjalar ke
tanaman pemanjat dapat menghubungkan sampai ke tajuk pohon dan mengakibatkan kebakaran tajuk.
3. Kebakaran tajuk crown fire
Kebakaran ini diawali dengan adanya kebakaran permukaan yang terus menjalar menjadi kebakaran tajuk dimana api mengkonsumsimembakar tajuk-
tajuk pohon, cadangan biji, ranting, dedaunan atau dari semak-semak dan umumnya terjadi pada tegakan conifer. Kebakaran tajuk sangat dipengaruhi oleh
arah angin sehingga kebakaran ini sangat sulit ditanggulangi karena menjalarnya api sangat cepat. Kebakaran tajuk biasanya terjadi dikarenakan adanya api loncat
spot fire menjalar dari pohon yang bertajuk lebih rendah, tajuk tumbuhan bawah, tumbuhan epifitliana atau semak belukar yang ditunjang dengan faktor angin.