Untuk para komandan resimen dan batalyon-batalyonnya lihat Amin, Peristiwa…,
52 Untuk para komandan resimen dan batalyon-batalyonnya lihat Amin, Peristiwa…,
49 M. Isa Sulaiman, op. cit. hlm. 251.
83-85..
Belanda Desember 1948. 49 uleebalang. Akibatnya persoalan harta uleebalang tidak kunjung selesai menjelang meletusnya DI/TII. Ketika mengajukan alasan yang terakhir, para pemimpin 50
pemberontak mengalami sedikit kesulitan dalam menjelaskan mengapa mereka baru sekarang masuk Negara Islam Indonesia dan
H. Provinsi Aceh sebagai Kebanggaan
tidak sejak lahirnya pada 1949. Karena itu tekanan pada penangguhan Orang-orang Aceh, setelah tahun-tahun awal revolusi telah
pemilihan umum dan pada peru-bahan dalam pemerintah. Walaupun menyerahkan semuanya bagi pemerintah pusat di Jawa, nyaris tak
rakyat Aceh terus mene-rus telah mengharapkan dan dengan sabar memiliki apa-apa lagi kecuali kebanggaan akan provinsinya, secuil
menantikan per-mohonan mereka dikabulkan Jakarta, dua peristiwa ini tanah batas yang tetap mereka kenang. Provinsi Aceh timbul dari
merupakan bahan yang terakhir. pendudukan Jepang, benar-benar sebagai daerah otonom. Pada 1945
Pada mulanya Aceh dibayangkan sebagai suatu provinsi Negara ia menjadi salah satu residensi provinsi Sumatera. Walaupun Dewan Islam Indonesia dengan otonomi yang luas. Kepala provinsi ini adalah
Perwakilan Provinsi Sumatera—di dalamnya hanya termasuk sepuluh Daud Beureu`eh, yang seperti semasa perjuangan kemerdekaan
orang Aceh di antara seratus anggotanya—memutuskan dalam sidang menduduki jabatan gubernur sipil dan militer dan dalam kedudukan
yang pertama bahwa Sumatera akan terbagi dalam tiga subprovinsi, ini juga menjadi panglima Divisi Territorium V Tentara Islam Indonesia,
antaranya Sumatera Utara, yang terdiri dan Aceh, Tapanuli, dan Divisi Tengku Chik Ditiro, dan wakil Pemerintah Pusat Negara Islam
Sumatera Timur. Aceh terus berfungsi hampir sebagai daerah yang Indo-nesia. Dalam urusan sipil ia dibantu suatu dewan peme-rintahan,
berdiri sendiri. Pada tahun-tahun kekacauan sesudah masa yang disebut Dewan Syura. Juga diumumkan terbentuknya suatu
pendudukan Jepang, Aceh melaksanakan urusan pemerintahan dan
militernya sendiri tanpa banyak campur tangan dari luar. Untuk suatu Militer, yang terdiri dari tiga orang: Daud Beureu`eh sendiri, Amir Husin
parlemen, Majelis Syura. 50 Dalam urusan militer ia dibantu Dewan
masa singkat antara Agustus 1947 dan Juni 1948, sesudah aksi militer al Mudjahid, sebagai wakil ketua Dewan Syura, dan Husin Jusuf,
Belanda yang pertama, situasi ini malahan dengan resmi ditegaskan sebagai Kepala Staf Divisi Tengku Chik Ditiro. Pada tingkat-tingkat
dengan menyatakan Aceh—bersama Langkat dan Tanah Karo— yang lebih rendah, tingkat kabupaten dan kecamatan, urusan militer
sebagai suatu daerah militer yang dikepalai seorang gubernur militer. dan sipil untuk sementara tetap terpisah, setidak-tidaknya dalam
Tetapi keadaan berubah, karena struktur pemerintahan Republik prinsip. Para komandan satuan tentara setempat tidak perlu menjadi
Indonesia mengambil garis yang lebih jelas dan pengaruh Pemerintah kepala pemerintahan sipil, dan sebaliknya.
Pusat dan Provinsi makin bertambah terasa. Pada April 1948 Dalam dua tahun berikutnya struktur pemerintahan dua kali beru-
subprovinsi diberi status provinsi, dan provinsi Sumatera Utara, yang bah. Penyesuaian-penyesuaian yang pertama dilaku-kan setelah kaum
terdiri dari Aceh, Tapanuli, dan Sumatera Timur; gubernur pertamanya pemberontak pulih dari kejutan yang dide-rita akibat gagalnya rencana
ialah S.M. Amin, yang hingga kini menjadi wakil gubernur subprovinsi Sumatera Utara. Karena itu, pada pandangan pertama kelihatannya tak
49 Amin, Sekitar…., hlm. 87-94; Gelanggang, op.cit., hlm.33-34.
ada yang berubah. Tetapi tindakan ini menunjukkan normalisasi
50 Dewan Syura terdiri dari seorang ketua (Daud Beureu`eh), seorang wakil ketua (Amir
kehidupan pemerintahan dan pengaruh Pemerintah Pusat yang kian
Husin al Mudjahid), dan lima anggota. Majelis Syura juga terdiri dari seorang ketua (Daud Beureu`eh) dan seorang wakil ketua, sedangkan susunan yang sebenarnya maupun jumlah
anggotanya masih akan ditentukan. Nazaruddin Sjamsuddin, Pemberontakan Kaum Republik, Kasus Darul islam Aceh 50 , (terj.), (Jakarta: Grafiti Pers, 1985), hlm. 134. Ibid., hlm. 263-265.
