3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-November 2008 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta Laboratorium Teknologi Pangan dan Laboratorium Kimia Pangan PAU Pusat Antar
Universitas, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan adalah timbangan analitik, alat tusuk, alat destilasi kjeldahl, buret, termomether, pH meter, pisau, alat-alat gelas,
refrigerator, cawan petri, cawan conway, oven, inkubator, score sheet untuk uji organoleptik, dan kertas alumunium.
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan lele dumbo Clarias gariepinus. Ikan lele dumbo yang digunakan pada penelitian ini berasal
dari kolam budidaya ikan lele dumbo yang beralamat di Jalan Poras Ujung RT 08 RW 08, Sindang Barang, Bogor. Secara keseluruhan kolam budidaya ikan
lele dumbo tersebut memiliki luas satu hektar dan terdapat 8 kolam yang digunakan untuk pembibitan dan pembesaran. Kolam budidaya ikan lele dumbo
tersebut berada di tengah-tengah areal persawahan yang dialiri sungai-sungai kecil sebagai sumber air. Panen dilakukan setelah ikan lele dumbo berumur 2-3 bulan
dengan ukuran 80-200 gekor. Ikan lele dumbo yang digunakan pada penelitian ini berumur 2 bulan 3 minggu dan dipanen pada bulan Juni 2008. Setelah dipanen
ikan lele dumbo disortasi dan diperoleh ikan lele dumbo sebanyak 20 ekor yang memiliki panjang dan berat cukup seragam yaitu berkisar 100-130 gekor.
Bahan-bahan lain dalam penelitian ini adalah Natrium Agar NA, aquades, NaOH 2 M, garam fisiologis 0,85 steril, HCl, K
2
SO
4
, HgO, H
2
SO
4
, Na
2
S
2
O
3
, alkohol, metilen merah dan biru, buffer pH 4 dan 7, heksana, trikloroasetat TCA 7 , H
2
SO
4
0,01 N, K
2
CO
3
jenuh, dan asam borat 1 .
3.3 Metode Penelitian
3.3.1. Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan diawali dengan penentuan karakteristik fillet ikan lele dumbo dan rentang waktu terjadinya tiap fase post mortem fillet ikan lele
dumbo selama penyimpanan pada suhu chilling sebagai patokan untuk uji TPC, TVB dan pH. Penentuan karakteristik fillet ikan lele dumbo meliputi panjang
total ikan, panjang baku ikan, rendemen ikan, berat total ikan, panjang fillet, berat fillet dan komposisi kimia. Diagram alir penentuan karakteristik fillet ikan lele
dumbo dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Diagram alir penentuan karakteristik fillet ikan lele dumbo Clarias gariepinus
Ikan lele dumbo diberi dua perlakuan yaitu dimatikan segera dengan cara menusukkan alat penusuk pada bagian medulla oblongata dan dimatikan dengan
Berat total Panjang total
Panjang baku Rendemen
Berat fillet Panjang fillet
Proksimat Ditentukan
karakteristik fillet Morfometrik
Kadar air Kadar abu
Protein Lemak
Karbohidrat
Fillet Ikan Dimatikan
Ikan lele
Rendemen
Insang Jeroan
Sirip Kulit
Tulang Kepala
Daging merah Daging putih
cara membiarkan ikan pada wadah yang tidak berisi air selama 12 jam kemudian dimatikan dengan cara ditusuk pada bagian medulla oblongata. Ikan lele tersebut
diasumsikan mengalami kondisi stres sebelum mengalami kematian. Ikan lele dumbo yang telah mati kemudian dipreparasi menjadi fillet
dengan tipe single dan skinless fillet. Fillet ikan lele dumbo tersebut dibungkus dengan kertas aluminium dan ditempatkan pada refrigerator dengan suhu
penyimpanan berkisar antara 0-5 C. Pengamatan terhadap mutu organoleptik
dilakukan setiap 6 jam sekali hingga fillet ikan tersebut secara organoleptik di tolak oleh panelis sehingga didapat titik waktu post mortem fillet ikan lele dumbo
meliputi pre rigor, rigor mortis, post rigor awal dan post rigor akhir. Titik-titik tersebut selanjutnya digunakan pada uji objektif pada penelitian utama. Diagram
alir penentuan titik pengamatan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram alir penentuan titik pengamatan Ikan lele
Fillet ikan
Di uji secara subjektif organoleptik setiap 6 jam sekali hingga fillet ikan
secara organoleptik ditolak dan didapat interval fase post mortem
Fillet ikan dibungkus dengan kertas alumunium dan ditempatkan pada
refrigerator dengan suhu penyimpanan 0-5
