Status Kesehatan Balita Pada Keluarga Perokok dan Bukan Perokok Di

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Status Kesehatan Balita Pada Keluarga Perokok dan Bukan Perokok Di

Kecamatan Berastagi Dari demografi responden penelitian berdasarkan jenis kelamin tampak bahwa balita yang menderita ISPA pada jenis kelamin laki–laki lebih besar dari balita perempuan. Pada balita laki – laki penderita ISPA sejumlah 45 balita 54,21 sedangkan pada perempuan jumlah penderita ISPA ada 38 balita 45,78. Hasil penelitian tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayat Nur di Padang yang menyatakan bahwa jumlah penderita ISPA perempuan lebih besar daripada laki– laki. Hal ini dikarenakan karena anak perempuan mempunyai faktor resiko yang lebih tinggi untuk menderita ISPA dibanding dengan laki–laki. Kemungkinan ini terjadi karena daya tahan anak laki–laki lebih besar dibandingkan dengan anak perempuan Nur, 2009. Berdasarkan hasil penelitian juga diperoleh, bahwa gambaran status kesehatan balita yang menderita ISPA lebih tinggi pada keluarga perokok yaitu sebanyak 51 balita 61,44. Ini menunjukkan bahwa tingkat kejadian ISPA balita pada keluarga perokok lebih tinggi dibandingkan pada keluarga bukan perokok yaitu sebanyak 32 balita 38,55. Hal ini menunjukkan bahwa status merokok keluarga merupakan salah satu faktor resiko penting untuk beberapa penyakit termasuk ISPA. Anak yang orang tuanya merokok akan mudah menderita penyakit gangguan pernapasan Bustan, 2007. Sebagian besar sering merokok di dalam rumah sehingga penghuni rumah terutama balita terpapar asap rokok. Keterpaparan asap rokok pada balita sangat tinggi pada saat berada dalam rumah. Hal ini disebabkan karena anggota Universitas Sumatera Utara keluarga biasanya merokok dalam rumah pada saat bersantai bersama anggota, misalnya sambil nonton TV atau setelah selesai makan dengan anggota keluarga lainnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nur 2004 yang menyatakan ada hubungan bermakna antara kebiasaan merokok anggota keluarga dengan penyakit ISPA pada balita. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Karlinda dan Warni 2012 di Bengkulu, yang menyatakan bahwa keberadaan anggota keluarga yang merokok memberi pengaruh besar terhadap kejadian ISPA pada balita. Namun berbeda pula dengan penelitian Taisir 2005 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna status kebiasaan merokok keluarga dengan kejadian ISPA pada bayi dan anak balita.

5.2. Gambaran Pertumbuhan Balita