Estimasi nilai kerugian masyarakat akibat kemacetan lalu lintas (studi kasus: simpang pasar parung, kabupaten Bogor)
ESTIMASI NILAI KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT
KEMACETAN LALU LINTAS
(Studi Kasus: Simpang Pasar Parung, Kabupaten Bogor)
DESSY AMALIAH
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(2)
(3)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat akibat Kemacetan Lalu Lintas (Studi Kasus: Simpang Pasar Parung, Kabupaten Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2014
Dessy Amaliah
(4)
ABSTRAK
DESSY AMALIAH. Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat akibat Kemacetan Lalu Lintas (Studi Kasus: Simpang Pasar Parung, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI.
Jumlah kendaraan bermotor yang terus meningkat dan perilaku pelanggaran aturan fungsi jalan yang dilakukan supir angkutan kota dan pedagang kaki lima (PKL) menyebabkan kemacetan lalu lintas di Parung. Kemacetan sebenarnya memberikan kerugian yang berdampak pada kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan bagi supir angkutan kota dan PKL. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualititatif dan kuantitatif, loss of earning, Contingent Valuation Method (CVM), dan regresi linear berganda. Metode pengambilan
sample menggunakan purposive sampling. Berdasarkan hasil penelitian, kemacetan di Parung mengakibatkan supir angkutan kota dan PKL merasakan waktu terkuras, stres, penghasilan hilang, dan terganggunya kondisi lingkungan (polusi udara, suara, dan lingkungan). Pemborosan bensin hanya dirasakan oleh supir angkutan kota. Total kerugian ekonomi akibat kemacetan di Parung per hari yaitu sebesar Rp 154.126.360,00, per bulan sebesar Rp 4.623.790.790,00, dan per tahun sebesar Rp 55.485.489.478,70. Penggunaan metode CVM menghasilkan nilai rata-rata WTP yang diekspresikan responden, untuk supir angkutan kota sebesar Rp 4.881,00 per hari dan sebesar Rp 5.096,16 per hari untuk PKL.
Kata kunci: Kemacetan, kerugian, sosial-ekonomi-lingkungan, willingness to pay (WTP)
ABSTRACT
DESSY AMALIAH. Public Loss Value Estimation Caused by Traffic Jam (Case: Simpang Pasar Parung, Kabupaten Bogor). Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI.
The increasing number of motor vehicles and indiscipline behaviour which are done by public transport drivers and street vendors (PKL) causes a traffic jam in Parung. Traffic jam actually give some losses for social, economic, and environment condition of public transport drivers and PKL. This research uses qualitative descriptive and quantitative analysis, loss of earning method, Contingent Valuation Method (CVM), and multiple linear regression. Samples took by purposive sampling. Based on research results, traffic jam in Parung made public transport drivers and PKL times wasted, stressed, loss of earning, and disruption of environmental (air, noise, and environmental pollution). Wasted BBM only experienced by public transport drivers. Total loss economics causes traffic jam in Parung is IDR154,126,360.00 per day, IDR4,623,790,790.00 per month, and IDR55,485,489,478.70 per year. The uses of CVM method results WTP average value which is expressed by respondents, with amount IDR4,881.00 per day for public transport drivers and IDR5,096.00 per day for PKL.
(5)
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
ESTIMASI NILAI KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT
KEMACETAN LALU LINTAS
(Studi Kasus: Simpang Pasar Parung, Kabupaten Bogor)
DESSY AMALIAH
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(6)
(7)
(8)
(9)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Judul skripsi ini adalah Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat akibat Kemacetan Lalu Lintas (Studi Kasus: Simpang Pasar Parung, Kabupaten Bogor). Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Kemacetan lalu lintas merupakan situasi cukup merugikan yang berdampak pada kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan masyarakat. Penelitian ini mengacu pada dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dirasakan oleh supir angkutan kota dan pedagang kaki lima (PKL) akibat kemacetan lalu lintas di Parung. Kegiatan yang dilakukan oleh supir angkutan kota dan PKL memiliki andil dalam menyebabkan kemacetan lalu lintas di Parung karena kegiatan tersebut merupakan kegiatan pelanggaran aturan fungsi jalan.
Penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orangtua (Bapak Bambang Kuntadi SP, MM dan Ibu Daifah) atas segala motivasi, dukungan moril maupun meteril, serta doa yang tak pernah putus untuk penulis. Terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr selaku Dosen Penguji Utama dan Ibu Nuva, SP, MSc selaku Dosen Penguji Wakil Departemen atas segala saran dan masukan yang diberikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Kepala Kantor Kesbangpol Kabupaten Bogor, Bapak Camat Kecamatan Parung beserta jajarannya, dan Kepala DLLAJ Kabupaten Bogor yang telah membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga penulis butuh saran dan kritik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait dan pembaca.
Bogor, Agustus 2014
(10)
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAM BAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Teori Transportasi dan Peranan Transportasi ... 9
2.2 Kemacetan Lalu Lintas ... 12
2.3 Dampak Kemacetan terhadap Lingkungan dan Masyarakat ... 13
2.4 Penelitian Terdahulu ... 15
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 17
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 17
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 22
IV. METODE PENELITIAN ... 25
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 25
4.2 Jenis dan Sumber Data ... 25
4.3 Metode Pengambilan Sample ... 25
4.4 Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 26
4.5 Pengujian Parameter Regresi ... 33
V. GAMBARAN UMUM ... 36
5.1 Gambaran Umum Kabupaten Bogor ... 36
5.2 Keadaan Umum Kecamatan Parung ... 39
5.3 Karakteristik Responden ... 44
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49
6.1 Analisis Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Supir Angkutan Kota dan PKL akibat Kemacetan ... 49
6.2 Kerugian Pengeluaran Biaya BBM Supir Angkutan Kota dan Penghasilan Hilang bagi Supir Angkutan Kota dan PKL akibat Kemacetan ... 52
(11)
6.3 Willingness to Pay (WTP) Supir Angkutan Kota dan PKL akibat Kemacetan
... 59
6.4 Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai WTP Supir Angkutan Kota dan PKL ... 63
6.5 Implikasi dan Rekomendasi ... 68
VII. SIMPULAN DAN SARAN... 71
7.1 Simpulan ... 71
7.2 Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 73
LAMPIRAN ... 77
RIWAYAT HIDUP ... 93
DAFTAR TABEL
No. 1 Perkembangan kendaraan bermotor menurut jenis tahun 2008- 2012 ... 12 Statistik transportasi di Kabupaten Bogor tahun 2010- 2012 ... 2
3 Penelitian terdahulu yang terkait ... 16
4 Matriks metode pengolahan data ... 26
5 Indikator pengukuran nilai WTP ... 32
6 Banyaknya surat tanda motor kendaraan (STNK) bermotor yang diterbitkan perpanjangan (pengesahan 1 tahun) menurut jenis kendaraan per bulan tahun 2012 ... 37
7 Jumlah kendaraan pada trayek Kabupaten Bogor tahun 2010 sampai 2013 ... 38
8 Panjang jalan menurut keadaan dan status jalan di Kabupaten Bogor tahun 2012 ... 38
9 Jumlah hari hujan dan curah hujan di Kecamatan Parung tahun 2011 ... 39
10 Jumlah penduduk, luas desa,dan kepadatannya di Kecamatan Parung tahun 2011 ... 40
11 Jarak antar kelurahan/desa (Km) di Kecamatan Parung tahun 2011 ... 40
12 Jumlah rumah tangga, rukun tetangga, dan rukun warga di Kecamatan Parung tahun 2011 ... 41
13 Jumlah Penduduk menurut jenis kelamin di Kecamatan Parung tahun 2011 ... 41
14 Jumlah penduduk penderita cacat di Kecamatan Parung ... 42 Halaman
(12)
15 Inventarisir data pedagang kaki lima (PKL) di Jln Raya H. Mawi
Parung tahun 2013 ... 43
16 Data lintasan trayek dan jumlah kendaraan asal tujuan Parung tahun 2013 ... 44
17 Pengeluaran supir angkutan kota untuk pembelian BBM ... 53
18 Penghasilan supir angkutan kota dan PKL yang hilang akibat kemacetan ... 58
19 Ketidaksediaan membayar (WTP) denda supir angkutan kota dan PKL ... 59
20 Distribusi WTP supir angkutan kota dan PKL ... 61
21 Total WTP supir angkutan kota dan PKL ... 63
22 Hasil estimasi nilaiWTP supir angkutan kota dan PKL ... 64
DAFTAR GAMBAR
No. 1 Kerangka pemikiran operasional penelitian ... 242 Lokasi penelitian ... 25
3 Kemacetan lalu lintas di Parung akibat perilaku supir angkutan kota dan PKL ... 43
4 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ... 45
5 Karakteristik responden berdasarkan usia ... 45
6 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 46
7 Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan ... 46
8 Karakteristik responden berdasarkan waktu kerja dalam sehari ... 47
9 Karakteristik responden berdasarkan tingkat penghasilan per bulan ... 47
10 Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga ... 48
11 Persepsi supir angkutan kota mengenai dampak sosial ... 49
12 Persepsi supir angkutan kota mengenai dampak ekonomi ... 50
13 Persepsi supir angkutan kota mengenai dampak lingkungan ... 52
14 Kesediaan membayar supir angkutan kota dan PKL untuk membayar denda ... 59
15 Dugaan estimating curve supir angkutan kota dan PKL ... 62
16 Scatterplot model regresi berganda ... 65 Halaman
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
No.
1 Hasil model regresi linear berganda ... 78
2 Uji heteroskedastisitas ... 79
3 Uji normalitas ... 80
4 Kuesioner penelitian untuk supir angkutan kota ... 81
5 Kuesioner penelitian untuk pedagang kaki lima (PKL) ... 86
6 Dokumentasi penelitian ... 90 Halaman
(14)
(15)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah penduduk di Jawa Barat semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Jawa Barat (2013), jumlah penduduk Jawa Barat meningkat sebesar 3,5% pada tahun 2012 jika dibandingkan pada tahun 2010. Pada tahun 2012 jumlah penduduk Jawa Barat mencapai 44.548.431 jiwa, sedangkan pada tahun 2010 sebanyak 43.053.732 jiwa. Jumlah penduduk yang meningkat akan memberikan kontribusi pada kegiatan sosial dan ekonomi yang semakin berkembang. Kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat tersebut membutuhkan sektor transportasi untuk memberi kemudahan dalam melakukan berbagai aktivitas, hal ini menyebabkan permintaan pada sektor transportasi meningkat khususnya sub sektor angkutan darat. Permintaan pada sub sektor angkutan darat yang meningkat akan berpengaruh pada peningkatan jumlah kendaraan dan kepadatan lalu lintas, hal tersebut akan membuat sistem lalu lintas mengalami kejenuhan yang berpengaruh besar pada kemacetan lalu lintas. Tabel 1 menunjukkan perkembangan kendaraan bermotor menurut jenis tahun 2008-2012.
