Analisis Deskriptif Kebijakan dalam Pengelolaan Jalan Raya

33 responden, yaitu 20 responden pengemudi angkutan umum untuk analisis nilai kerugian angkutan umum akibat keterlambatankemacetan dan 20 responden untuk analisis nilai kerugian masyarakat akibat polusi udara dan kebisingan.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh selanjutnya diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel. Tabel 4.2 Matriks Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis Data No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data Jenis Data 1. Mengidentifikasi perubahan lingkungan dan dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya peningkatan volume lalu lintas. Data primer wawancara Analisis Deskriptif Perubahan lingkungan Persentase Dampak negatif terpenting dari tiap kelompok responden 2. Menghitung nilai kerugian masyarakat akibat peningkatan volume lalu lintas di Jalan Raya Kasomalang Data primer wawancara -Analisis Nilai Produktiitas -Biaya Pengobatan dan -Wllingness to Pay Pendapatan yang hilang dan biaya yang dikeluarkan responden digunakan untuk mengestimasi nilai kerugian masyarakat 3 Mengkaji kebijakan pemerintah mengenai pengelolaan jalan di Jalan Raya Kasomalang Data primer wawancara dan sekunder Analisis deskriptif dan studi literatur Realisasi dan kendala penerapan kebijkan terkait pengelolaan jalan di Jalan Raya Kasomalang

4.4.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dalam penelitian digunakan untuk menganalisis persepsi responden mengenai dempak negatif yang ditimbulkan dari adanya peningkatan volume lalu lintas dan perubahan kondisi lingkungan yang dirasakan masyarakat. Begitu pula untuk mengkaji kebijakan pemerintah mengenai pengelolaan jalan di Jalan Raya Kasomalang. Realisasi dan kendala penerapan kebijakan terkait pengelolaan jalan menurut aturan perundangan dianalisis secara deskriptif yang disajikan dalam bentuk matrik. 34

4.4.2 Nilai Kerugian 1.

Analisis Produktivitas Analisis produktivitas dapat digunakan untuk menilai kerugian dari adanya keterlambatan angkutan umum yang melintasi Jalan Raya Kasomalang. Keterlambatan tersebut berimplikasi pada penurunan pendapatan. Pendapatan per hari dikonversi ke dalam rupiah per jam, lalu dicari nilai rupiah dari rata-rata keterlambatan. Nilai keterlambatan dikalikan dengan berapa kali angkutan melalui ruas jalan tersebut. Satu rit berarti dua kali melalui ruas jalan. = ……….. x jumlah rit x 2 Total nilai kerugian akibat keterlambatan = jumlah armada elf x nilai kerugian 2. Biaya Kesehatan Nilai kerugian akibat penurunan kualitas udara, diperoleh dengan menghitung biaya kesehatan. Nilai kerugian dapat dihitung dengan mengalikan jumlah masyarakat Kecamatan Kasomalang yang diduga dapat terkena efek langsung dari lalu lintas masyarakat yang bermukim dalam jarak 15 meter dari ruas jalan dengan rataan biaya berobat yang ditanggung masyarakat untuk sekali pengobatan ISPA tanpa Jaminan Kesehatan Masyarakat Jamkesmas. Total nilai kerugian akibat peningkatan debu jalan = n penderita x rata-rata biaya