bertambah. peraturan, dan sebagai-nya yang dikeluarkan Republik Indonesia, yang Gubernur S.M. Amin dalam pidato pembukaannya pada sidang
semuanya bernapaskan semangat Hinduisme. PNI dan sejumlah partai pertama Dewan Perwakilan Daerah Sumatra Utara menunjukkan
kecil dituduh menjadi alat dalam usaha-usaha ini. Karena partai-partai pengertian yang mendalam terhadap masalah-masalah yang
ini semuanya menekankan sila Pancasila na-sionalisme Indonesia terkandung sehubungan dengan pembentukan provinsi khusus ini
sebagai kedok politik bagi usaha-usaha mereka melanjutkan dengan menyatakan: "Perubahan pemerintahan yang akan
Hinduisme. Banyak orang muslim menurut laporan masuk dalam dilaksanakan ini membawa perubahan prinsipiil dan perubahan yang
perangkap dan mendukung orang-orang yang sesungguhnya bersifat radikal. Sampai saat ini dasar Pemerintahan Daerah adalah
berusaha menghancurkan Islam.
kesatuan keresidenan; kesatuan keresidenan ini didasarkan atas Di samping mengidentifikasikan kalangan Muslim Jawa dengan pertimbangan-pertimbangan yang terutama bersifat etnologis.
Hinduisme, pernyataan-pernyataan ini mengungkap-kan kecemasan Keresidenan Aceh didasarkaan atas kesatuan Aceh; Keresidenan
dan melakukan serangan terhadap kemajuan komunisme. Perubahan Tapanuli atas kesatuan Batak; Keresidenan Sumatera Timur atas
pemerintah pada Juli 1953 ditafsir-kan sebagai tanda nyata pengaruh kesatuan Melayu. Nyatalah kepada kita bahwa bentukan kesatuan ini
komunisme yang makin bertambah dalam bidang politik. Perubahan didasarkan atas kesatuan kebangsaan yang sempit. Suatu dasar yang
ini meliputi penggantian Kabinet Wilopo, yang didukung Masyumi dan sefiarusnya tidak layak lagi dipergunakan di dalam Republik kita. Maka,
PNI, oleh kabinet pertama Ali Sastroamidjojo, yang di dalamnya tidak pembentukan provinsi yang akan kita laksanakan ini tidaklah lagi
terdapat menteri-menteri Masyumi dan memperoleh dukungan PKI di didasarkan atas dasar-dasar yang lama, tetapi atas dasar baru, yaitu
DPR. Perubahan ini dinyatakan sebagai salah satu sebab langsung dari atas dasar-dasar yang mengenai persatuan ekonomi, politik, dan lain
pemberontakan. Dengan Ma-syumi yang dipaksa menjadi oposisi, lain". 51 Selanjutnya dikemukakan: "Negara kita berdasar antara lain atas
pemerintah telah jatuh ke dalam tangan musuh-musuh Islam. perasaan kebangsaan yang satu, bangsa Indonesia; tidak ada tempat
Pemberontakan selanjutnya digambarkan kepada rakyat Aceh untuk bangsa Aceh, bangsa Batak, ataupun bangsa Melayu. Bagi
sebagai kelanjutan perlawanan sebelum Perang terhadap kolonialisme negara hanyalah satu bangsa, bangsa yang terdiri dari beberapa
Belanda dan perjuangan mereka untuk kemer-dekaan. Republik golongan, yaitu yang berasal dari daerah Tapanuli, daerah Aceh,
Indonesia secara tegas dinyatakan telah kehilangan hak untuk daerah Sumatera Timur, dan seterusnya. Perbedaan agama bagi kita
bertindak atas nama proklamasi kemerdekaan. Bukan saja ia tidak bukanlah menjadi soal. Kita bebas menganut agama yang kita percayai
memberikan kepada Islam tempat yang layak dalam masyarakat, tetapi menurut keyakinan kita; perbedaan agama tidaklah sekali-kali
lebih celaka lagi, sesungguhnya ia merupakan produk Belanda.