C. Ditusuk pada bagian
medula oblongata Dibiarkan tanpa media
air selama 12 jam kemudian ditusuk pada
medula oblongata Dimatikan
3.3.2. Penelitian utama
Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui pengaruh cara kematian terhadap kemunduran mutu fillet ikan lele. Pengamatan terhadap fillet ikan lele
dilakukan dengan metode subjektif dan objektif. Metode subjektif yang digunakan adalah uji organoleptik SNI 01-2346-2006 yang dilakukan dengan melihat
penampakan, bau, dan tekstur. Uji organoleptik dilakukan selama 15 hari. Metode objektif yang digunakan adalah TPC Fardiaz 1992, pH Apriyantono et al 1989,
dan TVB AOAC 1995. Pengambilan contoh dilakukan berdasarkan penelitian pendahuluan yaitu pada jam ke-0, 78, 222 dan 360. Waktu ini merupakan titik-
titik untuk fase pre-rigor, rigor mortis, post-rigor awal dan post-rigor akhir dari fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera. Diagram alir penelitian
utama dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram alir penelitian utama Ikan lele
Fillet ikan
Fillet ikan dibungkus dengan kertas alumunium dan ditempatkan pada
refrigerator dengan suhu penyimpanan 0-5
C. Ditusuk pada bagian
medula oblongata Di biarkan tanpa media
air selama 12 jam kemudian ditusuk pada
medula oblongata Dimatikan
Di uji secara subjektif organoleptik pada
hari ke-0 hingga 15 Di uji secara objektif
TPC, TVB dan pH pada Jam ke-0, 78, 222 dan 360
3.4 Pengamatan
3.4.1 Uji organoleptik SNI 01-2346-2006
Metode yang digunakan untuk uji organoleptik adalah dengan
menggunakan score sheet berdasarkan SNI 01-2346-2006. Pengujian organoleptik
merupakan pengujian yang bersifat subjektif dengan menggunakan indera yang ditujukan pada penampakan, bau, dan tekstur.
3.4.2 TPC Fardiaz 1992
Untuk uji mikrobiologi dilakukan perhitungan jumlah bakteri yang ada di dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo.
Pembuatan larutan contoh dengan cara mencampurkan 25 g sampel dan dimasukkan ke dalam botol yang berisi 225 ml larutan garam 0,85 steril, lalu
dihomogenkan. Dari campuran tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam botol berisi 9 ml larutan garam 0,85 steril sehingga diperoleh contoh dengan
pengenceran 10
-2
. Banyaknya pengenceran disesuaikan dengan keperluan penelitian. Pada
penelitian ini digunakan pengenceran 10
-2
, 10
-3
, 10
-4
dan 10
-5
. Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung pengenceran sebanyak 1 ml larutan contoh
dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo dengan menggunakan pipet steril. Media agar dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 10 ml dan
digoyangkan sampai permukaan agar merata metode tuang, diamkan beberapa saat hingga mengeras. Cawan petri yang telah berisi agar dan larutan contoh
dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi terbalik. Suhu inkubator yang digunakan adalah sekitar 35
C dan diinkubasi selama 48 jam. Selanjutnya dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah koloni yang ada di dalam
cawan petri. Jumlah koloni bakteri yang dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri antara 30-300 koloni. Jumlah koloni dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
3.4.3 TVB AOAC 1995
Sampel fillet ikan sebanyak 15 g digiling dan ditambahkan 45 ml larutan TCA 7 kemudian dihomogenkan selama 1 menit. Hasil yang didapat disaring
dengan kertas saring sehingga filtrat yang diperoleh berwarna jernih. Larutan asam borat 1 ml dimasukkan ke dalam inner chamber cawan conway ldan tutup
cawan diletakkan dengan posisi hampir menutupi cawan. Dengan menggunakan pipet lain, 1 ml filtrat dimasukkan ke dalam outer chamber di sebelah kiri.
Kemudian ditambahkan 1 ml larutan K
2
CO
3
jenuh ke dalam outer chamber sebelah kanan sehingga filtrat dan K
2
CO
3
tidak bercampur. Cawan segera ditutup yang sebelumnya telah diberi vaselin, kemudian digerakan memutar sehingga
kedua cairan di outer chamber tercampur. Di samping itu dikerjakan blanko dengan prosedur yang sama tetapi filtrat diganti dengan larutan TCA 7 .
