Asas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah

c. Dari segi operasional, bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyeleenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa. d. Dari segi administrasi pemerintahan, bertujuan untuk lebih memperlancar dan menertibkan pelaksanaan tata pemerintahan sehingga dapat terselenggara secara efisien, efektif, dan produktif.

D. Asas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah

1. Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Pergeseran konsepsi negara penjaga malam nachwachtersstaat ke negara kesejahteraan welfare state membawa konsekuensi terhadap peranan dan aktivitas pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Peranan pemerintah pada negara kesejahteraan sangat sentral karena diberi tugas untuk menyelenggarakan kesejahteraan rakyat. Untuk keperluan penyelenggaraan kesejahteraan itu, kepada pemerintah diberikan kewenangan untuk turut campur dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat. Dengan kewajiban yang dibebankan di pundak pemerintah, pemerintah dituntut untuk terlibat secara aktif dalam dinamika kehidupan masyarakat. 34 Pada dasarnya, setiap bentuk campur tangan pemerintah dalam pergaulan sosial harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan sesuai dengan tuntutan asas legalitas sebagai konsekuensi dari asas negara hukum. Akan tetapi, kelemahan asas legalitas yang sangat mengutamakan kepastian hukum mengakibatkan asas ini 34 Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik, Erlangga, Jakarta: 2010, hal. 157. Universitas Sumatera Utara cenderung membuat pemerintah menjadi lamban dalam bertindak. Oleh karena itu, pemerintah diberi kewenangan untuk bertindak atas inisiatif sendiri untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang pada dasarnya belum ada aturannya. Dengan demikian, Markus Lukma 1989205 mengemukakan bahwa freis ermessen merupakan salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya kepada undang-undang. 35 Kebebasan bertindak pejabat administrasi negara tanpa harus terikat secara sepenuhnya kepada undang-undang seperti tersebut diatas secara teoritis ataupun dalam kenyataan praktik pemerintahan ternyata membuka peluang bagi penyalahgunaan kewenangan. Penyalahgunaan kewenangan akan membuka kemungkinan benturan kepentingan antara pejabat administrasi negara dengan rakyat yang merasa dirugikan akibat penyalahgunaan kewenangan tersebut. Oleh karena itu, untuk menilai apakah tindakan pemerintah sejalan dengan asas negara hukum atau tidak, dapat menggunakan asas-asas umum pemerintahan yang baik. 36 Ketentuan pasal 1 anagka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, menyatakan: 37 “ Asas umum pemerintahan negara yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan norma hukum untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme”. 35 Ibid. 36 Ibid. 37 Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, TLN Republik Indonesia Nomor 3851. Universitas Sumatera Utara Fahmal mengemukakan asas-asas umum pemerintahan yang baik sejak dahulu sudah dikenal di beberapa negara. Namun, perhatian terhadap asas-asas umum pemerintahan yang baik tersebut baru mulai meningkat pada pertengahan abad ke20. Di Belanda, asas-asas umum pemerintahan yang baik disebut dengan istilah Algemene Beginselen van Berhoorlijk Bestuur, sedangka di Prancis dikenal dengan nama les principles du droit constumier publique. Penyelenggaraan Pemerintahan di Pusat dan Pemerintahan di Daerah berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas 9 Sembilan asas, sebagai berikut: 38 a. Asas kepastian hukum b. Asas tertib penyeelenggara negara c. Asas kepentingan umum d. Asas keterbukaan e. Asas proporsionalitas f. Asas profesionalitas g. Asas akuntabilitas h. Asas efisiensi, dan i. Asas efektivitas. Jika sejumlah asas-asas telah dijadikan dasar bagi pembangunan, berarti kehidupan kenegaraan dan kehidupan kemasyarakatan akan berjalan menurut asa- asas itu. Hal ini terkait pula dengan konsep penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme seperti yang termuat dalam Undang- Undang Nomor 28 Tahun 1999. 38 Pasal 20 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125. Universitas Sumatera Utara Pasal 3 Undang-Undang ini menetapkan asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi pemerintah dan pemerintah daerah dan penjelasannya menegaskan: a. Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara. b. Asas tertib penyelenggaraan negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara. c. Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif. d. Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, dan golongan dan rahasia negara. e. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan negara. f. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berdasarkan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. g. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara. Universitas Sumatera Utara h. Asas efisiensi dan efektivitas adalah asas yang menentukan untuk memperoleh efisiensi dilaksanakannya desentralisasi, yaitu pemberian otonomi yang luas supaya lebih efisien berdaya guna mengenai waktu dan tenaga. Sedangkan untuk mencapai efektivitas hasil guna dilakukan sentralisasi yaitu untuk keperluan ekonomi dan politik. 2. Asas Keahlian dan Kedaerahan Asas keahlian atau asas fungsional adalah suatu asas yang menghendaki tiap-tiap urusan kepentingan umum diserahkan kepada para ahli untuk diselenggarakan secara fungsional, dan hal ini terdapat pada susunan Pemerintahan Pusat, yaitu Departemen- Departemen dan lembaga Pemerintah non Departemen. Kemudian dengan berkembangnya tugas-tugas serta kepentingan-kepentingan yang harus diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, maka untuk kelancaran jalannya pemerintahan ditempuh dengan asas desentralisasi dan dekonsentrasi. 39 Sjachran Basah mengemukakan asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi sebagai asas-asas pemerintahan di daerah, termasuk ke dalam sendi territorial yang merupakan salah satu sendi untuk memerintah negara. Hal itu pun dianut oleh Indonesia sebagai negara kesatuan yang berbentuk Republik, bahkan asas tugas perbantuan pun sebenarnya termasuk kedalam politiek staatkundige decentralisatie. 39 Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Hukum Pemeintahan Daerah, Pustaka Bani Quraisy, Bandung: 2005, hal. 88. Universitas Sumatera Utara Asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan termuat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. a. Asas desentralisasi Menurut Joeniarto, asas desentralisasi adalah asas yang bermaksud memberikan wewenang dari pemerintah negara kepada pemerintah lokal untuk mengatur dan mengurus urusan tertentu sebagai urusan rumah tangga sendiri. Yang biasanya disebut swatantra atau otonomi 40 . Pasal 1 angka 7 mengemukakan, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalan sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 41 Penafsiran bahwa dimensi makna desentralisasi melahirkan sisi penyerahan kewenangan, pembagian kekuasaan, pendelegasian kewenangan, dan pembagian daerah dalam struktur pemerintahan di negara kesatuan. Penyerahan, pendelegasian, dan pembagian kewenangan dengan sendirinya menciptakan kewenangan pada pemerintah daerah dalam melaksanakan pemerintahan didaerah, yang didahului pembagian daerah pemerintahan dalam bingkai daerah otonom. Pendelegasian wewenang dalam desentralisasi bersifat hak dalam menciptakan peraturan-peraturan dan keputusan penyelenggaraan lainnya dalam batas-batas urusan yang telah diserahkan kepada badan-badan otonom itu. Jadi, pendelegasian wewenang dalam desentralisasi berlangsung antara lembaga-lembaga di pusat dengan lembaga-lembaga otonom di daerah, sementara pendelegasian dalam dekosentrasi berlangsung antara petugas perorangan pusat di pusat kepada petugas perorangan pusat di daerah. sementara, pemaknaan desentralisasi dapat dilihat dalam 40 Ibid., hal. 89. 41 Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125. Universitas Sumatera Utara undang-undang pemerintahan daerah yang pernah berlaku dan berlaku positif saat ini, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 menegaskan desentralisasi sebagai penyerahan urusan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan desentralisasi sebagai sebagai penyerahan wewenang peemerintahan, seementara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1959, dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tidak menegaskan secara jelas dan eksplisit dalam klausula pasal-pasal batang tubuhnya mengenai pengertian desentralisasi. 