Menurut ke-biasaan gerakan-gerakan pemberontak lain, ia dijuluki perhatian S.M. Amin dalam pidatonya ini, yaitu perbedaan kesukuan
memecah persatuan kebangsaan kita". 52 Kedua faktor yang menarik
nama "Republik Konferensi Meja Bundar". Ahli waris yang sah dari dan keagamaan antara Aceh dan kedua daerah Sumatera Utara
proklamasi Agustus 1945 adalah Negara Islam Indonesia, yang telah lainnya, sesungguhnya memainkan peranan penting dalam tuntutan
mengambil alih perjuangan untuk kemerdekaan setelah eksistensi Republik Indonesia berakhir sebagai akibat Pemerintahnya ditangkap
51 Sumatera Utara, Republik Indonesia: Provinsi Sumatera Utara, (Jakarta: Kementerian Penerangan, 1953), hlm. 188-189. 52 Ibid., hlm.1901.
yang berlakulah yang telah menimbulkan pemberontakan. Ia
Aceh untuk otonomi daerah.
menasihati para pemimpin Republik agar tidak menggunakan Soal pemerintah daerah untuk sementara bergeser ke tempat ke- kekerasan, tetapi menanggulangi inti pokok persoalan dan
dua pentingnya ketika Desember 1948 Belanda melancarkan aksi memperlabaiki. dasar-dasar negara mereka, juga kebijaksanaan
militernya yang kedua dan menangkap seluruh Pemerintah Republik di mereka. 46 Yogyakarta. Dalam pengaturan pertahanan daerah terhadap serangan
Dalam pernyataan-pernyataan yang lain pemberontakan ini Belanda, pembagian pemerintahan Indonesia pada akhir 1948 ditandai sebagai suatu gerakan untuk membebaskan Aceh dari
dibatalkan dan sistem yang berlaku sebelumnya dipergunakan lagi. kolonialisme Jawa. Di sini pemimpin-pemimpin di Jakar-ta dilukiskan
Menurut sistem akhir ini Sumatera dibagi dalam lima daerah militer, sebagai orang kafir sesudah Islam dihancurkan, umpamanya melalui
salah satu di antaranya terdiri dari Kabupaten Aceh, Langkat, dan pengubahan sistem pendidikan. Selan-jutnya mereka dicap sebagai
Tanah Karo. Pada 1947, dan demikian pula pada akhir 1948, Tengku pejabat-pejabat yang korup, mengangkat teman-teman sendiri pada
Daud Beureu`eh menjadi gubernur militer dengan pangkat tituler jabatan-jabatan yang penting, dan dinyatakan memecat atau
mayor jen-deral. Perubahan besar yang menyangkut ini adalah, Daud memberhentikan de-ngan sewenang-wenang setiap orang yang tidak
Beureu`eh kini menjadi kepala Pemerintahan Sipil maupun Tentara, termasuk kalangannya "karena kesehatan mereka tidak seratus persen,
sedangkan pada 1947 kekuasaan gubernur militer hanya dalam urusan karena mereka tidak berpendidikan, ada yang tidak beres dengan
militer dan urusan-urusan sipil yang berhubungan dengan pertahanan.
Pengaturan baru ini secara resmi dikukuhkan Mei 1949 oleh Peme- kutipan yang akhir ini menunjukkan, kebijak-sanaan Pemerintah Pusat
penampilan mereka, pendeknya senbu satu alasan". 47 Sambil lalu,
rintah Darurat yang dikepalai Sjafruddin Prawiranegara yang dibentuk menggunakan ukuran-ukuran tertentu untuk diterima menjadi
setelah ditangkapnya Soekarno dan kabinetnya yang mula-mula ber- pegawai negeri dan tentara juga menimbulkan kemarahan yang
kedudukan di Buktiktinggi dan kemudian di Banda Aceh. Pada 16 Mei sangat besar di Aceh.
Pemerintah ini mengumumkan, dbalam daerah-daerah militer khusus Pemimpin-pemimpin Republik di Jakarta dituduh ber-usaha
semua kekuasaan sipil dan militer akan berada pada gubernur militer. 53 mengutamakan kepentingan Jawa dan orang Jawa. Banyak
Keesokan harinya jabatan gubernur provinsi dihapuskan di Sumatera, dikemukakan latar belakang Hindu mereka. Pada April 1954
dan berubah menjadi jabatan wakil pemerintah. 54
umpamanya, Daud Beureu`eh melukiskan Peme-rintah Republik Sesudah Kabinet yang lama mulai lagi melaksanakan tugasnya, Juli sebagai pemerintah Hindu yang mengenakan baju nasionalis yang
1949, setelah para anggotanya dibebaskan Belanda dan Pemerintah
Darurat dibubarkan jabatan wakil perdana menteri khusus untuk kaum pemberontak Aceh, adalah untuk mengembalikan zaman
sangat mirip dengan komunisme. 48 Has-rat pokoknya, dalam mata
Sumatera diadakan. Jabatan ini diberikan kepada Sjafruddin kerajaan Majapahit dalam masa jayanya. Dikatakan, penyebaran ide-
Prawiranegara. Mengingat perhubungan antara Jawa dan Sumatera idenya dilakukan melalui saluran undang-undang, peraturan-
masih sangat sulit, dia diberi kekuasaan luas. Demikianlah dia berhak membuat peraturan yang mempunyai kekuatan hukum sesudah
46 Gelanggang, Ibid., hlm. 45-51.
47 Amin, Sekitar…, hlm. 88. 53 Lihat, Keputusan Pemerintah Darurat Republik Irldonesia no. 21. 48 Gelanggang, Ibid., hlm. 54.