3. Willingness to Pay

Pihak responden tidak memiliki hak kepemilikan property right atas barang publik. Barang publik yang dibahas pada bagian ini yaitu lingkungan yang tenang dan udara bersih. Nilai kerugian akibat kebisingan didapat dengan 35 mengetahui nilai Willingness to Pay WTP masyarakat, bukan Willingness to Accept WTA. Untuk kasus barang publik, sulit untuk menentukan siapa yang wajib mengeluarkan kompensasi dan siapa yang berhak mendapatkan kompensasi atas suatu eksternalitas berupa kebisingan dari aktivitas lalu lintas. Nilai kerugian akibat kebisingan didapat dengan mengetahui nilai WTP masyarakat sekitar Jalan Raya Kasomalang untuk sejumlah upaya yang disampaikan dalam skenario. Penawaran akan lingkungan yang tenang dan sehat dari pemerintah menjadi insentif bagi masyarakat untuk mengeluarkan sejumlah biaya dalam penyediaanya. Nilai WTP dari masyarakat Kecamatan Kasomalang di sepanjang jalan raya dianalisis dengan menggunakan pendekatan CVM. Adapun tahap-tahap pelaksanaanya adalah sebagai berikut : a. Membuat Pasar Hipotetik Untuk dapat menggunakan WTP dalam mengukur penurunan kualitas lingkungan, maka perlu dibentuk pasar hipotesis penurunan kualitas lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat. Dalam upaya pelestarian lingkungan dan perbaikan infrastruktur diperlukan anggaran, untuk pembangunan dan pemeliharaanya. Selanjutnya, pasar hipotetik akan dituangkan dalam bentuk skenario berikut: SKENARIO Dampak negatif dari peningkatan volume lalu lintas di Jalan Raya Kasomalang saat ini dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh masyarakat yang bertempat tinggal dan beraktivitas di sepanjang jalan raya. Beberapa dampak negatif tersebut di antaranya yaitu peningkatan kebisingan dan debu di udara. 36 Upaya untuk meminimalisir dampak negatif terhadap masyarakat yang bermukim di pinggir jalan raya dapat dilakukan dengan penanaman dan perawatan pagar tanaman rapat untuk mengurangi kadar polutan di udara juga mengurangi intensitas kebisingan. Namun kegiatan tersebut membutuhkan partisipasi aktif masyarakat dengan penarikan sejumlah dana. Berdasarkan informasi tersebut responden mengetahui gambaran situasi hipotetik mengenai upaya meminimalisir dampak negatif terpenting yang mereka rasakan. b. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP Survei dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan menggunakan bantuan kuisioner. Secara individu, responden masyarakat Kecamatan Kasomalang sepanjang jalan ditanya besarnya nilai rupiah maksimum yang dapat mereka keluarkan untuk upaya yang telah dijelaskan dalam skenario. Wawancara ini bersifat open-ended question dengan menanyakan langsung kepada responden tanpa ada penawaran sebelumnya c. Memperkirakan Nilai Rata-rata WTP WTPi dapat diduga dengan menggunakan nilai rata-rata dari penjumlahan keseluruhan nilai WTP dibagi dengan jumlah responden. Dugaan Rataan WTP dihitung dengan rumus : dimana : EWTP = Dugaan rataan WTP W i = Nilai WTP ke-i n = Jumlah responden i = Responden ke-i yang bersedia membayar i = 1, 2,..., n 37 d. Menjumlahkan Data Setelah menduga nilai rata-rata WTP maka selanjutnya diduga nilai total WTP dari masyarakat dengan menggunakan rumus : dimana : TWTP = Total WTP WTP i = WTP individu sampel ke-i n i = Jumlah sampel ke-i yang bersedia membayar sebesar WTP N = Jumlah sampel P = Jumlah Populasi i = Responden ke-i yang bersedia membayar i = 1, 2, ..., n

4.4.3. Kebijakan dalam Pengelolaan Jalan Raya

Analisis kebijakan pemerintah dalam penelitian ini dilakukan dengan mengkaji realisasi dan kendala pengelolaan jalan dan lalu lintas di Jalan Raya Kasomalang. Kemudian mengevaluasi serta merekomendasikan kebijakan berupa manajeman lalu lintas yang mengacu pada peraturan perundangan. Analisis dirangkum ke dalam sebuah matrik. Undang-undang yang menjadi acuan kebijakan adalah undang-undang atau peraturan lalu lintas jalan yang mengandung tujuh kategori dalam studi literatur Perencanaan dan Teknis Lalu Lintas oleh Hobbs 1995. Kategori tersebut yaitu: a. Peraturan kendaraan; b. Peraturan pemakai jalan; c. Peraturan lalu lintas dan sistem pengaturan; d. Perlindungan masyarakat; e. Ketetapan finansial; f. Pengelolaan dan Pengoperasian sistem jalan; g. Pengendalian pembangunan baru. Undang-undang yang menjadi referensi antara lain: PP Kabupaten Subang No.2 tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Subang, UU No.22 tahun 2009 dan UU No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta UU No. 38 tahun 2004 tentang Jalan. 38

V. GAMBARAN UMUM 5.1

Gambaran Umum Lokasi Penelitian Jalan Raya Kasomalang merupakan jalan provinsi Jawa Barat yang menghubungkan Kecamatan Jalan Cagak dengan Kecamatan Cisalak Kabupaten Subang. Jalur tersebut menghubungkan antara Kabupaten Subang dengan Kabupaten Sumedang, mempunyai kontribusi yang besar dalam melayani mobilitas manusia maupun distribusi komoditi perdagangan. Ruas jalan ini juga sebagai jalan alternatif penghubung antara Kota Jakarta dan Kota Bandung. Jalan Raya Kasomalang melewati perkebunan teh dan nanas, permukiman penduduk, Pasar Kasomalang dan juga melawati pinggiran Sungai Cipunagara. Jalan Raya Kasomalang memiliki tipe dua jalur-dua arah tak terbagi 22 UD. Jalan Raya Kasomalang berfungsi sebagai jalan Kolektor Sekunder yang melayani pergerakan dari Subang ke Jakarta dan Kabupaten Sumedang, termasuk kelas jalan III A dengan kondisi geometrik berupa alinyemen vertikal dan horizontal yaitu tanjakan, turunan dan tikungan Dokumen Amdal Lalu Lintas Tirta Investama, 2010. Jalan Raya Kasomalang merupakan jalur alternatif untuk menuju daerah di luar Kabupaten Subang. Ruas jalan yang terbatas tersebut banyak dilalui truk-truk barang dan mobil-mobil pribadi yang menuju Kota Sumedang, Cirebon dan sekitarnya. Jalan Raya Kasomalang melewati tiga desa di Kecamatan Kasomalang, yaitu Desa Kasomalang Kulon, Kasomalang Wetan dan Desa Sindangsari. Panjang jalan provinsi yang melewati tiga desa tersebut adalah sepanjang 10,5 km. Desa Kasomalang Kulon dilalui oleh Jalan Raya Kasomalang jalan