Razia Agustus 1951

F. Razia Agustus 1951

Kabinet tidak mempunyai menteri luar negeri, karena Piagam Peristiwa yang sudah tegang di Aceh semakin menggelisahkan

menyerahkan urusan luar negeri kepada Pemerintah Pusat. dengan dilakukannya Razia Agustus. Razia Agustus merupakan

Sungguhpun begitu, persis seperti ia pun mempunyai politik kebijakan Kabinet Sukiman dengan tujuan mencari bahan peledak dan

pertahanannya, demikian pula Aceh mempunyai hubungan luar penyimpanan barang-barang terlarang yang menghambat kelancaran

negerinya sendiri. Dalam hal ini ia jauh lebih beruntung ketimbang ekonomi. 42 Tentara yang tergabung dalam Brigade AA mengadakan

daerah-daerah Darul Islam yang lain. Sebagian ini adalah akibat razia di seluruh Aceh untuk mencari senjata gelap yang diduga masih

dekatnya dengan Semenanjung Malaysia, yang memudahkan disimpan oleh sebagian rakyat. Sebenarnya bebarapa bulan sebelum

penyelundupan senjata dan barang-barang lain serta uang, maupun razia ini dilaksanakan telah diperintahkan kepada koordinator

kepolisian untuk menarik seluruh senjata api yang ada di tangan

perorangan baik yang mendapat surat izin maupun yang tidak. Razia

direkturnya. A.G. Mutiara (juga dikenal sebagai Abdul Gani) adalah pemimpin redaksi harian

ang dilakukan tiba-tiba pada tanggal 29 Agustus 1951 tersebut

Tegas , yang terbit di Banda Aceh. Zainal Abidin Muhammad Tiro (juga dikenal sebagai Zainal Abidin) adalah bekas hakim pengadilan Sigli. Amin, Peristiwa…, hlm.6.

didasari pada anggapan bahwa ada orang-orang atau organisasi yang

58 Demikianlah ada laporan-laporan dari penduduk desa dekat Kualabee, di Aceh

mencoba menimbulkan kerusuhan. Menurut M. Nur El Ibrahimy alasan

Barat, yang mendapat perawatan kesehatan cuma-cuma di rumah sakit Darul Islam

itu terlalu mengada-ada karena sama sekali tidak ada gejala ke arah setempat; di sini bertugas seorang asing yang juga adalah instruktur militer. Mungkin orang

asing ini ialah Dr. Schiphorst, yang hilang dari rumah sakit di Kabanjahe, Tanah Karo, itu. 43 bersama seorang juru rawat bernama Adne Israel, sejak Februari 1954, dan dilaporkan bekerja untuk pemberontak. C. van Dijk, op.cit., hlm. 143-144, 151. Menurut Abdul Murat Mat Jan, Darul Islam mendidik personil kesehatannya di Pulau Kampai, di Sumatera Timur,

41 M. Isa Sulaiman, op. cit. hlm. 247- 249. dan obat-obatan diperoleh dari kerabat mereka ini di luar Aceh dan dari para pekerja

kesehatan di Aceh yang bersimpati dengan mereka. Lihat Abdul Murat Mat Jan, “Gerakan Ibid., hlm. 260.

Darul Islam di Aceh1953-1959”, dalam Akademika 8, 1976 hlm. 24.

43 M. Nur El Ibrahimy, Peranan Tgk. M. Daud Beureu`eh dalam Pergolakan Aceh, (Jakarta: 59 Gelanggang, op.cit., hlm. 202-27; Amin, Sekitar peristiwa Berdarah…, hlm.72; Media Da’wah, 2001), hlm. 73.