54 Lihat, Keputusan Pemerintah Darurat Republik Indonesia no. 22.
seperlunya minta pendapat Dewan Pertimbangan, yang para peng-asingan. Ketika itu pun tak terdapat cukup ruangan lalu para anggotanya akan diangkat Presiden. Dia dapat pula mengeluarkan
tawanan harus diangkut ke tempat-tempat di luar Aceh. 44 Dengan cara peraturan pemerintah "biasa" tanpa minta pendapat Dewan. 55 yang belakangan ini Pemerintah Republik juga mengharapkan
Agustus 1949 Sjafruddin mengunjungi Aceh, dan segera mempercepat pemeriksaan para tawanan, karena di Aceh tidak cukup menghadapi sejumlah masalah di sini, seperti lanjutan kegagalan kup
jumlah personil yang memenuhi syarat untuk ini. Tetapi langkah ini Sajid Ali Alsaqaf dan tuntutan-tuntutan yang keras dari pemimpin-
tidak mencapai hasil yang diharapkan. Penjara dan kamp-kamp di pemimpin PUSA untuk memberikan Aceh status provinsi. Tekanan
Aceh terus juga dipenuhi hingga melimpah, dan proses pemeriksaan demikian besarnya hingga dia terpaksa melakukan pembentukan
para tawanan sangat lambat. Ketika pemeriksaan benar-benar provinsi Aceh. Seperti dinyatakan dalam keterangan Pemerintah
berlangsung, sebagian besar tawanan ternyata tidak bersalah dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada I953, "provinsi otonom Aceh
ditangkap hanyalah berdasarkan kecurigaan yang sangat kecil. Pada dibentuk karena keadaan memaksa." 56 1956 kecuali 400 orang semua tawanan dibe-baskan lagi. 45 Dengan menggunakan kekuasaan istimewanya, Sjafruddin Prawi-
ranegara pada 17 Desember 1949 mengeluarkan peraturan yang mem-
B. Nasionalisme Bukan Alasan untuk Bersatu
punyai kekuatan peraturan pemerintah, yang menyatakan Sumatera Rakyat Aceh tidak ingin memisahkan diri dari saudara-saudaranya, Utara terbagi dalam dua provinsi baru: provinsi Aceh (termasuk se-
Daud Beureu`eh menegaskan, tetapi tidak pula mereka ingin diperla-
kukan sebagai anak tiri. Dalam hubung-an ini ia mengemukakan ku- bagi peraturan ini menyatakan, pembentukan provinsi Aceh
bagian Langkat), dan provinsi Tapanuli/Sumatera Timur. 57 Mukadi-mah
rangnya fasilitas pendidikan yang baik dan kesempatan kerja bagi merupakan masalah yang mendesak, yang tidak mengikuti prosedur
anak-anak Aceh, sedangkan tidak adanya sistem perhubungan yang hukum biasa. Demikianlah dikemukakan sementara pembentukan
memadai menghalangi rakyat dalam kegiatan ekonominya. Ia menam- provinsi baru seharusnya secara biasa terjadi oleh undang-undang
bahkan, proklamasi Negara Islam Aceh tidaklah berarti bahwa telah DPR, dalam hal sekarang hal ini telah digantikan oleh suatu peraturan
terbentuk suatu negara dalam negara. Pada masa lalu Republik Indo- Wakil Per-dana Menteri tanpa berkonsultasi dengan Dewan
nesia dianggap sebagai jembatan emas menuju pelaksanaan cita-cita Pertimbangan, per-tama-tama karena tak ada dewan demikian yang
negara yang diidamkan sejak semula. Tetapi kini jembatan ini tidak lagi sudah terbentuk, dan kedua, mengingat mendesaknya guna
dianggap sebagai sarana komunikasi, melainkan lebih merupakan rin- memperbaiki struktur pemerin-tahan.
tangan. Kesetiaan kepada Republik, yang didasarkan pada Pengangkatan sebagai gubernur provinsi Aceh yang baru per-
nasionalisme, telah lenyap sedangkan selanjutnya rakyat pun tidak tama-tama ditolak Tengku Daud Beureu`eh, yang menyarankan Teuku
merasa di-persatukan oleh suatu sistem hukum yang sama. Mohammad Daudsjah, yang selama masa jabatan Daud Beureu`eh se-
Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan bahwa proklamasi Negara Islam akan menimbulkan kekacauan dan bertentangan dengan
hukum, Daud Beureu`eh menegaskan, sebaliknya kekacauan hukum
55 Lihat Undang-undang No.2/1949.
56 A.H. Gelanggang, Rahasia Pemberontakan Aceh dan Kegagalan Politik Mr. SM Amin, (Banda Aceh: Pustaka Murni Hati, 1956), hlm. 87.