Menurut Halim (2008), kemacetan lalu lintas berpengaruh pada kondisi lingkungan, dimana kemacetan akan menyebabkan gangguan pada lingkungan seperti kebisingan (polusi suara), udara kotor (polusi udara), pemandangan lingkungan yang berubah (polusi estetika dan efek visual), kontaminasi cairan (polusi dan pencemaran air bersih), gempa lokal (polusi getaran), dan mutu lingkungan turun (polusi lingkungan seperti tidak nyaman, tidak hijau, tidak segar, kotor, dan semrawut).
Tabel 1 Perkembangan kendaraan bermotor menurut jenis tahun 2008 – 2012 Jenis
Kendaraan
2008 (unit)
2009 (unit)
2010 (unit)
2011 (unit)
2012 (unit)
Pertumbuhan per tahun (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Mobil Penumpang
507.552 526.508 630.196 670.021 736.533 9,76 Bus 162.705 171.000 177.578 177.905 178.626 2,36 Truk 451.495 451.987 469.412 496.643 525.838 3,88 Sepeda Motor 2.126.612 2.712.149 3.828.549 4.330.405 5.430.724 26,41 Jumlah 3.248. 364 3.861. 644 5.107.735 5.674.974 6.871.721 20,60 Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Barat, 2013
(16)
2
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jawa Barat (2013), selama periode 2008 sampai 2012, terdapat peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang cukup signifikan sebesar 20,60% per tahun. Peningkatan jumlah kendaraan terjadi pada semua jenis kendaraan setiap tahunnya. Kenaikan jumlah kendaraan yang cukup signifikan terjadi pada sepeda motor sebesar 26,41% per tahun diikuti oleh mobil penumpang sebesar 9,76%, bis sebesar 2,36%, dan truk sebesar 3,88% per tahun.
Kepadatan lalu lintas pun terjadi di Kabupaten Bogor yang merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat. Menurut ILPPD Kabupaten Bogor (2012), Kabupaten Bogor memilki luas wilayah 298.838,304 Ha dan memiliki panjang jalan pada tahun 2012 sepanjang 2.003,25 km. Total panjang jalan yang ada 95,08% sudah di aspal, sementara sisanya (4,92%) belum di aspal (BPS Kabupaten Bogor, 2013). Tabel 2 menunjukkan data statisitik transportasi di Kabupaten Bogor tahun 2010 sampai 2012.
Tabel 2 Statistik transportasi di Kabupaten Bogor tahun 2010-2012
Uraian 2010 2011 % 2012 %
-Panjang Jalan (km):
1. Jalan Negara 123,44 126,31 2.3 138,55 9,7
2. Jalan Provinsi 126,38 121,28 (4) 115,78 (4,5)
3. Jalan Kabupaten Bogor
1.748,92 1.748,92 - 1.748,92 -
-Angkutan (unit):
1. Bis Umum 165 168 1,8 168 -
2. Truk 1.760 1.847 5 1.947 5,4
Sumber: Dinas Bina Marga Kabupaten Bogor dan DLLAJR Kabupaten Bogor dalam BPS Kabupaten Bogor (2013)
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2013), panjang jalan Kabupaten Bogor terdiri dari panjang jalan negara, panjang jalan provinsi, dan panjang jalan kabupaten. Panjang jalan negara yang berada di Kabupaten Bogor mengalami pertumbuhan panjang jalan dari tahun 2010 sampai 2012, dimana dari tahun 2010 ke 2011 mengalami pertumbuhan sebesar 2,3% dan dari tahun 2011 ke 2012 mengalami pertumbuhan lebih besar yaitu 9,7%. Pada panjang jalan kabupaten di Kabupaten Bogor dari tahun 2010 sampai 2012 tidak mengalami perubahan, sedangkan pada jalan provinsi yang berada di Kabupaten Bogor mengalami penurunan dari tahun 2010 sampai 2012, panjang jalan ini dari
(17)
3 tahun 2010 ke 2011 mengalami penurunan sebesar 4% dan dari tahun 2011 ke 2012 penurunan panjang provinsi lebih besar yaitu 4,5%.
Jumlah angkutan darat yaitu truk mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai 2012, tetapi untuk bis umum pada tahun 2011 sampai 2012 tidak mengalami perubahan, peningkatan jumlah bis umum hanya terjadi dari tahun 2010 sampai 2011. Peningkatan jumlah truk dari tahun 2010 ke 2011 sebanyak 5% dan dari tahun 2011 ke 2012 terjadi peningkatan jumlah truk sebesar 5,4%. Pada bis umum terjadi peningkatan sebesar 1,8% dari tahun 2010 ke 2011, sedangkan dari tahun 2011 ke 2012 jumlah bis umum tidak mengalami perubahan. Panjang jalan yang mengalami penurunan dan hanya sedikit peningkatan di Kabupaten Bogor tidak sebanding dengan peningkatan pada permintaan angkutan darat setiap tahunnya, sehingga akan menyebabkan kemacetan lalu lintas. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2013), tahun 2012 terdapat 172.427 unit kendaraan bermotor berdasarkan banyaknya Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) bermotor yang diterbitkan perpanjangan (pengesahan 1 tahun) menurut jenis kendaraan per bulan tahun 2012. Jenis kendaraan yang terbanyak adalah sepeda motor sebanyak 140.095 unit selanjutnya mobil penumpang sebanyak 20.935 unit, mobil barang 10.054 unit, dan Bus 1.343 unit.
Kegiatan yang dilakukan supir angkutan kota dan pedagang kaki lima (PKL) di badan dan bahu jalan memiliki andil dalam menyebabkan kemacetan karena kegiatan tersebut telah mengganggu arus lalu lintas. Hal ini terlihat pada salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Parung. Menurut data dari Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kabupaten Bogor (2014), terdapat 1.582 unit kendaraan dengan asal tujuan Parung tahun 2013 terdiri dari 640 unit kendaraan lokal, 409 unit Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP), dan 533 unit Angkutan Kota Antar Provinsi (AKAP).
Menurut data dari Kecamatan Parung tahun 2014, pada tahun 2013 terdapat 200 orang Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di Jln. Raya H. Mawi Parung. Jumlah PKL tersebut terbagi pada bulan Mei dan September tahun 2013, dimana pada bulan Mei jumlah PKL sebanyak 94 orang dan pada bulan September sebanyak 106 orang.
(18)
4
Parung juga merupakan salah satu daerah yang memiliki jalan penghubung antara daerah-daerah yang berada di Kabupaten Bogor maupun Kota Bogor menuju Jakarta, Depok, dan Tangerang atau sebaliknya. Peningkatan mobilisasi penduduk dari Kota maupun Kabupaten Bogor menuju Jakarta, Depok, dan Tangerang atau sebaliknya berpotensi dalam peningkatan jumlah kendaraan yang melintas di jalan parung tersebut dan menyebabkan kepadatan lalu lintas. Kepadatan lalu lintas di Parung selalu dihadapkan pada kemacetan. Kemacetan di Parung juga disebabkan karena adanya kegiatan supir angkutan kota dan PKL di badan dan bahu jalan, sehingga kemacetan bagi mereka sudah menjadi hal yang biasa. Kemacetan sebenarnya menunjukkan nilai manfaat yang hilang dari biaya yang sudah dikeluarkan bagi supir angkutan kota dan PKL, seperti dampak kemacetan terhadap ekonomi, sosial, dan lingkungan mereka. Kemacetan akan membuat laju kendaraan semakin melambat bahkan terhenti, hal ini menyebabkan pemborosan dalam penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM), karena mesin kendaraan yang tetap menyala dalam waktu yang lebih panjang dibanding saat tidak terjadi kemacetan dan kemacetan akan menyebakan hilangnya penghasilan bagi supir angkutan kota dan PKL. Waktu tempuh pun bertambah saat terjadi kemacetan dan kehilangan waktu untuk melakukan kegiatan-kegiatan produktif. Selain itu, kemacetan menyebabkan tingkat emosional supir angkutan kota dan PKL meningkat yang menimbulkan stres dan tergangunya kondisi lingkungan seperti polusi udara, suara, dan lingkungan. Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui besarnya kerugian supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan dan menerapkan kesanggupan mereka dalam membayar denda (WTP) atas pelanggaran yang telah dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah
Jalan raya Parung merupakan salah satu jalan di Kabupaten Bogor yang selalu dipadati oleh berbagai jenis kendaraan yang berlalu lalang karena jalan ini merupakan jalan penghubung antara Kota Bogor maupun Kabupaten Bogor menuju Jakarta, Depok, dan Tangerang atau sebaliknya. Kepadatan yang terjadi di Parung tersebut akan menyebabkan kemacetan, kemacetan juga disebabkan adanya kegiatan yang dilakukan oleh supir angkutan kota dan PKL. Kegiatan tersebut dilakukan dengan pemberhentian supir angkutan kota di badan dan bahu
(19)
5 jalan dan PKL melakukan kegiatan jual beli di badan jalan. Kegiatan yang dilakukan PKL tidak terlalu sering membuat kemacetan di Parung, tetapi jika hal tersebut dibiarkan akan membuat kemacetan yang semakin parah karena telah melakukan kegiatan melanggar aturan fungsi jalan. Kemacetan terparah di Parung terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja, pada jam berangkat kerja yaitu pukul 05:00-08:30 WIB dan pukul 16:00-20:00 WIB untuk pulang kerja. Alasan supir angkutan kota dan pedagang kaki lima (PKL) memanfaatkan badan dan bahu jalan adalah untuk memperoleh setoran dan penghasilan agar kebutuhan keluarga mereka terpenuhi, badan dan bahu jalan hanya diperuntukkan untuk kelancaran arus lalu lintas dan tidak diperbolehkan untuk kegiatan yang merubah fungsi jalan. Selain itu, belum terdapatnya peraturan mengenai sanksi yang tegas dan jelas atas pelanggaran-pelangaran di bahu dan badan jalan berupa denda di Parung yang dilakukan supir angkutan kota dan PKL, sehingga supir angkutan kota dan PKL tetap melakukan kegiatan pelanggaran tersebut.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Pasal 34 tentang Jalan ayat (1) ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya; ayat (2) ruang manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan ruang sebatas jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri; ayat (3) ruang manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diperuntukan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelangkap lainnya; ayat (4) trotoar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diperuntukan bagi pejalan kaki. Berdasarkan pasal 35, badan jalan hanya di diperuntukan bagi pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan dan berdasarkan pasal 38, setiap orang dilarang memanfaatkan ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 dan 35 yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.
