(4605 Kali)

(1)

DAMPAK SOSIAL EKONOMI

PROGRAM PENANGANAN

KEMISKINAN MELALUI KUBE

Haryati Roebyantho, dkk.

P3KS Press (Anggota IKAPI) Tahun 2011

Editor Abu Hanifah


(2)

Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Haryati Roebyantho, dkk

Dampak Sosial Ekonomi Program Penanganan Kemiskinan melalui KUBE, - Jakarta; P3KS Press, 2011

xvii + 208 hal, 14,8 x 21 cm ISBN 978-979-3579-82-5

Konsultan : DR Paulus Tangdilintin

Editor : Abu Hanifah

Penulis : 1. Haryati Roebyantho

2. Sri Gati Setiti 3. Aulia Rahman Desain Cover : T. Joewono

Tata Letak : Vicky

Cetakan Pertama : Tahun 2011

Penerbit : P3KS Press

Alamat Penerbit : Jl. Dewi Sartika No. 200 Cawang III. Jakarta - Timur Telp. (021) 8017126

Email:[email protected]

Sanksi Pelanggaran Pasal 72

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait sebagaimana di maksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat limpahan Rahmat, Tau q, Hidayah serta Inayah-Nya Tim dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan topik “Dampak Sosial Ekonomi Penanganan Kemiskinan Melalui Kelompok Usaha Bersama Produktif (KUBE)”.

Berbagai program penanganan kemiskinan telah dilakukan oleh Pemerintah. Khusus Kementerian Sosial Republik Indonesia sejak tahun 1983 melaksanakan program penanganan masyarakat miskin melalui pendekatan KUBE. Seiring berjalannya waktu telah terjadi beberapa kali perubahan kebijakan dan strategi dalam penanganan kemiskinan. Namun demikian belum pernah diketahui keberhasilan program KUBE, khusus manfaat KUBE terhadap anggota KUBE dan masyarakat.

Oleh sebab itu untuk mengetahui keberhasilan program penanganan fakir miskin melalui KUBE, perlu dilakukan evaluasi program KUBE dengan fokus pada input, proses, hasil dan dampak sosial ekonomi. Diharapkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar dengan mengutamakan konsep pemberdayaan masyarakat. Selain itu konsep KUBE dengan mengutamakan konsep pemberdayaan masyarakat, selain konsep KUBE seluruh kota kabupaten di indonesia, sehingga tujuan P2FM-KUBE untuk mempercepat penurunan angka kemiskinan dapat tercapai.

Jakarta, Oktober 2011 Kepala Puslitbang Kesos,

Drs. Heri Krissritanto NIP. 19621225 198903 1 002


(4)

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... vii

ABSTRAK... xv

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 9

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Metode Penelitian... 10

E. Langkah langkah... 15

F. Jadual Kegiatan... 17

G. Tim Peneliti... 18

BAB II : KAJIAN PUSTAKA... 19

A. KONSEP KEMISKINAN... 19

1. Kemiskinan... 19

2. Kajian Penanganan Kemiskinan dan Kajian Kelompok Usaha Bersama (KUBE)... 21

3. Strategi Penanganan Kemiskinan Di Indonesia... 29

B. KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ... 32

1. Pemberdayaan masyarakat... 32

2. Pendekatan Dalam Pemberdayaan Masyarakat... 37

C. KONSEP KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE)... 44

D. DAMPAK SOSIAL EKONOMI KUBE... 48

BAB III : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 53

A. PROVINSI NAD 53 1. Gambaran Umum Kota Banda Aceh... 53


(6)

2. Permasalahan kesejahteraan sosial menonjol

di Kota Banda Aceh... 54

3. Sumberdaya kesejahteraan sosial yang tersedia... 55

B. PROVINSI JAWA TIMUR... 55

1. Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur... 55

2. Gambaran Umum Kabupaten Nganjuk... 56

3. Gambaran umum desa - desa yang diteliti... 57

C. PROVINSI KALIMANTAN SELATAN... 61

1. Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Selatan... 61

2. Gambaran Umum Kota Banjarmasin... 66

D. PROVINSI SULAWESI UTARA... 68

1. Gambaran Umum Provinsi Sulawesi Utara... 68

2. Gambaran Umum Kota Tomohon... 70

BAB IV : PELAKSANAAN DAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE)... 75

A. KOTAMADYA BANDA ACEH... 76

1. Pelaksanaan Kelompok Usaha Bersama... 76

2. Dampak Sosial Ekonomi Kelompok Usaha Bersama (KUBE)... 80

4. Dampak Sosial KUBE berkaitan dengan variabel Out Come... 92

B. KABUPATEN NGANJUK... 94

1. Pelaksanaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE)... 94

2. Dampak Sosial Ekonomi Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Kabupaten Nganjuk... 108

C. KOTA BANJARMASIN... 120

1. Pelaksanaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE)... 120

2. Dampak Sosial Ekonomi Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Kota Banjarmasin... 131


(7)

D. KOTA TOMOHON... 147

1. Pelaksanaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE)... 150

2. Dampak Sosial Ekonomi Penanganan Kemiskinan Melalui Kelompok Bersama Usaha Ekonomi (Kube) Kota Tomohon... 154

BAB V : ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PENANGANAN KEMISKINAN MELALUI KELOMPOK USAHA BERSAMA EKONOMI (KUBE)... 169

A. INPUT... 170

B. PROSES... 176

C. HASIL... 180

BAB VI : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... 183

A. KESIMPULAN... 183

B. REKOMENDASI... 185

REKOMENDASI PENYEMPURNAAN MODEL KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE)... 187

DAFTAR PUSTAKA... 189

LAMPIRAN... 195

DAFTAR ISTILAH... 199

INDEX... 201


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia... 4

Tabel 2 : Distribusi Dana untuk Program Pengentasan Kemiskinan... 5

Tabel 3 : Distribusi responden berdasar lokasi dan jenis... 12

Tabel 4 : Perkembangan Indikator kemiskinan di Indonesia... 28

Tabel 5 : Tahap perkembangan Usaha KUBE... 47

Tabel 6 : Penduduk Kalimantan Selatan Usia 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Februari 2010 - Februari 2011... 63

Tabel 7 : Jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Selatan menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin... 64

Tabel 8 : Jumlah KUBE di Kota Banjarmasin menurut status dan tahun berdiri... 66

Tabel 9 : Jumlah penduduk Kota Banjarmasin menurut wilayah kecamatan... 68

Tabel 10 : Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Utara menurut kota dan kabupaten... 69

Tabel 11 : Hasil perhitungan skor jawaban mengenai Dampak Sosial - Out put di kotamadya Aceh - Provinsi NAD... 81

Tabel 12 : Jawaban responden berdasarkan Pendapat Responden terhadap dampak sosial KUBE... 82

Tabel 13 : Distribusi Frekuensi Sikap Responden Terhadap Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan Variabel Out Put, di Kota Madya Aceh, Provinsi NAD... 82

Tabel 14 : Hasil perhitungan skor jawaban responden mengenai Dampak Ekonomi - Out put di Kotamadya Aceh-Provinsi NAD... 83

Tabel 15 : Hasil perhitungan skor jawaban mengenai Dampak Ekonomi - Out put KUBE di kotamadya Aceh-Provinsi NAD... 84

Tabel 16 : Distribusi Frekuensi Sikap Keseluruhan Responden Terhadap Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan Variabel Out Put, di Kota Madya Aceh, Provinsi NAD... 85


(9)

Tabel 17 : Distribusi Frekuensi Sikap Responden Terhadap Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan Variabel

Out Put, di Kota Madya Aceh, Provinsi NAD... 86 Tabel 18 : Distribusi Frekuensi Sikap Tiap Responden Terhadap

Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan Variabel

Out Put, di Kota Madya Aceh, Provinsi NAD... 86 Tabel 19 : Distribusi Frekuensi Sikap Responden Terhadap Dampak

Sosial KUBE berkaitan dengan Variabel Out Put,

di Kota Madya Aceh, Provinsi NAD... 87 Tabel 20 : Hasil perhitungan skor jawaban mengenai Dampak

Sosial Out come di kotamadya Aceh-Provinsi NAD... 88 Tabel 21 : Distribusi Frekuensi Sikap Responden Terhadap

Dampak Sosial KUBE berkaitan dengan Variabel

Out come, di Kota Madya Aceh, Provinsi NAD... 89 Tabel 22 : Distribusi Frekuensi Sikap Tiap Responden Terhadap

Dampak Sosial KUBE berkaitan dengan Out Come,

di Kota Madya Aceh, Provinsi NAD... 89 Tabel 23 : Hasil perhitungan skor jawaban mengenai Dampak

Ekonomi Out come KUBE di kotamadya Aceh-Provinsi NAD.. 90 Tabel 24 : Distribusi Frekuensi Sikap keseluruhan Responden

Terhadap Dampak Sosial KUBE berkaitan dengan

Variabel Out come, di Kota Madya Aceh, Provinsi NAD... 91 Tabel 25 : Distribusi Frekuensi Sikap keseluruhan Responden

Terhadap Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan

Variabel Out come, di Kota Madya Aceh, Provinsi NAD... 92 Tabel 26 : Distribusi Frekuensi Sikap Tiap Responden Terhadap

Dampak Ekonomi KUBE dilihat dari variabel

Out Come, di Kota Madya Aceh, Provinsi NAD... 92 Tabel 27 : Distribusi Frekuensi Sikap keseluruhan Responden

Terhadap Dampak Sosial KUBE berkaitan dengan

Variabel Out come, di Kota Madya Aceh, Provinsi NAD... 93 Tabel 28 : Pemberdayaan Fakir Miskin di Propinsi


(10)

Tabel 29 : Pemberdyaan Fakir miskin di Kabupaten

Nganjuk Tahun 2003 s/d 2010... 101 Tabel 30 : Hasil perhitungan skor jawaban mengenai Dampak

Sosial - out put KUBE Di Kabupaten Nganjuk,

Provinsi Jawa Timur... 109 Tabel 31 : Distribusi Frekuensi Sikap Responden Terhadap

Dampak Sosial KUBE berkaitan dengan Variabel

Out come, di Kota Madya Aceh, Provinsi NAD... 110 Tabel 32 : Distribusi Frekuensi Sikap Tiap Responden Terhadap

Dampak Sosial KUBE berkaitan dengan out come

di kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timur... 110 Tabel 33 : Hasil perhitungan skor jawaban mengenai Dampak

Ekonomi - out put KUBE Di Kab. Nganjuk, Prov. Jawa Timur.. 111 Tabel 34 : Distribusi Frekuensi Sikap keseluruhan Responden

Terhadap Dampak Sosial KUBE berkaitan dengan

Variabel Out come, di kab. Nganjuk, Prov. Jawa Timur... 112 Tabel 35 : Hasil perhitungan skor jawaban mengenai Dampak

Ekonomi-out put KUBE Di Kab. Nganjuk, Prov. Jawa Timur.... 113 Tabel 36 : Distribusi Frekuensi Sikap keseluruhan Responden

Terhadap Dampak Sosial KUBE berkaitan dengan

Variabel Out come, di Kab. Nganjuk, Prov. Jawa Timur 114 Tabel 37 : Distribusi Frekuensi Sikap Tiap Responden Thdp Dampak

Ekonomi KUBE Out Come di Kab. Nganjuk... 114 Tabel 38 : Hasil perhitungan skor jawaban mengenai Dampak Sosial

out Come KUBE Di Kab. Nganjuk, Provinsi Jawa Timur... 115 Tabel 39 : Distribusi Frekuensi Sikap keseluruhan Responden