44 Gelanggang, Ibid., hlm. 145.
57 Lihat, Peraturan Wakil Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah no. 8 1949.
45 Amin, Sekitar…, hlm. 130-132.
Tentara di Aceh, dan sebagainya merupakan cukup bukti bagai gubernur militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo menduduki ja- kebalikannya. 42 batan residen Aceh, untuk menjabat kedudukan itu. Alasan yang dike-
Amin menjawab pada Agustus 1954. Dengan menolak menemui mukakannya bagi penolakan itu adalah, ia merasa tidak mungkin me- pemimpim-pemimpin gerilya ini sendiri, ia mengirim suatu rancangan
nilai kecakapannya sendiri, walaupun alasan yang sebenarnya mung- surat untuk ditandatangani Daud Beureu`eh dan Hasan Aly yang
kin adalah, ia meramalkan terjadi banyak penentangan terhadap dia menyatakan, keduanya berjanji akan mengakhiri perlawanan mereka,
sendiri. Namun, keesokan harinya berubah pikirannya. meletakkan senjata mereka, dan akan menemui wakil-wakil
Mengingat perkembangan di Aceh dari tahun 1945 sampai 1950, Pemerintah Republik bila yang belakangan ini bersedia mengakui hak
tidaklah mengejutkan bahwa terdapat banyak penentangan terhadap mereka untuk mem-perjuangkan Negara Islam bukan dengan jalan
pelantikan Daud Beureu`eh sebagai gubernur, dan kecurigaan yang kekerasan, memberikan lebih banyak perhatian demi kepentingan
keras bahwa pembentukan provinsi Aceh merupakan upaya lain para Aceh di masa depan dan memberikan amnesti kepada para pembe-
anggota PUSA untuk mempertahankan dan meluaskan pengaruh rontak. Bila Daud Beureu`eh dan Hasan Aly menandatangani
mereka di Aceh. Sebaliknya, sangat dapat dipahami bahwa Pemerintah rancangan ini, ia, Amin, pribadi akan ke Jakarta untuk
dan para pendukungnya, sesudah proklamasi Daud Beureu`eh tentang memperjuangkan agar persetujuan ini diterima Pemerintah.
Aceh sebagai daerah Darul Islam, seyogyanya menaruh perhatian akan Tetapi Daud Beureu`eh dan Hasan Aly tidak menanda-tanganinya.
penentangan rakyat terhadap pengangkatan Daud Beureu`eh sebagai Sebaliknya mereka merancangkan suatu peratur-an pemerintah untuk
gubernur Aceh. Keterangan Pemerintah tahun 1953 58 sebenarnya me- ditandatangani Ali Sastroamidjojo yang mereka minta dibawa Amin ke
ngemukakan, reaksi masyarakat Aceh terhadap pengangkatan ini Jakarta. Di dalamnya dinyata-kan, Pemerintah Republik berusaha
sungguh dingin. Selanjutnya dikemukakan dalam hubungan ini kega- membuka perundingan dengan pendiri-pendiri Negara Islam
galan upaya Zainuddin, salah seorang usahawaan Aceh yang paling Indonesia di Jawa, Aceh, Kalimantan, dan Sulawesi, dan melindungi
terkemuka, untuk membentuk panitia yang menyelenggarakan pesta serta membantu para anggota delegasi Negara Islam selama
merayakan pelantikan Daud Beureu`eh. Rapat yang diadakan untuk perundingan-pe-rundingan ini berlangsung. Dalam surat
membentuk panitia ini sangat sedikit pengunjungnya karena tidak mendapat perhatian dan dukungan. pengiringnya, ter-tanggal 5 Oktober 1954, mereka menjelaskan, apa 59
yang mereka inginkan bukanlah amnesti tetapi perundingan. 43 Di samping penentangan di Aceh sendiri terhadap apa yang Masalah yang paling banyak membuat sakit kepala pemerintah
waktu itu, di samping aksi-aksi militer sendiri, adalah masalah
58 Gelanggang, op.cit., hlm. 87.
pengurusan dan akomodasi tawanan. Sampai pada akhir Maret 1954,
59 Bahkan orang seperti Amelz, yang biasanya membela kaum pemberontak Darul
4.666 orang ditangkap. Kapasitas penjara-penjara yang ada jauh dari
Islam menyatakan dalam DPR Oktober 1953: "Walau pun saya banyak berbeda pendapat
cukup untuk menghadapi jumlah yang besar ini, dan sekolah-sekolah
dengan dia di masa lalu, saya—seperti juga banyak sahabat dan musuhnya yang lain— terpaksa mengakui pengaruhnya yang hebat di kalangan rakyat, terutama dalam masa
dan gedung-gedung pemerintah harus diubah menjadi kamp-kamp
kemerdekaan kita, sejak ia menjadi kepala Jawatan Agama, gubernur militer dan kemudian gubernur Aceh. Tidak disangkal, namanya jatuh sesudah pengangkatannya sebagai gubernur militer dan gubernur Aceh dan dia menjadi sangat tidak disenangi sebagian para
42 Gelanggang, Ibid., hlm. 132-157; Amin, Sekitar…, hlm. 198-200. pengikutnya. Tetapi menjadi sangat kuat kembali setelah ia berhenti, terutama pada 1952
dan 1953".Lihat Bagian Dokumentasi, Sekitar Peristiwa Daud Beureu’eh, Jilid I (Jakarta: Kronik Gelanggang, Ibid., hlm. 157-167.