Kemacetan sebenarnya menunjukkan nilai manfaat yang hilang dari biaya yang sudah dikeluarkan supir angkutan kota dan PKL, seperti dampak kemacetan terhadap ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kemacetan akan menaikkan biaya transportasi karena adanya pemborosan dalam penggunaan BBM, mesin
(20)
6
kendaraan yang tetap menyala dalam waktu yang lebih panjang dibanding saat tidak terjadi kemacetan. Waktu hilang bagi supir angkutan kota dan PKL yang seharusnya waktu itu bisa mereka maksimalkan untuk kegiatan produktif atau ekonomi dan sosial, tetapi adanya kemacetan membuat waktu mereka dihabiskan di jalan sehingga mereka akan kehilangan manfaat seperti biaya yang sudah dikeluarkan, penghasilan, waktu, tenaga, dan lain sebagainya. Selain itu, kemacetan menyebabkan tingkat emosional supir angkutan kota dan PKL meningkat yang menimbulkan stres dan terganggunya kondisi lingkungan seperti polusi udara, suara, dan lingkungan. Dampak negatif dari kemacetan akan menimbulkan kerugian bagi supir angkutan kota dan PKL, kerugian tersebut dapat dilihat dari dampak kemacetan terhadap kondisi ekonomi, sosial, dan lingkungan yang dirasakan mereka.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penelitian ini akan lebih difokuskan dalam membahas kerugian supir angkutan kota dan PKL di Parung akibat kemacetan lalu lintas dan terdapat beberapa permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi :
1. Apakah dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan supir angkutan kota dan PKL saat terjadi kemacetan lalu lintas di Parung?
2. Berapa besarnya kerugian dari pengeluaran BBM supir angkutan kota dan penghasilan hilang bagi supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan lalu lintas di Parung?
3. Berapa nilai kesanggupan kesediaan membayar (WTP) supir angkutan kota dan PKL dalam bentuk denda atas pelanggaran yang dilakukan di Parung? 4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai kesanggupan supir
angkutan kota dan PKL untuk membayar denda (WTP) atas pelanggaran yang dilakukan di Parung?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui besarnya kerugian supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan lalu lintas di Parung, Kabupaten Bogor. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
(21)
7 1. Menganalisis dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan supir angkutan kota
dan PKL saat terjadi kemacetan lalu lintas di Parung.
2. Menghitung besarnya kerugian dari pengeluaran BBM supir angkutan kota dan penghasilan hilang bagi supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan lalu lintas di Parung.
3. Menghitung besarnya nilai kesanggupan supir angkutan kota dan PKL membayar (WTP) dalam bentuk denda atas pelanggaran yang dilakukan di Parung.
4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kesanggupan supir angkutan kota dan PKL untuk membayar denda (WTP) atas pelanggaran yang dilakukan di Parung.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi:
1. Stakeholders
Bagi Stakeholders terkait, adanya penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan atau pertimbangan dalam penyusunan kebijakan, berkaitan dengan penegakan hukum yang tegas dan jelas untuk mengatasi masalah kemacetan akibat pelanggaran aturan lalu lintas.
2. Supir angkutan kota dan PKL
Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi mengenai kerugian nominal yang dirasakan akibat kemacetan lalu lintas.
3. Peneliti
Bagi peneliti sendiri, adanya penelitian ini dapat dijadikan wadah untuk melatih daya pikir, analisis, dan pengaplikasian teori yang diterima saat kuliah.
1.5Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di sekitar simpang pasar Parung, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor dengan melihat dampak kemacetan lalu lintas dan menggunakan pendekatan Willingness to Pay (WTP). Lingkup kajian dilakukan hanya pada supir angkutan kota dan PKL di sekitar simpang pasar Parung yang melakukan kegiatan melanggar aturan fungsi jalan, terfokus pada dampak kerugian kemacetan berdasarkan biaya yang dikeluarkan saat membeli BBM bagi
(22)
8
supir angkutan kota dan penghasilan hilang bagi supir angkutan kota dan PKL, serta melihat dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan akibat kemacetan supir angkutan kota dan PKL.
(23)
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Transportasi dan Peranan Transportasi
Transportasi dapat diartikan sebagai usaha pemindahan, atau pergerakan orang atau barang dari suatu lokasi yang disebut lokasi asal, ke lokasi lain yang disebut lokasi tujuan, untuk keperluan tertentu dengan mempergunakan alat tertentu (Miro, 2011). Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan sarana angkutan berupa kendaraan atau tanpa kendaraan (Ismadarni, 2012). Menurut Sukarto (2006), transportasi atau pengangkutan adalah perpindahan dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan oleh tenaga manusia maupun hewan (kuda, sapi, kerbau) atau mesin. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan antara asal dan tujuan.
Transportasi memiliki peranan penting dalam mendukung pembangunan nasional. Adanya sistem transportasi yang baik diharapkan dapat menunjang berbagai aktvitas ekonomi masyarakat dalam pembangunan (Ismadarni, 2012). Untuk mendapatkan sistem transportasi yang baik, perlu mempertimbangkan bangkitan pergerakan yang terjadi sebagai bagian dari sistem transportasi secara keseluruhan didalam penataan sarana dan parasarana yang turut memberikan kontribusi dalam meningkatkan ekonomi suatu daerah. Menurut Miro (2011), peranan transportasi sangat besar dalam kehidupan masyarakat modern. Secara umum peranan transportasi dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Peranan Transportasi terhadap Peradaban Manusia
Perkembangan peradaban manusia tergambar jelas dari perkembangan kegiatan sosial ekonominya. Pada zaman primitif, manusia tidak begitu mementingkan pelayanan transportasi karena pada masa itu barang dan jasa yang dibutuhkan belum beragam dan relatif sederhana serta cukup diangkut dengan tenaga sendiri. Di samping itu, manusia pada saat itu hidup berpindah-pindah tanpa alat transportasi dan mereka bergerak secara alamiah untuk mencari apa yang dibutuhkan. Akan tetapi, di masa sekarang kebutuhan hidup semakin beragam dan sumber-sumber objek kebutuhan pun berpencar secara spasial.
(24)
10
Manusia zaman sekarang cenderung hidup menetap, tidak lagi berpindah-pindah tempat seperti dulu. Dalam keadaan seperti ini, transportasi dan pengembangan teknologi semakin dibutuhkan.
2. Peranan Transportasi terhadap Perekonomian
Dari aspek ekonomi, transportasi sangat mempengaruhi proses produksi, distribusi produk, dan dalam hal pertukaran kelebihan. Dalam proses produksi, transportasi berperan penting dalam menyatukan semua faktor produksi (sumberdaya) yang tersebar di berbagai tempat berbeda, ke satu lokasi tunggal (misalnya pabrik pengolahan) dimana semua ini diproses menjadi barang kebutuhan yang siap dikonsumsi. Disini transportasi berfungsi mempermudah dan mempercepat tersedianya sumber-sumber daya atau faktor produksi itu ditempat tersebut. Dalam proses distribusi, transportasi berfungsi mendistribusikan suatu barang dan jasa yang diproduksi ke tempat atau daerah yang membutuhkannya. Secara keseluruhan, terlihat bahwa transportasi dapat mempengaruhi harga barang dan jasa yang siap dikonsumsi di pasar karena biaya transportasi merupakan salah satu biaya yang harus dilkeluarkan oleh produsen barang atau jasa tersebut.
3. Peranan dalam Kehidupan Sosial
Transportasi berfungsi mempermudah masyarakat dalam melakukan kegiatan yang bersifat nonekonomis, dengan kata lain lebih menyangkut ke hubungan kemanusiaan. Hubungan kemanusiaan dapat bersifat resmi, seperti hubungan antar lembaga pemerintah dan swasta, serta dapat pula bersifat tidak resmi seperti hubungan kekeluargaan Warpani (1990) dalam Miro (2011).
4. Peranan Transportasi dalam Politik
Dalam negara berbentuk kepulauan, seperti Indonesia, transportasi dapat mendukung usaha persatuan nasional, usaha peningkatan pembangunan yang lebih merata ke seluruh penjuru tanah air atau usaha pengamanan negara dari serangan luar. Transportasi juga dapat memindahkan masyarakat korban bencana alam, serta membuka daerah yang terisolasi.
Peran infrastruktur transportasi semakin diperlukan untuk menjebatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan, serta antar wilayah, antar perkotaan dan antar pedesaan. Ketersediaan prasarana dan sarana transportasi di wilayah perbatasan dan wilayah terisolasi dapat mendorong
(25)
11 kelancaran mobilitas barang orang maupun informasi serta mempercepat pengembangan wilayah dan mempererat hubungan antar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) (BAPPENAS, 2003). Transportasi memiliki perananan dalam pembangunan ekonomi, pengembangan wilayah, dan mempersatukan bangsa. Peran transportasi dalam pembangunan ekonomi, dimana transportasi memiliki peran sangat vital dalam mendukung produktivitas sektor-sektor lain, serta dalam penyediaan angkutan bahan mentah untuk produksi; maupun dalam penyediaan jasa distribusi pemasaran barang dan jasa yang dihasilkan. Peran transportasi dalam pengembangan wilayah bermaksud bahwa transportasi akan meningkatkan keunggulan kompetitif suatu wilayah, karena barang dan orang dapat di angkut dengan lebih aman, murah, dan cepat, dengan demikian adanya transportasi akan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Peran transportasi dalam mempersatukan bangsa yaitu dalam penyediaan transportasi antar wilayah, antara lain melalui kemudahan untuk berinteraksi dan membuka peluang terjadinya pemahaman antar masyarakat. Dari sisi ekonomi, transportasi antar wilayah membuka peluang terjadinya perdagangan antar wilayah, sehingga dapat mengurangi perbedaan harga antar wilayah.
Menurut Sukarto (2006), transportasi memiliki peranan dalam memberikan manfaat, yaitu:
1. Manfaat sosial
Dalam kehidupan sosial atau bermasyarakat ada bentuk-bentuk hubungan untuk berbagai kepentingan sosial, transportasi sangat membantu dalam menyediakan berbagai fasilitas dan kemudahan, seperti pelayanan untuk perorangan atau kelompok, pertukaran dan penyampaian informasi, perjalanan pribadi maupun sosial, mempersingkat waktu tempuh antara rumah dan tempat bekerja, serta mendukung perluasan kota atau penyebaran penduduk menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil.
