Pertimbangan Hukum Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Sesuai

rumusannya dapat berupa “pembunuhan yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu dipidana karena pembunuhan dengan rencana”. Pada dasarnya seseorang melakukan suatu tindak pidana apabila pelaku memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : 1. Subjek 2. Kesalahan Bersifat melawan hukum dari tindakan 3. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang perundangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana. 4. Waktu, tempat dan keadaan unsur objektif lainnya. 64 Dapat diketahui pada Pasal 340 KUHP yang berbunyi :“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”. Pada Pasal 340 KUHP di atas apabila dijabarkan unsur-unsur yang terkandung ialah sebagai berikut : 1. Barang siapa, maksud kalimat tersebut menyatakan seseorang yang melakukan suatu perbuatan atau tindakan. 2. Dengan sengaja, maksud kalimat tersebut adalah perbuatan yang disengaja dengan maksud bahwa perbuatan tersebut bukan suatu perbuatan kelalaian akan tetapi perbuatan tersebut mengandung unsur kesengajaan untuk mencapai suatu hal yang diharapkan. 3. Direncanakan terlebih dahulu, maksud dari unsur ini ialah suatu perbuatan yang telah direncanakan terlebih dahulu yang hampir sama dengan unsur kesengajaan, misalnya rencana tersebut ialah untuk menikam menggunakan sebilah pisau ke perut korbannya, hal tersebut merupakan suatu perencanaan yang telah dipikirkan oleh pelaku. 4. Merampas nyawa orang lain, maksud dalam kalimat tersebut merupakan suatu perbuatan yang merampas hak hidup seseorang yang dimana setiap orang 64 S.R Sianturi, Asas-asas Hukum pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni- Petehaem, Jakarta,2002, hal 211 mendapatkan hak untuk hidup yang terkandung dalam pasal 9 Undang- Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, jadi istilah merampas nyawa orang lain merupakan suatu perbuatan yang meniadakan hidup seseorang dengan segala cara misalnya membunuh ataupun dengan cara apapun yang menyebabkan seseorang tersebut kehilangan nyawanya. Apabila dicermati secara detail, maka dalam hal ini pasal 340 KUHP hanyalah suatu pasal yang ditujukan pada suatu perbuatan pembunuhan saja yang telah direncanakan pelaku untuk meniadakan hidup seseorang dengan cara melanggar hukum yang berlaku di Indonesia. . Pada fakta yang berkembang dalam proses peradilannya bagi pelaku pembunuhan yang disertai pembunuhan berencana dan penganiayaan berat tersebut selalu menerapkan pada Pasal 338 KUHP ataupun 340 KUHP yang dimana pada dasarnya pasal tersebut merupakan suatu pasal mengenai pembunuhan. Adapun bunyi dari Pasal 338 adalah barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan hukuman pidana penjara paling lama lima belas tahun. Sedangkan pada Pasal 340 hukumannya adalah dua puluh tahun, namun dalam pembuktiannya hakim terkadang bisa juga menjatuhi hukuman mati atau seumur hidup tergantung dari seberapa besar tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa terhadap korbannya seperti yang kita ketahui terkadang pelaku tindak pidana pembunuhan berencana dan penganiayaan berat cenderung ia tidak saja membunuh satu korban saja namun pelaku terkadang telah melakukannya terhadap korban-korban yang lainnya yang mungkin saja belum terungkap kasusnya sampai terdakwa melakukannya kembali perbuatannya yang mana kini perbuatannya telah di ketahui oleh aparat yang berwenang yaitu polisi. Sehingga dalam proses penyidikannya terkadang jaksa penuntut umum sering membawa atau menghadirkan alat bukti dan keterangan saksi baru yang mana ada keterkaitan dengan terdakwa terhadap kejahatannya yang lain. Oleh karena itu hakim selalu menjatuhi hukuman terhadap terdakwa dengan hukuman mati atau seumur hidup dikarenakan dihawatirkan terdakwa melakukannya kembali apabila telah bebas dari hukuman, bisa juga hakim mempertimbangkan faktor lain yaitu adanya