pemborongan tidak ada hubungan semacam itu, melainkan melaksanakan pekerjaan yang tugasnya mandiri.
33
Akan tetapi, selain berpedoman pada Pasal 1320 KUHPerdata, masih ada unsur-unsur lain yang harus dipenuhi. Menurut seorang pakar Hukum Perburuhan
dan Hukum Sosial Belanda, M.G Rood, bahwa perjanjian kerja mengandung empat unsur, yaitu :
2. Unsur-Unsur Dalam Perjanjian Kerja
Dalam perjanjian pada umumnya, unsur-unsur yang harus dipenuhi agar perjanjian bisa dinyatakan sah dan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya, haruslah memenuhi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Dalam perjanjian kerja, pada prinsipnya unsur-unsur seperti yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata tersebut masih juga menjadi pegangan
dan harus diterapkan, agar suatu perjanjian kerja tersebut keberadaanya bisa dianggap sah dan konsekuensinya dianggap sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.
34
a. Adanya unsur work atau pekerjaan
Suatu pekerjaan yang diperjanjiakan dan dikerjakan sendiri oleh pekerja yang membuat perjanjian kerja merupakan unsur penting dalam perjanjian kerja.
Pekerjaan yang dikerjakan oleh pekerja itu sendiri haruslah berdasarkan dan berpedoman pada perjanjian kerja.
Pekerja yang melaksanakan pekerjaan atas dasar perjanjian kerja tersebut pada pokoknya wajib untuk melaksanakannya sendiri. Sebab apabila para pihak
33
Sri Soedewi Maschun Sofwan, Hukum Bangunan, Perjanjian Pemborongan Bangunan Cetakan Pertama, Liberty, Yokyakarta, 1982 hlm. 52.
34
M.G.Rood, Hukum Perburuhan Bahan Penataran. Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran, Bandung, 1989, hlm. 28
Universitas Sumatera Utara
itu bebas untuk melaksanakan pekerjaannya, untuk dilakukan sendiri atau menyuruh pada orang lain untuk melakukannya, akibatnya hal tersebut akan sulit
dikatakan sebagai pelaksanaan dari perjanjian kerja. Bahkan pada Pasal 93 ayat 1 UU Nomor 13 Tahun 2003, dinyatakan bahwa upah tidak dibayar bila tidak
melakukan pekerjaan. Ketentuan tersebut di atas, bila disebut when do not work, do not get pay atau no work no pay. Maksud dari kalimat tersebut adalah jika
seseorang tidak mau bekerja, maka seseorang tersebut tidak berhak untuk mendapatkan upah.
Walaupun demikian di dalam pelaksanaanya, jika pihak pekerja sewaktu akan melaksanakan pekerjaan berhalangan, maka pekerjaan bisa diwakili atau
digantikan oleh orang lain, sepanjang sebelumnya telah diberitahukan dan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pihak majikan. Ketentuan ini
tercantum dalam Pasal 1383 KUHPerdata jo. 1603 a KUHPerdata jo. UU Nomor 13 Tahun 2003 dalam Pasal 93 ayat 2.
Pasal 1383 KUHPerdata : ”Suatu perjanjian untuk berbuat sesuatu tak dapat dipenuhi oleh seseorang
dari pihak ketiga berlawanan dengan kemauan si berpiutang, jika si berpiutang ini mempunyai kepentingan supaya perbuatannya dilakukan
sendiri oleh si berutang.” Pasal 1603 a KUHPerdata :
”Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaanya, hanyalah dengan izin majikan ia dapat menyuruh seseorang ketiga menggantikannya.”
UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 93 ayat 2 berbunyi: ”Ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat 1 tidak berlaku, dan
pengusaha wajib membayar upah apabila :
Universitas Sumatera Utara
1 pekerjaburuh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
2 pekerjaburuh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua
masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; 3
pekerjaburuh tidak masuk bekerja karena pekerjaburuh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri
melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu
rumah meninggal dunia;
4 pekerjaburuh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang
menjalankan kewajiban terhadap negara; 5
pekerjaburuh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
6 pekerjaburuh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan
tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
7 pekerjaburuh melaksanakan hak istirahat;
8 pekerjaburuh melaksanakan tugas serikat pekerjaserikat buruh atas
persetujuan pengusaha; dan 9
pekerjaburuh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan. b.
Adanya service atau pelayanan Bahwa yang melakukan pekerjaan sebagai manifestasi adanya perjanjian
kerja tersebut adalah bahwa pekerja hanya tunduk padadi bawah perintah orang lain, yaitu pihak pemberi kerja yaitu si majikan pengusaha.