Kementerian Penerangan (t.t.), hlm 269.
dilukiskan S.M. Amin sebagai "pengalihan semua kekuasaan di daerah 1946,-Ketua Dewan Perwakigan Rakyat Daerah Aceh. Kemudian ke-pada pihak PUSA, tanpa suatu penilikan atau pengawasan dari
menyusul pula pengangkatannya sebagai gubernur Sumatera Utara. pengu-asa daerah yang lebih tinggi", Pemerintah Pusat juga bertindak
Sejak mula pemberontakan Amin memperlihatkan dirinya sebagai ber-hati-hati. 60 Ketimbang menyokong peraturan Sjafruddin
seorang yang membela perundingan dengan pembe-rontak sebagai Prawiranegara dan seharusnya memberlakukan undang-undang yang
cara memperoleh penyelesaian damai. 40 Berpe-gang pada prinsip ini, menyatakan Aceh sebagai provinsi terpisah, dibentuk suatu Komisi
ia melakukan kontak dengan Said Abu-bakar. Selanjutnya ia Penyelidikan yang diketuai oleh Menteri Dalam Negeri, Susanto
mengadakan surat-menyurat dengan pemimpin-pemimpin Darul Islam Tirtoprodjo,S.H.
secara diam-diam, tanpa lebih dahulu memberitahukan kepada Dalam kunjungannya ke Banda Aceh, Komisi ini lalu
Pemerintah Pusat, Desember 1953. Dalam surat-surat ini—yang memberitahukan kepada para pemimpin Aceh bahwa Pemerintah
dinyatakannya sendiri dengan tegas, ia menulis sebagai seorang warga Pusat belum mengambil keputusan apakah Aceh benar-benar menjadi
negara pribadi — ia menyatakan, menyetujui tujuan pemberontak provinsi ter-sendiri. Tentu saja pengumuman ini tidak diterima dengan
yang merupakan cita-cita semua un.at muslim dan ia merasa peristiwa- baik. PUSA berusaha memperkuat permohonan mereka untuk provinsi
peristiwa yang telah mencetuskan pemberontakan adalah akibat salah terpisah dengan mengancam, jika Aceh menjadi bagian lagi dari
paham. Tetapi cara-cara yang dipilih kaum pemberontak tidak disetujui provinsi Suma-tera Utara mereka tidak akan bertanggung jawab lagi
semua umat muslim. Kare-na itu ia meminta kaum pemberontak dalam memeli-hara ketertiban dan keamanan. Di samping itu, seperti
mengemukakan gagas-an bagaimana mengakhlri pertumpahan juga Amir Husin al Mudjahid mereka berusaha menghimpun
darah. 41
Amin menerima jawaban dari Husin Jusuf dan Daud Beureu`eh. laporan, Daud Beureu`eh sendiri berulang kali membayangkan
dukungan rakyat untuk terus berdirinya provinsi Aceh. 61 Menurut
Keduanya menggarisbawahi kewajiban setiap mus-lim Indonesia untuk kemungkinan pemberontakan dengan menyatakan secara terang-
turut serta dalam jihad mempertahankan Negara Islam Indonesia, yang terangan, dia dan para pendukungnya akan pergi ke pegunungan
demikian mereka kemukakan, telah menjadi suatu kenyataan yang
tidak bisa diabaikan. Lalu mereka menyatakan, konflik dapat berakhir penentangan pihak Aceh, suatu panitia persiapan yang baru untuk
untuk membangun Aceh dengan cara mereka. 62 Walaupun terdapat
segera sesudah Pemerintah Republik memperhatikan hasrat masya- pembentukan provinsi Sumatera Utara, didirikan pada 1 Agustus 1950.
rakat Islam. Mereka menyangkal, revolusi sosial atau keingin-an Panitia ini diketuai S. Parman Reksodihardjo dan termasuk dalam
memperoleh otonomi mengilhami pemberontakan mereka, dengan anggotanya Teuku Mohammad Daudsjah. Lagi-lagi perkembangan
menegaskan, penyebab pangkalnya terletak dalam agama. Mereka politik di luar kekuasaan pihak Aceh yang telah mempengaruhi sikap
tidak sependapat dengan pandangan Amin bahwa kekacauan yang Pemerintah Pusat terhadap pembagian administratif Sumatera. Satu
terjadi adalah disebabkan kesalah-pahaman. Politik kebijaksanaan setengah tahun sebelumnya "aksi militer" Belanda yang kedua telah
yang dijalankan Pemerintah Republik, reaksi Pemerintah terhadap Peristiwa Cumbok dan terhadap tuntutan otonomi, reorganisasi
60 SMAmin, Sekitar Peristiwa Berdarah di Atjeh, (Jakarta: Soeroengan, 1956), hlm. 28. 61 SM Amin, Kenang-kenangan dari Masa Lampau, (1975), hlm. 30.