Meuraxa, op.cit., hlm. 49-57.

lagi-lagi mengemukakan pemisahan kekuasaan eksekutif dan legislatif. Razia Agustus tersebut telah dimanfaatkan oleh keluarga Kepala negara, wali negara, yang akan dipilih rakyat Aceh, akan

uleebalang untuk menekan lawan politik mereka. Hal ini bisa terjadi menjadi kepala eksekutif. Tetapi untuk sementara Daud Beureu`eh-lah

karena Mayor Hasballah Haji, Komandan Resimen I, sejak awal 1951 yang ditunjuk para hadirin. (pasal. 3). Dia dibantu dalam fungsinya oleh

telah dipindahkan ke Medan dan digantikan oleh Mayor M. Nazir, dan suatu kabinet yang diketuai seorang perdana menteri. Kabinet dan

kesatuan militer yang ditempatkan di Aceh kebanyakan berasal dari para menteri bertanggung jawab kepada kepala negara (pasal 4).

pendatang. Para keluarga uleebalang, terutama di Pidie, sebagaimana Dalam Piagam ini Majelis Syura muncul lagi. Walaupun para anggota

diungkapkan Hasan Saleh menghasut tentara untuk menggeledah parlemen ini dipilih rakyat, untuk sementara waktu mereka ditunjuk

rumah-rumah bekas pejuang termasuk rumah Tgk. M. Daud Beureu`eh, Kepala Negara (pasal 5) Majelis Syura yang disetujui di Batee Kureng

Tgk. Hasballah Indrapuri dan A. Gani Mutiara dengan dalih mencari terdiri dari seorang ketua (Amir Husin al Mudjahid), dua wakil ketua

senjata. Malahan sejumlah eks pemimpin milisi seperti Tgk Tahir

(Kepala Negeri Mutiara), H. Ibrahim (Jaksa Lhok Sukon), Peutua Husen, khusus menge-nai masa jabatan para anggota atau kekuasaannya. Di

dan enam puluh satu anggota. 56 Tidak dibuat ketentuan-ketentuan

Tgk. Hitam Peureulak, Tgk. M. Aji Di Garot (Trienggadeng), Tgk. Hasan samping Majelis Syura, dibentuk Majelis Ifta, dewan untuk memberikan

Hanafiah (Kepala Jawatan Agama Aceh Barat), dan Syekh Marhaban fatwa yang diketuai Tengku Hasbullah Indrapuri. Tentang masalah

(Wedana Kutaraja), ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. 44 hubungan daerah terhadap Pemerintah Pusat Negara Islam Indonesia,

Penggeledahan secara kekerasan dan penangkapan tokoh-tokoh Piagam Batee Kureng menyatakan, Negara Aceh melaksanakan uru-

pejuang itu segera menimbulkan reaksi dari rekan-rekan mereka. Di sannya sendiri kecuali dalam soal-soal kebijaksanaan luar negeri, politik

Aceh T.M. Amin yang waktu itu telah menjadi Presiden Direktur NV. pertahanan, dan ekonomi (pasal 6). Bersamaan dengan itu ditekankan,

Indolco dan Tgk. A. Wahab Seulimeum, Kapala Jawatan Agama Aceh selama Negara Islam Indonesia berada dalam perang dan terus ber-

melakukan kritik terhadap tindakan itu. Di Jakarta M. Nur El Ibrahimy tempur mempertahankan Islam, satuan-satuan Tentara Islam Indonesia

dan Amelz yang waktu itu Anggota DPR pada bulan September dan yang beroperasi di Aceh harus tetap merupakan alat Negara Aceh

Oktober mengajukan interpelasi kepada Pemerintah Pusat. Demikian seperti juga Angkatan Kepolisian dan lasykar (pasal 8). Dalam kabinet

juga Tgk. M. Daud Beureu`eh secara pribadi tanggal 8 Oktober 1951 yang baru terbentuk, yang diketuai Hasan Aly sebagai Perdana Menteri

mengirimkan sepucuk surat kepada Presiden Soekarno menumpahkan dan Menteri Pertahanan, Husin Jusuf menduduki jabatan Menteri

kejengkelannya terhadap perlakuan yang ia terima. 45 Dalam suratnya ia Keamanan, dan T.A. Hasan memegang portfolio Keuangan dan Keseha-

mengatakan bahwa dia tidak keberatan ditangkap tetapi jangan tan, sedangkan T.M. Amin diangkat menjadi Menteri Urusan Ekonomi

dengan alasan yang dibuat-buat dan jangan mengelabui mata rakyat. dan Kesejahteraan, Zainul Abidin Muhammad Tiro Menteri Kehakiman.

