S.M. Kartosoewirjo, “Statement Pemerintah NII Tanggal 5 Oktober 1953”, dalam Al
22 S.M. Kartosoewirjo, “Statement Pemerintah NII Tanggal 5 Oktober 1953”, dalam Al
74 M. Isa Sulaiman, op. cit. hlm. 271.
Chaidar, op.cit.
75 Ibid. hlm. 273.
23 SM. Amin, op.cit., hlm. 48-61.
seolah-olah mungkin pula Langsa mereka rebut tanpa melepaskan Keberangkatan Ilyas Leube dengan Mustafa tidak berhasil karena sekali tembakan pun. Karena penduduk kota ini, dengan tidak adanya
setibanya di Jakarta tanggal 7 Mei 1953 Mustafa ditangkap aparat bupati Aceh Timur (yang bagaimana pun memihak kaum
keamanan sedangkan Ilyas Leube berhasil meloloskan diri. pemberontak) dan kepala Polisi, yang kedua-duanya masih berada di
Penangkapan Mustafa tersebut menurut M. Nur El. Ibrahimy Medan, sangat ingin menyerah. Karena itu dikirimkanlah utusan ke
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap meletusnya Peureulak dan Bayeuen untuk menyampaikan kepada kaum
Peristiwa DI/TII Aceh. Tertangkapnya Mustafa menyebabkan pemberontak maksud keinginan mereka dan membicarakan syarat-
kegelisahan yang sangat besar pemimpin dan rakyat Aceh karena dia syarat penyerahan dengan mereka. Mereka ini kembali dengan pesan,
telah membuka perhubungan Tgk. Daud Beureu`eh dengan pasukan Darul Islam bagaimana pun akan menuju Langsa untuk
Kartosoewirjo dan telah menyerahkan kepada Kejaksaan di Jakarta mengumpulkan senjata Tentara dan Polisi yang ditempatkan di sana.
“surat pengangkatan” Tgk. M. Daud Beureu`eh oleh Kartosoewirjo Rencana menyerah ini dihalangi kepala Polisi ketika kembali dari
sebagai Gubernur Militer Darul Islam di Aceh. 76 Meskipun demikian, Medan yang sebaliknya menyodorkan ultimatum kepada kaum
setelah kegagalan itu kontak dilanjutkan oleh M. Yahya Sulaiman dan pemberontak untuk menyerahkan senjata mereka. Pasukan Darul Islam
Tgk. Sulaiman Mahmud, dan juga dengan memakai jasa perantau Aceh mendekati Langsa dari barat dan utara serta melancarkan serangan
sebagai kurir seperti Amin Basyah Kembang Tanjong dan Ismail. Amin
Basyah Kembang Tanjong menurut Hasan Aly malah berhasil September. Tentara Republik yang telah mendapat bala bantuan baru
bersama terhadap asrama Polisi Militer dan Mobile Brigade 21 pada 21
melakukan kontak dengan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan. 77 dari Medan dapat memukul serangan ini. Kekalahan kaum
Untuk mematangkan persiapan pemberontakan, Tgk. M. Daud pemberontak di Langsa merupakan titik balik dalam pertempuran di
Beureu`eh, Hasan Aly, Zaini Bakri, Sulaiman Daud dan Tgk. Abdul Aceh Timur. Pada 23 September 1953 pasukan Republik merebut
Wahab Seulimum sejak Maret 1953 berkali-kali melakukan pertemuan kembali Bayeuen, dan dalam dua hari berikutnya Idi dan Peureulak.
di Kutaraja, Lameulo, dan Langsa. Dalam kaitannya dengan itu, Zainal Di Aceh Utara ibukota daerah Lhokseumawe sering diserang
Abidin Tiro dan Tgk. Sulaiman Mahmud pada pertengahan 1953 telah dengan hebat, tetapi selalu gagal, pertama kali pada pagi hari 21
melakukan dialog serius dengan tiga perwira Aceh terkemuka, yaitu: September 1953, ketika para pejuang Darul Islam mengundurkan diri
(1) Mayor Hasballah Haji, Komandan Komando Militer Kota Besar sesudah bertempur kira-kira empat jam. Serangan Tentara Islam
(KMKB) Medan, (2) Kapten Hasan Saleh dan, (3) Komisaris Polisi M. Insya Indonesia di Aceh ini penuh dengan improvisasi, penuh dengan trial
di rumah Mayor Hasballah Haji tentang rencana gerakan mereka. and error ; kaum TII memperbaharui taktik dan strategi beberapa kali
Rumah Syekh Marhaban juga didatangi oleh pemimpin PUSA untuk seminggu. Dalam hari-hari berikutnya tetapi lagi-lagi tanpa hasil,
mengajak bergabung. Tgk. Amir Husin Al Mudjahid berkunjung ke Medan guna mengadakan kontak dengan pemuda Aceh di sana.
