trimetialamin, dan senyawa volatil lainnya. Berbagai macam senyawa tersebut akan terakumulasi pada daging sesaat setelah ikan mati. Akumulasi ini terjadi
akibat reaksi biokimia post mortem dan aktivitas mikroba pada daging. Berbagai macam senyawa yang terakumulasi tersebut dapat digunakan untuk mengukur
tingkat kesegaran ikan Sakaguchi 1990. Pengujian menggunakan metode total volatile base TVB merupakan salah satu indikator untuk menentukan tingkat
kesegaran ikan AOAC 1995. Nilai TVB maksimum untuk ikan segar yaitu sebesar 30 mg N100 g Farber 1965.
Penentuan nilai derajat keasaman pH merupakan salah satu indikator pengukuran tingkat kesegaran ikan. Pada proses pembusukan ikan, perubahan pH
daging ikan disebabkan karena adanya proses autolisis dan penyerangan bakteri Fardiaz 1992. Menurut Erikson dan Misimi 2008, reaksi anaerob yang terjadi
setelah ikan mati akan memanfaatkan ATP dan glikogen sebagai sumber energi, sehingga jumlah ATP terus berkurang. Akibatnya, pH tubuh menurun dan
jaringan otot tidak mampu mempertahankan fleksibilitasnya kekenyalan.
2.6 Kemunduran Mutu
Fillet Ikan
Peristiwa post mortem adalah salah satu indikasi kemunduran mutu pada fillet ikan. Menurut Erikson dan Misimi 2008 fillet ikan akan mengalami
pengkerutan pada bagian daging akibat tidak adanya rangka yang mampu menyangga bagian daging fillet serta kontraksi otot yang terjadi pada daging.
Proses perubahan pada fillet ikan tersebut terjadi karena aktivitas enzim dan mikroorganisme. Kedua hal tersebut menyebabkan tingkat kesegaran ikan
menurun Weeber et al 2008. Penurunan tingkat kesegaran fillet ikan terlihat dengan adanya perubahan
fisik, kimia dan organoleptik pada fillet ikan. Semua proses perubahan ini akhirnya mengarah ke pembusukan. Urutan proses perubahan tersebut meliputi
perubahan pre rigor, rigor mortis, aktivitas enzim, akivitas mikroba dan oksidasi Afrianto dan Liviawaty 1989.
2.6.1 Perubahan pre rigor mortis
Fase pre rigor ditandai dengan lendir yang terlepas dari kelenjar dibawah kulit di sekeliling tubuh ikan Erikson dan Misimi 2008. Kondisi daging ikan
pada fase ini lembut dan lunak, dan secara kimiawi ditandai dengan penurunan jumlah ATP dan kreatin fosfat. Sirkulasi darah berhenti pada awal kematian ikan
dan menyebabkan habisnya aliran oksigen didalam jaringan Eskin 1990.
2.6.2 Perubahan rigor mortis
Fase rigor mortis ditandai dengan keadaaan otot yang kaku dan keras. Hilangnya kelenturan daging ikan berhubungan dengan terbentuknya aktomiosin
pada awal fase rigor Eskin 1990. Pembentukan aktomiosin ini berlangsung lambat pada tahap awal dan kemudian menjadi cepat pada tahap selanjutnya. Pada
fase rigor mortis, sumber energi atau ATP akan berkurang akibat aktivitas enzim ATPase yang dikuti oleh perubahan glikogen menjadi asam laktat.
Perubahan glikogen pada daging ikan menyebabkan penurunan nilai pH. Perubahan glikogen menjadi asam laktat terjadi pada proses glikolisis
Eskin 1990. Proses glikolisis yang menguraikan glukosa menjadi asam laktat disajikan pada Gambar 3.
Heksokinase Fosfoglukosa isomerase
Fosfofruktokinase
Aldolase
Laktat dehidrogenase
Gambar 3. Proses glikolisis pada daging ikan Eskin 1990 Kandungan glikogen yang tinggi dapat memperlambat proses glikolisis
pada daging ikan sehingga dapat menunda datangnya proses rigor mortis. Pada fase rigor mortis, nilai pH daging ikan akan mengalami penurun menjadi 6,2-6,6
Glukosa-6-fosfat
Fruktosa-6-fosfat
Fruktosa-1,6-difosfat
Dihidroksi asetonfosfat D-gliseraldehida-3-fosfat
Asam piruvat Asam laktat
Glukosa
dari pH mula-mula 6,9-7,2. Tinggi rendahnya pH awal ikan sangat tergantung pada jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga pada daging ikan.
Kekuatan penyangga pada daging ikan disebabkan oleh protein, asam laktat, asam fosfat, TMAO dan basa-basa menguap. Nilai pH daging ikan akan terus naik
mendekati netral setelah fase rigor mortis berakhir Farber 1965
2.6.3 Perubahan post rigor