Dalam menghadapi tindakan sewenang-wenang pihak tentara, M. Ali Kasim Menteri Pendidikan, dan Abdul Gani Mutyara Menteri

lanjutnya, rakyat akan melaui tiga tahap; tahap bersabar, tahap benci, Pene-rangan. 57 dan tahap melawan. Sekarang sudah sampai ke tahap kedua, oleh

karenanya dia mengharapkan kebijaksanaan Presiden, kiranya hal-hal

56 Untuk susunannya lihat Dada Meuraxa, Peristiwa Berdarah di Atjeh, (Medan: Pustaka Hasmar, 1956), hlm. 54-56.

T.M. Amin adalah bekas bupati yang diperbantukan pada Kementerian Dalam 44 M. Isa Sulaiman, loc. cit. Lihat juga Hasan Saleh, op. cit. hlm. 140-146. Negeri. Dia Direktur Manager Trade and Development (bekas Indolco) Ltd. dan anggota pengurus Aceh Mining Co., dengan Hasballah Daud, putra Daud Beureu`eh, sebagai

45 M. Isa Sulaiman, ibid. hlm. 261.

yang tidak diinginkan dapat dihindari. 46 Barat serta Tapanuli Barat.

Perubahan-perubahan selanjutnya dilakukan pada Sep-tember

G. Majelis Penimbang dan Harta Uleebalang

tahun berikutnya, ketika para pemberontak melaku-kan konferensi di Batee Kureng, di Aceh Besar. Konferensi ini dihadiri sembilan puluh

Majelis Penimbang dan harta uleebalang juga mempunyai andil orang, dua orang dari mereka mewakili Sumatera Timur. Konferensi ini yang besar terhadap Peristiwa DI/TII Aceh, sebagaimana keyakinan diselenggarakan beberapa bulan sesudah Daud Beureu`eh diangkat Pemerintah seperti yang diungkapkan oleh Perdana Menteri Ali Karto-su-wirjo sebagai wakil presiden Negara Islam Indonesia, Januari Sostroamidjojo dalam Keterangan Pemerintah dalam rapat pleno DPR 1955. Selain dari Daud Beureu`eh dimasukkan orang-orang Aceh tanggal 2 Nopember 1953 mengenai Peristiwa Daud Beureu`eh, yaitu lainnya dalam kabinet baru seluruh Indonesia Negara Islam Indonesia. “Pemerintah tetap berkeyakinan bahwa soal harta benda peninggalan Demikianlah Al Murthada (Amin Husin al Mudjahid) diangkat menjadi uleebalang merupakan faktor terpenting dalam sebab musabab Wakil Kedua Menteri Pertahanan, Hasan Ali Menteri Urusan Luar Negeri pemberontakan di Aceh sekarang ini”. Majelis Penimbang dibentuk dan Tengku Nya' Tjut (Nya' Cut) Menteri Pendidikan. Di konferensi dengan Peraturan Daerah No. 1 tahun 1946 yang ditandatangani oleh Batee Kureng dibicarakan kedudukan Aceh dalam Negara Islam Residen Aceh T.M. Daudsyah dan disetujui oleh Wakil Ketua Badan Indonesia dan struktur pemerintahan daerah. Mula-mula Daud Beureu- Pekerja Dewan Perwakilan Aceh, Mr. S.M. Amin, atas anjuran Komite

eh hanya bermaksud mengadakan perundingan dengan pena-sihat- Nasional Indonesia Daerah Aceh. Badan ini mempunyai hak dan penasihatnya yang terdekat, para anggota badan konsultatif kewajiban mengurus harta dan peninggalan uleebalang yang terlibat

Komandemen Aceh, tentang hubungan daerah de-ngan Negara Islam dalam Peristiwa Cumbok yang telah tewas. Indonesia dan Republik Insdonesia. Ia menganjurkan pembentukan

Ada dua hak luar biasa yang diberikan kepada Majelis Penimbang suatu negara Aceh yang tersendiri, masih dalam kerangka Negara Islam untuk dapat menyelenggarakan kewajibannya, pertama Majelis Penim-

