Konsep Property Right Kebijakan Perikanan

memperoleh izin permit dari pemerintah, baik daerah maupun pusat. Berdasarkan dua hal yang disebutkan di atas maka gejala overfishing secara ekonomi dapat saja terjadi. Economic overfishing yakni jumlah input yang digunakan cukup tinggi, sehingga mengakibatkan tidak terciptanya keseimbangan antara input dan output terjadi kelebihan input.

2.5.1. Konsep Property Right

Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan sesungguhnya dapat memberikan keuntungan ekonomi secara berkesinambungan bagi setiap pelaku yang terlibat didalamnya. Potensi ekonomi yang dimiliki oleh sumberdaya perikanan merupakan salah satu daya tarik untuk masuk ke dalam industri perikanan dan kelautan. Peningkatan jumlah nelayan serta pelaku ekonomi lainnya akan terus berjalan sehingga keuntungan ekonomi yang tersedia akan terbagi habis karena sifat open access dari sumberdaya tersebut, dimana tidak terdapat batasan bagi seseorang untuk masuk atau keluar industri ini terutama perikanan tangkap. Hal ini menyebabkan sumberdaya perikanan sangat potensial untuk dieksploitasi secara besar-besaran sehingga ancaman terhadap kelestarian sumberdaya perikanan cukup besar. Dengan adanya sifat sumberdaya perikanan sebagai barang publik telah membawa konsekwensi terhadap terbengkalainya sumberdaya karena akan sangat langka pihak swasta atau individu yang mau memelihara atau mengusahakan kelestariannya. Sementara itu, hal lain yang sangat penting dalam pengelolaan sumberdaya adalah mengenai hak kepemilikan property right. Menurut Bromley 1991, property adalah arus manfaat atau kegunaan dari sesuatu yang kita miliki dimana property itu tidak mengarah kepada objek itu sendiri melainkan lebih kepada suatu hubungan sosial yang menggambarkan hak milik seseorang pemilik sumberdaya sehingga mereka dapat melawan terhadap orang yang lain yang akan memanfaatkan sumberdaya mereka tersebut. Sedangkan right adalah hak dimana orang lain mengakui barang yang kita miliki sehingga property right adalah claim seseorang terhadap arus manfaat dimana negara setuju untuk melindungi seseorang dengan memberikan kewajiban kepada orang lain. Menurut Tietenberg 1992, jika property right diterapkan maka alokasi sumberdaya menjadi efisien dengan 4 karakteristik, yaitu : 1. Universality Semua sumberdaya adalah milik pribadi privately owned yang dapat dirinci dengan jelas seluruh hak-haknya. 2. Exclusivity Semua profit dan cost sebagai akibat kepemilikan dan pemanfaatan sumberdaya harus dimiliki baik langsung maupun tidak langsung dalam transaksi ataupun penjualan ke pihak lain hanya oleh pemilik yang bersangkutan. 3. Transferability Seluruh hak pemilikan dapat dipindahtangankan dari satu pemilik ke pemilik lain dengan transaksi yang jelas dan bebas. 4. Enforceability Hak pemilikan tersebut harus aman dari pengambilalihan secara tidak baik oleh pihak lain. Jika keempat karakteristik tersebut diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya maka alokasi sumberdaya akan efisien sehingga eksternalitas negatif dapat ditekan. Randall 1993 berpendapat bahwa property rights dapat digunakan untuk melindungi individu dari serangan dan pencabutan hak milik dimana perlindungan ini harus disebarluaskan. Sesungguhnya dalam pengelolaan sumberdaya regim property rights berbeda dengan regim access. Regim property rights dikategorikan menjadi 3 regim, yaitu : 1. State Property Kepemilikan dan kontrol terhadap sumberdaya berada di tangan pemerintah state melalui berbagai agensi pemerintah government agencies. Individu dan kelompok bisa memanfaatkan sumberdaya setelah mendapatkan izin dari negara. 2. Private property Private property merupakan sistem kepemilikan yang paling dikenal. Private disini tidak hanya merefer kepada individual property, tetapi juga mencakup kelompok individual atau perusahaan. Private property sering kali dikonotasikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang yang memiliki sesuatu bebas menentukan atau mengerjakan apapun atas property tersebut. Apakah dengan status private property, maka pemilik memiliki kontrol penuh dan absolut terhadap sumberdaya? Harus diingat bahwa walaupun “private” land, tetapi si pemilik tetap memiliki keterbatasan dan kewajiban terhadap orang lain. Private property dianggap sebagai bentuk pengelolaan sumberdaya yang paling efisien. 3. Common Property Dalam sistem common property masing-masing individu memiliki hak dan kewajiban rights and duties terhadap pemilik lain. Masalah yang umum dihadapi dalam common property rights adalah sanksi dan insentif tidak berfungsi secara baik akibat adanya tekanan di luar kontrol kelompok group atau karena masalah internal dalam kelompok yang dapat diatasi. Ketika pengelolaan diri dari common property tidak dapat dipertahankan, maka sumberdaya jatuh kepada regim access “open access”. Masalah biaya transaksi muncul, karena sebelum sumberdaya digunakan, perlu ada konsensus diantara pemilik sumberdaya. Hal ini potensial untuk menimbulkan adanya “free riders”. Sumberdaya dapat di access dengan 3 cara, yaitu : 1. Closedrestricted Mencegah penangkapan ikan tertentu pada waktu-waktu tertentu. Penutupan ini biasanya berkaitan dengan waktu-waktu penting dalam siklus hidup ikan- ikan tertentu, biasa pada saat-saat pembiakan. Misalnya, untuk ikan salmon pelarangan penangkapan dilakukan ketika ikan masuk ke sungai untuk bertelur. Penutupan waktu penangkapan ini biasanya akan menekan tingkat effort. 2. Limited Entry Hanya nelayan atau armada terdaftar saja yang diperkenankan melaut. Nelayan atau armada ini biasa diseleksi berdasarkan track record sebelumnya. Ketika armada yang masuk berlebihan maka hal ini akan mejadikan sumberdaya menjadi open access. 3. Open Access Siapa saja boleh memanfaatkan sumberdaya tanpa ijin dari siapapun. Property right regimes seperti di atas menghasilkan perbedaan tingkat keperdulian stewardship terhadap sumberdaya. Tingkat keperdulian terhadap sumberdaya cenderung menguat dengan semakin jelasnya hak-hak atas sumberdaya tersebut, walaupun pada “perbatasan” rezim terdapat overlaps antara satu rezim dengan lainnya. Rezim kepemilikan sumberdaya perikanan bersifat common property dan rezim akses yang bersifat open access. Dalam jangka panjang common property bisa menjadi open access jika institutional tidak bekerja Bromley, 1991. Di Indonesia open access murni tidak ada, yang terjadi adalah quasi open access setengah atau semi open access karena setiap nelayan yang akan berusaha, paling tidak harus memperoleh izin permit dari pemerintah, baik daerah maupun pusat.

2.5.2. Tangkap Lebih dan Solusinya