keterangan ahli yang mana terdakwa mengalami kelainan sehingga bisa membahayakan bagi orang lain. Jika dillihat dari peranan hakim dalam menentukan bahwa seseorang, petindak mempunyai keadaan jiwa seperti yan ditentukan dalam pasal 44. Jawabannya ialah bahwa yang menentukan dalam putusannya apakah sesuatu keadaan jiwa sudah sesuai dengan yang dimaksud undang-undang, dalam hal ini Pasal 44 adalah hakim. Mungkin sebenarnya soal keadaan jiwa ini tidak termasuk ke dalam lapangan ilmu pengetahuan hukum, akan tetapi termasuk kedalamlapangan ilmu penyakit kejiwaan atau psychiatrie, karena hakim harus menentukan dalam putusannya maka ia membutuhkan penasehat atau ahli penyakit jiwa, nasehat ahli penyakit jiwa tersebut dapat berisikan tentang, benar atau tidak seorang pelaku mempunai keadaan jiwa seperti yang ditentukan dalam Pasal 44 tersebut dan tingkat dari penyakit, kecacatan dan atau ketidak sadaran dari jiwa tersebut, analisis atau diagnosa tentang tingkat dari kemampuan bertanggung jawab dari penderita. Namun hakim sendiri tidak terikat pada nasehat tersebut. Hakim dapat meyakinkannya atau tidak meyakinkannya walaupun dalam keadaan ini sang hakim tidak merupakan seorang ahli. Dalam mengambil putusan hakim harus memperhatikan beberapa hal diantaranya mengenai hal perbarengan tindakan tunggal yang mana perumusannya dalam KUHP, mengenai perbarengan tindakan tunggal terdapat atau ditentukan dalam Pasal 63 KUHP yang isinya yaitu, jika suatu tindakan masuk dalam lebih dari satu ketentuan pidana maka yang harus dikenakan hanyalah salah satu dari ketentuan-ketentuan itu, jika berbeda maka yang harus diterapkan adalah yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat, suatu tindakan masuk kedalam suatu ketentuan pidana umum, tetapi termasuk juga kedalam ketentuan pidana khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan. Dapat diambil kesimpulan dari isi Pasal 63 KUHP bahwa perbarengan tindakan tunggal, apabila dengan satu tindakan terjadi dua atau lebih tindakan pidana, dengan perkataan lain dengan tindakan yang sama telah juga terjadi tindak pidana yang lainnya. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menyatakan adanya perbarengan adalah : 1. Ada dua atau lebih tindak pidana dilakukan 2. Bahwa dua atau tindak pidana tersebut dilakukan oleh satu orang atau dua orang atau lebih dalam rangka penyertaan. 3. Bahwa dua atau lebih tindak pidana tersebut 4. Bahwa dua atau lebih tindak pidana tersebut akan diadili sekaligus. 65 Didalam R.U.U. KUHP Nasional Indonesia, mengenai perbarengan perbuatan dicantumkan pada bab II dalam Pasal 23 yang berbunyi, barang siapa melakukan beberapa tindakan pidana pada waktu yang bersamaan dapat dikenakan lebih dari satu jenis pidana, barang siapa melakukan beberapa tindakan pidana pada waktu yang tidak bersamaan dapat dikenakan pidana yag berlaku untuk pengulangan atau dapat diperingati Sedangkan ketentuan pidana bagi pengulangan suatu tindak pidana hakim dapat memperkuat pidana yang dapat dikuasakan untuk tindak pidana yang bersangkutan atau mengenakan jenis pidana lain yang dianggap lebih sesuai yang tidak boleh melampaui maksimum pidana yang dapat dikenakan terhadap tindak pidana itu. Oleh sebab itu bagi pelaku tindak kejahatan pembunuhan berencana dan penganiayaan berat terkadang selain proses persidangannya yang sangat lama dan memakan waktu yang sangat panjang namun terkadang jaksa penuntut umum dalam surat dakwaannya sering menambahkan dakwaan atau pasal berlapis yang mana mampu menjerat terdakwa dengan hukuman yang sangat berat. Adapun penambahan dari dasar penambahan pidana adalah sebagai berikut : a. Karena pengulangan b. Karena pembarengan atau gabungan c. Karena beberapa keadaan tertentu lainnya yang secara khusus ditentukan dalam beberapa pasal tindak pidan. 