Kontak-kontak tersebut membuahkan hasil, Hasan Aly misalnya
Mobile Brigade, adalah unit pasukan pengamanan khusus kepolisian, disingkat Mobrig. Mobrig ini adalah pasukan yang sangat menyeramkan dalam ingatan historis
malah telah bertindak lebih jauh untuk mengumpulkan rekan-rekan-
orang-orang Aceh. Mobrig memiliki pos-pos penjagaan di sepanjang jalan di seluruh Aceh yang disebut BOP (Brigade Operation Post). BOP inilah menjadi semacam “pangkalan
kematian” dalam persepsi orang-orang kampung dikarenakan operasi mereka yang 76 M. Nur El Ibrahimy, op. cit. hlm. 22. melampaui batas. Wawancara dengan Saudah Hasan, Geudong, 15 Juni 2006.
77 Ibid.
nya di Sumatera Timur guna memperoleh persetujuan akhir. Dengan Seruan perang telah berkumandang, panggilan jihad telah me- ditemani A.R. Hanafi, pegawai Kantor Agama Aceh Timur menghimpun
manggil para pemuda dan orang-tua untuk berangkat ke front, men- rekan-rekannya di rumah A. R. Hajad, Bupati Langkat yang berasal dari
jalankan wajib suci menegakkan li Ila’i Kalimatillah. Maka, sebuah pos Blang Keujeuren, di Binjai. Tidak kurang dari 20 orang pemuka Aceh
kecil miliki Mobrig (Polisi) di Peureulak, yang anggotanya kira-kira baik sipil maupun militer yang hadir dalam pertemuan tersebut, seperti
sepuluh petugas, termasuk yang pertama diserang. Baik pos polisi Syekh Marhaban, Letnan Usman Nyak Gade, Mayor Hasballah Haji, dan
maupun Kota Peureulak diduduki pasukan pemberontak yang Kapten Hasan Saleh. Pertemuan tersebut bertujuan mendapakan kete-
dipimpin Ghazali Idris tanpa suatu perlawanan pun dalam waktu dua gasan dari yang hadir karena hari H pemberontakan yang direncana-
jam. Pada tempat-tempat yang strategis diadakan penjagaan dan ben- kan tanggal 1 Muharam atau 8 September sudah cukup dekat. Dalam
dera Darul Islam pun dikibarkan dari gedung-gedung penting di kota kesempatan itu pula Hasan Aly mengajak dua perwira senior Mayor
itu. 19 Sesudah itu dan beberapa hari berikutnya kota-kota yang Hasballah Haji dan Kapten Hasan Saleh berbicara secara rahasia di
berdekalan, Idi dan Bayeuen, ptn direbut lagi-lagi tanpa perlawanan kamar tidur A. R. Hajad. Persoalan yang dibicarakan adalah tata cara
sedikit pun. Pendudukan semua kota ini banyak dipermudah melakukan desersi dan sekaligus menetapkan hari dimulainya
dukungan yang diperolehnya para pejuang DI dari sejumlah pegawai pemberontakan. Agar desersi mereka berjalan mulus, mereka sepakat
negeri setempat. Di Peureulak asisten wedana A.R. Hasan, dan di Idi pem-berontakan dimulai tanggal 21 September 1953 bertepatan
inspektur polisi Aminuddin Ali yang membantu barisan perjuangan dengan pembukaan PON III di kota Medan. 78 DI. 20 Para pejabat lokal, sipil dan militer ini, kemudian oleh Pemerintah
Dalam usaha mendapatkan dukungan dari rakyat luas dan me- Pusat dicabut jabatannya dan diberi sanksi yang berat. Tapi, apa pun mompa semangat pengikut para pemimpin pendukung otonomi me-
risikonya, bagi orang-orang Aceh tidak menjadi masalah. Yang penting lakukan kritikan-kritikan kepada Pemerintah melalui pidato-pidato
adalah berjuang. Komunalitas dalam pemberontakan adalah tradisi dalam rapat-rapat umum yang sengaja diadakan. Menurut A. H.
politik Aceh yang tak pernah hilang.
