Dampak Sosial Ekonomi Program Penanganan Kemiskinan melalui KUBE
183
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bab terdahulu, maka secara garis besar dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :
1. Responden penelitian mewakili KUBE yang terbentuk tahun 2004 sampai 2008, dimana KUBE tersebut masih melakukan
kegiatan. Panduan yang digunakan dalam penanganan kemiskinan melalui KUBE setiap lokasi berbeda. Ada dua macam, KUBE
menggunakan panduan Pertumbuhan dan pengembangan KUBE tahun 2003. Dimana jenjang KUBE dibagi menjadi 4 yakni
KUBE Tumbuh, KUBE berkembang, KUBE maju dan KUBE Mandiri. Terdapat KUBE yang menggunakan indikator evaluasi
dari Ditjen Pemberdayaan Sosial yaitu KUBE Maju, KUBE masih ada dan KUBE gagal. Pada saat penelitian terdapat pula
Pedoman P2FM-BLPS dan kini Pedoman Kemiskinan perkotaan dan Pedesaan. Setiap pedoman memiliki karakteristik dan
visi berbeda sehingga menyulitkan implementasi Panduan di lapangan.
2. Hasil evaluasi terhadap KUBE diketahui : a. INPUT
Pembentukan KUBE masih belum semua berpaduan pada konsep pemberdayaan masyarakat yaitu pembentukan
KUBE atas partisipasi masyarakat. Umumnya masyarakat dikumpulkan dan dibentuk kelompok top down.
Penentuan Sasaran binaan menggunakan acuan 14 item dari BPS. Kenyataannya kriteria miskin di setiap daerah tidak sama
dan keempat belas item dari BPS sulit di implementasikan ke semua kotakabupaten.
Dampak Sosial Ekonomi Program Penanganan Kemiskinan melalui KUBE
184 Legalitas KUBE berdasar pertemuan anggota, pendamping
dan aparat kelurahan, sedangkan KUBE dapat berkembang memerlukan
legalitas dari
perdagangan Nomor
5172132366PBDUBPPTIV2009 dan Kementerian Koperasi nomor : 44SSIPDep.III2010.
Legalitas KUBE dibutuhkan untuk mengembangkan usaha, menambah modal, mempermudah membuka jaringan kerja.
Secara kelembagaan termasuk KUBE maju adalah KUBE memiliki kepengurusan dan pembagian tugas, Buku
administrasi KUBE belum lengkap ada buku daftar anggota, buku Kas utama, buku kas harian buku kas IKS.
Sumber daya manusia SD,SLTP dan SLTA. Sehingga mereka memiliki keterbatasan dalam mengakses informasi
tentang lembaga keuangan, memiliki keterbatasan dalam pengetahuan managemen usaha. Oleh karena itu mereka
membutuhkan pendamping untuk mengelola usahanya.
Sebagaimana telah disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009, Pendampingan Program harus memiliki
kuali kasi dan mendapatkan pelatihan keterampilan sesuai dengan pelayanan yang dilaksanakan. Kenyataan di lokasi
penelitian, belum semua lokasi memiliki pendampingan sebagaimana dibutuhkan. Pendampingan erat katannya
dengan pengembangan KUBE.
b. PROSES Tahapan proses penanganan kemiskinan belum seluruhnya
dilaksanakan sesuai dengan Panduan. Setiap lokasi penelitian melaksanakan tahapan proses penanganan kemiskinan sesuai
dengan panduan yang digunakan. Artinya belum ada panduan yang standard dan berkelanjutan.
Konsep pemberdayaan berfokus pada membangun daya, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi
yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkan belum dijadikan materi dalam pelatihan dan bimbingan baik pada
Dampak Sosial Ekonomi Program Penanganan Kemiskinan melalui KUBE
185 sasaran binaan maupun pada pendamping dan pelaksana
program c. HASIL
Hasil KUBE telah mampu meningkatkan pendapatan anggota dan menjalin hubungan kerjasama dalam kelompok.
Meningkatnya kemampuan dalam memecahkan masalah kesejahteraan sosial terkait dengan pemahaman dan
pengetahuan yang diberikan oleh pendamping.
d. DAMPAK Hasil perhitungan dampak sosial sekonomi KUBE
menunjukkan bahwa dampak sosial KUBE telah
dimanfaatkan oleh anggota dan masyarakat demikian juga untuk dampak ekonomi telah bermanfaat bagi anggota dan
masyarakat.
3. Mencermati hasil penelitian di 4 lokasi, KUBE masih merupakan model penanganan kemiskinan yang efektif asalkan dilakuka
pembenahan terutama pada tahap persiapan, pemberian pendampingan. Selain itu perlu dalam penanganan kemiskinan
perlu mengacu pada UndangUndang nomor 11 tahun 2009.
4. Kuali kasi Pendamping berpengaruh terhadap berkembangnya KUBE
B. REKOMENDASI