6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Protein p53
Protein p53 pertama kali diidentifikasi pada tahun 1979 sebagai transformation-related protein dan protein yang terakumulasi pada inti sel
kanker serta berikatan kuat dengan antigen T simian virus 40 SV40. Akan tetapi, sepuluh tahun kemudian, para peneliti mendapatkan bahwa ternyata
protein tersebut merupakan mutasi dari bentuk awal p53wild-type p53 wt p53 dan sifat onkogenik p53 sebenarnya merupakan hasil dari mutasi p53
Bai Zhu, 2006. Gen p53 merupakan tumor suppressor gene yang multifungsi dan sering mengalami alterasi pada kanker ovarium dan jenis
kanker lainnya. Pada kondisi normal, p53 berinteraksi dengan berbagai jenis protein yang terlibat dalam regulasi transkripsional, repair DNA, siklus
sel, apoptosis, dan degradasi protein yang dimediasi oleh proteosom
22
Dalam kondisi normal, jaringan p53 dalam kondisi tidak aktif, biasanya diaktifkan oleh semacam stress seluler yang dapat mengubah
siklus pertumbuhan sel normal atau menginduksi mutasi genom yang kemudian mengarah pada tranformasi onkogenik. Protein p53 yang aktif
dapat menghentikan siklus sel atau menghidupkan jalur apoptosis dan memaksa sel-sel rusak dan mengandung mutasi melakukan bunuh diri
sehingga mencegah perbanyakan dan pertumbuhan selular yang abnormal. Oleh karena itu, protein p53, sebagai guardian of genom, adalah
inhibitor penting dari perkembangan tumor sehingga menjelaskan mengapa
7
gen ini menjadi paling sering bermutasi dalam penyakit kanker pada manusia
23
.
2.1.1. Struktur protein p53
Gen p53 terletak pada bagian lengan pendek dari kromosom 17 17p13.1, merupakan suatu nuklear phospoprotein yang memiliki berat
molekul sebesar 53 kilo Dalton kDa. Gen p53 ini dikode oleh 20 kilobasa kb yang terdiri dari 11 ekson dan 10 29 intron. Gen p53 ini termasuk di
dalam kelompok gen pelindung sel, yang memiliki dua anggota lainnya yaitu, p63 dan p73. Protein p53wild type wt p53, mengandung sebanyak
393 asam amino dan terdiri dari tiga domain fungsional yaitu N-terminal activation domain, DNA binding domain dan C-terminal tetramerization
domain Gambar 1. Selain itu, terdapat sebuah daerah domain inti sentral atau central core, yaitu pada residu 102 sampai 292 dan daerah domain C-
terminal, yaitu pada residu 324 sampai 393
22
.
Gambar 1 Representasi Skematik Struktur p53
19
8
2.1.2. Peran protein p53
Protein p53 memiliki aktivitas biokimia sebagai faktor transkripsi dan peran biologi sebagai tumor suppressor yang sangat kuat. Sebagai faktor
transkripsi multitarget, p53 mengontrol berbagai jenis gen dengan fungsi yang berbeda-beda. Sebagai penekan tumor, p53 sangat penting untuk
mencegah proliferasi sel yang menyimpang serta mempertahankan integritas genom akibat stress genotoksik
10
.
Gambar 2. Protein p53 pada Persimpangan Jalur Hubungan Kompleks Respon Sel terhadap Stress
22
Sebagai penekan tumor,p53 sangat penting dalam mencegah proliferasi yang salah dari sel dan menjaga integritas gen yang diakibatkan
oleh stress genotoksik. Dengan adanya stimulus yang beragam yang dapat berasal dari luar dan dalam sel, seperti kerusakan DNA disebabkan radiasi
ion, radiasi sinar ultraviolet, obat-obat yang bersifat racun, virus, paparan
9
panas, hypoksia, kemoterapi , akan mengaktifkan wt p53 yang akan berfungsi sebagai pengatur protein yang memicu perubahan respon
biologis sel. Aktivasi p53 tersebut akan menyebabkan pengaktifan gen target p53. Sebagai contoh, sebagai respon kerusakan DNA akan
menyebabkan putusnya rantai ganda DNA , ATM ataxia-telangiectasia mutated protein kinase yang akan mengaktifkan Chk2 kinase. ATM dan
Chk2 bersama-sama akan memfosforilasi p53 yang menyebabkan berhentinya siklus sel atau apoptosis.
