Bentuk Aktivitas Dakwah Dra. Hj. Sinta Nuriyah Wahid dalam

dan meluruskan apa yang selam ini menjadi pandangan orang-orang bahwa kaum wanita adalah kaum yang sangat rendah kedudukannya dihadapan kaum laki-laki yang sangat diskriminatif juga bias jender. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa pondok pesantren adalah tempat yang sangat efektif bagi pendidik untuk merelisasikan dan menginplementasikan apa yang selama ini di pelajari oleh santri perlu di luruskan kembali.Selain itu pondok pesantren juga merupakan lembaga pendidikan yang cukup lama di Indonesia, dan masyarakat Indonesia sangat mengenalnya. Ada banyak kitab kuning dan kitab-kitab klasiklainnya yang diajarkan di pesantren yang sangat mendukung dinasti perempuan. Oleh sebab itu Ibu Sinta Nuriyah melakukan diskusi-diskusiserta melakukan pengkajian kembali bersama kiyai dan para aktivis perempuan lainnya dibawah lembaga yayasan Puan Amal Hayati, dengan mensosialisasikan dan mengimplementasikannya dalam buku. Selain itu yang menjadi agenda rutin setiap tahunnya yang dilakukan oleh ibu Sinta Nuriyah dan yayasan puan amal hayati dalam dakwahnya agar tetap keadilan jender selalu bergaung di seluruh penjuru dunia yaitu agenda sahur keliling. Acara ini di ikuti oleh beberapa tokoh lintas agama yang datang untuk ikut sahur bersama dan memberikan penghormatan atas datangnya bulan suci Ramadhan. Jadi bentuk aktivitas dakwah ibu Sinta Nuriyah Wahid dalam memperjuangkan hak-hak perempuan disini mencangkup pada dua bentuk aktivitas dakwah yaitu dakwah bil al-lisan, dimana hal itu dilakukan dengan dakwah lisan, seperti ceramah, khutbah, diskusi, nasihat, dan lain sebagainya.Selain itu bentuk aktivitas dakwah yang beliau lakukan dengan dakwah bil al-hal, dakwah dilakukan dengan melalui bergagai kegiatan yaitu, dengan mendirikan yayasan puan amal hayatihingga hasilnya dapat dirasakan oelah masyarakat luas sebagai objek dakwah.