Geulanggang 79 pidato-pidato tersebut berisikan agitasi terhadap Sesudah merebut Idi, Bayeuen, dan Peureulak dan menghentikan dekadensi moral yang dibiarkan oleh Pemerintah Pancasila yang
semua lalu lintas kereta api, pasukan pemberontak bergabung menuju mengakibatkan agama Islam terabaikan. Akibatnya tiap selesai mengi-
Langsa, ibukota Aceh Timur. Untuk tujuan ini semua bus dan mobil kuti rapat umum tersebut terbayang dalam pikiran hadirin bahwa
pribadi disita untuk mengangkut pasukan. Sampai pada saat itu kaum Negara Islam yang dicita-citakan telah berdiri. Selanjutnya mereka me-
pemberontak hanya sedikit mendapat perlawanan, dan Polisi mereka lakukan bai’at (sumpah) terhadap hadirin agar seiya-sekata dalam me-
lucuti tanpa mengalami kesulitan sama sekali. Sejenak tampaknya
wujudkan Negara Islam. 80
Di tengah propaganda-propaganda kepada rakyat untuk
19 Gerakan Darul Islam Aceh mempunyai empat bendera: sebuah bendera merah dengan bintang dan bulan sabit putih, sebuah bendera hijau dengan bintang dan bulan
78 M. Isa Sulaiman, op. cit. hlm. 177-178. sabit putih, sebuah bendera merah dengan bulan sabit putih dan empat bintang, dan
sebuah bendera putih dan merah dengan bulan sabit pada jalur merah dan bintang di jalur A.H. Geulanggang adalah nama samaran T.A. Hasan, mantan Bupati Pidie yang pada
putih. Pikiran Rakyat, tanggal 4-11-1953.
tahun 1956 diangkat menjadi Menteri Keuangan dan Kesehatan NII, Negara Bahagian Aceh. 20 Laporan SM Amin, Sekitar Peristiwa Berdarah di Atjeh, (Jakarta: Soeroengan, 1956),
hlm. 60-61, mengukuhkan, Asisten Wedana Peureulak, A.R. Hasan memihak pemberontak. A.H. Geulanggang, Rahasia Pemberontakan di Atjeh dan Kegagalan Politik Mr. S.M. Yang belakangan ini mengetahui sebuah rapat pada 21 dan 22 September. Di sini nasib Amin , (Tanpa tempat penerbit: Pustaka Murnihati, 1956), hlm. 9.
pemberontakan ini dibicarakan dan didirikan cabang Tentara Islam Indonesia.
mendukung rencana mereka yang dilakukan oleh penuntut otonomi Pasukan TII (Tentara Islam Indonesia) Darul Islam Aceh, selama dua
A. Gerilya: Dari Desa Menyerang Kota
dengan melakukan agitasi kepada Pemerintah yang menurut mereka minggu pertama pemberontakan menyerang berbagai kota kecil dan
tidak sesuai dengan Islam dan cenderung kepada komunis, terjadi dua kota besar, termasuk Banda Aceh. Aceh hampir sepenuhnya dikuasai
peris-tiwa yang menurut M. Nur El Ibrahimy, di samping kasus oleh Darul Islam. Rencana menyerang kota yang belakangan ini baru
tetangkapnya Mustafa, merupakan faktor yang semakin mempercepat diketahui Polisi sehari sebelum malam pemberontakan dimulai, yaitu
meletusnya Peristiwa DI/TII Aceh, yaitu latihan besar-besaran Mobrig di
Aceh dan bocornya rahasia “les hitam” di Medan. Latihan Mobrig kota yang sepanjang jalur kereta api mulai dari Banda Aceh, lewat
19 September 1953. 14 Di pantai timur serangan dipusatkan pada kota-
besar-besaran yang dilakukan di Aceh saat keadaan semakin tegang Seulimeum di Aceh Besar, Sigli dan Meureudu di Pidie, Bireuen dan
dianggap oleh para pemimpin Aceh sebagai suatu pameran kekuatan Lhokseumawe di Aceh Utara, dan Idi, Peureulak dan Langsa di Aceh
dan juga seba-gai suatu tantangan terhadap tuntutan-tuntutan rakyat Timur, hingga ke Medan. Tanpa kata-kata, tanpa riuh-riuh, genderang
Aceh. Latihan Mobrig yang demonstratif itu sangat berlawanan “perang sabil” sudah ditabuh oleh para pejuang Darul Islam Aceh.