22
Pada kondisi yang normal, wt p53 ada pada kadar yang rendah dengan bentuk laten inaktif. Selama perlembangan sel, kadar rendah dari
wt p53 ini diatur secara cermat, dan half-lifenya hanya terbatas pada hitungan menit. Namun dengan adanya stress atau agen yang merusak
DNA, half-life tersebut menjadi diperpanjang menjadi hitungan jam. Peningkatan kadar dari protein p53 diatur dengan perpanjangan dari half-
life tersebut, dan bergantung kepada stimulus di dalam dan di luar sel.
22
2.2 Apoptosis
Sebagai penjaga sel, salah satu tugas dari p53 adalah untuk mengawasi stress dari sel dan menginduksi apoptosis. Pada jaringan yang
mengalami stress dan kerusakan, p53 akan menginisiasi apoptosis yang akan menghancurkan sel yang rusak tersebut.
22
Produk hasil gen apoptosis yang diinduksi oleh p53 termasuk didalamnya adalah Bax Bcl-2 associated protein, DR5KILLER death
receptor, DRAL, FasCD95 cel death signaling reseptor, PIG3 p53-
10
inducible gen, Puma p53-upregulated modulator of apoptosis, Noxa, PIDD p53-induced protein with death domain, PERP p53 apoptotis
effector related to PMP-22,Apaf-1 apoptotic protease-activating factor-1, Scotin, p53AIP1 p53-regulated apoptosis-inducing protein 1, dll.
22
Proses apoptosis dapat dibagi menjadi tahap inisiasi, dimana terdapat beberapa caspases yang menjadi katalis aktif, serta tahap
eksekusi atau pelaksanaan, dimana caspases lainnya memicu degradasi komponen seluler. Inisiasi apoptosis terjadi oleh karena sinyal dari dua jalur
yang berbeda. Jalur intrinsik atau mitokondria dan ekstrinsik atau kematian reseptor. Jalur ini diinduksi oleh stimulus yang berbeda dan melibatkan set
protein yang berbeda, walaupun terdapat beberapa persilangan jalur diantaranya. Kedua jalur bertemu untuk mengaktifkan caspases, yang
merupakan mediator sebenarnya kematian sel.
24
2.2.1 Inisiasi apoptosis jalur intrinsik mitokondria
Sesuai dengan namanya, jalur intrinsik berlangsung di dalam sel. Jalur apoptosis intrinsik akan menghasilkan peningkatan permeabilitas
mitokondria dan pelepasan dari molekul pro-apoptosis death inducers ke dalam sitoplasma . Mitokondria mengandung protein seperti sitokrom c
yang penting bagi kehidupan, tetapi bila beberapa protein yang serupa terlepas ke dalam sitoplasma merupakan indikasi bahwa sel tersebut tidak
sehat, akan menginisiasi program “bunuh diri” dari apoptosis. Pelepasan protein mitokondria ini dikontrol secara seimbang melalui anggota keluarga
protein Bcl antara pro dan antiapoptosis. Ada 2 kelompok Bcl-2, yang
11
pertama protein pro-apoptosis Bax, Bak, Bad, Bcl-X, Bid, Bik, Bim, dan Hrk dan uang kedua adalah anti-apoptosis Bcl-2, Bcl-xl, Bcl-W, Bcl-1 dan
Mcl-1.
24,25
Ketika protein anti-apoptosis mengatur apoptosis dengan cara menghambat pengeluaran sitokrom, sedangkan protein pro-apoptosis
melakukan yang sebaliknya. Keseimbangan antara pro dan anti apoptosis akan menentukan apakah sel tersebut akan mati atau tidak. Faktor
apoptosis lain yang dilepaskan oleh mitokondria ke sitoplasma yaitu : apoptosis
inducing factor
AIF,-derived second
mitochondria Bindingderived activator of caspase Smac, direct IAP binding protein with
low pl DIABLO dan Omihigh temperature requirement protein A HtrA2. Sitoplasma melepaskan sitokrom c akan mengaktifkan caspase 3 melalui
pembentukan kompleks protein yang disebut dengan apoptosome terdiri dari sitokrom c, Apaf-1 dan caspase 9. Dilain pihak, SmacDIABLO atau
OmiHtrA2 akan menyebabkan pengaktifan caspase dngan melekat pada protein penghambat apoptosis IAPs yang akan merusak interaksi IAPs
dengan caspase 3 atau 9.