Terhadap Dampak Sosial KUBE berkaitan dengan

Variabel Out come, di Kab. Nganjuk, Provinsi Jawa Timur... 116 Tabel 40 : Distribusi Frekuensi Sikap keseluruhan Responden

Terhadap Dampak Sosial KUBE berkaitan dengan

Variabel Out come, di Kab. Nganjuk, Provinsi Jawa Timur... 117 Tabel 41 : Distribusi Frekuensi Sikap Tiap Responden Terhadap

Dampak Sosial KUBE berkaitan dengan Out Put


(11)

Tabel 42 : Distribusi Frekuensi Sikap keseluruhan Responden Terhadap Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan

Variabel Out come, di Kab. Nganjuk, Provinsi Jawa Timur... 118 Tabel 43 : Distribusi Frekuensi Sikap Tiap Responden Terhadap

Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan Out Come,

di Kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timur... 119 Tabel 44 : Distribusi Frekuensi Sikap keseluruhan Responden

Terhadap Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan

Variabel Out come, di Kab. Nganjuk, Provinsi Jawa Timur... 120 Tabel 45 : Distribusi sampel KUBE di kota Banjarmasin sesuai

Status KUBE 123

Tabel 46 : Distribusi SDM KUBE di Kota Banjarmasin menurut

pendidikan formal 124

Tabel 47 : Hasil perhitungan skor jawaban mengenai Dampak Sosial

out put KUBE di Kota Banjarmasin, Prov. Kalsel... 132 Tabel 48 : Distribusi Frekuensi Sikap keseluruhan Responden

Terhadap Dampak sosial KUBE berkaitan dengan

Variabel Out put, di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan... 134 Tabel 49 : Distribusi Frekuensi Sikap Tiap Responden Terhadap

Dampak Sosial KUBE Berkaitan dengan Variabel

Out Put di Kota Banjarmasin... 134 Tabel 50 : Distribusi Frekuensi Sikap keseluruhan Responden

Terhadap Dampak Sosial KUBE berkaitan dengan

Variabel Out Put di Kota Banjarmasin... 135 Tabel 51 : Hasil perhitungan skor jawaban mengenai Dampak Ekonomi

Berkaitan dengan out put KUBE Di Kota Banjarmasin... 137 Tabel 52 : Distribusi Frekuensi Sikap keseluruhan Responden

Terhadap Dampak Sosial KUBE Berkaitan dengan

Variabel Out Put di Kota Banjarmasin... 138 Tabel 53 : Distribusi Frekuensi Sikap Tiap Responden Terhadap

Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan variabel


(12)

Tabel 54 : Distribusi Frekuensi Sikap Tiap Responden Terhadap Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan variabel

Out Put di Kota Banjarmasin... 139 Tabel 55 : Hasil perhitungan skor jawaban responden terhadap

out come dampak sosial KUBE... 140 Tabel 56 : Distribusi Frekuensi Sikap Tiap Responden Terhadap

Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan variabel

Out Put di Kota Banjarmasin... 141 Tabel57 : Distribusi Frekuensi Sikap Tiap Responden Terhadap

Dampak Sosial KUBE berkaitan dengan out come

di Kota Banjarmasin... 141 Tabel 58 : Distribusi Frekuensi Sikap keseluruhan Responden

Terhadap Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan

variabel Out Put di Kota Banjarmasin... 142 Tabel 59 : Distribusi Frekuensi Sikap Tiap Responden Terhadap

Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan variabel

Out Put di Kota Banjarmasin... 144 Tabel 60 : Distribusi Frekuensi Sikap Tiap Responden Terhadap

Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan out come

di Kota Banjarmasin... 144 Tabel 61 : Hasil perhitungan skor jawaban mengenai Dampak

Ekonomi Out Come Di Kota Banjarmasi... 145 Tabel 62 : Distribusi Frekuensi Sikap keseluruhan Responden

Terhadap Dampak Ekonomi KUBE berkaitan

dengan variabel Out Put di Kota Banjarmasin... 146 Tabel 63 : Jumlah KUBE di Kota Tomohon menurut status

dan tahun berdiri... 149 Tabel 64 : Distribusi sampel KUBE di kota Tomohon sesuai Status KUBE... 150 Tabel 65 : Distribusi Frekuensi Sikap tiap Responden Terhadap

Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan variabel


(13)

Tabel 66 : Distribusi Frekuensi Sikap Tiap Responden Terhadap Dampak Ekonomi KUBE yang berkaitan dengan

Variabel Out Put, di Kota Tomohon... 155 Tabel 67 : Distribusi Frekuensi Sikap keseluruhan Responden

Terhadap Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan

variabel Out Put di Kota Banjarmasin... 156 Tabel 68 : Hasil perhitungan skor jawaban mengenai Dampak

Sosial - out put KUBE Di Kota Tomohon... 156 Tabel 69 : Distribusi Frekuensi Sikap tiap Responden Terhadap

Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan variabel

Out Put di Kota Tomohon... 158 Tabel 70 : Distribusi Frekuensi Sikap Tiap Responden Terhadap

Dampak Ekonomi KUBE yang berkaitan dengan

Variabel Out Put, di Kota Tomohon... 159 Tabel 71 : Hasil perhitungan skor jawaban mengenai Dampak

Ekonomi - out put KUBE Di Kota Tomohon... 159 Tabel 72 : Distribusi Frekuensi Sikap tiap Responden Terhadap

Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan variabel

Out Put di Kota Banjarmasin... 161 Tabel 73 : Hasil perhitungan skor jawaban mengenai Dampak Sosial

out come KUBE Di Kota Tomohon... 161 Tabel 74 : Distribusi Frekuensi Sikap tiap Responden Terhadap

Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan variabel

Out Put di Kota Tomohon... 163 Tabel 75 : Distribusi Frekuensi Sikap Tiap Responden Terhadap

Dampak Sosial KUBE yang berkaitan dengan

Variabel Out Come, di Kota Tomohon... 163 Tabel 76 : Distribusi Frekuensi Sikap keseluruhan Responden

Terhadap Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan

variabel Out Put di Kota Tomohon... 164 Tabel 77 : Distribusi Frekuensi Sikap tiap Responden Terhadap

Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan variabel


(14)

Tabel 78 : Hasil perhitungan skor jawaban mengenai Dampak

Ekonomi out Come KUBE Di Kota Tomohon... 166 Tabel 79 : Distribusi Frekuensi Sikap Tiap Responden Terhadap

Dampak Ekonomi KUBE yang berkaitan dengan

Variabel Out Come, di Kota Tomohon... 167 Tabel 80 : Distribusi Frekuensi Sikap keseluruhan Responden

Terhadap Dampak Ekonomi KUBE berkaitan dengan

variabel Out Come di Kota Tomohon... 168 Tabel 81 : Indikator Keberhasilan KUBE P2FM-BLPS... 173


(15)

ABSTRAK

Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks karena menyangkut berbagai macam aspek seperti hak untuk terpenuhinya pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya. Kementerian Sosial Republik Indonesia melaksanakan Program Penanganan Fakir Miskin P2FM-KUBE. Sasaran P2FM melalui KUBE adalah keluarga miskin kluster pertama (kriteria Kementerian Sosial Republik Indonesia). Tujuan P2FM-KUBE adalah mempercepat penurunan angka kemiskinan di Indonesia. Namun sejak tahun 1983 hingga 2003 belum pernah ada kajian atau penelitian yang menganalisis keberhasilan KUBE dengan fokus pada manfaat KUBE bagi anggota dan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang “Dampak Sosial Ekonomi Penanganan Kemiskinan Melalui KUBE” di empat provinsi yaitu: Kota Banjarmasin, Kota Banda Aceh, Kota Tomohon dan Kabupaten Nganjuk.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa KUBE yang dijadikan responden adalah KUBE yang dibentuk tahun 2004 sampai 2008. Setiap lokasi menggunakan Pedoman berbeda-beda, dimana setiap Pedoman memiliki karakteristik dan visi berbeda. Akibatnya dalam mengimplementasikan banyak mengalami kendala. Keanekaragaman acuan berkaitan dengan kebijakan pembangunan Kesejahteraan Sosial pada masing-masing Kota/ Kabupaten, sistim nilai masyarakat dan kearifan lokal.

KUBE merupakan program alternatif Kementerian Sosial Republik Indonesia yang mampu mempercepat penghapusan kemiskinan. Misal: kasus Kondisi KUBE Kota Banjarmasin, pada tahun 2009 terdapat 54,67% KUBE maju dan berkembang, sedang 45,33% KUBE gagal. Kota Tomohon 52,73% KUBE tumbuh dan berkembang dan 47,27% KUBE gagal atau KUBE tidak memiliki kegiatan usaha lagi. Kriteria sasaran belum mengacu pada kriteria BPS dan KPKD, akibatnya kriteria miskin setiap daerah berbeda. Gambaran riil pencapaian target KUBE dalam


(16)

mempercepat penurunan angka kemiskinan secara kuantitas belum dapat diperoleh, disebabkan sampai kini belum pernah tersusun pemetaan jumlah dan status KUBE di 33 provinsi.

Evaluasi Program P2FM-KUBE meliputi empat item yaitu: Input, Pembentukan KUBE masih bersifat bottom up, belum berpedoman pada konsep pemberdayaan kelompok artinya pembentukan KUBE belum sesuai dengan: kebutuhan masyarakat, keterampilan masyarakat, potensi kearifan lokal dan melibatkan partisipasi masyarakat. Legalitas KUBE masih terbatas pada hasil musyawarah kelompok, SK lurah, SK Bupati dan belum melibatkan kerjasama dengan instansi terkait, seperti dinas perdagangan, perindustrian dan koperasi. Legalitas KUBE dengan instansi terakit diperlukan untuk pengembangan usaha, dan mempermudah jaringan kerja. Secara Kelembagaan, hampir seluruh KUBE belum memiliki administrasi sesuai Pedoman P2FM-KUBE. Keterbatasan pendidikan formal dan informal khusus mengenai manajemen usaha menyebabkan kendala dalam mengembangkan usaha dan memasarkan hasil usaha, oleh karena itu untuk mengembangkan KUBE perlu pendamping

Proses Pelaksanaan KUBE belum seluruh tahapan dilaksanakan sesuai panduan (belum ada panduan yang standar dan berkelanjutan). Konsep Pemberdayaan (khususnya membangun daya, membangun motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki dalam upaya untuk mengembangkan) belum dijadikan materi dalam pelatihan dan bimbingan pada sasaran binaan maupun pada pendamping dan pelaksana program.

Output atau Hasil KUBE sudah mampu meningkatkan pendapatan anggota. Mampu menjalin hubungan kerjasama dalam kelompok serta meningkatnya kemampuan dan pengetahuan dalam memecahkan masalah kesejahteraan sosial. Out come atau dampak sosial menunjukkan bahwa keberadaan KUBE mampu meningkatkan rasa kebersamaan dalam berusaha,mampu meningkatkan keperdulian dalam penanganan permasalahan sosial di masyarakat, mampu mengelola dana IKS untuk kesejahteraan masyarakat. Dampak ekonomi dapat Meningkatkan


(17)

kesejahteraan anggota (mampu membiayai sekolah) dapat memberikan pinjaman modal usaha bagi masyarakat non anggota KUBE, memberikan peluang kerja bagi anggota non KUBE untuk bekerja di usaha KUBE (katering).