(federal). Hadirnya benar-benar sejumlah pemimpin Darul Islam lebih bang mempunyai hak kehakiman dan keputusannya merupakan vonis

banyak di Batee Kureng sehubungan dengan rencana untuk yang tidak dapat diganggu gugat; dan kedua, dalam melaksanakan

merayakan ulang tahun kedua proklamasi 1953 memaksa Daud kewajibannya majelis tidak semestinya menurut peraturan (susunan

Beureu`eh mengadakan pertemuan yang lebih besar. Pada pertemuan acara-proses) kehakiman, melainkan tergantung atas kebijaksanaan

kedua ini para pemimpin sepakat tentang pembentukan suatu negara

tersendiri, walaupun beberapa orang, seperti T.A. Hasan, enggan dapat dilihat bahwa kewenangan yang dimiliki oleh Majelis

Majelis Penimbang semata-mata. 48 Dari kedua kewenangan tersebut

berbuat yang demikian. Sebagai gantinya mereka mengajukan Penimbang terhadap harta peninggalan uleebalang sangat besar dan

keinginan mereka menghendaki struktur negara ini yang lebih tanpa batas.

demokratis, yang di dalamnya pemerintah sipil akan bebas lagi dari Kekuasaan yang cukup besar tersebut telah menimbulkan

peng-awasan militer dan akan dibentuk parlemen. Konferensi mencapai puncaknya dalam Piagam Batee Kureng, dengan mengubah

46 M. Nur El Ibrahimy, op. cit. hlm. 75.

status Aceh dari status provinsi menjadi negara dalam Negara Islam

47 Menurut M. Nur El Ibrahimy, dalam naskah aslinya dicantumkan kata pengkhianat,

Indonesia.

bukan uleebalang. Lihat M. Nur El Ibrahimy, ibid., hlm. 173.

Piagam, yang menjadi semacam undang-undang dasar sementara,

48 Ibid. hlm. 174.

bersangkutan— yang semuanya termasuk dalam staf komandemen persoalan yang cukup ruwet dalam penyelesaian harta uleebalang. dan tunduk kepada komandan pertamanya—dan paling-paling tiga

Sampai tahun 1950 Majelis Penimbang masih tetap melakukan orang luar, biasanya pemimpin-pemimpin agama. 53 fungsinya. Pada tanggal 17 Mei 1950 Majelis Penimbang Pidie secara

Untuk menghasilkan perubahan-perubahan, struktur Tentara Islam terbuka mengumumkan pelelangan kilang padi milik almarhum Toke Aceh juga harus diubah. Mula-mula Divisi Tengku Chik Ditiro terdiri

Wahab Meureudu dan T. Laksamana Umar.

dari lima resimen, masing-masing terbagi dalam sejumlah batalyon. Sukar sekali diketahui secara persis jumlah harta uleebalang yang Sejak akhir 1953 resimen-resimen ini disebut "pangkalan", dan

masih menjadi sengketa. Mr. S.M. Amin pada pertengahan tahun 1956 dianggap dalam teori setidak-tidaknya terdiri dari pasukan mobil dan

memperkirakan diperlukan dana sebanyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh teritorial, 54 yang belakangan ini terdiri sebagian besar dari rakyat

juta rupiah) untuk keperluan ganti rugi, sedangkan Tgk. Hitam setem-pat yang bersenjatakan parang, pisau, dan sebagainya. Kini, Juni

Peureulak memperkirakan bahwa Majelis Penimbang Pidie telah 1954, divisi ini dibagi lagi dalam enam resimen, satu resimen untuk tiap

menjual 145 gunca dan 9 naleh bibit sawah, 60 petak kebun, 13 buah kabupaten. Kemudian resimen yag ke-tujuh, Resimen Tharmihim

rumah, 26 kedai, 4 los pasar, 1 pabrik padi Toke Wahab Meureudu di terbentuk, untuk melakukan operasi-operasi gerilya di Sumatera

Langsa dan 2/5 bagian pabrik padi T. Laksamana Umar di Sigli. Dari bagian timur. 55 kedua data tersebut tidak mencantumkan perhiasan, kenderaan, dan

Para bupati ketika itu ialah: Pidie: T.A. Hasan. Aceh Utara: Tengku

ternak.