24,25
2.2.2 Inisiasi apoptosis jalur ekstrinsik inisiasi reseptor kematian
24
Jalur ini diawali melalui keterlibatan ligan kematian yang akan berikatan dengan reseptor kematian. Walaupun beberapa reseptor
kematian telah banyak diketahui, namun reseptor kematian yang paling banyak dikenal yaitu TNF reseptor tipe 1 TNFR 1 dan protein yang disebut
12
dengan Fas CD 95 dan ligand mereka yang disebut dengan TNF dan Fas ligand FasL.
Dengan berikatannya ligan kematian dengan reseptornya akan membentuk suatu kompleks yang disebut dengan death inducing signaling
complex DISC yang akan mengaktifkan pro-caspase 8. Caspase ini merupakan suatu kaspase pencetus terhadap apoptosis.
24,25
Alur apoptosis ini dapat dihambat oleh protein yang dinamakan FLIP, yang dapat mengikat pro-caspase-8. Beberapa virus dan sel normal
memproduksi FLIP dan menggunakan inhibitor ini untuk melindungi dirinya dari apoptosis yang dimediasi oleh Fas.
25
Gambar 3 Hubungan antara inisiasi apoptosis jalur ekstrinsik dengan jalur intrinsik
24
13
2.2.3 Disregulasi Apoptosis
,24,25,26
Apoptosis dan gen yang mengontrolnya mepunyai efek yang besar pada fenotip keganasan. Gangguan regulasi pada program apoptosis akan
menyebabkan mortalitas sel. Mutasi onkogenik yang apoptosis mempengaruhi inisiasi tumor, progresifitas tumor dan metastase. Kanker
merupakan hasil dari perubahan genetik dimana sel normal berubah menjadi ganas, dimana penghentian kematian sel sementara merupakan
salah satu perubahan penting yang menyebabkan suatu transformasi kearah keganasan.
Pada awal 1970 Kerr dkk telah mengaitkan apoptosis untuk menghapus sel yang berpotensi ganas , sel yang mengalami hiperplasi dan
perkembangan tumor. Oleh karena itu, pengurangan peran apoptosis dan resistensinya memainkan peran penting dalam karsinogenesis. Ada benyak
cara sel menjadi tumor atau mengalami keganasan melalui proses pengurangan apoptosis dan rsistensi apoptosis. Umumnya, mekanisme
perubahan apoptosis yang bisa meyebabkan kanker atau tumor dapat dibagi atas 3 bagian besar, yaitu
1. Gangguan keseimbangan protein proapotosis dan protein antiapoptosis
2. Berkurangnya fungsi caspase 3. Rusaknyaterganggunya sinyal reseptor kematian death receptor
14
Gambar 4 Mekanisme perubahan Apoptosis dan proses Karsinogenesis
25
Pada proses apoptosis dapat terjadi kegagalan pada jalur , yang akan menyebabkan terjadinya kanker. Kegagalan ini lebih sering terjadi
pada jalur intrinsik dibandingkan jalur ekstrinsik, karena jalur ekstrinsik ini lebih sensitif dan paling sering disebabkan oleh mutasi dari gen p53. Gen
p53 ini merupakan tumor supresor gen yang terakumulasi bila DNA mengalami kerusakan. Fungsi dari p53 ini yaitu mencegah replikasi sel
pada sel yang rusak secara genetik melalui penghentian siklus sel pada fase G1 atau interface, sehingga sel mempunyai waktu untuk repair. Selain
itu gen ini juga berfungsi untuk mencetuskan apoptosis bila kerusakan sel cukup luas dan terjadi kegagalan repair.
Bila terjadi mutasi pada gen p53 dapat mengakibatkan disregulasi gen ini sehingga terjadi kegagalan apoptosis dan sel yang rusak terus
mengalami replikasi dan akhirnya terjadi kanker.
15
Faktor lain
yang berperan
pada karsinogenesis
adalah keseimbangan antara proapotosis dan anti apoptosis dari kelompok Bcl2.
Pada sel tumor, mutasi dari gen Bcl2 dapat meyebabkan peningkatan ekspresi yang dapat menekan fungsi normal dari protein proapotosis,
seperti Bax dan Bak. Jika terjadi mutasi pada gen Bax dan Bak dapat meyebabkan penurunan regulasi, sehingga sel kehilangan kemampuan
untuk regulasi apoptosis yang dapat menimbulkan kanker.
