Untuk menganalisis daya pragmatik digunakan pendekatan kontekstual, khususnya berpijak pada konsep komponen tutur yang dikembangkan oleh
Poedjosoedarmo Kunjana Rahardi, 2001: 35-50. Pendekatan kontekstual dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa pragmatik adalah kajian mengenai penggunaan
bahasa, atau kajian bahasa dalam perspektif fungsional. Artinya kajian pragmatik mencoba menjelaskan aspek-aspek struktur bahasa dengan mengacu ke pengaruh-
pengaruh dan sebab-sebab non linguistik. Daya pragmatik berkaitan dengan retorika, oleh karena itu juga berkaitan
dengan warna emosi penutur, pilihan kata, nada suasana bicara, dan konteks tuturan untuk menyampaikan maksud penutur. Pêpindhan “nêgar kaya dioyak
sétan” dalam konteks kalimat “Bus sing ditumpaki têrus nêgar kaya dioyak sétan” menampilkan nada negatif sehingga daya pragmatiknya merupakan
kritikan atau cemoohan. Berbeda dengan itu, pêpindhan “kusêm kaya kêmbang kang lagi alum” dalam konteks kalimat “Dhuh adhiku dhi wong ayu, yagéné
sariramu malih kuru aking, pasuryanmu kusêm kaya kêmbang kang lagi alum?” bukanlah cemoohan, akan tetapi mengasihi. Jadi daya pragmatik yang akan
diungkapkan adalah maksud penutur didasarkan atas daya isi dan konteks tuturannya.
E. Kodifikasi Data
Data yang didapat dikelompokkan berdasarkan sumbernya. Secara keseluruhan data yang didapat dilampirkan pada lampiran. Masing-masing
sumber data diberi kode huruf kapital. Kode untuk data yang bersumber dari
sumber data bentuk buku dan bentuk cerita pendek terdiri atas huruf kapital sebagai kode sumber data diikuti titik dua diikuti nomor halaman. Kode untuk
data yang bersumber dari sumber data bentuk cerita bersambung, dan cerita rakyat dalam majalah terdiri atas huruf kapital sebagai kode sumber data diikuti titik dua
diikuti nomor majalah diikuti koma diikuti nomor halaman. Kode untuk data yang bersumber dari kaset rekaman lakon wayang terdiri atas huruf kapital sebagai
kode sumber data kiikuti titik dua diikuti nomor urut kaset dengan angka romawi diikuti koma diikuti sisi kaset dengan huruf kapital. Data yang didapat dari
informan ditampilkan dengan kode informan berupa nomor urut informan sesuai dengan yang tertulis pada Lampiran Daftar Informan.
Data yang dikutip pada uraian disertai terjemahannya. Terjemahan dilakukan dengan dua langkah, yakni terjemahan kata-per kata dan terjemahan
makna. Oleh karena itu setiap kutipan data terdiri atas tiga baris. Selain itu kutipan data juga diberi nomor urut di dalam kurung.
BAB IV ANALISIS STRUKTUR DAN MAKNA
Pada bab IV ini akan ditampilkan hasil penelitian, analisis, dan pembahasan. Analisis dan pembahasan akan dimulai dengan uraian mengenai pola
struktur, baik struktur pêpindhan maupun struktur sanépa. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan makna dan hubungan makna antarkonstituen dalam
pêpindhan dan sanépa.
A. Struktur Pêpindhan
1. Bentuk Formal Pêpindhan
Pêpindhan sebagai gaya bahasa perbandingan secara eksplisit menampilkan konstituen pertama atau terbanding atau tenor, yakni sesuatu yang
sedang dibicarakan, dan konstituen kedua atau pembanding atau wahana, yakni sesuatu untuk membandingkannya. Makna perbandingan ditandai secara formal
atau eksplisit dengan satuan lingual yang bermakna ‘seperti’, yakni dapat berupa kata atau kata bentukan. Penanda formal perbandingan yang berupa kata adalah
sasat ‘seperti’, yayah ‘seperti’, pindha ‘seperti’, lir ‘seperti’, kadya ‘seperti’, kadi ‘seperti’, kaya ‘seperti’, pêrsis ‘mirip sekali’. Adapun penanda formal
perbandingan yang berupa kata bentukan adalah dengan {N-}, {aN-} dan {-um-}. Contoh penggunaan penanda formal itu terdapat pada data berikut.