A.H. Gelanggang, Rahasia Pemberontakan Aceh dan Kegagalan Politik Mr. SM Amin, 40 Gelanggang, op.cit., hlm. 67. (Banda Aceh: Pustaka Murni Hati, 1956), hlm. 13.
41 Gelanggang, Ibid., hlm. 126, 129-130) 41 Gelanggang, Ibid., hlm. 126, 129-130)
Pasukan Darul Islam sendiri juga dituduh melakukan keja-hatan Republik Indonesia Serikat merupakan alasan untuk membentuk dan pembantaian besar-besaran. Demikianlah dinyata-kan, mereka
kembali provinsi ini.
telah membunuh lebih dari 200 tawanan di dekat Lammeulo, daerah Pada 15 Agustus 1950, dengan resmi Republik Indonesia Serikat tempat mulainya revolusi sosial, ketika dipaksa mundur ke sini Oktober
dihapuskan, dan diproklamasikan Republik Indonesia kesatuan. Hal ini 1953. Bicara tentang peris-tiwa yang sama ini, komisi parlemen
didahului dengan dikeluarkannya sejumlah peraturan yang melaporkan terbunuhnya secara keji 123 anggota PNI, 120 anggota PKI
menetapkan pembagian administratif Indonesia oleh Pemerintah dan 28 anggota Perti sesudah kunjungannya ke Aceh. 38 Indonesia pada hari sebelumnya. 63 Peraturan ini menyatakan dalam
Peristiwa yang menyangkut pasukan Republik digunakan mereka pasal 1-nya, wilayah Indonesia terbagi dalam sepuluh provinsi, satu di yang menyetujui penyelesaian damai untuk mendesak sekali lagi
antaranya ialah Sumatera Utara. Bersamaan dengan itu dikeluarkan diadakan perundingan dan diberikan konsesi kepada beberapa
Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang no.5, dengan tuntutan kaum pemberontak. Sejauh ini upaya untuk meyakinkan
menarik kembali peraturan Sjafruddin Prawiranegara yang telah pemberontak-pemberontak Darul Islam di Aceh untuk menghentikan
membentuk provinsi Aceh.
perjuangan mereka dan berunding dengan Republik telah gagal. Dasar hukum bagi pembentukan provinsi Sumatera Utara sangat Gubernur baru Sumatera Utara, S.M. Amin, melakukan surat-menyurat
sulit. Lagi-lagi dibentuk suatu provinsi tidak berdasarkan hukum tetapi de-ngan pemimpin-pemimpin pemberontak yang terkemuka sejak
dengan peraturan pemerintah. Di samping itu kedua peraturan— akhir 1953. Walaupun dia sendiri bukan orang Aceh (dia sendiri
barangkali untuk menghilangkan pengaruh penentangan—menunjuk seorang Batak Mandailing), hubungan Amin dengan Daud Beureu`eh
kepada persetujuan-persetujuan antara Republik Indonesia Serikat dan dan rekan-rekannya yang akrab baik. Sebe-narnya, pengangkatannya
Republik Indonesia, termasuk suatu persetujuan tanggal 20 Juli sebagai pengganti Abdul Hakim, yang menjauhi pemimpin-pemimpin
mengenai pembagian Sumatera menjadi tiga provinsi. Tetapi seperti Aceh dengan sikapnya, sebagian adalah karena didorong
dikemukakan, 64 persetujuan ini tidak pernah diumumkan.
Reaksi Aceh cepat. Sebuah mosi yang menolak penggabungan ke selama masa Jepang dia menjadi kepala sekolah menengah di Banda
perkenalannya yang akrab dengan pemimpin-pemimpin ini. 39 Karena,
dalam provinsi Sumatera Utara diterima dengan suara bulat di Dewan Aceh, sedangkan kemudian dia menjadi anggota mahkamah peng-
Perwakilan Rakyat Daerah. Mosi ini dilengkapi pada September dengan adilan di Sigli bersama Usman Raliby dan Hasan Aly. Sesudah
suatu keterangan penjelasan yang disusun Pemerintah Daerah Aceh. 65 proklamasi kemerdekaan ia menjadi anggota dan kemudian, Januari
Mosi ini dan lebih teristimewa keterangan penjelasannya, sangat pan-
37 Amin, Peristiwa…., hlm. 10.
Gelanggang, op.cit., hlm. 149. 63 Lihat, Peraturan Pemerintah no.21, 1950. 39 Ketika Amin diangkat, dua puluh partai dan organisasi, di antaranya Masyumi, GPII
64 C. van Dijk, Darul Islam, Sebuah Pemberontakan, (terj.), (Jakarta: Grafiti Pers, 1993), dan Muhammadiyah mendesak agar Abdul Hakim terus menduduki jabatannya. Partai-
hlm. 263.
partai yang menentang termasuk PKi, yang ingin Abdul Hakim segera dipecat.
