siswa melakukan kegiatan berdiskusi di kelas, beberapa di antaranya ada yang tidak memperhatikan kesantunan berbahasa. Misalnya, antara kelompok penyaji
dan penanggap kurang saling menghargai. Beberapa di antaranya masih terlihat kesalahan pemilihan kata dan tidak memperhatikan bagaimana berdiskusi secara
santun. Tuturan yang dipakai terkadang berupa sindiran, ejekan, atau bantahan yang menyinggung perasaan orang lain. Hal ini bisa menyebabkan
kesalahpahaman yang berujung pada perpecahan. Oleh karena itu, kompetensi dasar keterampilan berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia dapat
digunakan untuk melatih kesantunan berbahasa siswa seperti ketika melakukan kegiatan berdiskusi atau berbicara kepada orang lain sehingga hal ini tentunya
sejalan dengan fungsi bahasa Indonesia itu sendiri yaitu sebagai pemersatu bangsa.
Penelitian yang berkaitan dengan kesantunan berbahasa sudah pernah dilakukan oleh Aldila Fajri Nur Rohma 2010 dengan judul Analisis Penggunaan dan
Penyimpangan Prinsip Kesantunan Berbahasa di Terminal Giwangan Yogyakarta. Peneliti melakukan penelitian dalam bidang pragmatik berupa tuturan
lisan yang terjadi di terminal Giwangan Yogyakarta. Objek penelitian ini adalah semua peristiwa berbahasa yang terjadi di terminal Giwangan. Hasil penelitiannya
berupa deskripsi jenis penyimpangan dan penggunaan prinsip kesantunan dan faktor yang melatarbelakangi penyimpangan dan penggunaan prinsip kesantunan
berbahasa di terminal Giwangan.
Penelitian relevan lainnya yakni penelitian yang dilakukan oleh Atfalul Anam 2011 dengan judul Kesantunan Berbahasa dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia
Tataran Unggul untuk SMK dan MAK Kelas XII Karangan Yustinah dan Ahmad Iskak. Penelitian ini terkait dengan pembelajaran bahasa Indonesia mengenai
kesantunan dalam buku ajar, akan tetapi tidak melibatkan siswa sebagai subjek penelitian. Hasil penelitian ini berupa deskripsi penyimpangan prinsip kesantunan
berbahasa dalam buku ajar bahasa Indonesia tataran unggul untuk SMK dan MAK kelas XII, beserta tingkat kesantunan buku ajar tersebut.
Persamaan kedua penelitian di atas dengan penelitian ini adalah sama sama meneliti tentang prinsip kesantunan beserta maksim maksimnya, sedangkan
perbedaannya adalah unsur yang dikaji dan subjek kajiannya. Penelitian Aldila mengkaji penggunaan dan penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa di
terminal Giwangan yang subjeknya adalah semua peristiwa berbahasa yang terjadi di terminal Giwangan, sedangkan pada penelitian ini mengkaji unsur pendidikan
yang subjek kajiannya adalah kegiatan diskusi kelas, siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara. Perbedaan penelitian ini dengan penelitan Atfalul
yakni pada penelitian Atfalul objeknya berupa buku ajar bahasa Indonesia, yang merupakan bahasa verbal tulis, sedangkan pada penelitian ini objeknya adalah
tuturan yang muncul dalam kegiatan diskusi kelas. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penulis mencoba melakukan penelitian kesantunan berbahasa terkait
dengan pembelajaran di kelas pada keterampilan berbicara yang menggunakan metode diskusi pada pembelajaran bahasa Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik mengadakan penelitian kesantunan berbahasa dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Tahun Pelajaran
20142015.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah yaitu “Bagaimanakah kesantunan berbahasa dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI
SMK Dinamika Tahun Pelajaran 20142015?”. Masalah tersebut dirinci menjadi beberapa masalah berikut.
1. Bagaimanakah tuturan yang mematuhi maksim-maksim kesantunan dalam
kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun Pelajaran 20142015?
2. Bagaimanakah tuturan yang mengandung kesantunan linguistik dalam
kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun Pelajaran 20142015?
3. Bagaimanakah tuturan yang mengandung kesantunan pragmatik dalam
kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun Pelajaran 20142015?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kesantunan berbahasa dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Tahun Pelajaran 20142015.
Berikut ini rincian tujuan penelitian. 1.
Mendeskripsikan tuturan yang mematuhi maksim-maksim kesantunan dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara
Tahun Pelajaran 20142015? 2.
Mendeskripsikan tuturan yang mengandung kesantunan linguistik dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun
Pelajaran 20142015? 3.
Mendeskripsikan tuturan yang mengandung kesantunan pragmatik dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun
Pelajaran 20142015?
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan kesantunan berbahasa pembaca khususnya
para siswa dalam kegiatan berkomunikasi baik terkait pembelajaran di sekolah maupun penerapan di kehidupan bermasyarakat. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat turut membantu menanamkan pendidikan karakter siswa.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam ruang lingkup sebagai berikut. 1.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun Pelajaran 20142015.