Upaya mengoptimalkan pencapaian tujuan P2FM-KUBE,

direkomendasikan beberapa alternatif kebijakan melibatkan masyarakat dalam pemetaan masyarakat miskin pada tahap persiapan pembentukan KUBE, peningkatan profesionalisme pendamping,dan mempertegas pembagian tugas dan wewenang antara pusat dan daerah, serta menyusun perencanaan untuk pendidikan dan pelatihan bagi pendamping dan pelaksana P2FM-KUBE di tingkat Kabupaten/Kota, serta mengkoordinasikan sharing dana dalam sosialisasi program dan pemberian insentif bagi pendamping.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

.

A. Latar Belakang

Kemiskinan merupakan isu global di setiap negara berkembang maupun sedang berkembang. Negara sedang berkembang di sebagian wilayah Asia dan Afrika, berurusan dengan agenda pengentasan kemiskinan. Sementara bagi negara maju, sangat tertarik membahas kemiskinan, karena kondisi di negara berkembang berdampak pada stabilitas ekonomi dan politik mereka. Kesimpulannya kemiskinan menjadi urusan semua bangsa dan menjadi musuh utama (common enemy) umat manusia di dunia.

Sebagaimana Tokoh Adam Smith mengatakan, bahwa tiada Negara bisa berkembang apabila kebanyakan di antaranya miskin dan tidak bahagia1. Todaropun menganggap bahwa kemiskinan dan kesenjangan

merupakan permasalahan utama dalam pembangunan2. Oleh sebab

itu Juan Somavia menyatakan bahwa persoalan yang menjadi agenda prioritas di abad 21 adalah bagaimana mengurangi kemiskinan3.

Sekjen PBB Ko Anand, membuat komitment untuk memerangi kemiskinan di dunia yang dikenal dengan “ Global Call to Action Against Poverty4”. Di milenium kedua PBB mempelopori pertemuan tingkat

1. Adam Smith dalam buku “An Inquiry into the Wealth of Nationns” menyebutkan bahwa tidak ada

Negara yang bisa berkembang dan senang apabila sebagian besar penduduknya miskin dan tidak bahagia. (1776).

2 Todaro dalam buku Economic Development (2003),.

3 Juan Somavia dalam United Nations World Summit for Sosial Development, (1995)

4 Ko Anand sebagai salah satu pemimpin PBB dalam sebuah sidang umum membacakan

Laporannya yang berjudul untuk “kebebasan yang lebih besar”. Inti laporannya mengajak dunia untuk memerangi kemiskinan. Hasilnya keluar sebuah komitmen yang ditindaklanjuti dengan suatu gerakan panggilan global untuk memerangi kemiskinan atau dikenal dengan Global Call to Action Against Poverty”


(19)

tinggi yang menghasilkan “Tujuan Pembangunan Milenium (TPM)” atau dikenal dengan “Millenium Development Goals” (MDGs)5.

Implementasi Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia sesuai dengan amanat konstitusi Negara, pembukaan UUD 45 dan Pancasila6. Pada Undang Undang Dasar 1945 pasal 34 menyebutkan

Penanganan Fakir Miskin7. Realisasinya diuraikan dalam Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 tahun 19818. Undang Undang

Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, dalam Bab II Pasal 3 ayat 1 dan 3 dan pasal 4, mengandung makna bahwa Pelayanan kesejahteraan sosial dan seterusnya, bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi masalah kemiskinan, masalah sosial dan kerawanan sosial ekoomi. beberapa ayat menyebutkan bahwa pelayanan kesejahteraan sosial berasaskan: hak asasi manusia, kebersamaan, menjunjung tinggi kearifan lokal dan berkelanjutan. Adapun prinsip dalam pelayanan kesejahteraan sosial adalah kepentingan terbaik penerima, partisipasi, kesetia kawanan, profesionalisme dan lain-lain.

Berbagai program kemiskinan dengan strategi beragam telah dilaksanakan dalam upaya menurunkan angka kemiskinan di Indonesia, namun fenomena kemiskinan masih menjadi issue global di Indonesia.

5 TPM/MDGs telah disepakati oleh para pemimpin dunia dalam KTT (Konferensi Tingkat Tinggi)

Milenium pada September 2000. Salah satu prioritas Tujuan Pembangunan Milenium (TPM) atau MDGs adalah Menghapuskan tingkat kemiskinan dan kelaparan. Dunia mentargetkan pada tahun 2015 dapat mengurangi setengah dari penduduk dunia yang berpenghasilan kurang dari 1 US$ sehari dan mengalami kelaparan.

6 Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 diuraikan bahwa...membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial…dst.

7 Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 mengamatkan bahwa Fakir miskin dan anak-anak yang

terlantar dipelihara oleh Negara

8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 1981 menyebutkan bahwa Fakir Miskin (FM)

adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan.


(20)

Menurut laporan Human Development Report tahun 2005, jumlah penduduk miskin terbesar di Asia Tenggara adalah Indonesia, yaitu sebesar 38,7 juta orang. Dari data Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/HDI), Indonesia menempati urutan 110, Urutan lebih rendah dibanding negara di Asia Tenggara lainnya seperti Singapura (25), Brunei (33), Malaysia (61), Thailand (73), dan Filipina (84).

Data dari Biro Statistik menyebutkan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang berada pada garis kemiskinan terus mengalami penurunan, Pada tahun 1996 - 999 jumlah penduduk miskin meningkat 13,96 persen karena ada krisis ekonomi, dalam tahun yang sama penduduk miskin meningkat dari 17,47 persen menjadi 23,43 persen.

Pada periode 1999 - 2002 terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 9,57 juta yaitu 47,97 juta pada tahun 1999 menjadi 38,40 juta pada tahun 20029. Pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin sebesar 16,7

persen. dan 15,97 persen tahun 2005. Selanjutnya periode maret 2007 - Maret 2008 terjadi penurunan jumlah penduduk miskin dari 37,17 juta pada tahun 2007 menjadi 34,96 juta pada maret 2008, artinya terjadi penurunan 2,11 Juta. Pada tahun 2008 jumlah penduduk miskin sebesar 34,96 juta dan penduduk tahun 2009 menjadi 32,53 juta, artinya terdapat penurunan. Pada tahun 2014 direncanakan turun sekitar 8 (delapan) persen hingga (10) sepuluh persen10.

Apabila dicermati maka dalam 10 tahun terakhir, rata-rata penurunan angka kemiskinan di Indonesia adalah 0,6 persen. Menurut Bank Dunia penurunan rata-rata 0,1 tahun atau lebih sudah bagus, sehingga rata-rata penurunan angka kemiskinan di Indonesia sudah baik.

BAPPENAS dalam penanganan kemiskinan untuk tahun 2009-2014 mentargetkan menurunkan tingkat kemiskinan absolute dari 14 persen pada tahun 2009 menjadi 8 atau 10 persen pada akhir 2014. Kebijakan

9 Berita resmi statistic nomor 43/07/th.XII, 1 Juli 2009


(21)

BAPPENAS difokuskan pada perbaikan distribusi perawatan dan perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat dan perluasan kesempatan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah.

Upaya mewujudkan kebijakan tersebut, Pemerintah telah mengeluarkan dana cukup besar untuk program penanganan kemiskinan. Setiap tahun anggaran selalu naik sebagaimana terlihat dalam tabel 2 berikut :

Tabel 1: Perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia

No Tahun Jumlah penduduk Persentase

Kota Desa Kota & Desa Kota Desa Kota & Desa

1 1996 9,42 24,59 34,01 13,39 19,78 17,47

2 1998 17,60 31,9 49,50 21,92 25,72 24,23

3 199911 15,64 32,33 47,97 19,41 26,03 23,43

4 2000 12,30 26,40 38,70 14,60 22,38 19,14

5 2001 8,60 29,30 37,90 9,762 24,84 18,41

6 2002 13,30 25,10 38,40 14,46 21,10 18,20

7 2003 12,20 25,10 37,30 13,57 20,30 17,42

8 2004 11,40 24,80 36,10 12,13 20,11 16,66

9 2005 12,40 22,70 35,10 11,37 19,51 15,97

10 200612 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75

11 2007 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58

12 2008 12,77 22,19 34,96 11,65 18,93 15,42

13 2009 11,91 20,62 32,53 10,72 17,35 14,15

14 2010 11,10 19,93 31,02 9,87 16,56 13,33

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Tabel 2 menunjukkan bahwa pemerintah telah mengeluarkan dana cupuk besar. Misalnya pada tahun 2004 telah dikucurkan dana mencapai Rp 18 triliun, dan kemudian meningkat menjadi Rp 23 triliun pada tahun

11 Kenaikan jumlah penduduk miskin karena adanya krisis moneter atau ekonomi.

12 Peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin terjadi karena harga barang-barang kebutuhan

pokok selama periode tersebut naik tinggi, yang digambarkan adanya in asi sebesar 17,95 persen. Akibatnya penduduk yang tergolong tidak miskin namun penghasilannya berada disekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser posisinya menjadi miskin.


(22)

2005. Sementara selama periode 2006 naik hampir dua kali lipat menjadi Rp 42 triliun dan bertambah menjadi Rp 51 triliun pada tahun 2007 (Bappenas, 2007). Pada akhir Maret tahun 2009 anggaran kemiskinan sudah bertambah menjadi Rp 66,2 Triliun dengan penurunan angka kemiskinan hanya sebesar 1,27% dari tahun 200813

Tabel 2 : Distribusi Dana untuk Program Pengentasan Kemiskinan

No Tahun Jumlah (triliun)

1 2004 18

2 2005 23

3 2006 42

4 2007 51

5 Akhir 2009 66,2

Sumber : BPS, 2009

Berbagai program penanganan kemiskinan sudah dilakukan pemerintah melalui berbagai kementerian : kementerian pekerjaan Umum, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan dll. Jenis program yang sudah dilaksanakan misalnya: Program Kompensasi Bantuan Langsung Tunai, Bantuan Non Tunai Beras untuk rakyat Miskin(RASKIN), Asuransi Kesehatan Orang Miskin (ASKESKIN), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Keluarga Miskin- Inpres Delta (BKM IDT), Jaring Pengaman Sosial (JPS), PEMP, LUEB P2PK dan lain-lain)

Namun kenyataan menurut BAPPENAS anggaran kemiskinan yang besar tersebut belum mampu menurunkan angka kemiskinan yang signi kan. Sebagai contoh selama 6 tahun (2004-2009) penurunan angka kemiskinan berkisar antara 14 - 17 %. Sedangkan anggaran kemiskinan terlihat semakin meningkat dengan jumlah yang naik hampir 300% pada


(23)

tahun 2007 Artinya tingginya anggaran yang disediakan oleh pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan ternyata tidak berpengaruh secara signi kan.

Berdasarkan pendataan BPS tahun 2006 jumlah penduduk miskin (penduduk yang ada di garis kemiskinan) mencapai 3.940.500.000 orang atau 17.75% dari 222 juta. Pada bulan Maret 2008 penduduk miskin di Indonesia turun 2,33 % dari 222 juta, sehingga jumlah penduduk miskin menjadi 3.496.000.000. Pada Maret 2009 jumlah penduduk miskin yang tercatat di BPS ada 32,53 juta jiwa atau turun menjadi 14,08 % dari 231 juta jiwa., berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta. Menurut data BPS, Sensus Penduduk pada tahun 2010 menyebutkan bahwa masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan sekitar 31,92 juta jiwa atau 13,33% dari total penduduk.14

Program pengentasan kemiskinan Kementerian Sosial Republik Indonesia dilaksanakan melalui Program Pemberdayaan Fakir miskin (P2FM-KUBE). Implementasinya sejak tahun 1983 dikembangkan Program KUBE hingga kini masih menjadi ikon Kementerian Sosial Republik Indonesia. KUBE adalah kelompok usaha binaan Kementerian Sosial RI yang dibentuk dari beberapa keluarga binaan untuk melaksanakan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) dalam rangka kemandirian Usaha, meningkatkan kesejahteraan sosial anggota memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya15

Penanganan Kemiskinan melalui KUBE yang di kembangkan Kementerian Sosial sejak tahun 1983, telah menghasilkan ribuan KUBE, sampai saat ini belum pernah dilakukan evaluasi Pelaksanaan P2FM-KUBE.