2. Manfaat Ekonomi
Manusia memanfaatkan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhannya akan pangan, sandang, dan papan. SDA ini perlu diproduksi untuk menjadi bahan siap pakai yang perlu dipasarkan, dimana terjadi proses tukar-menukar antara penjual dan pembeli. Produksi merupakan bagian dari kegiatan ekonomi, dimana
(26)
12
sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dipadukan untuk menghasilkan barang yang dapat dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Transportasi adalah salah satu jenis kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan manusia melalui cara mengubah letak geografi orang maupun barang. Adanya transportasi, bahan baku dibawa ke tempat produksi dan dengan transportasi pula hasil produksi dibawa ke pasar. Para konsumen datang ke pasar atau tempat-tempat pelayanan yang lain (rumah sakit, pusat rekreasi, dan seterusnya) dengan menggunakan transportasi.
3. Manfaat Politik
Adanya transportasi memberikan manfaat penting bagi politik, yaitu menciptakan persatuan nasional yang semakin kuat dengan meniadakan isolasi, mengakibatkan pelayanan kepada masyarakat dapat dikembangkan atau diperluas secara lebih merata pada setiap bagian wilayah negara, keamanan negara sangat bergantung pada transportasi untuk memindahkan mobilisasi kemampuan dan ketahanan nasional serta memungkinkan perpindahan pasukan selama masa perang atau untuk menjaga keamanan dalam negeri, selain itu sistem transportasi yang efisien memungkinkan perpindahan penduduk dari daerah yang terkena bencana.
4. Manfaat Fisik
Transportasi mendukung perkembangan kota dan wilayah sebagai sarana penghubung. Rencana tata guna lahan kota harus didukung secara langsung oleh rencana pola jaringan jalan yang merupakan rincian tata guna lahan yang direncanakan. Pola jaringan jalan yang baik akan mempengaruhi perkembangan kota yang direncanakan sesuai dengan rencana tata guna lahan, hal ini menunjukkan bahwa transportasi mendukung penuh perkembangan fisik suatu kota atau wilayah.
2.2 Kemacetan Lalu Lintas
Manurut Alhadar (2011), kemacetan lalu lintas terjadi akibat volume lintas hampir mendekati kapasitas jalan. Kemacetan mengakibatkan kerugian secara ekonomi maupun inmateril seperti menimbulkan stres karena kekesalan tidak tepat waktu pada tujuan.
(27)
13 Kemacetan penyebabnya dari berbagai kehidupan yang saling terkait misalnya kedisiplinan yang kurang, pertumbuhan kendaraan yang tidak bisa mengimbangi pertumbuhan prasarana jalan.
Kemacetan disebabkan oleh adanya suatu proses pemenuhan kebutuhan yang harus dilakukan setiap hari, setiap jam bahkan setiap menit, seperti pemenuhan kebutuhan perjalanan menuju lokasi pekerjaan, pendidikan, rekreasi dan lain-lain. Bentuk kegiatan tersebut akan sangat menentukan pola pergerakan pada suatu sistem, apalagi dikaitkan dengan zona atau wilayah, dimana pergerakan individu pada suatu zona akan berbeda dengan zona lainnya dan juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari masing-masing pelaku Tarmin O.Z (1997) dalam Ismadarni (2012).
Kemacetan merupakan suatu masalah yang dirasakan dan dapat dilihat langsung oleh masyarakat akibat tidak seimbangnya jumlah kebutuhan perjalanan masyarakat dengan pengadaan pelayanan sistem transportasi (Miro, 2011). Masalah yang sering dihadapi dalam mobilitas transportasi jalan yaitu kemacetan, hal ini disebabkan oleh kurangnya keterpaduan sistem jaringan jalan, lemahnya manjemen lalu lintas, rendahnya ketertiban pengguna jalan, banyaknya kegiatan parkir dan masyarakat yang menggunakan badan jalan, kerusakan jalan, serta ketidakseimbangan antara pertumbuhan jumlah armada atau lalu lintas dengan kapasitas jalan yang ada (BAPPENAS, 2003).
2.3 Dampak Kemacetan terhadap Lingkungan dan Masyarakat
Pengaruh yang ditimbulkan oleh kegiatan masyarakat dan pengoperasian sistem transportasi untuk mendukung dan mengakomodasikan kegiatan masyarakat tersebut serta sistem pergerakan lalu lintas yang dibangkitkan oleh adanya kegiatan masyarakat dan pengoperasian sistem transportasi itu terhadap lingkungan fisik masyarakat akan terasa sekali, diantaranya : (1) Kebisingan (polusi suara); (2) Udara kotor (polusi udara); (3) Pemandangan lingkungan yang berubah (polusi estetika da efek visual); (4) Kontaminasi cairan (polusi dam pencemaran air bersih); (5) Gempa lokal (polusi getaran); dan (5) Mutu lingkungan turun (polusi lingkungan seperti tidak nyaman, tidak hijau, tidak segar, kotor, semrawut dan lain-lain).
(28)
14
Polusi udara yang timbul akibat kemacetan dan peningkatan populasi jumlah kendaraan merupakan ambient stresor (stresor yang berhubungan dengan lingkungan) paling berbahaya yang pasti ditemui disemua kota besar di dunia terutama negara berkembang. Polusi juga dapat mempengaruhi perilaku sosial melalui efek fisiologis atau psikologis (Halim, 2008).
Menurut Malik (2011), kemacetan dapat membawa dampak buruk terhadap kualitas udara sekitar yang dikotori oleh asap kendaraan bermotor, terlebih lagi untuk kendaraan-kendaraan tua yang belum diuji emisi, tetapi masih berkeliaran di kota yang memberi suplai besar akan racun karbon monoksida (CO) yang tak dapat dinetralisir oleh udara. Racun tersebut disinyalir dapat menyebabkan pemanasan global (Global Warming).
Boediningsih (2011), kemacetan menyebabkan gangguan lingkungan, seperti kerusakan jarak pandang, hujan asam, kerusakan panen dan bangunan, serta perubahan cuaca.Bangun (2006), kemacetan menyebabkan tingginya polusi udara, polusi air, dan polusi suara.
Kemacetan sangat merugikan masyarakat, kebisingan menjadi efek yang muncul pada saat kemacetan terjadi, dimana suara mesin dan knalpot mobil yang berlebihan dapat merusak gendang telinga masyarakat. Desibel yang muncul akibat suara atau bunyi tersebut dapat mempengaruhi jiwa dan perasaan masyarakat dan tak jarang beberapa orang bisa menderita stres saat terjadi kemacetan. Salah satu efek lain yang dapat muncul sewaktu-waktu adalah kriminalitas berupa tindak kejahatan perusakan kendaraan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab (Malik, 2011).
Sugiyanto (2012), kemacetan muncul ketika volume lalu lintas melebihi kapasitas jalan atau simpang. Penambahan kendaraan menyebabkan tundaan waktu perjalanan menjadi lebih lama dan mengakibatkan kenaikan biaya transportasi. Kemacetan menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar yang diderita oleh masyarakat. Tundaan perjalanan mengurangi produktivitas ekonomi dan kualitas kehidupan.
Kemacetan menyebabkan penurunan kesehatan bagi masyarakat, masalah kesehatan yang diderita masyarakat akibat kemacetan adalah gangguan pernafasan, saraf, kanker, penyakit jantung, dan penurunan IQ (Boediningsih, 2011).
(29)
15 Bangun (2006), kemacetan menyebabkan waktu tempuh ke tempat kerja semakin panjang, biaya perjalanan semakin tinggi akibat bertambahnya penggunaan BBM, dan menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja karena stres dalam kemacetan.
2.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu mengenai kerugian masyarakat sudah cukup banyak dilakukan. Beberapa penelitian yang dijadikan referensi dalam penelitian ini adalah pembahasan mengenai nilai kerugian dan nilai kesediaan membayar (WTP). Terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Novianty (2013) dan Putri (2013), perbedaannya adalah tema, bahasan penelitian, dan lokasi penelitian. Persamaan penelitian ini dengan Novianty (2013) dan Putri (2013) adalah alat analisis yang digunakan yaitu Willingness to Pay
(WTP) menggunakan tahapan Contingent Valuation Method (CVM). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Sapta (2009) dan Marwan (2011) adalah lokasi penelitian dan alat analisis yang digunakan untuk menghitung penghasilan yang hilang, alat analisis yang digunakan penelitian ini adalah loss of earnings. Persamaannya adalah menghitung kerugian masyarakat akibat kemacetan lalu lintas. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Farhani (2011) adalah lokasi penelitian dan alat analisis yang digunakan Farhani (2011) yaitu AHP untuk mencari alternatif dalam mengatasi masalah kemacetan lalu lintas. Alat analisis yang digunakan peneliti hanya untuk melihat kerugian akibat kemacetan lalu lintas yaitu CVM dan Analisis Regresi Berganda. Persamaan antara penelitian ini dengan Farhani (2011) adalah menghitung nilai kerugian masyarakat akibat kemacetan lalu lintas. Berikut deskripsi singkat dari penelitian terdahulu yang dijadikan referensi dapat dilihat pada Tabel 3.
(30)
16
Tabel 3 Penelitian terdahulu yang terkait
No Nama Judul Tulisan Deskripsi Alat Analisis
1
Sapta (2009)
Analisis Dampak Kemacetan Lalu Lintas terhadap Sosial Ekonomi Pengguna Jalan dengan CVM (Studi Kasus: Kota Bogor, Jawa Barat)
Total kerugian BBM kendaraan akibat kemacetan di Kota Bogor yang memiliki sekitar 10 titik kemacetan yaitu Rp 713.122.380,00 per hari. Total pendapatan yang hilang dari seluruh pengguna jalan mencapai Rp 7.337.321.660,00 setiap harinya.
Deskriptif-Kualitatif dan Kuantitatif, Contingent Valuation Method (CVM), dan Regresi Berganda dengan Minitab 14 for Windows
2
Farhani (2011)
Kerugian Sosial Ekonomi dan Aternatif Kebijakan dalam Mengatasi Permasalahan Kemacetan di Sepanjang Jalan Cicurug-Parungkuda, Kabupaten Sukabumi
Hasil penelitian ini menunjukkan kerugian yang ditanggung dengan meghitung potensi ekonomi yang hilang akibat kemacetan yaitu sebesar Rp 4.609.120.990,10 per tahun. Total penghasilan yang hilang untuk supir dalam satu tahun yaitu Rp 13.418.247.456,00.