Dengan adanya ketentuan tersebut maka seorang dokter misalnya, dalam melaksanakan tugasnya, yaitu memeriksa atau mengdiagnosa pasiennya atau
seorang notaris yang melayani kliennya, mereka itu dalam melakukan pekerjaanya, tidak dapat disamakan dengan pengertian melaksanakan perjanjian
kerja. Alasannya, karena unsur service dalam melakukan pekerjaan tersebut tidak terdapat di dalamnya. Sebab mereka itu dalam melakukan pekerjaanya, tidak
tunduk dan di bawah perintah orang lain. Karena mereka mempunyai keahlian tertentu yang tidak dipunyai dan dikuasai si pemberi kerja, yaitu pasien atau
klien.
35
35
Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja Cetakan Ketiga, Radjawali Pers, Jakarta, 1995, hlm. 60.
Universitas Sumatera Utara
Di samping itu dalam melaksankan pekerjaanya, pekerjaan itu harus bermanfaat bagi si pemberi kerja, misalnya jika dalam suatu perjanjian kerja yang
mereka buat, dinyatakan bahwa bidang pekerjaan yang dijanjikan adalah suatu pekerjaan pengerasan atau pengaspalan jalan. Maka pekerja dalam melaksanakan
pekerjaannya haruslah bermanfaat bagi si pemberi kerjanya, misalnya sejak si pekerja bekerja memecah batu dan menghamparkannya disepanjang jalan yang
sedang diperkeras atau diaspal. Berdasarkan hal tersebut jelaslah bahwa prinsip dalam unsur ini adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh si pekerja
dan harus bermanfaat bagi si pemberi kerja, sesuai dengan apa yang dimuat dalam perjanjian kerja. Oleh karena itu bila suatu pekerjaan yang tujuannya bukan untuk
memberikan manfaat bagi si pemberi kerja tetapi bertujuan untuk kemanfaatan si pekerja, misalnya untuk kepentingan praktik seorang siswa atau mahasiswa, maka
perjanjian tersebut jelas bukan merupakan perjanjian kerja. c.
Adanya unsur time atau waktu tertentu Yang dimaksud unsur time atau waktu tertentu di sini bahwa dalam
melakukan hubungan kerja tersebut haruslah disesuaikan dengan waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian kerja atau dalam peraturan perundang-undangan.
Oleh karena itu pekerja tidak boleh melakukan pekerjaanya sekehendak hati, begitu pula si majikan tidak boleh mempekerjakan pekerjanya seumur hidup.
Apabila dilakukan dengan demikian, maka berarti hak pribadi manusia akan hilang, sehingga timbullah yang dinamakan perbudakan dan bukan perjanjian
kerja. Pelaksanaan pekerjaan tersebut harus sesuai dengan isi perjanjian kerja. Dengan kata lain dalam pelaksanan pekerjaan, si buruh tidak boleh bekerja dalam
waktu yang seenaknya saja, akan tetapi harus dilakukan sesuai dengan yang telah ditentukan pada perjanjian kerja atau peraturan perusahaan dan juga pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
pekerjaanya tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, kebiasaan setempat dan ketertiban umum.
d. Adanya unsur pay atau upah
Unsur pay atau upah ini merupakan unsur yang paling penting dan menentukan dalam setiap perjanjian kerja. Apabila seseorang bertujuan bukan
untuk mencari upah pay maka sulit untuk dikatakan sebagai pelaksanaan dari perjanjian kerja. Jika seseorang bekerja bertujuan untuk mendapatkan manfaat
bagi diri si pekerja dan bukan bertujuan untuk mencari upah, maka unsur keempat dalam perjanjian kerja ini, yaitu unsur pay tidak terpenuhi. Contoh dari ketentuan
tersebut adalah dalam hal perjanjian kerja praktik dari seorang pelajar atau mahasiswa. Mereka dalam melaksanakan masa prakteknya, misalnya mahasiswa
dari akademi perhotelan dan pariwisata, maka sewaktu mahasiswa tersebut berpraktik di suatu hotel, walaupun mereka telah bekerja dan di bawah perintah
orang lain serta dalam waktu-waktu tertentu pula, tetapi karena tujuannya yang utama bukan bukan mendapatkan upah, maka hubungan hukum tersebut bukan
merupakan hubungan kerja. Akan tetapi menurut UU Nomor 13 Tahun 2003, yang menjadi unsur
dalam sebuah perjanjian kerja hanyalah ada tiga 3 yaitu : pekerjaan, upah dan perintah. Unsur upah dan unsur pekerjaan yang dinyatakan oleh M.G Rood di atas
sama dengan yang terdapat dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 ini. Akan tetapi unsur service pelayanan dan unsur time waktu yang dinyatakan M.G Rood
tidak disebutkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003. Unsur lainnya yang terdapat dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 adalah unsur perintah.
Unsur perintah di sini menjelaskan bahwa manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus
Universitas Sumatera Utara
tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan. Pada dasarnya unsur perintah ini sama dengan unsur service
pelayanan yang di kemukakan oleh M.G. Rood. Dari keempat unsur tersebut, jika dirumuskan adalah sebagai berikut :
a. Bahwa dalam melaksanakan pekerjaan, pada pokoknya harus dilakukan
sendiri. b.