dengan laporan para pejabat Aceh yang mengatakan bahwa situasi Hampir semua rakyat Aceh menjadi mujahidin DI. Semua pejuang sejati
daerah mereka aman. Suasana semakin tegang dengan adanya latihan hanya butuh satu tempat: front pertempuran. Di sinilah nyawa dan
yang dilakukan oleh Pandu Islam yang berjumlah sekitar 4.000 personil semangat dipertaruhkan, hidup atau mati, membunuh atau terbunuh,
di seluruh Aceh yang menurut M. Nur El Ibrahimy mungkin sebagai
jawaban terhadap tantangan manuver Mobrig tersebut. menjadi syuhada atau cuak, 81 menjadi pahlawan atau pengecut, yang kesemuanya bermuara hanya pada dua pilihan: mati syahid atau
Adapun “les hitam” menurut M. Nur El Ibrahimy merupakan daftar
yang dibawa oleh Jaksa Tinggi Sunarjo dari Jakarta. Di dalamnya ingin memperkaya diri dengan mengutip infaq, shaqaqah atau zakat
menang. 16 Jihad waktu itu benar-benar karena Allah. 17 Bukan karena
disebutkan nama-nama lebih dari 300 orang pemimpin Aceh yang atau pajak nanggroe (pajak negara), melainkan karena memang para
akan ditangkap. Menurutnya nama-nama tersebut didasarkan pada pejuang DI Aceh adalah “Islam minded”. 18 keterangan yang diberikan oleh Mustafa, yang ditangkap sebelumnya. Dia menambahkan bahwa “les hitam’ tersebut sengaja dibocorkan oleh pihak tertentu dan sengaja pula disampaikan kepada Tgk. M.
Daud Beureu`eh yang namanya beserta teman-teman seperjuangan
A.H. Gelanggang, Rahasia Pemberontakan Atjeh dan Kegagalan Politik Mr. SM Amin, (Banda Aceh: Pustaka Murni Hati, 1956), hlm. 71.
tercatat sebagai orang-orang yang terkemuka di dalam “les litam” itu. 82
15 Cuak, (Bahasa Aceh) berarti pengkhianat, mata-mata. Di beberapa daerah lainnya,
“Les hitam” tersebut sebenarnya tidak ada atau tidak pernah di-
para pengkhianat ini disebut dengan istilah lhoh yang juga bermakna sama.
buat oleh Jaksa Agung sebagaimana diungkapkan oleh M. Nur El
16 Moto hidup hampir semua pejuang DI di Aceh adalah “Ist kariman aumut syahidan”
Ibrahimy yang didasari pada pernyataan Pemerintah. Dalam jawaban
(hidup mulia atau mati syahid). Moto ini sangat sesuai dengan prinsip moral dan mentalitas
Pemerintah yang diberikan oleh Perdana Menteri Ali Sostroamidjojo
rakyat Aceh yang sarat dengan ekstrimitas.
tanggal 2 Nopember 1953 dalam rapat paripurna DPR-RI atas
17 Wawancara dengan Teungku Ibrahim A. Rahman, Banda Aceh, 28 Juni 2006. 18 S.M. Kartosewirjo, “Statement Pemerintah NII, Tanggal 5 Oktober 1953”, dalam Al
Chaidar, Pemikiran Proklamator Negara Islam Indonesia, SM Kartosoewirjo, (Jakarta: darul 81 M. Nur El Ibrahimy, loc. cit. Falah, 1999), bagian lampiran.
82 Ibid. hlm. 23.
pertanyaan anggota DPR mengenai “Peristiwa Daud Beureu`eh”
2. Menteri Dalam Negeri: Teungku Sulaiman Daud disebutkan bahwa “mengenai pertanyaan tentang penyusunan daftar
3. Menteri Peperangan: Teungku H. Affan
penangkapan kurang lebih 300 orang, di sini Pemerintah hendak
4. Menteri Pendidikan dan Penerangan: Saleh Adri menerangkan bahwa Jaksa Agung tidak pernah menyusun daftar
tersebut”. Berdasarkan keterangan tersebut M. Nur El Ibrahimy
5. Menteri Kehakiman: Teungku Zainal Abidin. 10 berkesimpulan bahwa pembuatan dan sekaligus pembocoran “les
Untuk mendukung jalannya perjuangan, kelompok pembe-rontak hitam” tersebut sengaja dilakukan oleh lawan-lawan politik, termasuk
mendapatkan dana untuk membeli persenjataan, pakaian, obat- Jaksa Tinggi Sunarjo, yang dengan sengaja ingin menjebak Tgk. M.
obatan, dan keperluan lainnya yang dipungut dari penduduk. Daud Beureu`eh dan kawan-kawannya. Meskipun “les hitam” tersebut
Pungutan dana tersebut resmi atas instuksi Teungku M. Daud tidak benar 83 namun pengaruhnya sangat besar terhadap menciptakan
Beureu`eh tanggal 5 April 1954 yang isinya “Perang menegakkan keresahan dan mematangkan rencana pemberontakan. 84 Negara Islam adalah fardhu ain, wajib dikerjakan oleh tiap rakyat yang memeluk agama Islam”. Oleh karenanya dana perjuangan wajib
dipungut bagi yang tidak memungut senjata. 11 Jenis nafkah perang