2. Objek penelitian ini adalah seluruh tuturan yang terjadi dalam kegiatan
diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun Pelajaran 20142015.
3. Kajian kesantunan berbahasa meliputi kajian tuturan yang mematuhi maksim-
maksim kesantunan yaitu maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim simpati.
4. Kajian kesantunan linguistik yang meliputi tuturan yang ditandai dengan
ungkapan penanda kesantunan linguistik dan kajian kesantunan pragmatik yang dituturkan secara deklaratif.
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Tindak Tutur
Bahasa merupakan alat interaksi sosial atau alat komunikasi manusia. Dalam setiap komunikasi manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa
pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Menurut pengalaman nyata, bahasa itu selalu muncul dalam bentuk tindakan atau tingkah
tutur individual. Karena itu tiap telaah struktur bahasa harus dimulai dari pengkajian tindak tutur. Tindak tutur merupakan perwujudan konkret fungsi-
fungsi bahasa, yang merupakan pijakan analisis pragmatik Rahardi, 2005.
Tindak tutur merupakan gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam
menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Kalimat “Disini panas sekali” dapat memiliki
bermacam arti di berbagai situasi berbeda. Bisa jadi, si penutur hanya menyatakan fakta keadaan udara saat itu, meminta orang lain membukakan jendela atau
menyalakan AC, atau bahkan keluhan. Oleh karena itu, kemampuan sosiolinguistik, termasuk pemahaman mengenai tindak tutur sangat diperlukan
dalam berkomunikasi karena manusia akan sering dihadapkan dengan kebutuhan
untuk memahami dan menggunakan berbagai jenis tindak tutur, dimana masing- masing jenis tersebut dapat diwujudkan melalui berbagai macam strategi.
2.2 Hakikat Tindak Tutur
Austin dalam Rusminto, 2012: 76 mengemukakan bahwa aktivitas bertutur tidak hanya terbatas pada penuturan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu atas dasar
tuturan itu.
Tindak tutur adalah teori yang mencoba mengkaji makna bahasa yang didasarkan pada hubungan tuturan dengan tindakan yang dilakukan oleh penuturnya. Kajian
tersebut didasarkan pada pandangan bahwa 1 tuturan merupakan sarana utama komunikasi dan 2 tuturan baru memiliki makna jika direalisasikan dalam tindak
komunikasi nyata, misalnya membuat pernyataan, pertanyaan, perintah, atau permintaan Searle, dalam Rusminto 2012: 76.
Di dalam pragmatik, tuturan merupakan suatu bentuk tindakan dalam konteks situasi tutur sehingga aktivitasnya disebut tindak tutur. Rustono 1999: 31
mengemukakan bahwa tindak tutur speech act merupakan entitas yang bersifat sentral dalam pragmatik.Oleh karena sifatnya yang sentral itulah, tindak tutur
bersifat pokok di dalam pragmatik. Mengujarkan sebuah tuturan tertentu bisa dipandang sebagai melakukan tindakan mempengaruhi, menyuruh di samping
memang mengucapkan atau mengujarkan tuturan itu. Dalam berkomunikasi setiap penutur akan melakukan kegiatan mengujarkan tuturan.
2.3 Jenis-Jenis Tindak Tutur
Austin dalam Rusminto, 2012: 77 mengklasifikasikan tindak tutur atas tiga klasifikasi yaitu 1 tindak lokusi locutionary act, 2 tindak ilokusi
illocutionary act, dan 3 tindak perlokusi perlocutionary act. Berikut ini uraian dari masing-masing tindak tutur tersebut.
2.3.1 Tindak Tutur Lokusi
Tindak lokusi adalah tindak proposisi yang berada pada kategori mengatakan sesuatu an act of saying somethingAustin dalam Rusminto, 2012:77. Oleh
karena itu, yang diutamakan dalam tindak lokusi adalah isi tuturan yang diungkapkan oleh penutur.
Leech dalam Rusminto, 2012: 77 menyatakan bahwa tindak bahasa ini lebih kurang dapat disamakan dengan sebuah tuturan kalimat yang mengandung makna
dan acuan. Contoh: “It is hot here”, makna lokusinya berhubungan dengan suhu udara di
tempat itu. Contoh lain „Saya lapar‟, seseorang mengartikan „Saya‟ sebagai orang pertama tunggal si penutur, dan „lapar‟ mengacu pada „perut kosong dan perlu
diisi‟, tanpa bermaksud untuk meminta makanan. Dengan kata lain, tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau
tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami.
2.3.2 Tindak Ilokusi
Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang mengandung daya untuk melakukan tindakan tertentu dalam hubungannya dengan mengatakan sesuatu an act of
doing somethings in saying somethings Austin dalam Rusminto, 2012: 77. Contohnya, ” Saya lapar‟. Jika tindak tutur lokusi berkaitan dengan makna, maka