14 Diolah dari data survey sosial Ekonomi Nasional (susenas 2010)

15 Direktorat jenderal pemberdayaan fakir miskin, Petunjuk Pengembangan Usaha Binaan Sosial


(24)

Menurut catatan Rekapitulasi pada Direktorat Pemberdayaan Sosial jumlah KUBE dari tahun 2003-2010 mencapai 36.799 KUBE atau mencapai 367.078 KK dengan sasaran sekitar 1.003.420 jiwa merata di 33 Provinsi Sedang dengan anggaran DEKON, tahun 2010 mencapai 95.564 KUBE atau 955.646 KK16. Artinya sasaran P2FM-KUBE pada

tahun 2010 mencapai 132.363 KUBE di 33 Provinsi.

Salah satu program Pemberdayaan Fakir Miskin adalah memberikan bantuan UEP terhadap KUBE. KUBE adalah kelompok usaha binaan Departemen Sosial yang dibentuk dari beberapa keluarga Binaan Sosial (KBS) untuk melaksanakan kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) dalam rangka kemandirian usaha meningkatkan kesejahteraan sosial anggotanya dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya17.

Tujuan KUBE adalah mempercepat penghapusan kemiskinan, melalui: (1) Peningkatan kemampuan berusaha para anggota KUBE secara bersama dalam kelompok; (2) Peningkatan pendapatan; (3) Pengembangan usaha; (4) Peningkatan kepedulian dan kesetiakawanan sosial diantara para anggota Kube dan dengan masyarakat sekitar. Bentuk kegiatan KUBE adalah Pelatihan keterampilan berusaha, Pemberian bantuan stimulan sebagai modal kerja atau berusaha dan Pendampingan.

Kajian tentang KUBE dalam penanganan kemiskinan menurut hasil penelitian Mujiyadi dkk. menguraikan bahwa dalam aspek konteks: Pedoman bagi pelaksana program, pendamping dan warga binaan kurang mudah dipahami sehingga pencapaian hasil KUBE belum optimal. Aspek Input: Sebagian KUBE dalam kondisi tidak produktif dan prospektif. Pelatihan pendamping belum mampu memberikan pengetahuan dalam pendampingan sosial sehingga pelaksanaan pendampingan menghadapi kendala. Aspek Proses: Seleksi KUBE belum sesuai dengan Pedoman,

16 Direktorat jenderal pemberdayaan fakir miskin, Petunjuk Pengembangan Usaha Binaan Sosial

dalam KUBE, 2011


(25)

pengelolaan KUBE bervariasi, Administrasi kegiatan yang terdiri dari 10 buku dirasakan memberatkan, beberapa tahapan dalam proses kegiatan KUBE belum dilaksanakan sesuai tujuan18.

Pendapat serupa juga dikemukakan dalam hasil penelitian Suradi dkk19. Pada sisi konteks, panduan pelaksanaan tidak mudah (difahami)

dilaksanakan. Disamping itu, (masih adanya ego sektoral internal Kemsos dan ekternal (instansi sosial di daerah: provinsi, kab/kota) yang menyebabkan penyelenggaraan program belum optimal. Faktor lain adanya intervensi (pemuka formal masyarakat-kades) dalam penyelenggaraan program khusus pembentukan KUBE, penentuan pendamping, dan pemilihan jenis bantuan. Dari sisi input, sebagian besar KUBE tidak memenuhi kuali kasi karena penerima bantuan pengembangan sudah tidak memiliki asset dari usaha sebelumnya, atau sudah tidak produktif dari aspek pelatihan pendamping dirasakan belum memadai dengan kebutuhan, belum memberikan pengetahuan dan keterampilan sosial dalam pendampingan. Dari sisi proses, seleksi KUBE dan pendamping belum tepat, proposal tidak sesuai potensi lokal, dan kurangnya sosialisasi program. Moneva program belum dilaksanakan dengan baik, dan tidak ada kejelasan bagaimana tindak lanjut program. Dari sisi produk, aset maupun modal usaha anggota KUBE belum bertambah, demikian juga iuran kesetiakawanan sosial belum dilaksanakan. Tidak berbeda jauh hasil penelitian Irmayani dkk. juga mengungkapkan bahwa langkah-langkah dalam proses pemberdayaan keluarga melalui KUBE (belum) dilaksanakan oleh tenaga pelaksana (khususnya) di lapangan, hal tersebut menyebabkan KUBE gagal.20

Mencermati hasil kajian diatas, dapatlah diasumsikan bahwa penelitian dan kajian tentang penanganan kemiskinan melalui KUBE masih fokus pada input dan proses pelaksanaan KUBE. Sedangkan

18 Mujiadi dkk. Pemberdayaan Masyarakat Miskin, studi evaluasi penanggulangan Kemiskinan Di

Lima Provinsi 2007

19 Penelitian Kelompok Usaha bersama, 2009 20 Irmayani dkk.


(26)

analisa dampak KUBE terhadap anggota dan masyarakat belum pernah di lakukan. Oleh karena itu untuk mengetahui pencapaian tujuan KUBE maka perlu mengevaluasi dampak sosial ekonomi P2FM-KUBE dapat menurunkan angka kemiskinan.

B. Perumusan Masalah

Kebijakan Departemen Sosial dalam penanganan kemiskinan melalui kelompok usaha bersama (KUBE). KUBE sudah lama dikenal dan menjadi trade mark Departemen Sosial. Keberhasilan program kerja 100 hari Kementerian Sosial (tahun 2010-2011) juga dilihat dari suksesnya Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE).

Penelitian dan kajian tentang penanganan kemiskinan belum ada yang menguraikan tentang keberhasilan KUBE berdasarkan out put

(dampak KUBE terhadap anggota dan masyarakat) dan Out Come yaitu Dampak sosial dan ekonomi KUBE. Padahal untuk mencapai optimalisasi target P2FM-KUBE perlu diketahui (1) sejauh mana implementasi P2FM-KUBE; (2) Apakah penyampaian pelayanan konsisten dengan kebijakan dan strategi penanganan kemiskinan dan (3) sumber daya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan KUBE.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan

Tujuan evaluasi Program Penanganan Kemiskinan melalui KUBE adalah :

a. Teridenti kasi proses pelaksanaan program penanganan kemiskinan melalui KUBE

b. Teridenti kasi dampak sosial ekonomi program kemiskinan melalui KUBE.

2. Manfaat :

a. Bahan Perencanaan pembinaan KUBE bagi Pemerintah Daerah khususnya lokasi penelitian (Kota Madya Aceh, Kab.


(27)

Nganjuk, Kota Banjarmasin, dan kota Tomohon)

b. Bahan masukan bagi Pemerintah Daerah khususnya Dinas Sosial Kota/Kabupaten untuk mengevaluasi keberhasilan Program Penanganan Kemiskinan dengan model KUBE c. Bagi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial sebagai bahan

untuk merumuskan dan melakukan perencanaan Program Penanganan Kemiskinan melalui KUBE tahun 2012-2014.

D. Metode Penelitian

1. Sifat dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bersifat evaluatif yang difokuskan pada evaluasi sumatif untuk mengetahui hasil maupun dampak sosial - ekonomi Program Penanganan Kemiskinan Melalui KUBE Fakir Miskin. Namun demikian tidak berarti evaluasi formatif dikesampingkan, karena untuk mengetahui hasil maupun dampak dari suatu program perlu diketahui bagaimana implementasi program tersebut. Untuk itu kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi evaluasi input (input evaluation), evaluasi proses (process evaluation), evaluasi hasil (output evaluatin), dan evaluasi dampak (outcome evaluation) dari program KUBE fakir miskin.

Dengan diperolehkannya data dan informasi mengenai implementasi dan hasil maupun dampak dari program penanganan kemiskinan melalui KUBE fakir miskin, diharapkan dapat memberi masukan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan suatu kebijakan, baik yang terkait dengan pengembangan maupun penyempurnaan program yang sudah ada. Berhubung penelitian ini terfokus pada evaluasi sumatif atau

evaluasi hasil maupun dampak dari program penanganan kemiskinan melalui KUBE fakir miskin, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Sedangkan untuk mengetahui implementasi dari program tersebut dilakukan


(28)

evaluasi formatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Diharapkan dengan menggunakan kedua pendekatan tersebut dapat saling melengkapi dan menunjang, sehingga akan mempertajam analisis hasil penelitian ini.

2. Lokasi Penelitian

Pemilihan sampel lokasi penelitian ditentukan secara purposive sampling dengan pertimbangan banyaknya jumlah KUBE fakir miskin yang memenuhi persyaratan untuk di evaluasi. KUBE fakir miskin yang akan di evaluasi, yaitu KUBE yang masih aktif yang terbentuk tahun 2003 s/d 2008, dengan pertimbangan bahwa KUBE masih melakukan kegiatan usaha Ekonomiaktif, anggota masih lengkap (10 orang), Modal usaha sudah berkembang, dan memiliki data dan informasi mengenai dampak sosial ekonomi KUBE terhadap anggota dan masyarakat sekitarnya.

Dengan memperhatikan persyaratan di atas dan adanya keterwakilan sampel lokasi untuk Wilayah Barat dan Timur, maka sampel lokasi penelitian ini yang terpilih adalah provinsi: Nanggroe Aceh Darussalam; Jawa Timur; Kalimantan Selatan; dan Sulawesi Utara. Awalnya Masing-masing provinsi dipilih salah satu kota secara purvosive dan masing-masing kota dipilih 10 (sepuluh) KUBE fakir miskin sebagai saran penelitian ini. Kriteria KUBE sasaran adalah KUBE Maju (4 - 5 KUBE) dan KUBE masih ada atau KUBE berkembang (4 - 5 KUBE).

3. Penentuan Responden dan Informan

Responden penelitian ditentukan secara purposive sampling,

dengan pertimbangan mereka sebagai sumber data primer yang dipandang mampu menjelaskan berbagai hal yang terkait dengan kegiatan dan manfaat ataupun dampak dari KUBE fakir miskin. Responden yang dipilih adalah anggota dan pengurus KUBE. Masing-masing KUBE dipilih 3 orang responden sebagai sumber data primer (ketua dan 2 pengurus), yang berarti setiap lokasi penelitian jumlah resposden sebanyak 10 x 3 orang = 30 orang


(29)

responden. Dengan demikian sumber data primer untuk empat lokasi penelitian sebanyak 4 x 30 responden = 120 responden. Disamping responden sebagai sumber data primer, diperlukan informan sebagai sumber data sekunder. Pemilihan informan didasarkan pada kriteria tertentu, yaitu orang-orang yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan KUBE fakir miskin. Informan yang dimaksud adalah pejabat instansi terkait, pendamping KUBE, pengurus dan anggota KUBE, Aparat Desa/Keluarahan, dan Mitra Usaha. Jumlah responden keseluruhan 48 orang.