Deskriptif-Kualitatif dan Kuantitatif. Kuantitatif dengan
Microsoft excel 2007 dan AHP dengan
expert choice 2000
3
Marwan (2011)
Analisis Dampak Kemacetan Lalu Lintas dengan Pendekatan
Willingness to Accept
(Studi Kasus: Kecamatan Bogor Barat)
Total kerugian BBM kendaraan akibat kemacetan sebesar Rp 417.701.167,00 per hari untuk tiga titik kemacetan. Potensi ekonomi yang hilang dari pengguna BBM akibat kemacetan di Kecamatan Bogor Barat mencapai Rp 152.460.925.983,00 per tahun.
Deskriptif -Kualitatif dan Kuantitatif,
Contingent Valuation Method (CVM), dan Regresi Berganda dengan SPSS 16 for Windows
4
Novianty (2013)
Estimasi Willingness to Pay Air Tanah dan Air Pipa di Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor
Kesediaan membayar (WTP) masyarakat yang menjadi responden terhadap air tanah didapatkan nilai rata-rata WTP sebesar Rp 414,71 per m3 dan rata-rata WTP masyarakat yang menjadi responden untuk air pipa sebesar Rp 575 per m3.
Deskriptif-Kualitatif dan Kuantitatif, CVM, dan Analisis Regresi Berganda 5 Putri (2013) Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Kampar akibat Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) (Studi kasus Desa Lipatkain Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar, Riau)
Kesediaan membayar (WTP) oleh penambang akibat kegiatan PETI yang menyebabkan pencemaran sungai, total kesediaan membayar oleh penambang skala kecil sebesar Rp 1.924.945,00 per sekali menambang dan total WTP penambang skala besar sebesar Rp 4.750.000,00 per sekali nambang.
Deskriptif-Kualitatif dan Kuantitatif, CVM, dan Analisis Regresi Linier Berganda
(31)
17
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka TeoritisKerangka teoritis menyajikan teori-teori yang digunakan dalam penelitian yaitu metode penghasilan yang hilang (loss of earning method), perhitungan rata-rata, Contingent Valuation Method (CVM), dan regresi linier berganda. Berikut penjelasan teori-teori tersebut.
3.1.1 Penghasilan yang Hilang (Loss of Earnings Method)
Menurut Garrod and Willis (1999), perubahan lingkungan akan mempengaruhi tingkat penghasilan pelaku usaha dari proses produksinya, bisa karena peningkatan biaya produksi atau penerimaan penjualan yang berkurang atau bahkan hilang. Dampak dari perubahan kualitas lingkungan bisa didapatkan dengan menilai seberapa besar perubahan dari penghasilannya.
Loss of earning menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 14 Tahun 2012, merupakan pendekatan yang digunakan untuk menghitung kerugian akibat penghasilan yang hilang karena perubahan fungsi lingkungan yang berdampak pada kesehatan manusia. Berikut tahapan pelakasanaannya: 1. Memastikan bahwa terjadi dampak yang signifikan terhadap kesehatan
manusia akibat adanya perubahan fungsi lingkungan sehingga menyebabkan seseorang kehilangan kesempatan untuk memperoleh penghasilan.
2. Mengidentifikasi sumber penghasilan yang hilang akibat terganggunya kesehatan masyarakat, misalnya upah hilang selama sakit.
3. Mengetahui lamanya waktu yang hilang akibat gangguan kesehatan yang terjadi.
4. Menghitung seluruh potensi hilangnya penghasilan.
3.1.2 Perhitungan Rata-rata
Menurut Walpole (1982), ukuran yang digunakan untuk menyelidiki segugus data kuantitatif akan sangat membantu bila didefinisikan dengan ukuran-ukuran numerik yang menjelaskan ciri-ciri data yang penting. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah penggunaan rata-rata, baik contoh maupun populasi.
Rata-rata merupakan suatu ukuran pusat data bila data itu diurutkan dari yang terkecil sampai yang terbesar atau sebaliknya. Rata-rata tengah contoh atau
(32)
18
nilai tengah contoh dimisalkan dengan x1, x2, …, tidak harus semuanya berbeda, merupakan sebuah contoh terhingga berukuran, maka nilai tengah contohnya adalah:
��� = �
� �=1
�
Keterangan:
Ave X = Rata-rata contoh/nilai tengah contoh n = Banyaknya contoh
Xi = Peubah bebas yang menjelaskan peubah tak bebas Y i = 1, 2, 3, …, n yaitu banyaknya peubah bebas dalam fungsi
3.1.3 Contingent Valuation Method (CVM)
Contingent Valuation Method (CVM) menyajikan konsep CVM dan tahapan CVM. Berikut penjelasan mengenai konsep dan tahapan CVM.
3.1.3.1 Konsep Contingent Valuation Method (CVM)
Menurut Perce dan Moran (1994) dalam Sanim (2011), prosedur penilaian dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu pendekatan langsung (direct method) dan pendekatan tidak langsung (indirect method). Pendekatan langsung merupakan suatu teknik untuk menentukan nilai preferensi suatu individu atau masyarakat secara langsung dengan cara survei atau eksperimen, misalnya dengan cara Continget Valuation Method (CVM) dan Contingent Ranking Method (CRM). Pendekatan tidak langsung merupakan teknik untuk menentukan nilai preferensi masyarakat dari fakta atau informasi yang didapat dari pengamatan di pasar.
Salah satu metode untuk mengestimasi nilai barang dan jasa lingkungan secara langsung adalah Contingent Valuation Method (CVM), Metode CVM memungkinkan mengukur nilai komoditas yang tidak diperdagangkan di pasar (Fauzi, 2010). Tujuan dari CVM adalah untuk mengetahui keinginan membayar (Willingness to Pay) dari masyarakat, serta mengetahui keinginan menerima (Willingness to Accept) akibat kerusakan suatu lingkungan (Fauzi, 2006). Menurut Syakya (2005) dalam Amanda (2009), Willingness to Pay (WTP) adalah metode yang bertujuan untuk mengetahui pada level berapa seseorang mampu membayar biaya perbaikan lingkungan apabila ingin lingkungan menjadi baik.
Menurut Kurniarto (2006), tujuan dari CVM adalah untuk menghitung nilai atau penawaran barang publik yang mendekati nilai sebenarnya, jika pasar
(33)
19 dari public goods benar-benar ada. Pasar hipotetis (kuesioner dan repsonden) sedapat mungkin mendekati kondisi pasar yang sebenarnya. Responden harus mengenal dengan baik barang yang ditanyakan dalam kuesioner dan alat hipotesis yang digunakan untuk pembayaran. Kuesioner CVM meliputi tiga bagian, yaitu: 1) penulisan yang jelas tentang benda yang dinilai, persepsi penilaian public goods, jenis kesanggupan, dan alat pembayaran; 2) pertanyaan tentang WTP yang diteliti; 3) pertanyaan tentang karakteristik sosial demografi responden seperti usia, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Sebelum menyusun kuesioner terlebih dahulu dibuat skenario yang diperlukan dalam rangka membangun suatu pasar hipotetis public goods yang menjadi pengamatan.
3.1.3.2 Tahapan Contingent Valuation Method (CVM)
Terdapat beberapa tahap penerapan CVM menurut Hanley dan Spash (1993), yaitu:
1. Membuat Pasar Hipotetik
Pasar hipotetik dibangun untuk memberikan suatu alasan mengapa masyarakat harus membayar suatu barang/jasa lingkungan dimana tidak terdapat nilai dalam mata uang berapa harga barang/jasa lingkungan tersebut. Pasar hipotetik harus menggambarkan bagaimana mekanisme pembayaran yang dilakukan. Skenario kegiatan harus di uraikan secara jelas dalam kuesioner sehingga responden dapat memahami barang lingkungan yang dipertanyakan serta keterlibatan masyarakat dalam rencana kegiatan. Selain itu, dalam kuesioner perlu dijelaskan perubahan yang akan terjadi jika terdapat keinginan masyarakat untuk membayar.
2. Mendapatkan penawaran Besarnya Nilai WTP
Penawaran besarnya nilai WTP dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperoleh nilai WTP, yaitu:
a. Metode tawar menawar (Bidding Game)
Suatu metode dimana jumlah yang semakin tinggi dari nilai awal disarankan pada responden sampai nilai WTP maksimum dari responden. b. Metode Pertanyaan Terbuka (Open-Ended Question)
(34)
20
Suatu metode dimana responden ditanyakan nilai maksimum WTP mereka tanpa ada penyaranan nilai awal terlebih dahulu. Responden seringkali menemui kesulitan untuk menjawab pertanyaan tersebut, khusunya para responden yang tidak memiliki pengalaman mengenai hal-hal yang menjadi bahan pertanyaan pewawancara.
c. Metode Kartu Pembayaran (Payment Card)
Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar, dimana responden dapat memilih nilai maksimal sesuai dengan preferensinya. Metode ini pada awalnya dikembangkan untuk mengatasi bias titik awal dari metode tawar-menawar.
d. Metode Pertanyaan Pilihan Dikotomi (Close-Ended Referendum) Metode yang menggunakan satu alat pembayaran yang disarankan kepada responden baik mereka setuju atau tidak setuju. Respon dari responden di arahkan untuk menjawab apakah setuju/tidak dengan jawaban “ya/tidak”.
3. Memperkirakan Nilai Tengah dan Nilai Rata-rata WTP
Data dari nilai WTP terkumpul, tahap berikutnya adalah menghitung nilai tengah (median) dan/atau nilai rata-rata (mean) dari WTP tersebut. Perhitungan nilai penawaran menggunakan nilai rata-rata, maka akan diperoleh nilai yang lebih tinggi dari yang sebenarnya. Oleh karena itu, lebih baik menggunakan nilai tengah agar tidak dipengaruhi oleh rentang penawaran yang cukup besar. Nilai tengah penawaran selalu lebih kecil daripada nilai rata-rata penawaran.
4. Memperkirakan Kurva Permintaan WTP
Kurva WTP dapat diperkirakan dengan menggunakan fungsi WTP terdiri dari jumlah responden yang bersedia dibayarkan oleh responden.
5. Menjumlahkan Data
Penjumlahan data dilakukan dengan proses menkonversikan nilai tengah penawaran terhadap total populasi yang dimaksud.
(35)
21 6. Evaluasi penggunaan CVM
Evaluasi penggunaan CVM berfungsi untuk menilai sejauh mana CVM berhasil diterapkan. Penilaian dilakukan dengan melihat tingkat keandalan fungsi WTP dengan melihat Rsquares dari model regresi linier berganda WTP responden.
