70 yaitu sebesar Rp 733.923.750,00 per tahun. Nilai kerugian parsial akibat
peningkatan volume lalu lintas tersebut, menuntut adanya pengelolaan jalan raya yang lebih baik lagi baik secara teknis maupun manajemen.
4. Penerapan kebijakan pemerintah terkait pengelolaan jalan di Jalan Raya
Kasomalang belum berjalan dengan baik. Hal ini dilihat dari kondisi fisik dan penggunaan jalan, pengawasan serta pengendalian lalu lintas yang belum
memperhatikan aspek perlindungan lingkungan maupun masyarakat, sebagaimana yang telah diatur dalam aturan perundangan mengenai
pengelolaan jalan.
8.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, saran yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Dibutuhkan konsistensi Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai penanggung
jawab pembiayaan pembangunan, pemeliharaan rutin dan perbaikan jalan. Bertujuan agar infrastruktur daerah khususnya jalan raya dapat disesuaikan
dengan perkembangan aktivitas transportasi masyarakat dan perubahan jangka panjang pada tata letak kota.
2. Diperlukan pengawasan oleh Pemerintah Kabupaten Subang terhadap para
pengguna jalan dalam hal persyaratan teknis serta laik jalan, pengendalian penggunaan jalan sesuai kapasitas ruas jalan menerapkan strategi
pengendalian lalu lintas berupa tindakan non-fiskal dan atau fiskal, serta penerapan sanksi pidana secara tepat dan tegas bagi yang melanggar peraturan
perundangan. Pengawasan berat muatan kendaraan dapat dilakukan dengan pembangunan jembatan timbang dan fasilitas pendukungnya.
71
DAFTAR PUSTAKA
Amanda, Sylvia. 2009. Analisis Willingness To Pay Pengunjung Obyek Wisata Danau Situgede Dalam Upaya Pelestarian Lingkungan. Skripsi. Fakultas
Ekonomi. IPB. Bogor. Anwar S.H, Aditya. 2008. Nilai Ekonomi Akibat Kerusakan Jalan Berdasarkan
Pendekatan Willingness to pay dan Willingness to Accept di Jalan Lintas Timur Sumatera.
BPS Subang. 2009. Tranportasi dan Akomodasi. Subang dalam Angka. http:www.subang.go.idserba_serbi.php?pageNum_serba_serbi=2total
Rows_ serba_serbi=118 10 Oktober 2011 Daraba, Darda. 2001.
Eksternalitas dan Kebijakan Publik. Program Pasca Sarjana.
Institut Pertanian
Bogor. http:www.rudyct.comPPS702
ipb02201darda_d.htm 9 Oktober 2011 Desa Kasomalang Kulon. 2010. Profil Desa Kasomalang Kulon. Desa
Kasomalang Kulon. Subang. Desa Kasomalang Wetan. 2010. Profil Desa Kasomalang Wetan. Desa
Kasomalang Wetan. Subang. Desa Sindangsari. 2010. Profil Desa Sindangsari. Desa Sindangsari. Subang.
Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hanley, N dan C. L. Spash. 1993. Cost-Benefit Analysis and Environmental. Edward Elgar Publishing England.
Heston. YP, Hermawan K. 2008. Valuasi Ekonomi Akibat Kerusakan Jalan
Nasional di Pantai Utara Jawa. Studi Masukan Kebijakan Penanganan Jalan Nasional
Hobbs, F.D. 1995. Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
KLH. 2007. Panduan Valuasi Ekonomi Sumbedaya Alam dan Lingkungan. KLH. Jakarta.
Mangkoesoebroto, G. 1993. Ekonomi Publik. BPFE. Yogyakarta. Persyaratan Umum Sistem Jaringan Dan Geometrik Jalan Perumahan. Badan
Standardisasi Nasional. SNI 03-6967-2003
72 Poernomosidhi, P.I.F. 1995. “Review on Road Environment Condition and
Research on Traffic Noise and Air Pollution in Indonesia”, Paper for the Technical Visit to Publik Work Research Institute, Tsukuba, Japan, 25th
Sept.– 6th Oct. 1995. PT. Tirta Investama. 2009. Analisis Dampak Lingkungan. PT. Tirta Investama.
Jakarta. . 2010. Analisis Dampak Lalu Lintas. PT. Tirta Investama.
Jakarta. Radar
Karawang. 2010.
Massa Demo
Pabrik Air
Mineral. http:radarkarawangnews.blogspot.com201003massa-demo-pabrik-air-
mineral.html 30 Maret 2011 Sasana, Hadi. 2004. Kegagalan Pemerintah dalam Pembangunan. Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro. Sukarto, Haryono. 2006, Transportasi Perkotaan Lingkungan. Teknik Sipil-
Universitas Pelita Harapan. Tangerang, Banten . Taihuttu, Hermina N. 2001. Studi Kemampuan Tanaman Jalur Hijau Jalan sebagai
Penyerap Partikulat Hasil Emisi Kendaraan Bermotor. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Tamin, Ofyar Z. 1997. Upaya-upaya untuk Mengatasi Masalah Transportasi Perkotaan. Rekayasa Transportasi Jurusan Teknik Sipil. ITB. Bandung.
Yakin,A. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan : Teori dan Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan. Akademika Presindo. Jakarta.