Persoalannya adalah politik agraria Abdul Hakim; PKI menyatakan dia bertanggung jawab Republik Indonesia: Provinsi Sumatera Utara, (Jakarta: Kementerian Penerangan, tentang penangkapan para petani. SM Amin, Sekitar…., hlm. 369-370.
1953), hlm.400-409.
jang lebar? dengan mencantumkan semua alasan untuk memberikan dilalui. Kadang-kadang melakukan perjalanan di darat hanyalah status tersendiri untuk Aceh. Panjang lebar diuraikan kedudukan isti-
mungkin dengan konvoi. Dalam hal-hal lain diperlukan izin pasukan mewa dan masalah-masalah khusus daerah ini, dan alasan-alasan dike-
Darul Islam , yang biasanya diperoleh setelah membayar. Ini tidak hanya mukakan tentang perlunya memperlakukan Aceh berbeda dalam
berlaku bagi perjalanan pribadi tetapi juga bagi lalu lintas bus dan truk. banyak hal.
Sebenarnya beberapa pengusaha membayar kepada kaum Keadaan istimewa Aceh dan masalah-masalah khususnya di bi-
pemberontak sejumlah uang tertentu hanya untuk bisa terus dang pendidikan, ekonomi, hukum, dan agama membedakannya dari 34 berusaha. Juga perjalanan kereta api mengalami kesulitan. Di
bagian lain Sumatera Utara, demikian dikemukakan. Daerahnya lain samping risiko dihentikannya kereta api, sering terjadi bencana pada bukan saja karena sifat khusus masalah-masalah ini, tetapi juga karena
jalan kereta api dan stasiun. Selama bertahun-tahun tidak mungkin ukuran besarnya. Aceh harus menghadapi keterbelakangan
menjadwalkan perjalan kereta api, khususnya di Pidie. 35 Jalan yang pendidikan yang amat besar, sedangkan sistem irigasi dan jalan-jalan
paling aman adalah berlayar dengan kapal, tetapi fasilitas-fasilitas raya buruk sekali, dan industri perikanan sangat membutuhkan
perkapalan jauh dari cukup untuk mengimbangi kekurangan fasilitas perbaikan. Seterusnya dinyatakan, masalah-masalahnya begitu hebat
perhubungan darat. 36
untuk bisa dihadapi secara efektif oleh pemerintahan kabupaten, maka Pada mulanya pemberontakan tampaknya tidak meng-akibatkan memerlukan perhatian pemerintah tingkat provinsi. Bersamaan
terjadinya kekurangan pangan secara mendadak atau penurunan dengan itu ditekankan perlunya bagi orang yang menanggulangi
dalam produktivitas perkebunan pertanian. Ada laporan-laporan masalah-masa-lah ini untuk menyadari dan mengenal keadaan khusus
menggelisahkan yang beredar tentang pengaruh pemberontakan Aceh, dengan mengemukakan kekhawatiran bahwa bila Aceh menjadi
yang negatif di ekonomi perkebun-an, seperti larinya buruh dalam bagian dari Sumatera Utara syarat-syarat ini tidak terpenuhi, hingga
jumlah besar dan bahwa pekerjaan pertanian dan pengurusan akibatnya persoalan-persoalannya tidak akan dihadapi secara tepat.
perkebunan sangat menderita. Personil asing dianjurkan mengungsi Pernyataan itu mengakhiri dengan ancaman, "bila Aceh tidak menjadi
dari perke-bunan, sedangkan dalam beberapa hal di samping itu provinsi tersendiri di bawah kedaulatan Pemerintah
manajemen Indonesia lari mengikuti pemberontak. Ada lapor-an Pusat, kami, Putra-putra Aceh yang dewasa ini menduduki jabatan
tentang Said Abubakar, yang mengontrak sebuah perke-bunan di dalam pemerintahan? Dan semua yang menganut cita-cita yang sama,
Langsa, lenyap dengan membawa serta Rp 300.000,— uang gaji. pada hari Pemerintah Pusat nenolak tuntutan -tuntutan tersebut tadi
Selanjutnya di ladang-ladang minyak Aceh Timur, seluruh manajemen, akan meninggalkan lembaga-lembaga pemerintah dan akan minta
termasuk Direktur Umum Amir Husin al Mudjahid menghilang. Tetapi mengembalikan mandat kami oleh kepala Pemerintah Daerah kepada
sumber-sumber resmi pemerintah menyatakan semua ini tidak Pemerintah Pusat". Namun, Daud Beureu`eh mengisyaratkan, orang
mempengaruhi produktivitas. Ladang-ladang minyak masih berfungsi Aceh bukanlah orang Maluku, para pegawai negeri hanyalah
normal (artinya sedikit sekali) sedangkan hasil perkebunan malahan mengundurkan diri dan Aceh tidak akan memproklamasikan diri
menjadi negara tersendiri. 34 66 Bachtiar Yunus menyatakan (1953:3) mengenai Aceh, sementara perusahaan seperti - Atra dan Nasional dapat terus berjalan tanpa diganggu, yang lain-lain praktis harus
menghentikan dinasnya karena kendaraan mereka sering dihentikan dan diserang