3.1.4 Regresi Linier Berganda
Menurut Supranto (2008), Regresi linier Berganda adalah bentuk persamaan yang terdapat lebih dari dua variabel. Menurut Firdaus (2004), ada beberapa cara dalam menuliskan persamaan regresi linier berganda, antara lain:
Populasi Yi = A + B1 X1i + B2 X2i + … + Bk Xki +
є
i …..(1) Yi = B1 + B2 X2i + B3 X3i + … + Bk Xki +є
i …..(2) Sampel Yi = a + b1 X1i + b2 X2i + … + bk Xki + ei …..(3) Yi = b1 + b2 X2i + b3 X3i + … + bk Xki + ei …..(4)Persamaan (1) maupun persamaan (2) masing-masing terdiri dari satu variabel tak bebas (Y) dan (k-1) variabel bebas (X), yaitu X2, X3, …, Xk. Jadi jumlah total variabelnya adalah 1 + (K-1) = k variabel.
Regresi populasi dan sampel untuk model regresi dengan tiga variabel (berarti k = 3), satu variabel tak bebas Yi dan dua variabel bebas X2 dan X3 dapat ditulis sebagai berikut:
Populasi Yi = B1 + B2 X2i + B3 X3i +
є
i ….(6) Sampel Yi = b1 + b2 X2i + b3 X3i + ei ….(7)Ŷi = b1 + b2 X2i + b3 X3i , i = 1, 2, n ….(8)
ei = Yi - Ŷi = pendugaan kesalahan pengganggu.
Pada hakekatnya asumsi yang digunakan dalam model regresi berganda sama dengan asumsi dalam model regresi sederhana. Hanya saja, dalam model regresi berganda ditambahkan satu asumsi lagi, yaitu tentang multikolineritas. Secara lengkap asumsi-asumsi yang digunakan dalam model regresi berganda adalah:
1. E (
є
i) = 0 untuk setiap i.2. Cov (
є
i,є
j) = 0 i ≠ j. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi tidak adanya korelasi berurutan atau tidak ada autokorelasi.(36)
22
3. Var (
є
i) = σ, untuk setiap i. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi homokedastisitas atau varians sama.4. Cov (
є
i │ X2i) = Cov (є
i │ X3i) = 0. Artinya, kesalahan penggangguє
i dan variabel bebas X tidak berkorelasi.5. Tidak ada multikolinearitas, yang berarti tidak terdapat hubungan linieritas yang pasti di antara variabel bebas.
Regresi merupakan persamaan matematik yang memungkinkan kita meramalkan nilai-nilai suatu peubah tak bebas dari nilai-nilai satu atau lebih peubah bebas (Walpole, 1982). Secara umum, fungsi regresi berganda dituliskan sebagai berikut:
Y = b0 + Σ bi Xi + Ei
Keterangan:
Y = peubah tak bebas b0 = intersep
bi = parameter penduga Xi
Xi = peubah bebas yang menjelaskan peubah tak bebas Y Ei = pengaruh sisa (error term)
I = 1, 2, 3, …, n yaitu banyaknya peubah bebas dalam fungsi
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Pertumbuhan jumlah penduduk akan meningkatkan mobilisasi penduduk dalam melakukan kegiatannya baik kegiatan sosial maupun ekonomi. Kegiatan tersebut berpengaruh pada peningkatan permintaan sektor transportasi terutama subsektor angkutan darat untuk memudahkan melakukan segala kegiatan. Permintaan yang meningkat pada subsektor angkutan darat memicu kepadatan lalu lintas, hal ini akan menyebabkan kemacetan lalu lintas.
Jalan raya Parung merupakan salah satu jalan yang berada di Kabupaten Bogor, jalan ini termasuk jalan penghubung antara Kabupaten Bogor dan Kota Bogor menuju Jakarta, Depok, dan Tangerang atau sebaliknya yang membuat banyak kendaraan berlalu lalang di jalan Parung. Selain itu, terdapat perilaku supir angkutan kota dan pedagang kaki lima (PKL) yang melanggar aturan fungsi jalan, sehingga jalan Parung ini sering mengalami kepadatan. Kepadatan yang terjadi akan menyebabkan kemacetan lalu lintas.
(37)
23 Kemacetan lalu lintas merupakan suatu masalah yang sulit diberikan solusi, karena penyebab kemacetan adalah peningkatan pada sektor transportasi, tetapi prasarana transportasi yang tersedia tidak memadai. Kemacetan juga sering menimbulkan masalah yang berdampak pada masalah sosial dan ekonomi, serta masalah lingkungan.
Dampak kemacetan lalu lintas memberikan kerugian berupa pemborosan dalam penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM), hilangnya penghasilan, meningkatnya rasa emosional yang menimbulkan stres, hilangnya waktu produktif untuk bekerja, serta terganggunya kondisi lingkungan seperti polusi udara, suara, dan lingkungan. Kerugian tersebut sebenarnya dirasakan oleh supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan lalu lintas, sehingga perlu kajian yang mendalam mengenai kerugian yang dirasakan akibat kemacetan.
Kemauan membayar (WTP) merupakan gambaran kesanggupan supir angkutan kota dan PKL untuk membayar denda atas pelanggaran yang dilakukan di Parung. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP supir angkutan kota dan PKL untuk menerima denda menggunakan analisis regresi berganda, jika Pemerintah Kabupaten Bogor menetapkan kebijakan baru berupa denda untuk mengatasi masalah kemacetan lalu lintas di Parung yang disebabkan perilaku supir angkutan kota dan PKL yang melanggar aturan fungsi jalan. Penilaian ekonomi akibat kemacetan dengan mencari nilai WTP supir angkutan kota dan PKL akan dikaji menggunakan tahapan-tahapan CVM dan analisis regresi berganda.
Perhitungan pengeluaran supir angkutan kota akan difokuskan pada biaya yang dikeluarkan dalam membeli BBM saat normal dan macet menggunakan perhitungan rata-rata. Perhitungan penghasilan yang hilang bagi supir angkutan kota dan PKL menggunakan loss of earning dengan melihat rata-rata penghasilan responden dibagi rata-rata durasi kemacetan. Analisis dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dirasakan supir angkutan kota dan PKL menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi rekomendasi bagi Pemerintah Kabupaten Bogor dalam mengatasi masalah kemacetan di Parung yang disebabkan kegiatan supir angkutan kota dan PKL yang melangar aturan fungsi jalan dan sebagai informasi bagi supir angkutan
(38)
24
kota dan PKL untuk mengetahui besarnya nilai kerugian nominal akibat kemacetan. Gambar 1 menyajikan kerangka pemikiran operasional penelitian.
---: Ruang lingkup penelitian
Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional penelitian Kegiatan Pelanggaran Aturan Fungsi Jalan di Simpang Pasar
Parung, Kabupaten Bogor
PKL
(Pedagang Kaki Lima)
Kemacetan
Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
Dampak Ekonomi
Faktor-faktor yang mempengaruhi
WTP
Deskriptif-Kualitatif
dan Kuantitatif
Perhitungan rata-rata
Besarnya WTP
Analisis Regresi Berganda
Contingent Valuation Method (CVM)
Kerugian Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Supir Angkutan Kota dan PKL akibat Kemacetan
Analisis Dampak Sosial,
Ekonomi, dan Lingkungan
Pengeluaran BBM
Penghasilan hilang
Loss of Earning
Rekomendasi Mengatasi Masalah Kemacetan
(39)
25
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di sekitar simpang pasar Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) baik langsung maupun tidak langsung, dengan pertimbangan bahwa jalan raya di sekitar simpang pasar Parung merupakan salah satu jalan di Kabupaten Bogor yang mengalami kemacetan dari waktu ke waktu. Pengambilan data primer di lapangan dilakukan dari awal Februari sampai Maret 2014 dan data didapatkan melalui kuesioner. Berikut peta lokasi penelitian pada Gambar 2.
Sumber: Streetdirectory, 2014
Gambar 2 Lokasi penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini didukung dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data primer dilakukan dengan pengamatan dan wawancara langsung kepada supir angkutan kota dan pedagang kaki lima (PKL) dengan bantuan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari pihak-pihak instansi terkait objek penelitian seperti BPS Jawa Barat, BPS Kabupaten Bogor, DLLAJ Kabupaten Bogor, Kecamatan Parung, Internet, Perpustakaan, dan berbagai penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini.
4.3 Metode Pengambilan Sample
Metode pengambilan sample dalam penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling, karena sample yang dipilih secara sengaja dan sesuai dengan kriteria tertentu. Kriteria sample yang dipilih dalam penelitian ini adalah supir
(40)
26
angkutan kota dan PKL, berusia minimal 17 tahun, melakukan kegiatan yang melanggar aturan fungsi jalan, serta merasakan kemacetan yang sering terjadi di jalan Parung.
Pengambilan sample dilakukan secara purposive dengan melakukan wawancara terhadap responden yang ditemui disekitar simpang pasar Parung secara sengaja. Jumlah sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah 75 orang yang terdiri dari 45 orang supir angkutan kota dan 30 orang pedagang kaki lima (PKL). Penetapan jumlah sample yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi kaidah pengambilan sample secara statistik, karena ukuran sample n ≥
30 bagaimanapun bentuk populasinya dan teori penarikan contoh menjamin akan di peroleh hasil yang baik dan mendekati sebaran normal (Walpole, 1982).
4.4 Metode Analisis dan Pengolahan Data
Data dan informasi yang didapat dalam penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Excel dan SPSS 16. Berikut adalah matriks metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Matriks metode pengolahan data
No Tujuan Penelitian Alat Analisis Metode Pengumpulan Data 1 Menganalisis dampak sosial,
ekonomi, dan lingkungan supir angkutan kota dan PKL
Deskriptif Kualitatif dan Kuantitatif
Wawancara
2 Menghitung besarnya kerugian dari pengeluaran BBM supir angkutan kota dan penghasilan hilang bagi supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan
Perhitungan Rata-rata dan Loss of
Earning
Wawancara
3 Menghitung besarnya nilai WTP supir angkutan kota dan PKL
Contingent Valuation Method
(CVM)
Wawancara
4 Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP
Analisis Regresi Berganda dengan
SPSS 16 for Windows
Wawancara
4.4.1 Analisis Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Supir Angkutan Kota dan PKL
Data yang dimasukkan dalam analisis ini merupakan dampak yang dirasakan oleh supir angkutan kota dan PKL ketika mengalami kemacetan lalu lintas. Dampak yang dirasakan yaitu dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan
(41)
27 akibat kemacetan. Berikut penjelasan mengenai dampak yang dirasakan supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan di Parung.
