commit to user 12
Leech membagi retorika menjadi dua 1 retorika antar-pribadi, dan 2 retorika tekstual. Dalam retorika antar pribadi ditambahkan Politeness
Principle = PP Prinsip sopan-santun, dan Ironical Principle yang seringkali harus berlawanan dengan CP. Humor di tingkat wacana justru memanfaatkan
penyimpangan terhadap CP dan PP Wuri Soedjatmiko, 1992:78.
3. Situasi Tutur
Pragmatik mengkaji makna dalam hubungannya dengan situasi tutur. Leech menyatakan aspek-aspek dalam situasi tutur 1993: 19-21.
a. Yang menyapa penyapa atau yang disapa pesapa
Orang yang menyapa disebut dengan „penutur‟ dan orang yang disapa disebut „petutur‟. Petutur selalu menjadi sasaran tuturan dari
penutur. b.
Konteks sebuah tuturan Konteks ialah suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama
dimiliki oleh penutur dan petutur, dan yang membantu petutur menafsirkan makna tuturan.
c. Tujuan sebuah tuturan
Istilah tujuan lebih netral daripada maksud, karena tidak membebani pemakainya dengan suatu kemauan atau motivasi yang sadar,
sehingga dapat digunakan secara umum untuk kegiatan yang berorientasi tujuan.
d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan: tindak ujar
Pragmatik berurusan dengan tindak-tindak atau performansi- performansi verbal yang terjadi dalam situasi dan waktu tertentu. Dengan
commit to user 13
demikian, pragmatik menangani bahasa pada tingkatan yang lebih konkret daripada tata bahasa.
e. Tuturan sebagai produk tindak verbal
Sebuah tuturan dapat merupakan suatu contoh kalimat sentence- instance atau tanda kalimat sentence-stoken, tetapi bukanlah sebuah
kalimat. Tuturan-tuturan merupakan unsur-unsur yang maknanya dikaji dalam pragmatik, sehingga dengan tepat pragmatik dapat digambarkan
sebagai suatu ilmu yang mengkaji makna tuturan.
4. Tindak Tutur
Pada suatu saat, tindakan yang ditampilkan dengan menghasilkan suatu tuturan akan menghasilkan tiga tindak yang saling berhubungan.
Pertama, tindak lokusi, yang merupakan tindak dasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna. Kebanyakan penutur
tidak hanya menghasilkan tuturan yang tersusun dengan baik tanpa suatu tujuan. Penutur membentuk tuturan dengan beberapa fungsi di dalam pikiran.
Ini adalah dimensi ke dua, yaitu tindak ilokusi. Tindak ilokusi ditampilkan melalui penekanan komunikatif suatu tuturan Yule, dalam Indah Fajar
Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 83-84. Tentu penutur tidak secara sederhana membuat tuturan yang memiliki
fungsi tanpa mempunyai maksud bahwa tuturan itu memiliki akibat. Hal ini merupakan dimensi ke tiga, tindak perlokusi. Dengan bergantung pada
keadaan, penutur akan menuturkan sesuatu dengan asumsi bahwa petutur akan mengenali akibat yang ditimbulkan. Biasanya dikenal juga sebagai akibat
perlokusi Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 84.
commit to user 14
Di antara ketiga dimensi tersebut, yang paling banyak dibahas ialah tekanan ilokusi. Istilah
‘tindak tutur” biasanya diterjemahkan secara sempit dengan hanya diartikan sebagai tekanan ilokusi suatu tuturan. Tekanan tutur
ilokusi ialah „apa yang diperhitungkan tekanan itu‟ Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 84.
Ada beberapa klasifikasi jenis tindak tutur umum yang biasanya digunakan. Sistem klasifikasi umum mencantumkan 5 jenis fungsi umum yang
ditunjukkan oleh tindak tutur; deklarasi, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 91-
92. Searle dalam Leech, 1993: 163 mengklasifikasikan tindakan ilokusi berdasarkan pada berbagai kriteria. Secara garis besar, kategori Searle dalam
Leech, 1993: 164-165 ialah sebagai berikut. a.
Asertif Pada ilokusi ini penutur terikat pada kebenaran tuturan yang
diujarkan. Tuturan ilokusi ini misalnya, menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan.
b. Direktif
Ilokusi ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh petutur. Ilokusi ini misalnya, memesan, memerintah,
memohon, menuntut, memberi nasehat. c.
Komisif Pada ilokusi ini penutur sedikit banyak terikat pada suatu
tindakan di masa depan. Ilokusi ini misalnya, menjajikan, menawarkan,
commit to user 15
berkaul. Jenis ilokusi ini tidak mengacu pada kepentingan penutur, tetapi pada kepentingan petutur.
d. Ekspresif
Ilokusi ini berfungsi untuk mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Ilokusi ini misalnya,
mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa, dan sebagainya.
e. Deklarasi
Jika pelaksanaan ilokusi ini berhasil, maka akan mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi tuturan dengan kenyataan. Ilokusi ini
misalnya, mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkanmembuang, mengangkat pegawai,
dan sebagainya. Kelima fungsi umum tindak tutur beserta sifat-sifat kuncinya
terangkum dalam tabel berikut Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 94-95.
Tabel 1 Lima Fungsi Umum Tindak Tutur
Tipe tindak tutur Arah penyesuaian
P = penutur X = situasi
Deklarasi RepresentatifAsertif
Ekspresif Direktif
Komisif Kata mengubah dunia
Kata disesuaikan dengan dunia Kata disesuaikan dengan dunia
Dunia disesuaikan dengan kata Dunia disesuaikan dengan kata
P menyebabkan X P meyakini X
P merasakan X P menginginkan X
P memaksudkan X
Sumber: Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab. 2006: 95.
Tindak tutur langsung dan tidak langsung
Pendekatan berbeda terhadap pengkategorian tipe tindak tutur dapat dilakukan berdasarkan strukturnya. Dalam bahasa Inggris terdapat pemisahan
commit to user 16
struktural yang sederhana, yaitu menjadi 3 kalimat dasar. Terdapat hubungan antara 3 bentuk struktural deklaratif, interogratif, imperatif dan tiga fungsi
komunikasi umum pernyataan, pertanyaan, perintahpermohonan Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 95.
Apabila ada hubungan langsung antara struktur dengan fungsi, maka terdapat suatu tindak tutur langsung. Sebaliknya, jika ada hubungan tidak
langsung antara struktur dengan fungsi, maka terdapat suatu tindak tutur tidak langsung Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 95-
96. Bentuk interogatif yang digunakan untuk membuat suatu pertanyaan disebut tindak tutur langsung, sedangkan bentuk interogatif yang digunakan
untuk membuat suatu perintah disebut tindak tutur tidak langsung. Tuturan „Apa kau bisa mengerjakannya?‟, digunakan untuk menanyakan kemampuan
seseorang dalam mengerjakan sesuatu, merupakan tindak tutur langsung. Akan tetapi, jika tuturan tersebut ditanyakan ibu kepada anaknya, misalnya
dalam hal membuang sampah, maka merupakan tindak tutur tidak langsung. Hal tersebut karena sebenarnya sang ibu ingin menyuruh anaknya untuk
membuang sampah, tetapi dengan tuturan yang berbentuk interogatif.
5. Kesantunan Berbahasa