2.3. Genetik dari Endometriosis
Komponen yang dimiliki oleh endometriosis telah banyak diketahui walaupun gen spesifik yang berkaitan dengan endometriosis masih banyak
diteliti. Analisa terhadap gen yang berhubungan dengan 1100 keluarga dengan dua atau lebih keterlibatan dari saudara kandung telah dilakukan
dan didapatkan adanya lokus pada kromosom 10q26 dan 7-13-15.
24
Penelitian terhadap berbagai hubungan antara gene dengan proses yang terlibat pada endometriosis termasuk didalamnya sinyal steroid, matrix
degradasi, inflamasi dan detoksifikasi seperti yang dilaporkan, telah dilakukan review terhadap penelitian tersebut. Untuk mendapatkan
hubungan gen dengan penyakit ini, penelitian kohort terhadap wanita dengan dan tanpa endometriosis adalah memiliki genotip SNPs Single
Nucleotide Polymoprhisms.
27
Penelitian terbaru terhadap 1900 wanita dengan endometriosis dengan memakai kontrol sebanyak 5300 wanita
yang sehat melaporkan adanya hubungan SPNs dengan gen CDKN2BAS
16
pada kromosom 9p21 dan gen WNT4 pada kromosom 1p36 pada peritoneum endometriosis.
28
Pada level transkripsi gen, ditemukan adanya perbedaan ekspresi gen pada endometrioum ektopik pada wanita dengan dan tanpa
endometriosis perbedaan tersebut memperlihatkan adanya abnormalitas yang diturunkan ataupun yang didapat pada endometrium yang
memberikan ketahanan hidup yang berbeda dan implantasi terhadap pembentukan dari lesi endometriosis.
1
2.4. Konsep Biokimia dari endometriosis
Konsep yang ada mengenai endometriosis adalah kelainan yang berkaitan dengan esterogen. Pada saat ini, endometriosis memiliki
hubungan dengan proses inflamasi, penurunan fungsi progesteron pada level endometrium dan neuroangiogenesis.
1
2.4.1. Inflamasi
Endometriosis sangat menarik dan dianggap sebagai kondisi yang merupakan inflamasi kronik. Lingkungan peritonum dari endometriosis
mempunyai karakterisik dengan adanya peningkatan makrofag yang aktif dan peningkatan kadar sitokin inflamasi, kemokin, faktor pertumbuhan dan
prostaglandin. Analisa terhadap endometrium eutopik dan ektopik menunjukkan adanya peningkatan yang tinggi terhadap phospoliphase A2
PLA2 pada peritoneum dan ovarium endometriosis.
29
17
Faktor nuklear kappaB NF-kB ternyata memiliki peranan yang penting dalam memediasi kunci biokimia dari endometriosis. faktor tersebut
diaktivasi oleh proinflamasi sitokin dan stres oksidatif dan meningkat pada tipe lesi endometriosis merah. Sebagai faktor transkripsi, pengaktifan dari
NF-kB akan meningkatkan ekspresi dari beberapa gen yang terlibat dalam inflamasi, termasuk didalamnya interleukin 1 IL-1, IL-6, IL-8, dan
sikooksigenase 2. Pada endometriosis ditemukan adanya aktifasi abnormal terhadap NF-kB.
1,29,30
Sebagai tambahan terhadap kaskade dari inflamasi, NF-kB mengatur gen yang terkait dengan antiapoptosis, invasi jaringan, proliferasi
sel dan angiogenesis yang merupakan langkah penting dalam patogenesis dari endometriosis.
1
2.4.2. Penurunan Fungsi Progesteron
Sebagai tambahan dari adanya ketergantungan dengan esterogen, peningkatan temuan terhadap adanya penurunan dari fungsi progesteron
pada endometrium pada patofisiologi dari endometrium telah banyak ditemukan.
1
Penelitian terhadap ekspresi gen menunjukkan adanya penurunan respon endometrium terhadap progesteron pada fase sekretori
pada endometriosis dibandingkan dengan kelompok kontrol normal. Dengan adanya efek dari anti inflamasi oleh progesteron, sehingga jika
terjadi penurunan fungsinya pada endometrium dapat menghasilkan peningkatan proinflamasi pada uterus yang menyebabkan uterus tidak
dapat ditempati oleh implantasi emrbrio.
31