kesegaran ikan yang didasarkan pada menguapnya senyawa-senyawa basa. Standar kesegaran ikan berdasarkan nilai TVB-nya dapat dilihat pada Tabel
4. Tabel 4
. Standar kesegaran ikan berdasarkan nilai TVB
Mutu Ikan Nilai TVB mg N100 g daging ikan
Sangat segar 10
Segar 10 – 20
Batas dapat dimakan 20 – 30
Busuk 30
Sumber : Farber 1965 Mutu fillet ikan yang baik adalah ketika terjadi perubahan biokimia,
mikrobiologi, dan fisika belum mengalami perubahan yang mengarah kepada kerusakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mutu fillet ikan antara
lain metode preparasi fillet, kebersihan higiene, dan lama penyimpanan Silva et al 2005. Kriteria mutu fillet ikan yang segar dan tidak segar dapat dilihat
pada Tabel 5. Tabel 5. Ciri-ciri fillet ikan segar dan tidak segar
Parameter Fillet ikan segar
Fillet ikan tidak segar
Penampakan Daging berwarna putih,
cemerlang, bersih, rapi, menarik dan garis yang
terbentuk dari tulang belakang maupun linea
lateralis berwarna merah cerah dan tidak terbelah
Daging kehijauan menyeluruh, sangat suram, sangat tidak
menarik, garis tulang belakang maupun linea lateralis coklat
dan terbelah
Bau Bau sangat segar, spesifik
jenis Bau amoniak keras dan bau
busuk Tekstur
Elastis, padat dan kompak. Sangat tidak elastis dan
membubur Sumber: BSN 2006
b
2.5 Metode Pengukuran Kesegaran
Fillet Ikan
Kesegaran ikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan harus menjadi perhatian utama dalam upaya penanganan dan pengolahan hasil
perikanan. Ikan yang telah busuk bukan saja tidak enak, akan tetapi juga
membahayakan kesehatan bila dimakan. Mutu ikan yang akan dikonsumsi harus
terjamin agar tidak menimbulkan efek negatif. Pemeriksaan mutu ikan dapat dilakukan dengan tiga cara FAO 1995, yaitu:
1. Pemeriksaan organoleptik atau sensori. 2. Pemeriksaan di laboratorium Secara fisik, kimia, dan mikrobiologis.
3. Menggunakan alat-alat seperti freshness measure, electric freshness tester. Metode sensori organoleptik relatif lebih murah dan cepat dibandingkan
dengan pemeriksaan laboratorium yang memerlukan banyak waktu dan biaya. Metode ini dapat digunakan untuk membedakan secara kasar ikan yang busuk dan
ikan yang segar dengan melihat tanda-tanda pada tubuh ikan Liviawaty 2001. Proses kerusakan akibat aktivitas bakteri dapat dideteksi menggunakan
indera manusia seperti penglihatan, peraba, penciuman, dan peraba. Panelis yang terlatih akan dapat mengenali ciri perubahan dari sampel fillet ikan yang diuji.
Lembar penilaian score sheet digunakan pada uji organoleptik sebagai pegangan panelis dalam memberikan nilai kepada fillet ikan yang diperiksa berdasarkan
keadaan fisik fillet ikan. Score sheet yang digunakan adalah yang telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional dengan SNI 01-2346-2006. Lembar penilaian
organoleptik fillet ikan segar dapat dilihat pada Lampiran1. Penilaian secara sensori banyak menimbulkan variasi yang menyebabkan
diperlukan cara untuk memperkuat penilaian tersebut yaitu dengan metode non sensori. Analisis non sensori dilakukan untuk menentukan nilai mutu ikan dengan
lebih teliti. Analisis ini meliputi metode uji mikrobiologi atau TPC total plate count, pH, TMA, TVB total volatile base dan lain-lain
Sakaguchi 1990. Tingkat kesegaran fillet ikan dapat ditentukan dengan metode total plate
count TPC, yaitu menghitung jumlah bakteri yang terdapat dalam fillet ikan. Metode pengujian ini dilakukan dengan menghitung jumlah koloni bakteri yang
tumbuh pada suatu media pertumbuhan bakteri media agar dan diinkubasi selama 24 jam Fardiaz 1987. Batas maksimum bakteri untuk fillet ikan segar
menurut SNI 01-2729-1992 sebesar 5 x 10
5
kolonig. Ikan yang sudah tidak segar memiliki pH daging yang tinggi basa
dibandingkan ikan yang masih segar. Menurut Kristoffersen et al 2006, hal ini terjadi karena timbulnya senyawa-senyawa yang bersifat basa seperti amoniak,
trimetialamin, dan senyawa volatil lainnya. Berbagai macam senyawa tersebut akan terakumulasi pada daging sesaat setelah ikan mati. Akumulasi ini terjadi
akibat reaksi biokimia post mortem dan aktivitas mikroba pada daging. Berbagai macam senyawa yang terakumulasi tersebut dapat digunakan untuk mengukur
tingkat kesegaran ikan Sakaguchi 1990. Pengujian menggunakan metode total volatile base TVB merupakan salah satu indikator untuk menentukan tingkat
kesegaran ikan AOAC 1995. Nilai TVB maksimum untuk ikan segar yaitu sebesar 30 mg N100 g Farber 1965.
Penentuan nilai derajat keasaman pH merupakan salah satu indikator pengukuran tingkat kesegaran ikan. Pada proses pembusukan ikan, perubahan pH
daging ikan disebabkan karena adanya proses autolisis dan penyerangan bakteri Fardiaz 1992. Menurut Erikson dan Misimi 2008, reaksi anaerob yang terjadi
setelah ikan mati akan memanfaatkan ATP dan glikogen sebagai sumber energi, sehingga jumlah ATP terus berkurang. Akibatnya, pH tubuh menurun dan
jaringan otot tidak mampu mempertahankan fleksibilitasnya kekenyalan.
2.6 Kemunduran Mutu