65 Ibid.,hal. 392 d. Karena beberapa keadaan yang juga menjadi asas umum bagi suatu ketentuan hukum pidana khusus. Dari hasil penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa para pelaku tindak pidana pembunuhan berencana dan penganiayaan berat terkadang mereka telah melakukan perbuatanya itu lebih dari satu kali. Ketentuan–ketentuan penjatuhan pidana selain ada penjatuhan pidana pokok ada pula penjatuhan pidana yang diatur secara khusus, karena di dalam perundang-undangan di luar KUHP, sering dapat ditemukan ketentuan-ketentuan yang menyimpang dari sistem penjatuhan pidana yang diatur dalam KUHP. Adapun penyimpanan- penyimpangnya adalah sebagai berikut : a. Dapat menjatuhkan dua pidana pokok sekaligus b. Dapat menjatuhkan pidana pokok tunggal atau ganda dan pidana tambahan tunggal atau ganda disertai lagi dengan tindakan tata tertib c. Menyelesaikan suatu tindakan pidana tertentu secara administratif Adapun dalam hal-hal tertentu hakim dapat menjatuhkan pidana mati, walaupun yang diancamkan pidana penjara seumur hidup, menjatuhkan pidana penjara walaupun yang diancamkan pidana kurungan atau sebaliknya. Jadi Pasal 340 KUHP yang dijatuhkan terhadap pelaku pembunuhan disertai penganiayaan berat menurut penulis sudah sesuai, sepanjang hukum tersebut positif hanya ketentuan tersebut yang tepat untuk dijatuhkan kepada pelaku pembunuhan berecencana dan penganiayaan berat. Kembaren dalam KUHP belum ada pasal yang mengatur mengenai pembunuhan berencana, sehingga dalam menjatuhkan hukuman hakim melihat unsur-unsur yang memberatkan dalam Pasal 340 KUHP yaitu apakah pelaku melakukan pembunuhan berencana dan penganiayaan berat tersebut dalam keadaan sadar atau dengan suatu perencanaan terlebih dahulu dikarenakan oleh rasa dendam yang sangat mendalam, apabila semua itu terpenuhi maka hukuman yang diberikan kepada pelaku pembunuhan berencana dan penganiayaan berat dapat diberikan hukuman yang terberat sesuai dengan ketentuan yang ada. Berdasarkan apa yang diterangkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa merumuskan pasal 340 KUHP dengan cara demikian, pembentuk undang-undang sengaja melakukannya dengan maksud sebagai kejahatan yang berdiri sendiri. Adanya tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka, maka langkahlangkah penegakan hukum merupakan proses yang panjang membentang dari awal sampai akhir. Adapun menurut sistem yang dipakai dalam KUHAP, maka pemeriksaan pendahuluan merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik Polri termasuk di dalamnya pemeriksaan tambahan atas dasar petunjuk- petunjuk dari jaksa penuntut umum dalam rangka penyempurnaan hasil penyidikannya. Langkah selanjutnya adalah pemeriksaan pengadilan yang dilakukan di depan pengadilan yang dipimpin oleh hakim. Di hadapan hakim, Jaksa Penuntut Umum akan mengajukan tuntutannya sesuai pelanggaran yang dilakukan terdakwa. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan untuk diperiksa dan diputus oleh hakim. Kejaksaan adalah satu-satunya lembaga pemerintahan negara yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang penuntutan dalam penegakan hukum dan keadilan di lingkungan peradilan umum. Kejaksaan dalam menjalankan tugas penuntutan tindak pidana setelah dilakukan tindakan penyidikan oleh kepolisian, maka penuntut umum harus melakukan penuntutan dengan melimpahkan ke pengadilan untuk pemeriksaan guna membuktikan bahwa seseorang itu bersalah atau tidak, kecuali untuk perkaraperkara tertentu demi kepentingan negara dan atau umum. Adapun Sanksi Pidana terhadap Pelaku Pembunuhan Berencana berdasarkan kitab undang-undang hukum pidana, Pasal 340 disebutkan bahwa : “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dihukum karena pembunuhan direncanakan moord, dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.” 66 66 KUHP, Politea Bogor, 1988, hal 241. BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ATAS YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN MENURUT PASAL 340 KUHP PADA KASUS PUTUSAN Reg. No. 3.682Pid.B2009PN.Mdn