Tabel 3 : Distribusi responden berdasar lokasi dan jenis No Jenis Responden Instansi

Sosial

Anggota

KUBE Pendamping

Tokoh

masyarakat JUMLAH Lokasi

1 NAD 2 30 5 5 42

2 JAWA TIMUR 2 30 5 5 42

3 KALIMANTAN

SELATAN

2 30 5 5 42

4 SULAWESI

UTARA

2 30 5 5 42

JUMLAH 8 120 20 20 188

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan dengan cara: a. Wawancara

Untuk memperoleh data primer dari responden dilakukan wawancara terstruktur dengan menggunakan questioner. Sedangkan untuk memperoleh informasi sebagai data sekunder dari informan dilakukan wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara.

b. Observasi

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi berupa check list untuk mengamati kondisi keluarga binaan sosial (anggota dan pengurus KUBE) dan


(30)

kiprah serta perkembangan KUBE fakir miskin yang di teliti. c. Fokus Group Discussion (FGD)

Untuk memperoleh informasi mengenai dampak sosial – ekonomi program penanganan kemiskinan melalui KUBE fair miskin, dilakukan diskusi kelompok terfokus dengan peserta diskusi adalah para tokoh masyarakat baik formal maupun informal di tingkat kelurahan/desa, dan peneliti sebagai fasilitator dalam diskusi tersebut.

d. Studi Dokumentasi

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari dokumen dan laporan yang berkaiatan dengan KUBE fakir miskin, dan data statistik mengenai lokasi penelitian.

5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data kuantitaif yang diperoleh dalam penelitian ini di olah melalui sistem SPSS ver.12. Untuk analisis data kuantitatif mengacu pada tolok ukur yang telah ditentukan atas dasar criteria terbaik. Setiap jawaban responden dari masing-masing item pertanyaan diberi skor dengan menggunakan skala Likert 1 s/d 5, di mana skor 1 = tidak setuju ; skor 2 = kurang setuju; skor 3 ragu-ragu; skor 4 setuju ; dan skor 5 = sangat setuju.

Dari hasil perhitungan skore dibuat interval untuk menentukan kategori sikap responden terhadap dampak sosial - ekonomi program penanganan kemiskinan melalui KUBE fakir miskin. Berhubung skala Likert tidak mengijinkan adanya pernyataan item netral. Jadi pernyataan yang ada dalam sekala Likert hanya dua, yaitu pernyataan item positif dan pernyataan item negatif21.

Selanjutnya setiap jawaban dihitung dengan menggunakan Kuartil. Kuartil merupakan nilai-nilai yang membagi data yang


(31)

telah diurutkan menjadi empat bagian yang sama, sehingga dalam suatu gugus data didapati 3 kuartil, yaitu kuartil 1, kuartil 2 atau median, dan kuartil 322.

Dengan demikian dapat dikemukakan :

(1) Kategori sikap sangat setuju (sangat positif), yaitu daerah yang dibatasi oleh kuartil ketiga dan skor maksimal ; (2) Kategori sikap setuju (positif), yaitu daerah yang dibatasi

oleh median dan kuartil ketiga ;

(3) Kategori sikap kurang setuju (negatif), yaitu daerah yang dibatasi kuartil kesatu dan median;

(4) Kategori sikap tidak setuju (sangat negatif), yaitu daerah yang dibatasi skor minimal dan kuartil kesatu.

Dengan demikian hasil penelitian yang sudah disusun berdasarkan interval dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi dan dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan menggunakan perhitungan kuartil.

Untuk menentukan nilai kuartil perlu diperhatikan langkah - langkah berikut, yaitu :

(1) susun data tersebut menurut nilainya; (2) tentukan letak kuartil;

(3) tentukan nilai kuartil. Letak kuartil :

Keterangan : Q

k = Kuartil ke k

K = 1, 2, 3 N = Banyak data 22 (Somantri, 2006 : 130).


(32)

Rumus untuk mencari nilai kuartil untuk data yang telah dikelompokkan dalam distribusi frekuensi adalah :

Keterangan :

Q

k = Kuartil ke k

K = 1, 2, 3, B

1 = Batas bawah kelas yang mengandung Qk

I = Interval kelas

Cfb = Jumlah frekuensi sebelum kelas yang mengandung Qk f

Q = Frekuensi kelas yang mengandung Qk

n = Banyak observasi

E. Langkah langkah. 1. Tahap Persiapan

a. Studi literatur

b. Studi dokumentasi tentang kajian-kajian pelaksanaan Program penanganan KUBE yang dibentuk pada tahun 2008 dan masih berjalan pada tahun 2011. Kajian tentang pelaksanaan KUBE.

c. Penyusunan TOR

d. Berdasarkan studi dokumentasi, di susun Term Of Reference

Dampak Sosial Ekonomi Penanganan Kemiskinan melalui KUBE dan disusun pedoman wawancara dan Pedoman

Fokus Group Diskusi (FGD).

e. Pembahasan tor & instrument

f. Sebelum melaksanakan penjajagan lokasi, dilaksanakan pembahasan Riset Desain Dampak Sosial ekonomi Penanganan Kemiskinan melalui KUBE serta pembahasan


(33)

dan Pedoman wawancara dan Pedoman FGD g. Pengurusan ijin & penjajagan lokasi

h. Setelah perbaikan dari hasil pembahasan riset disain dan Pedoman wawancara serta Pedoman FGD, maka di jadualkan pengurusan ijin dengan melaksanakan konsultasi dengan pemerintah Daerah Provinsi, Kota/Kabupaten dalam rangka penyiapan lokasi dan sasaran responden selanjutnya uji coba pedoman wawancara dan pedoman FGD di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Tahap Pelaksanaan

Pengumpulan data dan informasi, “Dampak Sosial ekonomi Penanganan Kemiskinan melalui KUBE” di empat Provinsi yakni: Provinsi NAD Aceh, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi Sulawesi Utara.

3. Tahap Pengolahan Data

a. Editing data dan klasi kasi

b. Data dan informasi hasil wawancara dan diskusi kelompok, di edit dan di klasi kasikan sesuai dengan tujuan penelitian. c. Coding, data dan informasi tentang kondisi sosial ekonomi anggota kelompok KUBE di beri nilai untuk selanjutnya di masukkan data sheet

d. Analisis data

Hasil perhitungan dengan SPSS didiskripsikan dan dianalisis

4. Tahap Penulisan Laporan

a. Penulisan, Data dan informasi yang sudah di analisis, di deskripsikan per Bab sesuai dengan Out line Laporan b. Konsultasi Laporan. Sebelum laporan di bahas dalam seminar

terakhir laporan, laporan sementara di konsultasikan kepada konsultan untuk mendapatkan pengarahan.


(34)

c. Pembahasan Laporan

d. Laporan sementara hasil konsultasi dengan konsultan akan dipresentasikan pada pembahasan laporan hasil penelitian. e. Revisi draft Laporan

f. Hasil pembahasan direvisi dan di susun dalam bentuk buku siap diterbitkan

F. Jadual Kegiatan

No Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des 1 Tahap Persiapan

a. Studi literature b. Penyusunan TOR c. Pengurusan ijin & Penjajagan lokasi. d. Pembahasan TOR &

instrument e. Ujicoba instrument

xxxx xx x

xx x x 2 Tahap Pelaksanaan

Pengumpulan data dan

informasi xx xx

3 Tahap Pengolahan Data 1. Editing data dan

klasifi kasi. 2. Coding 3. Analisis data

x x

xxx xxxx 4 Tahap Penulisan Laporan

1. Penulisan 2. Konsultasi laporan 3. Pembahasan draf

Laporan 4. Revisi laporan

xxxx xxx x

x xx


(35)

G. Tim Peneliti

Pelaksana Kegiatan : Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial terdiri :

Konsultan : 1. Prof. Dr Paulus Tangdilintin

2. Dr Chazali Situmorang, APT, MSc.PH Ketua tim : Dra. Haryati Roebyantho. Joewono Sekretaris : Muchtar M.Si

Anggota : 1. Drs. Abu Hanifah 2. Dra. Sri Gati Setiti

3. Dra Insulinda Marbun M.Si 4. Aulia Rahman.

Pembantu Peneliti : 1. Maria Yoshepa SH 2. Toto Sugiarto


(36)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka berikut ini akan menguraikan tentang konsep kemiskinan, teori-teori kemiskinan serta penelitian atau kajian tetang kemiskinan, kajian dan penelitian tentang KUBE yang pernah dilaksanakan. Bahasan tersebut akan digunakan sebagai sebagai dasar untuk menganalisis Penanganan Kemiskinan melalui KUBE.

A. KONSEP KEMISKINAN 1. Kemiskinan

Kemiskinan dan keterbelakangan merupakan fenomena sosial yang menjadi atribut negara-negara dunia ketiga. Fenomena ini juga merupakan kebalikan dari kondisi yang dialami oleh negara-negara maju yang memiliki atribut sebagai “ model”. Fenomena kemiskinan merupakan sesuatu yang kompleks,artinya tidak hanya berkaitan dengan dimensi ekonomi tetapi dimensi lain seperti pemenuhan kebutuhan dasar manuasia misal hak pangan, papan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya. Umumnya kemiskinan lebih sering dikonsepsikan dalam konteks ketidak-cukupan pendapatan dan harta (lack of income and assets) untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan (lingkup dimensi ekonomi) dan memenuhi kebutuhan dalam dari aspek sosial, lingkungan, keberdayaan dan tingkat partisipasinya (lingkup dimensi non ekonomi).

Konferensi Dunia untuk Pembangunan Sosial, mende nisikan

Kemiskinan sebagai rendahnya tingkat pendapatan dan sumber daya produktif yang menjamin kehidupan berkesinambungan; kelaparan dan kekurangan gizi; rendahnya tingkat kesehatan; keterbatasan dan kurangnya akses pada pendidikan dan layanan-layanan pokok lainnya; kondisi tak wajar akibat penyakit


(37)

yang terus meningkat; kehidupan bergelandang dan tempat tinggal yang tidak memadai; lingkungan yang tidak aman, serta diskriminasi dan keterasingan sosial; dan dicirikan juga oleh rendahnya tingkat partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan dalam kehidupan sipil, sosial dan budaya.”.24

Menurut BPS Kemiskinan berkaitan dengan kondisi penduduk

yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimum 25. Sedang

J. Friedman mengartikan kemiskinan sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuatan sosial26.

Dwiyanto mengutip konsep kemiskinan Amarta Sen, yang mengartikan kemiskinan sebagai suatu kegagalan berfungsinya beberapa kapabilitas dasar atau kekurangan kesempatan untuk mencapai/mendapat kapabilitas dasar.27

Bappenas dalam dokumen Strategi Nasional Penanggulangan kemiskinan mende nisikan masalah kemiskinan bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga masalah kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang untuk menjadi miskin.28 World Bank mende nisikan kemiskinan itu merupakan

kondisi dimana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya

24 United Nations (2006), “World Summit for Sosial Development Agreement,” Programme of

Action of the World Summit for Sosial Development” Copenhagen 1995.Diakses 5 Juni 2007 dari United Nations

25 BPS mengukur kemiskinan mengacu pada kebutuhan minimum 2.100 kal per kapita per hari

ditambahdengan kebutuhan minimum non makanan. kebutuhan dasar seseorang yang meliputi kebutuhan dasar pangan

26 Basis kekuatan sosial tersebut meliputi ; modal yang produktif atau asset (tanah, perumahan,

peralatan kesehatan,dll); sumber-sumber keuangan (income dan kredit yang memadai) ; organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (partai politik, sindikat, koperasi, dll); network atau jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, pengetahuan dan ketrampilan yang memadai dan informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan. (J Friedman,1996).

