Keadaan Fisik Potensi Wisata Alam

Pada tahun 1979, Menteri Pertanian mengeluarkan SK Nomor 108KptsUm21979 tanggal 10 Februari 1979 yang menunjuk Hutan Gunung Gede dan Gunung Pangrango sebagai kawasan Hutan Suaka AlamCagar Alam seluas ± 14.000 ha. Kemudian pada tanggal 6 maret 1980, Menteri Pertanian RI mengumumkan kawasan CA Cibodas, CA Cimungkat, CA Gunung Gede Pangrango, TWA Situgunung dan areal hutan alam di lereng hutan Gunung Gede Pangrango sebagai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango seluas 15.196 ha. Pada dekade kedua, melalui SK Dirjen PHPA Nomor : 12KptsDJ-VI1992 tanggal 14 Februari 1992, ditetapkan zonasi yang meliputi Zona Inti, Zona Rimba, dan Zona Pemanfaatan. Pada tanggal 22 Mei 1992 melalui SK Menteri Kehutanan Nomor 472Kpts-II1992, ditetapkan Komplek Hutan Gunung Gede dan Gunung Pangrango yang terletak di Daerah Tk II Bogor, Sukabumi, dan Cianjur seluas 14.100,75 ha sebagai kawasan hutan tetap dengan fungsi Hutan Suaka AlamCagar Alam BTNGP 2003. Pada dekade ketiga, kawasan TNGGP diperluas menjadi 21.975 ha melalui surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor 174Kpts-II2003 tanggal 10 Juni 2003. Luasan tersebut merupakan perluasan areal eks Perum Perhutani. Berdasarkan Berita Acara Serah Terima Pengelolaan nomor 002BAST- HUKAMASIII2009 nomor 1237II-TU2009 tanggal 6 Agustus 2009, luas kawasan yang diserahkan Perum Perhutani unit III Jawa Barat dan Banten kepada BB TNGGP adalah seluas 7.655 ha, sehingga luas total TNGGP menjadi 22.851 ha. Secara administratif TNGGP berada di 3 Kabupaten, yaitu Kabupaten Sukabumi 9.356,10 ha, Bogor 7.155,00 ha dan Cianjur 5.463,90 ha.

4.2 Keadaan Fisik

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan taman nasional yang terletak di propinsi Jawa Barat, dikelilingi oleh tiga daerah administratif pemerintahan, yaitu Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Bogor. Kawasan ini terbentuk oleh dua gunung yang menjulang tinggi yaitu Gunung Gede 2.958 m dan Gunung Pangrango 3.019 m. Kedua gunung tersebut dihubungkan oleh suatu daratan berbentuk sadel pada ketinggian 2.400 m yang dikenal dengan nama Kandang Badak. Topografi TNGGP bervariasi mulai dari landai hingga bergunung, dengan kisaran ketinggian antara 700 - 3000 m dpl. Jurang dengan kedalaman sekitar 70 m banyak dijumpai di kawasan tersebut. Sebagian besar kawasan TNGGP merupakan dataran tinggi tanah kering dan sebagian kecil lagi merupakan daerah rawa, terutama di daerah sekitar Cibeureum yaitu Rawa Gayonggong. TNGGP merupakan hulu dari 55 sungai, baik sungai besar maupun sungai kecil. Aliran-aliran kecil mengalir dari dinding kawah menuju bawah dan menghilang pada tanah vulkanik yang mempunyai porositas tinggi. Umumnya kondisi sungai di dalam kawasan ini masih terlihat baik dan belum rusak oleh aktifitas manusia. Kualitas air sungai cukup baik dan merupakan sumber air utama bagi kota-kota yang terdapat di sekitarnya. Lebar sungai di hulu berkisar 1 - 2 m dan di hilir mencapai 3 - 5 m dengan debit air yang cukup tinggi. Kondisi fisik sungai ditandai dengan kondisi yang sempit dan berbatu besar pada tepi sungai bagian hilir BTNGP 2003. 4.3 Keadaan Biotik 4.3.1 Flora TNGGP dikenal dan banyak dikunjungi karena memiliki potensi hayati yang tinggi, terutama keanekaragaman flora. Di kawasan ini hidup lebih dari 1000 spesies tumbuhan, yang tergolong tumbuhan berbunga Spermatophyta sekitar 900 spesies, tumbuhan paku lebih dari 250 jenis, lumut lebih dari 123 jenis, ditambah berbagai spesies ganggang, spagnum, jamur dan spesies Thalophyta lainnya BTNGP 2003. van Steenis 2006 menyatakan bahwa setiap zona memiliki berbagai spesies tumbuhan yang berbeda sehingga spesies tumbuhan dapat mewakili tipe vegetasi pada masing-masing zona. Keadaan vegetasi pada setiap zona di TNGGP, yaitu : a Zona Sub Montana Zona ini mempunyai keanekaragaman jenis yang cukup tinggi baik pada tingkat pohon besar, pohon kecil, semak belukar maupun tumbuhan bawah. Pohon besar yang paling dominan yaitu puspa Schima walichii. Spesies tumbuhan lainnya yang ada adalah walen Ficus ribes, Syzygium sp., saninten Castanopsis argentea, pasang Quercus sp., rasamala Altingia excelsa dan sebagainya. Perdu yang terdapat pada zona ini adalah Ardisia fuliginbia, Pandanus sp., Pinanga sp. Blune dan Laportea stimulans. Sedangkan spesies tumbuhan bawah pada zona sub montana adalah Begonia sp., Cyrtandra picta dan Curculigo latifolia. b Zona Montana Keadaan vegetasi di zona montana dalam hal keanekaragaman spesies dan kerapatannya tidak jauh berbeda dengan keadaan zona sub montana. Pohon yang dominan adalah jamuju Podocarpus imbricatus, pasang Quercus sp., kiputri Podocarpus neriifolius, Castanopsis sp. dan rasamala Altingia excelsa. Sedangkan spesies tumbuhan bawah yang terdapat pada zona montana adalah Strobilanthes cermuis, Begonia sp. dan Melastoma sp. Pada ketinggian antara 2100-2400 mdpl banyak dijumpai paku-pakuan atau kelompok tanaman epifit, yaitu Cythea tomentosa, paku sarang burung Asplenium nidus dan Plagiogria glauca. Sedangkan anggrek, antara lain adalah Dendrobium sp., Arundina sp., Cymbiddium sp., Eriates sp., Chynanthus radicans dan Calanthesp. c Zona Sub Alpin Keadaan vegetasi di zona sub alpin berbeda dengan keadaan zona sub montana dan zona montana. Pada umumnya keadaan pohon di zona ini pendek- pendek dan kerdil, semak belukar jarang-jarang, tumbuhan bawah jarang diketemukan dan miskin akan spesies, hanya merupakan satu lapisan tajuk saja. Pohon yang mendominasi zona sub alpin adalah edelweis Anaphalis javanica, iirak Symplocos javanica, ki merak Eurya acuminata, cantigi Vaccinium varingifolium dan ki tanduk Leptospernium flanescens. Pohon rasamala terbesar dengan diameter batang 150 cm dan tinggi 40 m dapat ditemukan di kawasan ini di sekitar jalur pendidikan wilayah pos Cibodas. Pohon puspa terbesar dengan diameter batang 149 cm dan tinggi 40 m terdapat di jalur pendakian Selabinta – Gunung Gede. Sedangkan pohon jamuju terbesar ditemukan di wilayah Pos Bodogol. Disamping pohon-pohon raksasa, di kawasan ini juga terdapat spesies yang unik dan menarik, diantaranya kantong semar Nepenthes gymnamphora, Rafflesia rochusseni dan Strobilanthus cernua.