Harus di bawah perintah orang lain. c.
Pekerjaan tersebut dilakukan dalam waktu tertentu. d.
Si pekerja setelah memenuhi prestasinya, berhak mendapatkan upah, sebaliknya si pengusaha wajib untuk membayarkan upah tepat pada waktunya.
Keempat unsur tersebut, diatur dalam Pasal 1602, 1602 b, 1603 a dan 1603 b KUHPerdata, serta UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 93 ayat 2. Menurut
Sendjum W. Manulang, dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, antara lain menyebutkan bahwa ada 3 tiga unsur atau faktor yang
menentukan adanya hubungan kerja, yaitu : a.
Adanya pekerjaan yang harus dilakukan; b.
Adanya perintah bekerja atas perintah atasan atau pengusaha dan; c.
Adanya upah. Tanpa adanya salah satu dari ketiga unsur tersebut maka tidak ada
hubungan kerja.
36
a. Harus disebutkan macam pekerjaan yang diperjanjikan;
Selain syarat-syarat material seperti telah diuraikan, maka dalam hal diadakannya perjanjian kerja yang dilakukan secara tertulis, dalam perjanjian
kerja tersebut harus berisi syarat-syarat formal antara lain sebagai berikut :
b. Waktu berlakunya perjanjian kerja;
36
Sendjum W. Manulang, S.H., Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Cetakan Pertama, Bineka Cipta, Jakarta, 1990, hlm. 64.
Universitas Sumatera Utara
c. Upah buruh yang berupa uang diberikan tiap bulan;
d. Saat istirahat bagi buruh, yang dilakukan di dalam dan kalau perlu di
luar Indonesia serta selama istirahat itu. e.
Bagian upah lainnya yang berisi perjanjian menjadi hak buruh.
37
Biasanya perjanjian kerja itu, jika hanya untuk pekerjaan yang sifatnya sederhana saja, maka perjanjian tersebut dilakukan secara lisan. Walaupun
demikian buruh atau pekerjaannya, pekerja tersebut tetap mendapatkan hak atas upah mereka.
Ketentuan mengenai syarat sahnya suatu perjanjian kerja juga tertuang dalam Pasal 52 ayat 1 UU Nomor 13 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa:
Perjanjian kerja dibuat atas dasar : a.
Kesepakatan keduabelah pihak; b.
Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; c.
Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; d.
Perjanjian yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Kesepakatan kedua belah pihak yang lazim disebut kesepakatan bagi yang
mengikatkan dirinya maksudnya bahwa pihak-pihak yang mengadakan perjanjian kerja harus setuju atau sepakat, seiya sekata mengenai hal-hal yang diperjanjikan.
Apa yang dikehendaki pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Pihak pekerja menerima pekerjaan yang ditawarkan, dan pihak pengusaha
menerima pekerja tersebut untuk dipekerjakan. Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak yang membuat perjanjian
maksudnya pihak pekerja maupun pengusaha cakap membuat perjanjian. Seseorang dipandang cakap membuat perjanjian jika yang bersangkutan telah
cukup umur. Ketentuan hukum ketenagakerjaan memberikan batasan umur minimal 18 tahun yang diatur dalam Pasal 26 UU Nomor 13 Tahun 2003. Selain
37
Iman Soepomo, Op. Cit, hlm. 87
Universitas Sumatera Utara
itu seseorang dikatakan cakap melakukan perjanjian jika seseorang itu tidak terganggu jiwanya atau waras.
Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dalam istilah Pasal 1320 KUHPerdata adalah hal tertentu. Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan objek
dari perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha, yang akibat hukumnya melahirkan hak dan kewajiban para pihak.
Objek perjanjian pekerjaan harus halal, yakni tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Jenis pekerjaan yang
diperjanjikan merupakan salah satu unsur perjanjian kerja yang harus disebutkan secara jelas.
Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi seluruhnya baru dapat dikatakan sebagai perjanjian kerja yang sah. Syarat
kemauan bebas kedua belah pihak dan kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak dalam membuat perjanjian dalam hukum perdata disebut sebagai syarat
subjektif, karena menyangkut mengenai orang yang membuat perjanjian, sedangkan syarat adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan pekerjaan yang
diperjanjikan harus halal disebut sebagai syarat objektif karena menyangkut objek perjanjian. Apabila syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut batal
demi hukum, maksudnya dari semula perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada. Jika yang tidak dipenuhi syarat subjektif, maka akibat hukum dari perjanjian
tersebut dapat dibatalkan. Pihak-pihak yang tidak memberikan persetujuan secara tidak bebas, demikian juga oleh orang tua atau wali pengampu bagi orang yang
tidak cakap membuat perjanjian dapat meminta pembatalan perjanjian itu kepada hakim. Dengan demikian perjanjian tersebut mempunyai kekuatan hukum selama
belum dibatalkan oleh hakim.
Universitas Sumatera Utara
3. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Kerja