B. Langkah-langkah yang dilakukan Dra. Hj. Sinta Nuriyah Wahid

dalam Memperjuangkan hak-hak perempuan. Ibu Sinta Nuriyah Wahid dalam melakukan aktivitas dakwah memperjuangkan hak-hak perempuan di yayasan Puan Amal hayati, langakah- langkah yang dilakukan yaitu: 1. Melalukan diskusi. Forum Kajian Kitab Kuning atau disebut dengan FK3, dengan para kiyaipondok pesntren serta para aktivis perempuan yaitu, kiyai Husain Muhammad, kiyai Wahid Marianto, Lutfi Fatullah, Ibu Maria Ulfah Ansor yang sekarang menjadi APAI, Ibu Safarina Fadli Guru besar wanita UI, Ibu Hendartini Absyah pakar kesehatan produksi, Lis Markus senior program Asia Fondestion. Dalam kegiatan yang dilakukan ibu Sinta Nuriyah ini mendapatkan dukungan dan kepercayaan oleh PBB untuk mengelola program-program yang sedang di perjuangkan oleh ibu Sinta Nuriyah Wahid di yayasan Puan Amal Hayati. Kemudian mensosialisasikan ke delapan pesantren yang ada di Indonesia yaitu daerah Indramayu, Tasikmalaya, probolinggo, Jember, Malang, Sumeneb, Lombok dan Jakarta. 7 Diskusi yang dilakukan seperti membahas kembali kitab-kitab klasik yang sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman dan sangat bias jender, hingga saat ini masih digunakan. Ibu Sinta Nuriyah menerobos dan memperbaiki presepsi para kiyai tentang perempuan, yang selama ini selalu saja menggunakan paradigma lama berpegang pada kitab kuning sebagai pedoman. Sesungguhnya menurut ibu Sinta Nuriyah isi kitab kuning tidaklah sepenuhnya sesuai dengan isi al-Quran. Isi kitab yang berisi relasi suami istri inilah yang menggambarkan kedudukan istri sangat terpuruk, dan disebutkan kedudukan seorang istri ibarat seorang budak di hadapansuami di dalam rumah tangga. Mengkaji kembali isi kitab kuning menurut ibu Sinta Nuriyah merupakan suatu hal yang memberikan kemaslahatan bagi perempuan, karena ternyata isi dalam kitab kuning yang selama ini dipelajari di pesantren ternyata hadits-hadits seperti itu adalah hadist-hadist palsu. Ibu Sinta Nuriyah menyarankan pihak-pihak yang berpendapat poligami diperbolehkan, sebaiknya diharapkan mengkaji al- Quran lebih dalam, seksama, teliti dan seluruh aspek harus dikaji lagi. Sebab menterjemahkan al-Quran bukan hanya pada lingkup tekstual saja tapi juga kontekstual. Termasuk mencangkup kajian asbab al-nuzul dan bahasanya. Secara tekstual ayat yang menjelaskan tentang tpoligami memang berbunyi, “fankihû mâ thâba lakum min al-nisâ’ matsnâ wa tsulâtsa wa rubâ”, nikahilah dua atau tiga atau empat perempuan yang baik menurutmu. Ayat ini menurut ibu 7 Dari wawancara dengan Andrei Husain pada tanggal 03 Mei 2013 Sinta Nuriyah jangan dipotong, dan menggunakan hanya penggalan ayat tersebut. Sebab masih ada sambungan yang sering dilupakan yakni, “Fain khiftum allâ ta’dilû fawâhidah” sekiranya kamu khawatir tidak dapat berlaku adil, maka kawin satu perempuan. Kemudian menurut ibu Sinta Nuriyah menilain keadilan itu dari sudut mana dan ukuran siapa, karena al-Qur’an memiliki dua pendanan kosakata untuk kata adil yaitu qashata dan ‘adala. Kata “qashata” sering dipakai untuk pengertian keadilan yang bersifat material. Sementara “adala” untuk keadilan yang bersifat immaterial seperti cinta dan kasih sayang, perhatian dan lain sebagainya. Begitu juga dengan ayat tersebut diatas dalam ayat tadi al-Quran menggunakan kosa kata “adala”. Jadi yang menjadikan permasalahan dalam ayat, yang justru sering di jadikan dasar teologi poligami yaitu keadilan bersifat immaterial. Di dalam surat al-Nisa disebutkan “Falâ tashtathî’u ‘an ta’dilû baina al-nisâ’ walau haratstum,” engkau tidak akan mampu berbuat adil atas perempuan meski engkau berusaha keras untuk itu. Jadi keadilan tidak akan mungkin terwujud melalui praktik poligami. 8 Oleh karena itu forum kajian kitab kuning FK3 yang dilakuakn sepekan sekali ini merupakan langkah awal dalam perjuangan mengahapus tindak kekerasandan diskriminasi terhadap kaum perempuan baik di keluarga maupun masyarakat pada umumnya. 2. Mendirikan Yayasan dan Pendampingan. Yayasan Puan Amal Hayati ini merupakan langkah kedua dalam memperjuangkan hak-hak perempuan yang dilakukan oleh ibu Sinta Nuriyah. 8 Krestyawan. 2009, “Mengenal Gus Dur dan Keluarganya”, https:orangkantoran.wordpress.comtaggus-dur , di akses pada 10 September 2013 Tujuannya adalah mewujudkan masyarakat yang terbebas dari kekerasan berdasarkan perinsip-perinsip moral agama dan kemanusiaan, khususnya bagi kaum perempuan dan menjadikan pesantren sebagai basis penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Setelah melakukan pengkajian ulang pada kitab kuning, dari hasil diskusi yang telah disepakati oleh beberapa anggota forum FK3 kemudian dibukukan dan diterbitkan oleh tim yayasan Puan Amal Hayati. Yayasan yang dipimpin oleh ibu Sinta Nuriyah Wahid ini memiliki program-program kegiatan diantaranya ada devisi program pendampingan korban, dimana divisi ini melakukan pendampingan-pendampingan terhadap korban kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan yang sering terjadi dalam keluarga. 9 Bentuk pendampingan-pendampingan yang dibutuhkan oleh perempuan korban kekerasan bisa bersifat fisik, yuridis, sosial maupun idieologi. Pendampingan yang bersifat fisik, dilakukan dengan cara memberikan perlindungan secara fisik kepada perempuan korban kekerasan, yang mengalami trauma fisik dan pisikis, serta memberikan tempat perlindungan, dan teman yang bisa dijadikan tempat berbagi rasa, menumpahkan segala derita fisik dan mental yang dialaminya. Bagaimanapun, hampir semua bentuk kekerasan terhadap perempuan,akan meninggalkan dampak pisikologis bagi perempuan, suatu dampak yang mungkin tidak langsung kelihatan, akan tetapi sulit dihilangkan. 9 Dari wawancara dengan Andrei Husain pada tanggal 05 Mei 2013