Kemudian kedua cawan conway tersebut disimpan dalam inkubator pada suhu 37
C selama 2 jam. Setelah disimpan, larutan asam borat dalam inner chamber cawan conway yang berisi blanko dititrasi dengan larutan HCl 0,032 N. Dengan
menggunakan magetic stirrer diaduk sehingga berubah warna menjadi merah muda. Selanjutnya cawan conway yang berisi sampel yang berisi sampel dititrasi
dengan menggunakan larutan yang sama sehingga berubah menjadi warna merah muda yang sama dengan blanko. Perhitungan nilai TVB dapat dihitung dengan
rumus:
Keterangan : i
= volume titrasi sampel ml j
= volume titrasi blanko FP
= faktor pengenceran
3.4.4 pH Apriyantono et al 1989
Untuk pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter dengan cara dikalibrasi terlebih dahulu. Sampel fillet ikan sebanyak 10 g digiling dan
dihomogenkan dengan 90 ml air destilat. Kemudian pH homogenat diukur dengan pH meter yang sebelumnya dikalibrasi dengan buffer standar pH 4 dan 7.
3.4.5 Analisis proksimat 1
Kadar air AOAC 1995
Cawan porselin dikeringkan dalam oven pada suhu 102-105
o
C selama lebih kurang 10 hingga 15 menit. Kemudian cawan tersebut diletakkan ke
dalam desikator selama lebih kurang 30 menit, kemudian didinginkan dan ditimbang. Cawan dan fillet ikan seberat 5 g ditimbang setelah terlebih
dahulu dipotong kecil-kecil. Kemudian cawan tersebut dimasukkan ke dalam oven pada suhu 102-105
o
C selama kurang lebih 18-20 jam. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin lalu
ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai didapat berat yang konstan. Perhitungan kadar air dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan: A = Berat cawan dengan fillet ikan g
B = Berat cawan dengan fillet ikan setelah dikeringkan g
2 Kadar abu AOAC 1995
Metode yang digunakan pada kadar abu sama dengan yang digunakan pada kadar air, perbedaannya hanya pada rumus perhitungannya. Perhitungan kadar
abu dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan: A = Berat cawan dengan fillet ikan g
B = Berat cawan dengan fillet ikan setelah dikeringkan g
3 Kadar protein AOAC 1995
Tahap yang dilakukan terdiri dari tahap destruksi, destilasi dan titrasi. a Tahap destruksi
Fillet ikan ditimbang sebanyak 0,3 g untuk daging kering sedangkan untuk daging basah 0,5 g, kemudian dimasukkan ke dalam
tabung Kjeldahl. Satu buah tablet Kjeldahl dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H
2
SO
4
. tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410
o
C ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai warna larutan
menjadi bening. b Tahap destilasi
Proses destilasi terdiri dari 2 tahap yaitu: Tahap pertama adalah tahap persiapan alat yaitu kran air dibuka
dan dilakukan pengecekan alkali dan air dalam tangki, tabung dan erlenmeyer yang berisi akuades diletakan pada tempatnya. Tombol power
pada Kjeldahl sistem ditekan dan dilanjutkan dengan penekanan tombol stream dan ditunggu beberapa saat sampai air di dalam tabung mendidih.
Steam dimatikan kemudian tabung Kjeldahl dan erlenmeyer dikeluarkan dari alat Kjeldahl sistem.
Tahap kedua adalah tahap persiapan sampel yaitu tabung berisi fillet ikan yang sudah didestruksi diletakkan ke dalam Kjeldahl sistem
beserta erlenmeyer yang sudah diberi asam borat. Destilasi dilakukan sampai volume larutan dalam erlenmeyer mencapai 200 ml.
c Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCL 0,1 N sampai warna
larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi pink, selanjutnya kadar protein dari fillet ikan dapat diperoleh dengan perhitungan menggunakan:
4 Kadar lemak AOAC 1995
Fillet ikan sampel seberat 3 g W
1
dimasukkan ke dalam kertas saring, dimasukkan ke dalam selongsong lemak, dimasukkan ke dalam labu lemak
yang sudah ditimbang berat tetapnya W
2
dan disambungkan dengan tabung
soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung sohxlet dan disiram dengan pelarut lemak petroleum benzene. Tabung
ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40
o
C menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam
tabung lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan
sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak. Selanjutnya labu lemak dikeringkan oven pada suhu 105
o
C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan W
3
. Kadar lemak pada fillet ikan diketahui menggunakan rumus:
Keterangan: W
1
= Berat fillet ikan sampel g W
2
= Berat labu lemak tanpa lemak g W
3
= Berat labu lemak dengan lemak g
3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap dengan 2 ulangan, dengan faktor A adalah cara mati dengan dua taraf yaitu dimatikan segera dan dimatikan setelah 12 jam tanpa media
air. Model rancangan yang digunakan adalah Mattjik dan Sumertajaya 2002:
Keterangan: Y
ij
= Respon percobaan karena pengaruh cara mati taraf ke-i, ulangan ke-j µ = Pengaruh umum rata-rata
A
i
= Pengaruh taraf ke-i, perlakuan cara mati = Pengaruh kesalahan percobaan karena pengaruh perlakuan ke-i, ulangan ke-j
Data TVB, TPC dan pH yang didapat diuji normalitas terlebih dahulu. Data dianalisis secara statistik dengan analisis ragam ANOVA apabila data telah
normal. Analisis dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan apabila hasil ANOVA
berbeda nyata. Analisa non parametrik yang dilakukan dalam pengujian organoleptik adalah metode uji Kruskall Wallis Mattjik dan Sumertajaya 2002
yaitu: a Merangking data dari yang terkecil hingga yang terbesar untuk seluruh
perlakuan dalam satu parameter. b Menghitung total dan rata-ratanya untuk setiap perlakuan dengan rumus:
Keterangan: H
= Nilai Uji Kruskall Wallis n
= Jumlah total data n
i
= Banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke-i R
i
= Jumlah rangking dalam contoh ke-i
T = Banyaknya pengamatan yang seri
H’ = H yang terkoreksi
c Uji lanjut Multiple Comparison dilakukan apabila uji Kruskall Wallis berbeda nyata dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan: R
i
= Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-i R
j
= Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-j K
= Banyaknya ulangan N
= Jumlah total data Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah:
H = Perlakuan cara mati tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap mutu
fillet ikan lele dumbo.
H
1
= Perlakuan cara mati memberikan pengaruh yang nyata terhadap mutu fillet ikan lele dumbo
Analisis Regresi Sederhana Simple Regression Analysis digunakan untuk melihat hubungan antar parameter kesegaran fillet ikan lele dumbo. Analisis
regresi sederhana ini juga dapat digunakan untuk melihat pengaruh antar parameter. Model regresi sederhana dapat dinyatakan sebagai persamaan linier
berikut Mattjik dan Sumertajaya 2002:
y
i
= β
+ β
1
x
i
+ ε
i
Persamaan untuk mengestimasi nilai β
dan β
1
digunakan metode kuadrat terkecil least square method berdasarkan:
ŷ
i
= b + b
1
x
i
Bentuk hipotesis untuk menguji koefisien β
dan β
1
dengan α = 0,05
adalah: H
: β
= 0 H
1
: β
≠ 0 H
: β
1
= 0 H
1
: β
1
≠ 0
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari fillet ikan lele dumbo meliputi ukuran, berat dan komposisi kimia serta penentuan fase
post mortem fillet ikan lele dumbo pada penyimpanan suhu chilling.
4.1.1 Ukuran dan rendemen ikan lele dumbo Clarias gariepinus
Hasil pengamatan ukuran ikan dan fillet ikan lele dumbo dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Ukuran ikan dan fillet ikan lele dumbo Clarias gariepinus
Keterangan: nilai diambil dari rata-rata 20 ekor ikan. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa ikan lele dumbo memiliki
berat fillet sekitar 30 dari berat ikan. Menurut Liviawaty 2001, Mahyuddin 2008 dan Utama 2008, ikan lele dumbo memiliki rendemen daging
sekitar 35-40 dari keseluruhan tubuhnya. Hal ini terjadi karena ikan lele dumbo memiliki rendemen kepala dan tulang yang cukup besar yaitu sekitar 27,49 dan
14,61 . Rendemen bagian tubuh lele dumbo lainnya dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Diagram pie rendemen ikan lele dumbo Clarias gariepinus Parameter
Nilai Berat ikan g
120,70 ± 1,62 Panjang ikan mm
256,85 ± 7,00 Panjang baku ikan mm
235,60 ± 6,54 Panjang fillet mm
184,25 ± 6,73 Berat fillet g
40,01 ± 0,81