Sjeh Abdul Hamid (Ajah Hamid) (Ayah Hamid). Aceh Timur: Saleh Adri. Memang benar Majelis Penimbang telah memproses perkara harta Aceh Selatan: Tengku Zakaria Junus (Zakaria Yunus). Aceh Besar: Ishak

uleebalang yang berada di tangan mereka, namun bila dilihat jumlah Amin (bupati pertama di sini, Sulaiman Daud, bekas residen-

yang diproses, seperti yang diaporkan oleh Tgk. A. Wahab Seulimeum koordinator Aceh, ditangkap pada Mei 1954). Komandan Resimen

tanggal 6 Nopember 1951 ternyata perkara yang banyak dilayani ma- ketika itu: Resimen I (Pidie): Ibrahim Saleh, abang Hasan Saleh. Resimen

jelis tersebut lebih banyak menyangkut dengan perkara ganti rugi

II (Aceh Utara): H. Ibrahim. Resimen III (Aceh Timur): A.R. Hanafiah. rumah penduduk yang terbakar akibat perang (terutama di Ilot dan Resimen IV (Aceh Selatan): Saleh Kafa. Resimen V (Aceh Tengah): Iljas

Meutareum), perkara tuduhan bahwa uleebalang mengambil paksa Lebai (Ilyas Lebai). Resimen VI (Aceh Besar): Abdullah Wahab. Resimen

harta penduduk sewaktu mereka masih hidup, dan perkara harta baital

VII (Sumatera Timur): Haji Hasanuddin (pasukan Aceh Barat, yang

mal .

dipimpin T.R. Idris, merupakan bagian Resimen Aceh Selatan). Setelah dihapusnya otonomi telah membangkitkan keberanian Angkatan Polisi Darul Islam dipimpin A.R. Hasjim (A.R. Hasyim).

ahli waris uleebalang untuk menggugat vonis Majelis Penimbang yang Selanjutnya terdapat tiga wakil gubernur, yaitu: Hasan Aly untuk Aceh

dianggap mereka bertentangan dengan konstitusi. Untuk tujuan Besar, Pidie, dan Aceh Tengah. Hasan Saleh untuk Aceh Utara, dan

tersebut beberapa uleebalang yang berdomisili di Kabupaten Pidie Timur dan Langkat-Tanah Karo. A.G. Mutiara untuk Aceh Selatan dan

pada pertengahan tahun 1951 membentuk forum koordinasi yang diberi nama Panitia Penuntut Harta Uleebalang di bawah pimpinan T.

53 Gelanggang, op.cit., hlm. 63-71; Amin, Peristiwa…., hlm. 72.

Harun. Gerakan itu mendapat simpati dari rekan-rekan mereka yang

54 Gelanggang, Ibid., hlm. 56.

berdomisili di Kutaraja antara lain T. Ali Lam Lagang dan T. A. Rahman

55 BJ. Boland, The Struggle of Islam in Modern Indonesia, (The Hague: Martinus Nijhoff

Muli, dan juga dukungan dari beberapa ulama berpengaruh yaitu Tgk.

Verhandelingen KITLV, 1971), hlm. 88.

A. Salam Meuraksa, Tgk. Makam Gampong Blang, dan Tgk. Hasan menduduki kota-kota besar dan kecil dan pasukan Darul Islam terusir Krueng Kale. Dalam sebuah rapat tanggal 8 April 1951 di Lamteumen,

ke hutan. Mereka terdo-rong kesadaran, strategi harus diubah dari Kutaraja, berhasil dibentuk sebuah badan yang diberi nama Badan

strategi serangan frontal terhadap pasukan Republik Indonesia menja- Keinsyafan Rakyat (BKR) yang diketuai oleh T. Ali Lam Lagang dengan

di strategi perang gerilya dan kesadaran, jumlah rakyat yang dengan tujuan membantu Pemerintah. Tujuh hari kemudian BKR telah berhasil

suatu dan cara lain membantu musuh hari demi hari bertam-bah. 51 menyusun suatu resolusi yang dikirim kepada Pemerintah yang isinya