Yohana. 2010. Eksternalitas dan Kebijakan Publik. Indonesian Food Wednesday http:ana-ekonomi.blogspot.com201007eksternalitas-dan-kebijakan-
publik.html 23 Maret 2011 Yunasril. 1995. Keterkaitan Jumlah dan Jenis Kendaraan Bermotor dengan Taraf
Kebisingan di Kotamadya Padang - Sumatera Barat. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Undang-undang No. 13 tahun 1980 tentang Jalan. Undang-undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan.
73
LAMPIRAN
74 Lampiran 1. Pertumbuhan Jumlah Industri di Kabupaten Subang
Banyaknya Perusahaan Industri Besar Dan Sedang Menurut Kelompok Industri Tahun 2005 – 2009
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Subang,
2010
75
Lampiran 2. Transportasi Kabupaten Subang Tahun 2005-2009
Jumlah Kendaraan di Kabupaten Subang Tahun 2005-2009
Uraian Jumlah Kendaraan unit
2005 2006
2007 2008
2009 Angkot
753 761
664 771
778 Bus Mini
504 500
494 541
547 Bis
49 58
48 52
51 Bis Mikro
16 16
16 22
15 Pick up
1666 1894
1730 2449
2486 Truk
1732 1566
1749 2164
2113 Lainnya
102 100
241 275
255
Jumlah 4822
4895 4942
6274 6245
Sumber: Dinas Perhubungan Kabupaten Subang, 2009
76
Lampiran 3. Kondisi Jalan Kabupaten Subang
Panjang Jalan Kabupetan Subang Menurut Keadaan Jalan Tahun 2005- 2009
Sumber: Dinas Bina Marga Kabupaten Subang, 2009
77 Lampiran 4. Klasifikasi Jalan
Klasifikasi Jalan Menurut UU No 38 Tahun 2004 Tentang Jalan Berdasarkan Sistem Jaringan
Jalan Deskripsi
Jalan Primer Sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan
menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Pasal 7ayat 2 Jalan Sekunder
Sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Pasal 7 ayat 3
Berdasarkan Fungsi Jalan Deskripsi
Jalan Arteri Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk akses
dibatasi secara berdaya guna. Pasal 8 ayat 2 Jalan Kolektor
Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Pasal 2 ayat 3
Jalan Lokal Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk
tidak dibatasi. Pasal 8 ayat 4 Jalan Lingkungan
Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. Pasal 8 ayat 5
Bersarkan Status Jalan Deskripsi
Jalan Nasional Jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta
jalan tol. Pasal 9 ayat 2 Jalan Provinsi
Jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupatenkota, atau antaribukota kabupatenkota, dan jalan strategis provinsi. Pasal 9 ayat 3
Jalan Kabupeten Jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota Kecamatan,
antaribukota Kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. Pasal 9 ayat 4
Jalan Kota Jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan
dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota. Pasal 9 ayat 5 Jalan Desa
Jalan umum yang menghubungkan kawasan danatau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan. Pasal 9 ayat 6
Klasifikasi Jalan Menurut UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Berdasarkan MST
Deskripsi
Kelas I Dimensi kendaraan: Lebar; 2500 mm, Panjang; 18000 mm, MST; 10 ton Pasal 19 ayat 2a
Kelas II Dimensi kendaraan: Lebar; 2500 mm, Panjang; 18000 mm, MST; 10 ton Pasal 19 ayat 2b
Kelas III A Dimensi kendaraan: Lebar; 2500 mm, Panjang; 18000 mm, MST; 8 ton Pasal 19 ayat 2c
Kelas III B Dimensi kendaraan: Lebar; 2500 mm, Panjang; 12000 mm, MST; 8 ton Pasal 19 ayat 2c
Kelas III C Dimensi kendaraan: Lebar; 2100 mm, Panjang; 9000 mm, MST; 8ton Pasal 19 ayat 2c
Sumber : Studi Literatur, 2011
77
78 Lampiran 5 Matriks Realisasi dan Kendala Penerapan Peraturan Perundangan dalam Pengelolaan Jalan
Sumber: Studi literatur dan wawancara instansi terkait, 2011
No Bentuk
Peraturan Pasal
Isi Aturan Realisasi
Kendala
1 PP Kabupaten
Subang No. 2 tahun 2004
Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah
Kabupaten Subang
Pasal 34 point e.
Kawasan rawan bencana, terdiri atas : a kawasan rawan gerakan tanah;
b kawasan rawan gerakan tanah; c kawasan rawan bencana
letusan gunung berapi; d kawasan rawan banjir.
Saat ini Desa Pasanggrahan menjadi lokasi pengambilan air tanah dan air permukaan oleh
perusahaan air minum dalam kemasan AMDK
sebagai input
utama. Desa
Kasomalang Wetan merupakan salah satu kawasan permukiman yang dilalui Jalan
Provinsi Jalan Raya Kasomalang dan merupakan jalur mobilisasi truk-truk angkutan
barang, termasuk truk AMDK. Kurang adanya antisipasi dari
pemerintah Kabupaten Subang atas peningkatan lalu lintas di
Jalan Raya Kasomalang. Saat ini penyesuaian pelayanan
jalan seperti yang disebutkan dalam analisis sebelumnya juga
belum maksimal dilakukan.
Pasal 39 Kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud dalam
huruf e Pasal 34 Peraturan Daerah ini meliputi :
A. kawasan rawan gerakan tanah terletak di :
d. Kecamatan Jalancagak :