II.1.2
Budaya Organisasi
II.1.2.1 Pengertian Budaya Organisai
Menurut kamus Bahasa Indonesia, kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta Bodhya yang berarti akal budi, sinonimnya adalah kultur yang berasal
dari bahasa Inggris Culture atau Cultuur dalam Bahasa Belanda. Kata Culture sendiri berasal dari bahasa Latin Colere dengan akar kata “Calo” yang berarti mengerjakan
tanah, mengolah tanah atau memelihara ladang dan memelihara hewan ternak. • Arti Kata Budaya Secara Terminologis
Budaya adalah suatu hasil dari budi dan atau daya, cipta, karya, karsa, pikiran dan adat istiadat manusia yang secara sadar maupun tidak, dapat diterima sebagai suatu
perilaku yang beradab. Dikatakan membudaya bila kontinu, konvergen. Robbins mengatakan bahwa budaya organisasi itu tidak muncul dari ruang
yang hampa atau dari langit. Jadi ada suatu kekuatan yang mempengaruhi terciptanya suatu budaya perusahaan Ardana dkk, 2008:175. Menurut Robbins ada sepuluh
karakteristik kunci yang merupakan inti budaya organisasi, yakni : 1 Member Identity, yaitu identitas anggota dalam organisasi secara keseluruhan,
dibandingkan dengan identitas dalam kelompok kerja atau bidang profesi masing- masing.
2 Group Emphasis, yaitu seberapa besar aktivitas kerja bersama lebih ditekankan dibandingkan kerja individual.
3 People Focus, yaitu seberapa jauh keputusan manajemen yang diambil digunakan untuk mempertimbangkan keputusan tersebut bagi anggota organisasi.
4 Unit Integration, yaitu seberapa jauh unit-unit di dalam organisasi dikondisikan untuk beroperasi secara terkoordinasi.
5 Control, yaitu banyaknyajumlah peraturan dan pengawasan langsung digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku karyawan.
6 Risk Tolerance, yaitu besarnya dorongan terhadap karyawan untuk menjadi lebih agresif, inovatif, dan berani mengambil risiko.
7 Reward Criteria, yaitu berapa besar imbalan dialokasikan sesuai dengan kinerja karyawan dibandingkan alokasi berdasarkan senioritas, favoritism, atau faktor-faktor
nonkinerja lainnya. 8 Conflict tolerance, yaitu besarnya dorongan yang diberikan kepada karyawan
untuk bersikap terbuka terhadap konflik dan kritik. 9 Means-ends orientation, yaitu intensitas manajemen dalam menekankan pada
penyebab atau hasil, dibandingkan pada teknik dan proses yang digunakan untuk mengembangkan hasil.
10 Open-system focus, yaitu besarnya pengawasan organisasi dan respon yang diberikan untuk mengubah lingkungan eksternal Sutrisno, 2010:26-27.
Beberapa manfaat budaya organisasi dikemukakan oleh Robbins, yaitu: 1 membatasi peran yang membedakan antara organisasi yang satu dengan organisasi
Universitas Sumatera Utara
lain karena setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda, sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan yang ada di dalamnya,
2 menimbulkan rasa memiliki identitas bagi anggota; dengan budaya yang kuat anggota organisasi akan merasa memiliki identitas yang merupakan ciri khas
organisasinya, 3 mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan individu,
4 menjaga stabilitas organisasi; komponen-komponen organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi internal organisasi relatif
stabil.
Keempat fungsi tersebut menunjukkan bahwa budaya dapat membentuk perilaku dan tindakan karyawan dalam menjalankan aktivitasnya. Oleh karena itu,
nilai-nilai yang ada dalam organisasi perlu ditanamkan sejak dini pada diri setiap anggota. Nilai-nilai tersebut tidak terbentuk dan terjadi secara instan, tetapi terus
berjalan seumur hidup. Budaya organisasi adalah nilai dan keyakinan bersama yang mendasari
identitas perusahaan, yang merupakan suatu wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok dan menentukan bagaimana kelompok tersebut
rasakan, pikirkan, dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam. Definisi ini menyoroti tiga karakteristik budaya organisasi yang penting, yaitu:
1.Budaya organisasi diberikan kepada para karyawan baru melalui proses sosialisasi. 2. Budaya organisasi mempengaruhi perilaku kita di tempat kerja.
3. Budaya organisasi berlaku pada pandangan ke luar dan kemampuan bertahan terhadap perubahan.
Pembentukan dan penanaman nilai dalam setiap diri para anggota organisasi terjadi melalui proses penyerapan, imprinting, modelling, penggodokan,
membandingkan dan sosialisasi. Proses ini bisa samar, bisa kuat, bisa konsisten ataupun inkonsisten Kompaskarier, Sabtu 6 Juli 2013. Semakin samar dan
inkonsisten, semakin tidak jelaslah nilai-nilai yang berakar pada individu. Lingkungan kerja ataupun masyarakat dengan budaya yang masih kuat dengan
sendirinya merupakan tempat setiap para anggota organisasi dengan mudah melakukan modelling, imprinting, dan penguatan dengan subur.
Edgar Schein mendefinisikan budaya organisasi sebagai: Suatu pola dari asumsi dasar – yang diciptakan, atau dikembangkan oleh
kelompok tertentu saat belajar menghadapai masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal – yang berjalan cukup baik untuk dianggap valid dan oleh
karena itu, untuk diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar
Universitas Sumatera Utara
untuk berpersepsi, berpikir dan berperasaan sehubungan dengan masalah yang dihadapi Kreitner dan Kinicki, 2005:82.
II.1.2.2 Konsep Budaya Organisasi