4.4.1.1 Analisis Dampak Sosial Supir Angkutan Kota dan PKL
Analisis dampak sosial supir angkutan kota dan PKL memasukan data mengenai dampak sosial yang dirasakan saat terjebak kemacetan di Parung. Dampak sosial yang dirasakan berupa stres akibat peningkatan rasa emosional dan waktu produktif yang hilang atau waktu yang terkuras. Analisis dalam data ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
4.4.1.2 Analisis Dampak Ekonomi Supir Angkutan Kota dan PKL
Analisis dampak ekonomi supir angkutan kota dan PKL memasukan data mengenai dampak ekonomi yang dirasakan saat terjebak kemacetan di Parung. Dampak ekonomi yang dirasakan berupa pemborosan dalam pengeluaran biaya BBM dan penghasilan yang hilang akibat terjebak kemacetan. Analisis dalam data ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
4.4.1.3 Analisis Dampak Lingkungan Supir Angkutan Kota dan PKL
Analisis dampak lingkungan supir angkutan kota dan PKL memasukan data mengenai dampak lingkungan yang dirasakan saat terjebak kemacetan di Parung. Dampak lingkungan yang dirasakan berupa polusi udara, polusi suara, dan polusi lingkungan akibat terjebak kemacetan. Analisis dalam data ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
4.4.2 Besarnya Kerugian dari Pengeluaran BBM Supir Angkutan Kota dan Penghasilan Hilang Supir Angkutan Kota dan PKL akibat Kemacetan
Besarnya kerugian yang dirasakan supir angkutan kota dan PKL terbagi dalam pengeluaran membeli BBM bagi supir angkutan kota dan penghasilan yang hilang bagi supir angkutan kota dan PKL. Berikut penjelasan mengenai perhitungan pengeluaran BBM supir angkutan kota dan penghasilan yang hilang bagi supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan.
4.4.2.1 Pengeluaran BBM Supir Angkutan Kota
Perhitungan besarnya biaya untuk membeli BBM supir angkutan kota saat kondisi lalu lintas normal dan saat terjadi kemacetan dilakukan dengan cara mengagregatkan jumlah pengeluaran seluruh responden saat kendaraan mereka berada pada lalu lintas normal dan saat terjadi kemacetan lalu lintas, setelah itu
(42)
28
nilai yang sudah di agregatkan dibagi dengan jumlah responden yang didapat. Rata-rata pengeluaran supir angkutan kota dapat ditentukan menggunakan rumus rata-rata perkiraan (contoh) (Walpole,1982):
Rata-rata pengeluaran supir angkutan kota saat lalu lintas normal:
��� = �
� �=1
�
Rata-rata pengeluaran supir angkutan kota saat lalu lintas mengalami kemacetan:
��� ∗ = �
� �=1 ∗
�
Rata-rata kerugian pengeluaran BBM supir angkutan kota saat lalu lintas mengalami kemacetan:
��� =��� ∗ −���
Keterangan:
Ave X = Rata-rata pengeluaran supir angkutan kota saat lalu lintas normal
Ave X* = Rata-rata pengeluaran supir angkutan kota saat lalu lintas mengalami kemacetan
Ave Y = Rata-rata kerugian pengeluaran BBM supir angkutan kota saat lalu mengalami kemacetan
Xi = Pengeluaran supir angkutan kota saat lalu lintas normal
Xi* = Pengeluaran supir angkutan kota dan saat lalu lintas mengalami kemacetan
i = 1, 2, 3, …, n, banyaknya peubah bebas dalam fungsi n = Jumlah responden supir angkutan kota
4.4.2.2 Penghasilan Hilang (Loss of Earning) Supir Angkutan Kota dan PKL
Menurut Walpole (1982), perhitungan penghasilan yang hilang (loss of earning) dapat menggunakan perhitungan nilai tengah atau rata-rata contoh. Berikut perhitungan penghasilan yang hilang akibat kemacetan yang dirasakan oleh supir angkutan kota dan PKL dengan menggunakan rata-rata contoh:
Keterangan:
Ave e = Rata-rata penghasilan responden (Rp/menit)
ei = Penghasilan responden (Rp) ti = Durasi kemacetan (menit)
Ave t = Rata-rata durasi kemacetan (menit/trip) n = Jumlah responden
Ave E = Rata-rata penghasilan yang hilang (Rp/trip)
���� = ��
� �=1
� ���� =
���� ���� ���� = ��
� �=1
(43)
29
4.4.3 Besarnya Nilai WTP Supir Angkutan Kota dan PKL
Menghitung nilai kesanggupan kesediaan membayar denda supir angkutan kota dan PKL atas pelanggaran yang telah dilakukan di sekitar simpang pasar Parung (WTP) menggunakan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM). Metode ini merupakan perhitungan langsung dalam menanyakan kemauan membayar (WTP) kepada supir angkutan kota dan PKL untuk perbaikan arus lalu lintas menggunakan kuesioner, dengan tahapan sebagai berikut:
1) Membuat Pasar Hipotetik
Pasar hipotetik dibuat berdasarkan skenario bahwa Pemerintah Kabupaten Bogor akan memberlakukan kebijakan baru dengan memberikan sanksi berupa denda kepada supir angkutan kota dan pedagang kaki lima (PKL) yang melakukan kegiatan di badan dan bahu jalan karena menjadi salah satu faktor penyebab kemacetan di Parung, dimana selama ini belum ada peraturan yang ditetapkan pemerintah secara jelas dan tegas mengenai sanksi berupa denda atas pelanggaran yang dilakuan supir angkutan kota dan PKL di bahu dan badan jalan. Pertanyaan dalam pasar hipotetik yang dibentuk dalam skenario adalah:
2) Mendapatkan penawaran Besarnya Nilai WTP
Metode yang digunakan untuk memperoleh nilai tawaran pada penelitian adalah bidding game dengan menanyakan langsung kepada responden besar maksimum WTP yang dibayarkan akibat kemacetan lalu lintas. Besarnya nilai WTP yang bersedia dibayarkan supir angkutan kota dan PKL menggunakan metode bidding game. Supir angkutan kota dan PKL ditawarkan nilai WTP mulai dari Rp 2.500,00 hingga Rp 10.000,00. Starting point nilai WTP berdasarkan tarif pelajar angkutan penumpang umum dengan jarak tempuh 11 Km yang berlaku di Kabupaten Bogor sebesar Rp 2.500,00.
3) Memperkirakan Nilai Tengah dan Nilai Rata-rata WTP
Perhitungan rata-rata dan median dapat dilakukan setelah nilai WTP diketahui. Perkiraan rata-rata dihitung dengan rumus:
� �� = ���
68
�=1 68
“Bersediakah Bapak/Ibu/Saudara/i berpartisipasi dalam bentuk kesediaan membayar denda untuk menanggulangi masalah kemacetan lalu lintas yang disebabkan adanya perilaku tidak tertib di jalan Parung?”
(44)
30
Keterangan:
EWTP = Perkiraan rataan WTP WTPi = Jumlah tiap data WTP ke-i n = Jumlah responden 68 orang
i = Responden ke-i yang bersedia membayar 3) Memperkirakan kurva WTP
Pendugaan kurva WTP dilakukan menggunakan persamaan: WTP = f(jumlah responden, besarnya nilai WTP)
Keterangan:
Jumlah responden = Responden yang bersedia membayar WTP (orang)
Besarnya nilai WTP = Nilai maksimal yang bersedia dibayarkan responden (Rp) 5) Menjumlahkan Data
Penjumlahan data merupakan proses untuk mengkonversi nilai rata-rata penawaran terhadap populasi yang dimaksud. Nilai total WTP rata-rata responden dapat diketahui setelah menduga nilai tengah WTP. Rumus yang digunakan adalah:
TWTP = 68i=1WTPini
Keterangan:
TWTP = Total WTP
WTP = WTP individu ke-i
ni = Jumlah sample ke-i yang bersedia membayar sebesar WTP i = Responden ke-i yang bersedia membayar
6) Mengevaluasi Penggunaan CVM
Tahap ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan dalam pengaplikasian CVM. Model CVM dievaluasi dengan melihat R-squares
dari model OLS (Ordinary least Square) WTP.
4.4.4 Mengidentifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai WTP
Menurut Firdaus (2004), ekonometrika adalah suatu bidang ilmu yang merupakan gabungan dari ilmu ekonomi, matematika, dan statistika untuk menganalisis teori ekonomi secara kuantitatif berdasarkan data empiris. Dalam regresi, yang perlu dilakukan pertama kali adalah menafsir fungsi regresi populasi-FRP (population regression function) atas dasar fungsi regresi sampel– FRS (sample regression function) seakurat mungkin. Ada beberapa metode yang
(45)
31 digunakan dalam penyusunan FRS, misalnya metode kuadrat terkecil biasa (method of ordinary least squares = OLS). Metode OLS biasa dikemukakan oleh
Carl Friedrich Gauss, seorang ahli matematika bangsa Jerman. Metode OLS mempunyai beberapa sifat statistik yang membuatnya menjadi satu metode analisis regresi yang paling kuat. Berdasarkan asumsi-asumsi yang sudah dijelaskan bahwa model yang baik harus terhindar dari gejala heteroskedastisitas, autokorelasi, dan multikolinearitas atau memenuhi asumsi OLS menurut Gauss. Kesesuaian model dengan kriteria statistik dapat dilihat dari hasil koefesien determinasi (R2), uji t, dan uji F.
Pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya WTP dari supir angkutan kota dan PKL sesuai dengan model regresi berganda, sehingga didapatkan rumus sebagai berikut:
WTP = a + b1JK+ b2USA + b3TPK+ b4SPR+ b5PDG + b6WK+ b7TPS+ b8JTK +b9FK + b10DK + b11WH + b12 JT + e
Keterangan:
a = Intersep b1… b12 = Koefisien regresi
TPK = Tingkat pendidikan (Tahun) USA = Usia (Tahun) TPS = Tingkat Penghasilan (Rp) JT = Jarak tujuan (Km) FK = Frekuensi terkena kemacetan (Kali) WK = Waktu Kerja (jam) DK = Durasi terkena kemacetan (Menit) e = Galat
WH =WaktuHilang(Menit)
JTK = Jumlah Tanggungan Keluarga (Orang)
PDG = Jenis pekerjaan pedagang (Utama = 1; 0 = Bukan utama) SPR = Jenis pekerjaan supir (Utama = 1; 0 = Bukan utama) JK = Dummy jenis Kelamin (Laki-laki = 1; 0 = Perempuan)
Variabel-variabel bebas (independent) di atas dianggap mampu mempengaruhi besarnya WTP (variabel tak bebas) yang diungkapkan oleh responden dan variabel-variabel tersebut merupakan salah satu komponen yang digunakan untuk melakukan perhitungan dalam penelitian ini. Keterangan untuk setiap variabel yang berada pada model dapat dilihat pada Tabel 5.