27 http://www.damandiri.or.id/ le/syaifulri.unairbab2.pdf, dwiyanto

28 BAPPENAS, 2005, Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan, sekret Kelompok Kerja


(38)

seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup layak, kebebasan, harga diri, dan rasa dihormati seperti o,./rang lain.29

BKKBN menetapkan kemiskinan berdasarkan kriteria keluarga pra sejahtera (pra KS) dan keluarga sejahtera I (KS I).

Berdasarkan beberapa konsep tersebut di atas, nampaklah bahwa de nisi yang terkandung dalam teori kemiskinan mencakup seluruh aspek dimana de nisi tersebut akan saling melengkapi satu dengan yang lainnya.

2. Kajian Penanganan Kemiskinan dan Kajian Kelompok Usaha Bersama (KUBE)

a. Kajian penanganan kemiskinan

1) Hasil kajian John Friedman dalam kajiannya pada tahun 1992 mengemukakan beberapa kosakata standart kemiskinan yaitu :

a) Poverty line (garis kemiskinan). Yaitu tingkat konsumsi rumah tangga minimum yang dapat diterima secara sosial. Biasanya dihitung berdasarkan income, dimana dua pertiganya digunakan untuk “keranjang pangan”. Perhitungan ahli statistik kesejahteraan berdasarkan persediaan kalori dan protein utama yang paling murah.

b) Absolute and relative poverty (kemiskinan absolut dan relatif). Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang jatuh dibawah standar konsumsi minimum dan karenanya tergantung pada kebaikan (karias/amal). Sedangkan relative adalah kemiskian yang eksis di atas garis kemiskinan absolut yang sering dianggap sebagai kesenjangan antara kelompok miskin dan kelompok non miskin berdasarkan income relatif.

29 Menurut World Bank, dalam de nisi kemiskinan adalah ”The denial of choice and opportunities most basic for human development to lead a long healthy, creative life and enjoy a decent standard of living freedom, self esteem and the respect of other”.


(39)

c) Deserving poor adalah kaum miskin yang mau peduli dengan harapan orang-orang non-miskin, bersih, bertanggungjawab, mau menerima pekerjaan apa saja demi memperoleh upah yang ditawarkan. d) Target population populasi sasaran adalah kelompok

orang tertentu yang dijadikan sebagai objek dan kebijakan serta program pemerintah. Mereka dapat berupa rumah tangga yang dikepalai perempuan, anak-anak, buruh tani yang tak punya lahan, petani tradisional kecil, korban perang dan wabah, serta penghuni kampung kumuh perkotaan.30

2) Penelitian Anne Booth dan Firdaus tentang kemiskinan mengemukakan bahwa penyebab dari kemiskinan adalah keterbatasan penduduk di dalam: (1) mengakses pasar untuk produk, (2) fasilitas publik dan (3) fasilitas kredit. Faktor yang mempengaruhi keterbatasan penduduk miskin disebabkan karena faktor geogra , faktor ekonomi, faktor sosial budaya, lingkungan, dan faktor personal serta  sik.31

3) Studi Suyono Dikun, menyimpulkan bahwa dana IDT diperlukan oleh masyarakat miskin sebagai modal usaha tanaman pangan agar terlepas dari praktik ijon. Temuan penelitian menyebutkan bahwa penyebab masyarakat terjerat pada lingkungan utang dan kemiskinan karena adanya praktek ijon dalam pengelolaan tanaman pangan. Kebutuhan masyarakat miskin lainnya adalah penyediaan infrastruktur, kebutuhan sosial dasar, seperti listrik dan air bersih, sehingga mereka dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesehatannya. Peningkatan mobilitas

30 John Friedmann juga merumuskan kemiskinan sebagai minimnya kebutuhan dasar, hasil kajian

terhadap kemiskinan tahun 2000

31 Anne Booth dan Firdaus, dalam papernya yang berjudul “Effect of Price and Market Reform on the Poverty Situation of Rural communities and Firm Families”, 1996), sumber digilib.petra.ac.id/.../ jiunkpe-ns-s1-2009-25405021-12280-kemiskinan.


(40)

sosial ekonomi dengan pengadaan fasilitas transportasi dapat membantu pemberdayaan ekonomi masyarakat. Disebutkan pula, meningkatkan motivasi sosial melalui pendekatan budaya sangat diperlukan untuk mendukung semua program pengentasan kemiskinan.32

4) Studi Rusnadi Ridwan (1998) menyimpulkan bahwa kemiskinan disebabkan oleh keterbatasan modal untuk memperbesar usaha, keterbatasan pendidikan mengakibatkan kurangnya informasi, komunikasi dan wawasan pengetahuan yang sempit. Rekomendasi yang diberikan adalah memberikan bantuan modal berupa ternak (anak sapi, kambing, itik), serta menambah keterampilan dan fasilitas perdagangan.

5) Studi Sarpan, (2003), penelitian ini membahas mengenai

“studi kasus pemberdayaan pedagang kaki lima (PKL) di Tandes, Surabaya”. Hasilnya menyimpulkan bahwa:

• Mengkoordinir, menata paguyuban-paguyuban

pedagang kaki lima dan membentuk forum untuk

mempermudah pelaksanaan pembinaan oleh

Pemerintah.

• Pembentukkan badan pengurusan paguyuban PKL yang lebih dinamis seperti pembentukan koperasi yang beranggotakan para PKL. Meningkatkan peran ketua paguyuban dalam menyelesaikan permasalahan diantara mereka.

• Pemerintah bekerjasama dengan pihak swasta dalam melaksanakan keterampilan bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Tandes untuk mengembang kan potensi mereka. Apabila perlu, dibentuk Tim khusus untuk melatih dan membimbing masyarakat miskin


(41)

dengan pemberian honor atau upah oleh paguyuban PKL.33

6) Studi Djunaidi Rupelu, (2005), tentang “pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap kemiskinan masyarakat melalui aksesibilitas publik di Kabupaten Buru Provinsi Maluku” Kesimpulannya bahwa faktor keterbatasan modal, rendahnya pendidikan, kondisi sosial budaya masyarakat, rendahnya tingkat kesehatan berpengaruh positif terhadap keterbatasan mengakses fasilitas; Disisi lain kondisi sosial ekonomi masyarakat miskin berpengaruh tidak langsung terhadap akses pasar dan koperasi, kondisi sosial ekonomi masyarakat berpengaruh langsung terhadap ke miskinan masyarakat, aksesibilitas publik pada koperasi dan pasar berpengaruh terhadap kemiskinan, kondisi sosial ekonomi berpengaruh langsung terhadap aksesibilitas publik, kondisi sosial ekonomi tidak berpengaruh terhadap akses bank.34

b. Kajian tentang Kelompok Usaha Bersama Ekonomi (KUBE)

1) Mujiadi dkk. Dalam penelitian “Pemberdayaan Masyarakat Miskin, studi evaluasi Penanggulangan Kemiskinan di Lima Provinsi” mengemukakan beberapa gambaran kegiatan Kelompok Usaha Bersama Ekonomi antara lain:

Aspek konteks: Pedoman P2FM-KUBE kurang mudah dipahami oleh pelaksana Program dan pendamping, sehingga pencapaian tujuan KUBE belum optimal. • Aspek input: menemukan kenyataan bahwa sebagian

KUBE dalam kondisi tidak produktif dan prospektif. Pelatihan pendampingan belum mampu memberikan pengetahuan dalam pendampingan sosial sehingga dalam pelaksanaan pendampingan masih menghadapi kendala.

33 Konsep pengembangan pemberdayaan pedagang kaki lima (PKL) di Surabaya (studi kasus di

Jalan Manukan Taman Tandes).-/digilib.petra.ac.id/.../jiunkpe-ns-s1-2009-25405021-12280-kemiskinan.


(42)

Aspek proses, seleksi anggota KUBE belum sesuai dengan pedoman, pengelolaan KUBE masih bervariasi, administrasi kegiatan yang terdiri dari 10 buku dirasakan memberatkan, beberapa tahapan dalam proses kegiatan KUBE belum dilaksanakan sesuai Pedoman.35

2) Suradi dkk. mengemukakan hasil penelitian Pelaksanaan

dari sisi konteks, panduan pelaksanaan P2FM-KUBE tidak mudah (difahami) dilaksanakan. Sehingga penyelenggaraan program belum optimal. Faktor lainnya adalah masih adanya ego sektoral di lingkungan Kementerian Sosial Republik Indonesia. Masih kurangnya koordinasi dalam pelaksanaan Program secara eksternal antara Kementerian Sosial Republik Indonesia dengan instansi sosial baik di provinsi maupun di kabupaten dan kota; Penentuan jenis bantuan, penyelenggaraan program, penentuan pendamping masih ada intervensi dari pemerintah daerah khususnya pemuka formal masyarakat, kecamatan, kepala desa atau kelurahan.

Dari sisi input, sebagian besar KUBE tidak memenuhi kuali kasi karena penerima bantuan pengembangan sudah tidak memiliki aset dari usaha sebelumnya, atau sudah tidak produktif dan prospektif. Disamping itu, pelatihan pendamping belum memadai sehingga belum mampu memberikan pengetahuan dan keterampilan sosial dalam pendampingan. Dari sisi proses, seleksi KUBE dan pendamping belum tepat, proposal tidak sesuai potensi lokal, dan kurangnya sosialisasi program. Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Program belum dilaksanakan dengan baik sehingga tidak ada kejelasan tentang tindak lanjut program.

Dari sisi produk, aset maupun modal usaha anggota KUBE belum bertambah, demikian juga iuran kesetiakawanan

35 Mujiadi dkk. Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Studi Evaluasi Penanggulangan Kemiskinan di Lima Provinsi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia, P3KS Press, 2007.


(43)

sosial belum dilaksanakan.36

3) Irmayani dkk. Dalam penelitian “Efektivitas Pelayanan KUBE, dalam perspektif Ketahanan Sosial Keluarga”

menemukan fakta bahwa tahapan kegiatan dalam proses

pemberdayaan keluarga melalui Kelompok Usaha

Bersama Ekonomis (KUBE) belum semua dilaksanakan. Pengembangan KUBE dipengaruhi oleh kesesuaian tahapan kegiatan KUBE dengan panduan. Pemahaman usaha kelompok masih sebagai wacana, karena dalam temuan lapangan diketahui fakta bahwa kegiatan usaha dilakukan sendiri-sendiri. Dampak Program Pemberdayaan Keluarga melalui KUBE terhadap Ketahanan Sosial Keluarga dapat meningkatkan penghasilan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan dasar keluarga, meningkatkan kemampuan berorganisasi dan meningkatkan kesetiakawanan antara anggota kelompok, meningkatkan rasa kebersamaan memelihara dan meningkatkan usaha keluarga.37

4) Istiana Hermawati, dkk, Studi Evaluasi Efektivitas KUBE dalam Pengentasan Keluarga Miskin di Era Otonomi Daerah, menguraikan hasil temuannya bahwa Program KUBE sudah tepat sasaran karena anggota berasal dari petani, buruh tani, penghasilan terbatas, berusia produktif, berpendidikan rendah, memiliki beban tanggung jawab keluarga. Karakteristik anggota KUBE, terdapat dua jenis yaitu KUBE memiliki anggota (1 atau 2 orang) tidak masuk kriteria BPS namun dipilih dengan alasan memiliki keterampilan, pengetahuan, modal dan jiwa kewiraswastaan (Pedoman P2FM-KUBE 2004)dan KUBE yang seluruh anggotanya

36 Suradi, dkk. Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Studi Evaluasi Penanggulangan kemiskinan di lima Provinsi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia P3KS Press, 2007.