4.3.2 Fauna

Berdasarkan potensi keanekaragaman satwaliarnya, TNGGP merupakan kawasan yang memiliki spesies burung tertinggi di pulau jawa. Sekitar 53 atau 260 spesies dari 460 spesies burung di jawa dapat ditemukan di kawasan ini. Disamping itu, 19 dari 20 spesies burung endemik di Pulau Jawa hidup di kawasan ini, termasuk spesies yang langka dan dilindungi undang-undang, salah satunya adalah elang jawa Spizaetus bartelsi yang ditetapkan sebagai “Satwa Dirgantara ” melalui Keputusan Presiden No. 4 tanggal 9 Januari 1993, celepuk gunung Otus angelinae dan berecet Psaltria exilis. Kelompok mamalia tercatat sekitar 110 jenis, 5 spesies diantaranya adalah kelompok primata yaitu monyet Macaca fascicularis, surili Presbytis commata, owa jawa Hylobates moloch lutung Trachipytecus auratus dan kukang Tarsius bancanus. Beberapa spesies mamalia berukuran besar yang hidup di wilayah ini antara lain babi hutan Sus scrofa linnaeus, mencek Muntiacus muntjak dan anjing hutan Cuon alpinus serta beberapa spesies mamalia yang berukuran kecil yaitu sigung Mydaus javanensis, Mustella flavigula, Rattus lepturus dan ajag Crocidura fuliginosa. Terdapat juga beberapa spesies musang dari genus Herpestes, Viverricula, Paradoxurus dan Megalole. Selain itu terdapat serangga insekta lebih dari 300 spesies, reptilia sekitar 75 spesies, katak sekitar 20 spesies dan berbagai spesies binatang lunak moluska.

4.4 Potensi Wisata Alam

Secara umum objek wisata alam di TNGGP dibagi berdasarkan enam pintu masuk dengan berbagai objek wisata yang ada di dalamnya. Pintu masuk Cibodas Cianjur memiliki objek wisata Telaga Biru, Air terjun Cibeureum, pendakian ke puncak Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Pintu masuk Gunung Putri Cianjur memiliki Bumi Perkemahan Bobojong dan juga pendakian ke puncak Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Pintu masuk Selabintana Sukabumi memiliki Bumi Perkemahan Pondok Halimun dan Air Terjun Cibeureum. Objek wisata Telaga Situgunung dan Air Terjun Sawer dapat dijumpai di pintu masuk Situgunung Sukabumi. Pada wilayah Bogor terdapat dua pintu masuk yaitu Bodogol dengan objek wisata Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol dan Air Terjun Cipadaranten, Air Terjun Cisuren. Sedangkan pintu masuk yang satu lagi yaitu Cisarua yang memiliki Bumi Perkemahan Barubolang dan Air Terjun Beret Tim PKLP TNGP 2010.

4.5 Sosial Budaya Masyarakat Sekitar Kawasan