(46)
32
Tabel 5 Indikator pengukuran nilai WTP
No Variabel Keterangan Variabel Cara Pengukuran
1 WTP Willingness to Pay (Rp) Responden ditanyakan besarnya kemauan membayar (WTP) sebagai kesanggupan untuk mengatasi masalah kemacetan dengan menggunakan metode Bidding Game
2 JK Jenis Kelamin (JK) Merupakan variabel dummy yang dibagi menjadi: 1 = Laki-laki
0 = Perempuan
3 USA Usia (Tahun) Dibedakan menjadi lima kelas yaitu: a. 17 - 27 tahun
b. 28 - 38 tahun c. 39 - 49 tahun d. 50 - 60 tahun e. ≥ 61 tahun
4 TPK Tingkat pendidikan (Tahun) Dibedakan menjadi empat kelas yaitu: a. Tidak sekolah c. SMP b. SD d. SMA e. Perguruan Tinggi
5 SPR Jenis pekerjaan supir Merupakan variabel dummy yang dibagi menjadi: 1 = Pekerjaan utama
0 = Bukan pekerjaan utama
6 PDG Jenis pekerjaan pedagang Merupakan variabel dummy yang dibagi menjadi: 1 = Pekerjaan utama
0 = Bukan pekerjaan utama
7 WK Waktu Kerja (Jam) Dibedakan menjadi lima kelas yaitu: a. 1 - 5 jam
b. 6 - 10 jam c. 11 - 15 jam d.16 - 20 jam
e. ≥ 21 jam
8 TPS Tingkat Penghasilan (Rp) Dibedakan menjadi lima kelas yaitu: a. ≤ Rp 1.000.000,00
b. Rp 1.000.000,00 - Rp 3.000.000,00 c. Rp 3.000.000,00 - Rp 5.000.000,00 d. Rp 5.000.000,00 - Rp 7.000.000,00 e. > Rp 7.000.000,00
9 JTK Jumlah Tanggungan Keluarga (Orang)
Dibedakan menjadi lima kelas yaitu:
a. ≤ 2 orang
b. 3 orang c. 4 orang d. 5 orang
e. ≥ 6 orang
10 FK Frekuensi terkena kemacetan (Kali)
Dibedakan menjadi lima kelas yaitu: a. 1 kali c. 3 kali e. 5 kali b. 2 kali d. 4 kali
11 DK Durasi terkena kemacetan (Menit)
Dibedakan menjadi lima kelas yaitu: a. 5 menit c. 15 menit b. 10 menit d. 20 menit e. > 20 menit
12 WH Waktu Hilang (Menit) Dibedakan menjadi lima kelas yaitu: a. ≤ 15 menit c. 25 menit b. 20 menit d. 30 menit e. > 30 menit
13 JT Jarak tujuan (Km) Dibedakan menjadi lima kelas yaitu:
a. ≤ 1 Km c. 3 Km - 5 Km b. 1 Km - 3 Km d. 5 Km - 7 Km e. > 7 Km
(47)
33
4.5 Pengujian Parameter Regresi
Pengujian secara statistik terhadap model regresi dilakukan dengan menggunakan uji keandalan, koefesien regresi secara parsial (uji t), uji statistik F, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, uji terhadap kolinear ganda (multikolinearitas), dan uji normalitas. Berikut penjelasan terkait uji parameter regresi.
1. Uji Keandalan
Firdaus (2004), uji keandalan dilakukan untuk mengevaluasi pelaksanaan CVM dilihat dengan nilai R-squares (R2) dari OLS (Ordinary Least Square) WTP. Koefesien determinasi adalah suatu nilai statistik yang dapat mengetahui besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel yang terkait dalam suatu persamaan regresi.
2. Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t)
Menurut Firdaus (2004), uji t digunakan untuk menguji apakah koefisien regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan metode OLS berbeda secara signifikan dengan nilai 28 parameter tetentu atau tidak. Berikut prosedur pengujiannya:
1. H0: bi = 0, artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Yi).
H1: bi ≠ 0, artinya variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Yi).
2. Kriterianya:
Jika thitung > ttabel, maka tolak H0, artinya variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Yi).
Jika thitung < ttabel, maka terima H0, artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Yi).
3. Uji Statistik F
Ramanathan (1997), uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terkait. Prosedur pengujiannya sebagai berikut :
H0 = β1 = β2 = β3= … = 0 H1 = β1 = β2 = β3= … ± 0
(48)
34
Fhit = JKK/(k -1)
JKG/k (n – 1) dimana :
JKK = Jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom JKG = Jumlah kuadrat galat
n = Jumlah sample
k = Jumlah peubah Kriteria :
Fhit > Ftabel, maka tolak H0 yang artinya secara serentak variabel (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Y).
Fhit < Ftabel, maka terima H0 yang artinya variabel (Xi) secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap (Y).
4. Uji Autokorelasi
Menurut Firdaus (2004), autokorelasi merupakan korelasi antara anggota observasi yang disusun menurut waktu atau tempat. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi autokorelasi. Metode pengujian menggunakan uji Durbin-Watson (DW test). Model regresi dikatakan tidak terdapat autokorelasi apabila nilai Durbin-Watson berkisar 1,55 sampai 2,46.
5. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (2006) salah satu asumsi metode pendugaan kuadrat terkecil adalah homokedastisitas yaitu ragam yang konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi ini disebut heteroskedastisitas. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED, dimana sumbu Y adalah Y yang sudah diprediksi dan sumbu X adalah residual yang telah di studentized. Dateksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat pola tertentu pada grafik scatterplot. Dasar analisis uji heteroskedastisitas :
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka telah terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
(49)
35
6. Uji terhadap Kolinear Ganda ( Multikoliearitas)
Sarwoko (2005), mulitikolinearitas dapat di ukur dengan melihat nilai
Varian Inflation Factor (VIF) yang diperoleh. Nilai VIF kurang dari 10 dari semua variabel bebas mengartikan bahwa model tidak terjadi masalah multikolinearitas.
7. Uji Normalitas
Yamin dan Kurniawan (2009), uji normalitas digunakan untuk melihat distribusi error term (residual) menyebar normal atau tidak. Uji ini dapat menggunakan Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis uji normalitas sebagai berikut: H0 : Residual menyebar normal
H1 : Residual tidak menyebar normal
Residual menyebar normal ketika nilai probabilitas (p-value) lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, artinya model regresi yang diperoleh memenuhi asumsi normalitas.
(1)
88
11. Jenis kendaraan apa yang anda gunakan?(Sebutkan)………..
PENILAIAN TERHADAP KEMACETAN
2. Apakah anda sering terjebak kemacetan?
c. Tidak pernah c. Jarang
d. Kadang-kadang d. Selalu
e. Sering
2. Berapa kali anda terkena macet saat melewati Parung dalam satu hari?
a. 1 kali c. 3 kali
b. 2 kali d. 4 kali
e. 5 kali
3. Berapa lama biasanya anda terkena kemacetan di Parung dalam satu hari?
a. 5 menit c. 15 menit
b. 10 menit d. 20 menit
e. >20 menit (sebutkan) ………….. menit
4. Waktu tempuh dari daerah asal ke tempat tujuan saat lalu lintas normal? a. ≤ 15 menit (sebutkan)…………..menit c. 25 menit
b. 20 menit d. 30 menit
e. > 30 menit (sebutkan) …………menit
5. Waktu tempuh dari daerah asal ke tempat tujuan saat lalu lintas mengalami kemacetan?
a. ≤ 15 menit (sebutkan)…………..menit c. 25 menit
b. 20 menit d. 30 menit
e. > 30 menit (sebutkan) …………meni
6. Jarak tempuh dari daerah asal ke tempat tujuan?
a. ≤ 1 Km (sebutkan) Km
b.1 Km – 3 Km (sebutkan) Km
c. 3 Km - 5 Km (sebutkan) Km
d. 5 Km – 7 Km (sebutkan) Km
(2)
89 7. Perasaan yang anda rasakan saat terjadi kemacetan?
a. Stres c. Diam saja
b. Biasa saja d. Senang/bahagia
SKENARIO
INFORMASI TENTANG KESEDIAAN MEMBAYAR (WTP) 1. Menurut Anda, apakah kemacetan merupakan situasi yang merugikan?
a. Sangat setuju c. Kurang Setuju
b. Setuju d. Tidak setuju
e. Tidak peduli
2. Alasan anda (jawaban boleh lebih dari satu)?
a. Menguras waktu b. Membuat stres
c. Mengurangi jam kerja/belajar d. Menghabiskan biaya (boros bensin) e. Mengurangi penghasilan f. Polusi udara (Udara kotor)
g. Polusi suara (kebisingan)
h. Polusi lingkungan (mutu lingkungan menurun: tidak nyaman, tidak segar, dan semrawut)
3. Jika pemerintah menerapkan kebijakan baru dalam bentuk denda untuk mengatasi masalah kemacetan akibat perilaku yang tidak tertib, apakah anda bersedia untuk membayar denda tersebut?
a. Ya b. Tidak
4. Jika ya, berapa besarnya denda yang bersedia anda bayarkan?
a. Rp 2.500,00 d. Rp 10.000,00
b. Rp 5.000,00 e. Rp 12.500,00
c. Rp 7.500,00
“Jika Pemerintah Kabupaten Bogor menetapkan kebijakan denda untuk perbaikan arus lalu lintas yang baik dan berkelanjutan agar tidak terjadi kemacetan lalu lintas di Parung, bersediakah Bapak/Ibu/Saudara/i berpartisipasi dalam bentuk kesediaan membayar denda tersebut untuk menanggulangi masalah kemacetan lalu lintas yang disebabkan adanya perilaku pelanggaran aturan fungsi jalan di Parung?”
(3)
90
Lampiran 6 Dokumentasi penelitian
(4)
91
(5)
92
(6)
93 RIWAYAT HIDUP
P
enulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 29 Mei 1992 dari Bapak Bambang Kuntadi, SP, MM dan Ibu Daifah. Penulis adalah putri pertama dari 4 bersaudara. Adik pertama penulis M. Ali Nur Sidiq, adik kedua penulis Dyah Ayu Wulan Dari dan adik ketiga penulis M. Rizki Ramadhan. Penulis merupakan lulusan dari SDN Babakan Dramaga IV pada tahun 2004, SMPN 1 Ciampea pada tahun 2007, dan SMA Negeri 1 Leuwiliang pada tahun 2010. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.Selama mengikuti pendidikan di IPB penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan di IPB seperti Forum Mahasiswa Islam (Formasi) FEM periode 2012/2013 sebagai anggota divisi PSDM. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan di dalam kampus IPB seperti panitia Masa Perkenalan Departemen (MPD) Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB tahun 2012 dan menjadi panitia Pentas Seni Gema Alunan Syukur (PEGAS) pada tahun 2012.