37 Irmayani dkk, Efektivitas Pelayanan KUBE dalam perspektif Ketahanan Sosial Keluarga, Studi

Evaluasi Pemberdayaan Keluarga Melalui KUBE di empat Provinsi, Pusat Pengembangan Ketahanan Sosial Masyarakat, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial Republik, Indonesia P3KS Press 2010.


(44)

dari keluarga miskin, Temuan fakta menyebutkan bahwa KUBE yang memiliki anggota tidak termasuk kriteria lebih berhasil dalam mengembangkan usaha dibandingkan dengan KUBE yang beranggotakan keluarga miskin semua.38

5) Didi Ariyanto dan Yulia Anas, menemukan fakta bahwa KUBE dibentuk karena adanya program bantuan yang akan diterima (Top-down) dan bukan berdasarkan keinginan masyarakat (bottom-up) untuk membentuk KUBE. Sebanyak 94,4 % anggota KUBE menyatakan bahwa KUBE belum ada sebelum adanya program bantuan datang Sebanyak 89,5% anggota KUBE menyatakan bahwa proses pembentukan KUBE hanya membutuhkan waktu 1 hari, tanpa adanya sosialisasi dari dinas tentang program dan bentuk bantuan apa yang akan diberikan oleh pemerintah. Hal ini berdampak pada cara pengambilan masyarakat miskin sebagai anggota KUBE dimana anggota KUBE banyak yang terdiri dari sanak famili atau kerabat dekat dengan Jorong dan bahkan sebesar 4,1 % ada anggota KUBE tidak saling kenal dan tidak mengetahui bahwa mereka termasuk sebagai anggota KUBE.39

Mencermati hasil kajian tentang kemiskinan dan program KUBE, terlihat bahwa konsep tentang kemiskinan masih beragam dan berbeda, namun pada prinsipnya didasarkan atas perkiraan kebutuhan dasar minimum. Sedangkan penentuan garis kemiskinan secara obyektif sulit dilaksanakan karena banyak faktor yang mempengaruhi. Penentuan garis kemiskinan hingga kini masih berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain, sehingga tidak ada satu garis kemiskinan yang berlaku. Kajian penanganan kemiskinan melalui KUBE masih fokus pada proses

38 Istiana Hermawati dkk, Studi Evaluasi Efektivitas KUBE dalam pengentasan Keluarga Miskin di Era Otonomi Daerah. Balai Besar Penelitian Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, Yogyakarta, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia P3KS Press, 2005.

39 Edi Ariyanto dan Yulia Anas, Rekonstruksi Kelompok Usaha Ekonomi Dalam Program Pengentasan Kemiskinan, studi kasus: Program Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial


(45)

pembentukan KUBE, dampak KUBE terhadap anggota, proses perkembangan KUBE. Adapun evaluasi program KUBE masih fokus pada input dan output program.

Sebagai dasar analisa dalam penanganan kemiskinan akan diuraikan tentang hasil kajian dari beberapa pakar ekonomi dalam menentukan ukuran atau kriteria kemiskinan. Kenyataannya di Indonesia belum ada acuan baku yang digunakan untuk standar kemiskinan. Dalam tabel 4 berikut akan digambarkan perkembangan indikator kemiskinan yang digunakan acuan di Indonesia berdasarkan kajian dari beberapa pakar.

Tabel 4: Perkembangan Indikator kemiskinan di Indonesia

Indikator Kemiskinan Garis Kemiskinan Kota Desa Kota+Desa Esmara

(1969/1970)

Konsumsi beras per kapita per tahun (Kg) - - 125

Sajogyo (1977) Konsumsi beras per kapita per tahun (Kg): - melarat

- sangat miskin - miskin 270 360 480 180 240 320 -Ginneken (1969)

Kebutuhan gizi minimum per orang per hari - kalori

- protein

- - 2.000

50 Anne Booth

(1969/1970)

Kebutuhan gizi minimum per orang per hari - kalori - protein -2.000 40 Gupta (1973) Kebutuhan gizi minimum per orang per hari

kalori - - 24.000

Hasan (1975) Pendapatan minimum per orang per kapita

per tahun 125 95

-BPS (1984) - konsumsi kalori per kapita

- pengeluaran per kapita per bulan (Rp)

-13.731 -7.746 2.100 -BPS (2007) 1. Konsumsi kalori per kapita per hari

2. Pendapatan per kapita per bulan (Rp)

-2.100 166.697 World Bank (2007)

Pengeluaran per kapita per hari ($) - - 2

Sumber: Widodo (1990) Indikator Ekonomi: Dasar Perhitungan Perekonomian Indonesia & BPS 2007.


(46)

3. Strategi Penanganan Kemiskinan Di Indonesia

Dalam sejarah Pemerintah Republik Indonesia, sejak berdirinya Republik Indonesia telah dikeluarkan kebijakan pemerintah dalam penanganan kemiskinan. Program pengentasan kemiskinan diselenggarakan dengan pendekatan individu dan kelompok. Namun sampai saat ini kemiskinan masih merupakan permasalahan dalam pembangunan baik di daerah pedesaan dan perkotaan.

Strategi Penanganan yang telah dilakukan oleh Pemerintah antara lain :

a. Pemerintah Presiden Soekarno dikenal dengan Program Pembangunan Nasional Berencana Delapan Tahun (Penasbede).

b. Pemerintahan Soeharto, ada 8 (delapan) Program pengentasan kemiskinan yaitu :

Rencana Pembangunan Lima Tahun {Repelita I - IV}

melalui Program sektoral dan regional;

Repelita IV-V melalui program Inpres Desa tertinggal; Program Pembangunan Keluarga Sejahtera;

Program Kesejahteraan Sosial {Prokesos};

Tabungan Keluarga Sejahtera {Takesra};

Kredit Usaha Keluarga Sejahtera {kukesra};

Gerakan Nasional Orang Tua Asuh {GN-OTA};

Kredit Usaha Tani.

c. Pada masa pemerintah BJ Habibie ada 4 (empat) Program yakni:

a. Jaring Pengaman Sosial {JPS};

b. Program Penanganan Kemiskinan di Perkotaan {P2KP};

c. Program Pengembangan Pembangunan Pra-sarana Pendukung Desa Tertinggal {P3DT};


(47)

d. Presiden Abdurrahman Wahid, tetap melanjutkan program presiden sebelumnya yakni :

a. Jaring Pengaman Sosial {JPS};

b. Program Penanganan Kemiskinan di Perkotaan {P2KP};

c. Program Kredit Ketahanan Pangan (KKP).

e. Pada masa presiden Megawati Soekarnoputri, melanjutkan program terdahulu yaitu:

program Penanganan Kemiskinan di Perkotaan {P2KP};

Pembentukan Komite Penanggulangan Kemiskinan

(KPK).

f. Berbeda dengan presiden sebelumnya, presiden Susilo Bambang Yudoyono menetapkan 5 (lima) program penghapusan kemiskinan terdiri dari:

Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan {TKPK};

Bantuan Langsung Tunai {BLT};

Program Pengembangan Kecamatan {PPK};

Program Penanganan Kemiskinan di Perkotaan {P2KP};

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat {PNPM}. Menurut Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Agung laksono, pemerintah merencanakan menurunkan angka kemiskinan tahun 2014 sekitar 8 (delapan) persen hingga (10) sepuluh persen melalui seri Program Penanganan kemiskinan yang dibagi dalam 6 (enam) program yaitu: Program rumah sangat murah; Program Kendaraan umum murah; program kendaraan angkutan umum murah, program air bersih, program listrik murah dan hemat, peningkatan kehidupan nelayan, serta program peningkatan kesejahteraan masyarakat pinggiran perkotaan.

Dari uraian di atas, tampak bahwa fenomena kemiskinan berlangsung sejak lama dengan strategi penangannnya yang beragam. Adanya krisis ekonomi, bencana alam, krisis global


(48)

mempengaruhi tingkat hidup masyarakat miskin. Karena itu sangatlah penting untuk merumuskan kembali model penanganan kemiskinan dan Memperbaharui Pedoman dengan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan Program.

Menurut Dwiyanto Agus, terdapat 4 (empat) faktor penyebab kegagalan berbagai program pengentasan masyarakat miskin yaitu :

1). Sifat kebijaksanaan pengentasan kemiskinan cenderung merupakan kegiatan pinggiran.

2). Keberlangsungan dari kebijaksanaan dan program pengentasan kemiskinan cenderung amat rendah, di mana kebijaksanaan itu seringkali menghilang bersamaan dengan habisnya kegiatan proyek.

3). Bias birokrasi dan lemahnya posisi penduduk miskin. 4). Kecenderungan sentralisasi dalam penggunaan dana.40

Hasil penelitian El ndri tentang efektivitas KUBE dalam pengentasan kemiskinan menggambarkan bahwa beberapa program pemerintahan dalam pengentasan kemiskinan tidak efektif disebabkan:

1). Lemahnya kemampuan lembaga terkait dalam

mengimplementasikan program bantuan kemiskinan

2). Tidak transparannya pengelolaan bantuan dan lemahnya tanggung jawab terhadap pengelolaan

3). Ditemukan praktek-praktek korupsi dan penyelewengan dalam setiap program kemiskinan

4). Minimnya data base kemiskinan sehingga menyulitkan pemerintah untuk menyusun program yang efektif

40 Bahri, S. (2005). Faktor-faktor determinasi yang mempengaruhi pemberdayaan ekonomi keluarga pada program gerdu taskin di Kabupaten Jombang. (TA KKB KK-2 TPS 56/05 Bah F).


(49)

5). Birokrasi yang rumit

6). Kurang partisipasi masyarakat dalam setiap program yang dibuat

7). Tidak berjalannya community development dan program pendamping sehingga setiap program menemukan kegagalan 8). Lemahnya kemampuan wirausaha dalam masyarakat

sehingga perekonomian lokal menjadi macet dan masyarakat miskin terlena dengan setiap bantuan

9). Kurangnya perlibatan sektor swasta dalam program penanggulangan kemiskinan

10) Anggapan pemerintah dan masyarakat terhadap program kemiskinan sebagai sebuah proyek (project-to-project basis)

sehingga tidak berkelanjutan.

Untuk itu perbaikan program penanganan kemiskinan mutlak untuk segera dibenahi. Perlu disusun perencanaan strategi kebijakan P2FM-KUBE dengan merumuskan kembali mekanisme pembagian wewenang dan tugas pemerintah daerah. Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan, perlu adanya program yang efektif, e sien, terpadu dan berorientasi pada kemandirian dan berkelanjutan. Pembangunan yang mendapat dukungan partisipasi rakyat akan lebih baik dari pada pembangunan yang hanya mengandalkan kekuatan pemerintah. Namun demikian partisipasi ini hendaknya dilandasi oleh kesadaran dan bukan oleh paksaan.

B. KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 1. Pemberdayaan masyarakat

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru dalam pembangunan, yakni yang bersifat "people-centered, participatory, empowering, and


(1)

58, 59, 60, 67, 68, 70, 71, 73, 77, 95, 96, 99, 103, 105, 130, 148, 151, 177, 180, 191, 200

Kekeluargaan 33, 48, 72 Kelurahan 13, 25, 56, 70, 71,

100, 121, 122, 128, 148, 170, 171, 172, 179, 184 Kemiskinan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8,

9, 10, 13, 15, 16, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 34, 37, 42, 43, 44, 45, 48, 49, 51, 52, 56, 64, 65, 66, 75, 8, 94, 95, 98, 122, 128, 129, 131, 139, 147, 148, 151, 153, 154, 158, 169, 170, 174, 175, 179, 183, 184, 185, 187, 188, 189, 190, 191, 192, 193, 194, 198, 199, 200

Keterampilan 7, 8, 23, 25, 26, 34, 46, 47, 75, 77 124, 127, 128, 129, 147, 151, 152, 153, 175, 179, 184 Kolektif 40, 106, 107, 199 Konsep 19, 20, 21, 27, 32, 33,

34, 35, 36, 38, 39, 44, 178, 181, 183, 184, 187, 191, 193, 199

Koperasi 23, 24, 46, 47, 50, 51, 58, 59, 60, 61, 99, 172, 184

Kotamadya 75, 76, 80, 81, 83, 84, 88, 90, 170

Kreativitas 99, 104

Kualitatif 11, 94, 132

Kuartil 13, 14, 15, 52, 82, 85, 86, 87, 89, 90, 91, 92, 93, 110, 111, 112, 113, 114, 116, 117, 118, 119, 120, 132, 133, 135, 136, 139, 141, 142, 143, 144, 146, 154, 156, 158, 160, 161, 164, 165, 167, 168

L

Lingkungan 19, 20, 22, 25, 43, 46, 48, 49, 50, 71, 75, 79, 80, 96, 102, 103, 104, 118, 123, 126, 127, 149, 150, 151, 170, 173, 176, 180, 189, 193, 195

M

Monitoring 25, 46, 76, 78, 79, 80, 97, 108, 127, 130, 152, 154, 176, 188

Musyawarah 95, 103, 105, 106

N

Nanggroe Aceh Darussalam 11 Nilai Median 82, 86, 87, 89, 90,

92, 93, 110, 111, 114, 115, 117, 118, 119, 120, 133, 135, 136, 139, 141, 142, 144, 146, 154, 156, 158, 160, 162, 164, 167

O


(2)

127, 128, 152, 168, 172, 174, 175, 178, 199 Out Come 9, 88, 89, 90, 91, 92,

93, 94, 110, 112, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 132, 140, 141, 142, 143, 144, 145, 146, 161, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 197

Out Put 9, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 108, 109, 110, 111, 113, 114, 115, 117, 132, 133, 134, 135, 136, 137, 138, 139, 141, 142, 144, 146, 154, 155, 156, 158, 159, 160, 161, 163, 164, 165, 170, 195, 196

P

P2FM 6, 7, 9, 24, 25, 26, 32, 45, 48, 96, 148, 169, 172, 173, 174, 176, 177, 178, 179, 183, 185, 186, 190, 200

Partisipatif 40, 108

Pedesaan 29, 41, 45, 183, 193 Pelayanan 2, 9, 26, 49, 79, 103,

147, 184, 190, 191 Pemberdayaan 4, 6, 7, 8, 9, 10,

23, 24, 26, 30, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 75, 94, 95, 96, 97, 100, 101, 102, 105, 108, 124, 125, 127, 128, 129, 131, 147, 148, 151, 152, 153, 169, 171, 174,

175, 176, 177, 178, 183, 184, 187, 188, 189, 190, 191, 192, 193, 194

Pendamping 7, 8, 12, 24, 25, 32, 44, 49, 66, 75, 78, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 121, 122, 123, 124, 125, 126, 127, 128, 129, 130, 135, 136, 143, 147, 149, 150, 151, 152, 153, 158, 169, 171, 172, 175, 176, 177, 178, 179, 180, 181,

Penduduk 1, 2, 3, 4, 6, 20, 22, 31, 40, 41, 43, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 67, 68, 69, 174, 193

Penelitian 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 31, 53, 57, 94, 96, 100, 121, 122, 129, 131, 169, 170, 171, 180, 183, 184, 185, 189, 191, 192

Pengembangan 7, 8, 10, 18, 25, 26, 29, 30, 44, 45, 47, 49, 50, 51, 62, 65, 69, 75, 96, 97, 105, 106, 107, 121, 123, 125, 127, 129, 131, 148, 149, 152, 169, 171, 176, 178, 179, 183, 184, 186, 187, 190, 191, 192, 200, Perencanaan Program 10, 75, 102, 103, 127, 128, 152, 178, 184, 185, 186

Perkotaan 22, 29, 30, 45, 184, 192, 200


(3)

PKL 23, 24

PMKS 55, 60, 79, 104, 180, 181, 186

Potensi 8, 23, 25, 41, 43, 44, 47, 49, 41, 55, 58, 65, 69, 75, 98, 104, 105, 127, 129, 130, 152, 154, 175, 177, 179, 181, 184, 187, 188, 208,

Presentase 82, 86, 89, 92, 110, 111, 114, 117, 119, 141, 144, 155, 159, 163, 167 Produktif 6, 7, 8, 19, 20, 24, 25,

26, 45, 49, 50, 51, 53, 62, 72, 75, 77, 102, 105, 122, 126, 127, 129, 139, 143, 152, 171, 178, 179, Propinsi 55, 56, 65, 68, 95, 96,

98, 100, 101, 103, 116, Proses 7, 8, 9, 10, 20, 25, 26, 27,

28, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 42, 43, 52, 75, 79, 94, 95, 97, 101, 102, 103, 104, 105, 108, 123, 127, 132, 150, 152, 170, 173, 176, 184, 185, 186

R

Responden 11, 12, 13, 16, 80, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 108, 110, 11, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 129, 130, 131, 132, 133, 134, 135, 136, 137, 138, 139, 140, 141,

142, 143, 144, 145, 146, 147, 148, 149, 150, 154, 155, 156, 157, 158, 159, 160, 161, 162, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 174, 183

S

Sembako 58, 59, 61, 97, 122, 126, 127, 171

Skala 13, 53, 62. 82, 84, 85, 86, 87, 89, 90, 91, 92, 93, 110, 11, 112, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 133, 134, 135, 136, 139, 141, 142, 144, 146, 154, 155, 156, 158, 160, 161, 162, 164, 165, 167

Sumber Daya 9, 19, 35, 37, 39, 43, 44, 54, 75, 104, 123, 124, 149, 150, 151, 170, 174, 175, 184

T

Teknologi 34, 35, 43, 44, 174, 175,

U

UEP 6, 7, 45, 46, 50, 51, 56, 75, 77, 78, 97, 127, 129, 152, 179 Usaha Simpan Pinjam 50, 121, 122,

130, 131, 139, 140, 143, 172, 174, 180

V

Variabel 75, 80, 85, 86, 87, 88, 89, 91, 92, 93, 108, 110, 11, 112, 113, 114, 116, 117, 118, 119,


(4)

120, 123, 127, 132, 134, 135, 136, 138, 139, 140, 141, 142, 143, 144, 146, 149, 152, 154, 155, 156, 157, 158, 159, 161, 163, 164, 165, 167, 168, 195, 196, 197

W

Wawancara 12, 15, 16, 76, 80, 84, 100, 120, 121, 124, 125, 126, 127, 128, 129, 130, 150, 151, 152, 153, 166, 170, 174, 175, 177, 180

Wilayah 1, 11, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 60, 61, 63, 65, 68, 71, 97, 102, 107


(5)

SEKILAS PENULIS

Haryati Roebyantho;

Lahir di Tondano, Sulawesi Utara 7 April 1956; latar belakang pendidikan antara lain: SDN di Kepanjen Malang (1962-1968); SMPN IV Malang (1968 - 1971); SMAN I Bondowoso (19971 - 1974); Sarjana Sosiatri Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (1977

- 1984). Pekerjaan: Staf Identi kasi Masalah Pusat Penelitian Usaha

Kesejahteraan Sosial (1986 - 1991) Jabatan fungsional Asisten Peneliti Muda Pada Pusat Penelitian Usaha Kesejahteraan Sosial/UKS (1992 - 1999); Asisten Peneliti Madya Pusat Penelitian Usaha Kesejahteraan Sosial /UKS (1999 - 2001); Peneliti Madya Pusat Penelitian Permasalahan Kesejahteraan Sosial, Penelitian yang pernah dilakukakan antara lain; Melakukan penelitian masalah Narkotika dan Tim work Penanggulangan Narkotika (1985-1987) di BERSAMA. Melakukan penelitian yang berkaitan dengan masalah sosial seperti: Gelandangan Pengemis, Perilaku dalam penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif lainnya, Perilaku Tuna Sosial, Aksesibilitas Penyandang cacat, Pelaksanaan Kelompok USaha

Bersama Ekonomi (KUBE), Kon ik dan Kesenjangan, Masalah Anak

dan Pengungsi.Juga Penelitian mengenai organisasi Sosial dan peranan Pranata Sosial. Karya Ilmiah yang telah di hasilkan antara lain; Berupa karangan mandiri tentang remaja dan penyalahgunaan Narkotika dan Zat

Adiktif; Panti Petirahan Anak, KUBE, Organisasi Sosial, Kon ik dan

kesenjangan, Masalah Tuna Sosial, Penyandang cacat; Karangan dalam bentuk majalah ilmiah dan buku.

Dra. Sri Gati Setiti MSi.

Lahir di Surakarta, 23 Nopember 1947, Peneliti Madya Pada Puslitbang Kesejahteraan Sosial, Badan Pendididikan dan penelitian Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI ini mempunyai latar belakang belakang pendidikan Sarjana Muda Antropologi UGM, Sarjana Antropologi UNHAS, Magister Kesejahteraan

sosial di STISIP Widuri Jakarta, akti tas dan karya tulisnya antara lain;

Anggota PPI (Panitya Pembina Ilmiah) Depsos. Anggota Tim Penilai Jabatan Fungsional Peneliti di Depsos. Dewan redaksi di Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Dewan juri Lomba Menulis


(6)

Karya Tulis Masalah Sosial Tingkat Nasional. Menduduki jabatan rangkap Peneliti dan Kasubid Metodologi Pelayanan Sosial Puslitbang Depsos, Dosen tidak tetap pada Universitas Muhammadiyah Jakarta Th 1984-1987; Dosen tidak tetap di Universitas Satya Negara Th 1985-2000, Konsultan penelitian Potensi Penyandang Cacat Di BPRCBD Cibinong Tahun 2008; Aktif dalam pelayanan anak yatim di yayasan Ruhama; Aktif mendampingi wanita dengan HIV/AIDS di Yayasan Pelita Ilmu Jakarta; Penelitian yang pernah dilakukan meliputi: Masalah Narkoba di sekolah, Penyuluhan sebagai Gerak Dasar, Peran LK3 Pada kesejahteraan sosial keluarga, Penanganan masalah penyandang Cacat, Masalah kesejahteraan sosial di daerah Kumuh, Karang Taruna, Peranan Wanita, Anak Jalanan, Tanggung Jawab dunia Usaha, Profesionalisme Pengelolaan Orsos, Dampak Sosial Industri, Peran GNOTA pada Kasejahteraan anak, Pola

rekonsiliasi Masyarakat Etnis di Daerah Kon ik, Pemberdayaan Lanjut

Usia, Pemberdayaan Migran, dan Masalah TKI, Masalah anak nakal,

masalah Tra king dan Asistensi pemberdayaan keluarga, Dampak

sosial KUBE dan Pemberdayaan keluarga miskin disekitar industri pertambangan; Aktif menulis di Majalah, Jurnal dan Informasi Puslitbang Kesos.

Aulia Rahman,

S.IP, lahir di Medan tanggal 12 Juli 1985, riwayat

pendidikan; SD Islam A  yah tamat tahun 1997, SLTP Negeri 3 Medan

tamat tahun 2000, SMU Negeri 1 Medan tamat tahun 2003, S1 Fisip, Universitas Riau tamat tahun 2008 jabatan Staf Bagian Tata Usaha Puslitbang Kessos dengan pangkat Penata Muda/IIIa.