Demi perang gerilya yang lebih efektif, pemerintah militer dan sipil mendesak Pemerintah supaya segera menertibkan 8 butir usulan

dijadikan dalam satu tangan dengan pembentukan komandemen- untuk menegakkan wibawa Pemerintah di mata rakyat, antara lain,

komandemen. Maka terdapat suatu koman-demen demikian untuk retooling pegawai, memberlakukan pemerintahan militer, dan

Aceh secara menyeluruh maupun untuk masing-masing kabupaten memaksa Majelis Penimbang untuk mengembalikan harta anak yatim

(yang terbagi dalam sejum-lah sub-komandemen) dan kecamatan. (keluarga uleebalang) yang masih mereka kuasai. 49 Komandan satuan militer yang bersangkutan menjadi komandan

Menaggapi persoalan harta uleebalang tersebut Gubernur Suma- pertama komandemen dan kepala stafnya menjadi kepala staf koman- tera Utara, A. Hakim, membentuk sebuah wadah yang bersifat integral

demen. Para kepala pemerintahan sipil, bupati atau camat (dan dalam dan dibentuk pada setiap kabupaten tanggal 2 September 1952

hal sub-komandan kabupaten wedana), dijadikan komandan kedua. dengan nama Panitia Pemeriksa Harta eks Zelbestuurder. Pada bulan

Ketiga fungsionaris ini—komandan pertama dari mereka ini adalah Januari 1953 Gubernur Hakim mengeluarkan pula sepucuk kawat

pimpinan tertinggi—dengan demikian merupakan komite pelaksana kepada Residen Danubroto yang isinya antara lain, pengembalian

dari setiap komandemen. 52

harta uleebalang yang ada di tangan Majelis Penimbang ke tangan ahli Perubahan-perubahan ini selanjutnya memperkukuh ke-dudukan warisnya, perkara-perkara yan ada di luar kompetensi Majelis

Daud Beureu`eh, karena kini dia mengepalai baik pemerintahan sipil Penimbang diserahkan kepada Jaksa di Kutaraja, dan pengiriman vonis

maupun militer. Bagi Komando Aceh se-cara menyeluruh ini berarti, perkara yang dijatuhkan oleh Majejis Penimbang ke tangan Gubernur.

dia adalah hampir seluruh komi-te pelaksana. Di samping itu, Dewan Perubahan formal tersebut belum dapat menyelesaikan persoalan

Syura, Majelis Syura dan Dewan Militer dinyatakan "pasif", sedangkan harta uleebalang secara tuntas terutama di Pidie. Persoalannya adalah

komandemen di-beri kekuasaan legislatif. Sebagai imbalan, diumum- personil yang duduk dalam lembaga baru tesebut umumnya bekas

kan bersa-maan waktunya bahwa semua keputusan yang bersifat pemimpin milisi. Hal ini ditambah lagi dengan status harta uleebalang

legis-latif harus dibicarakan dengan suatu badan konsultatif yang baru yang memang telah habis terpakai atau dijual oleh Majelis Penimbang

dibentuk. Tetapi badan ini terdiri dari pelaksana koman-demen dileng- kepada pihak ketiga. Uangnya sendiri telah diunakan untuk biaya ope-

kapi

rasional Majelis Penimbang, berbagai keperluan daerah selama Revo- dengan kepala-kepala perwakilan pemerintah dari daerah yang lusi Kemerdekaan, dan ganti rugi terhadap “Korban Perang” di pihak

rakyat berupa santunan dan ganti rugi rumah yang dibakar. Situasi

51 Penjelasan Komando Tentara Islam Indonesia Terr.V Divisi Tengku Chik Ditiro 5-4-

tersebut menimbulkan ketidakpuasan dikalangan ahli waris

1954, lihat dalam JarahDam-I, Dua Windhu KodamI/Iskandar Muda, (Banda Aceh: Sejarah Daerah Militer KODAM Iskandar Muda, 1972).