A. Kemampuan Bertanggungjawab

Pertanggungjawaban pidana sudah muncul sejak zaman Revolusi Prancis, pada masa itu tidak saja manusia yang dapat pertanggungjawaban tindak pidana bahkan hewan atau benda mati lainya pun dapat di pertanggungjwabkan tindak pidana. Seseorang tidak saja mempertanggung- jawabkan tindak pidana yang di lakukanya, akan tetapi perbuatan orang lain juga dapat di pertanggungjawabkan karena pada masa itu hukuman tidak hanya terbatas pada pelaku sendiri tetapi juga di jatuhkan pula pada keluarga atau teman-teman pelaku meskipun mereka tidak melakukan tindak pidana. Hukuman yang dijatuhkannya atas atau jenis perbuatan sangat berbeda-beda yang di sebabkan oleh wewenang yang mutlak dari seorang hakim untuk menentukan bentuk dan jumlah hukuman. Namun setelah revolusi prancis pertanggungjawaban pidana di dasarkan atas dasar falsafah kebebasan berkehendak yang di sebut dengan teori tradisionalisme mashab taqlidi, kebebasan berkehendak di maksud bahwa seorang dapat di mintai pertanggungjawaban pidana atas dasar pengetahuan dan pilihan, menurut teori ini seseorang yang pada usia tertentu dapat memisahkan dan membedakan mana yang di katakana perbuatan baik dan mana yang tidak baik. 67 Pertanggungjawaban atau yang di kenal dengan konsep “liability” dalam segi falsafah hukum, seorang filosof besar abad ke 20, Roscoe Pound menyatakan bahwa : I…Use simple word “liability” for the situation whereby 67 Alie Yafie, Ahkad Sukaraja, Muhammad Amin Suma,dkk, Ibid hal. 64 one may exact legally and other is legally subjeced to the exaction.” 68 Pertangungjawaban pidana di artikan Pound adalah sebagai suatu kewajiban untuk membayar pembalasan yang akan di terima pelaku dari seseorang yang telah di rugikan, 69 menurutnya juga bahwa pertanggungjawaban yang dilakukan tersebut tidak hanya menyangkut masalah hukum semata akan tetapi menyangkut pula masalah nilai-nilai moral ataupun kesusilaan yang ada dalam suatu masyarakat. Pertanggungjawaban pidana dalam bahasa asing di sebut sebagai “toereken-baarheid,” “criminal reponsibilty,” “criminal liability,” pertanggung- jawaban pidana di sini di maksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersebut dapat di pertanggungjawabkan atasnya pidana atau tidak terhadap tindakan yang di lakukanya itu. 70 Dalam konsep KUHP tahun 1982-1983, pada pasal 27 menyatakan bahwa pertanggungjawaban pidana adalah di teruskanya celaan yang objektif ada pada tindak pidana berdasarkan hukum yang berlaku, secara obyektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat undang-undang untuk dapat di kenai pidana karena perbuatanya. 71 Menurut Roeslan Saleh, dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk pertanggungjawaban. Perbuatan pidana menurut Roeslan Saleh mengatakan, orang yang melakukan perbuatan pidana dan memang mempunyai kesalahan merupakan dasar adanya pertanggungjawaban pidana. Asas yang tidak tertulis mengatakan, “tidak di ada pidana jika tidak ada kesalahan,” merupakan dasar dari pada di pidananya si pembuat. 72 68 Roscoe Pound. “ introduction to the phlisophy of law” dalam Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana.Cetakan Kedua Mandar Maju, Bandung. 2000, hal.65 69 Romli Atmasasmita.Ibid, hal. 76 70 S.R Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapanya,Cetakan Keempat, Alumni Ahaem-Peteheam, Jakarta, 1996, hal. 245 71 Djoko Prakoso, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia . Edisi Pertama, Liberty, Yogyakarta, 1987, hal.75 72 Ibid , hal. 75

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi pada Program Konpensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Infrastruktur Pedesaan (Studi Putusan MA No. 2093 K / Pid. Sus / 2011)

3 55 157

Pertanggungjawaban Pidana Bagi Terdakwa Anak Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Sesuai Dengan PASAL 340 KUHP(Studi Kasus Putusan No. 3.682 / Pid.B / 2009 / PN. Mdn)

5 97 123

Analisis Kriminologi Dan Yuridis Terhadap Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Putusan No. 1203 / Pid.B / 2006 / PN.MDN)

4 83 81

Analisis Kasus Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan Dalam Menggandakan Rekening Bank (Studi Kasus : No.1945 / Pid.B / 2005 / PN-MDN)

2 61 120

Asas Ne Bis In Idem Dalam Hukum Pidana (Pendekatan Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1384 / Pid.B / Pn. Mdn / 2004 Jo Putusan Pengadilannegeri Medan No. 3259 / Pid.B / Pn. Mdn / 2008)

2 49 163

Analisis Yuridis Putusan Hakim dalam Tindak Pidana Percobaan Pencurian dengan Pemberatan (Putusan Nomor : 87 / Pid.B / 2012 / PN.GS

0 7 8

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 0 9

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi pada Program Konpensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Infrastruktur Pedesaan (Studi Putusan MA No. 2093 K / Pid. Sus / 2011)

0 0 52

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi pada Program Konpensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Infrastruktur Pedesaan (Studi Putusan MA No. 2093 K / Pid. Sus / 2011)

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggungjawaban Pidana Bagi Terdakwa Anak Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Sesuai Dengan PASAL 340 KUHP(Studi Kasus Putusan No. 3.682 / Pid.B / 2009 / PN. Mdn)

0 3 38