42 Dari dimensi makna yang terlihat dari kaidah undang-undang di atas, jelas memperlihatkan bahwa desentralisasi memberikan ruang terjadinya penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dari daerah tingkat atas kepada daerah tingkat di bawahnya. Pengertian desentralisasi di sini hanya sekitar penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah. Jadi, hanya ada satu bentuk otonomi, yaitu otonomi. Otonomi hanya ada kalau ada penyerahan overdragenurusan pemerintahan kepada daerah. b. Asas dekonsentrasi Menurut Laica Marzuki, dekosentrasi merupakan ambtelijke decentralisastie atau delegatie van bevoegdheid, yakni pelimpahan keewenangan dari alat perlengkapan negara di pusat kepada instansi bawahan, guna melaksakan pekerjaan tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah pusat tidak kehilangan kewenangannya karena instansi bawah melaksanakan tugas atas nama pemerintah pusat 43 . Pasal 1 angka 8 mengemukakan, dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang 42 Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor: 2007, hal. 88 43 Ibid., hal. 89 Universitas Sumatera Utara pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah danatau kepada instansi vertikal diwilayah tertentu. 44 Pendelegasian wewenang pada dekonsentrasi hanya bersifat menjalankan atau melaksanakan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan pusat lainnya yang tidak berbentuk peraturan, yang tidak dapat berprakarsa menciptakan peraturan dan atau membuat keputusan bentuk lainnya untuk kemudian dilaksanakannya sendiri pula. Pendelegasian dalam dekonsentrasi berlangsung antara petugas perorangan pusat di pemerintahan pusat kepada petugas perorangan pusat di pemerintahan daerah. Konsep pelaksanaan desentralisasi bisa bersifat administratif dan politik. Sifat addministratif disebut dekonsentrasi yang merupakan delegasi wewenang pelaksanaan kepada tingkat-tingkat lokal dan sifat politik merupakan devolusi, yang berarti bahwa wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap sumber-sumber daya diberikan kepada pejabat-pejabat regional dan lokal. Pada hakikatnya, alat-alat pemerintahan pusat ini melakukan pemerintahan sentral di daerah-daerah. penyerahan kekuasaan pemerintah pusat kepada alatnya di daerah karena meningkatnya kemajuan masyarakat di daerah-daerah. Pemaknaan asas dekonsentrasi berdasarkan dengan undang-undang pemerintahan daerah yang pernah berlaku dan berlaku positif sampai sekarang ini, antara lain; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1959, dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tidak menegaskan secara jelas dan eksplisit dalam batang tubuhnya, sedangkan Undang- 44 Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125. Universitas Sumatera Utara Undang Nomor 5 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan secara jelas bahwa dekonsentrasi sebagai pelimpahan wewenang pemerintahan. Jadi, dimensi makna yang tercipta adalah adanya pelimpahan kewenangan yang secara fungsional dari pejabat atasan dari pemerintah pusat kepada pejabat di daerah. 45 c. Asas tugas pembantuan Disamping asas desentralisasi dan dekosentrasi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah di Indonesia juga dikenal medebewind, tugas pembantuan. Di Belanda medebewind diartikan sebagai pembantu penyelenggaraan kepentingan- kepentingan dari pusat atau daerah-daerah yang tingkatannya lebih atas oleh perangkat daerah yang lebih bawah. Menurut Bagir Manan tugas pembantuan diberikan oleh pemerintah pusat atau pemerintah yang lebih atas kepada pemerintah daerah dibawahnya berdasarkan undang-undang 46 . Pasal 1 angka 9 menyatakan, tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah danatau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupatenkota danatau desa serta dari pemerintah kabupatenkota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. 47 Walaupun sifat tugas pembantuan hanya bersifat “membantu” dan tidak dalam konteks hubungan “atasan-bawahan”, tetapi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah tidak mempunyai hak untuk menolak. Hubungan ini timbul oleh atau berdasarkan ketentuan hukum atau peraturan perundang-undangan. Pada dasarnya, tugas pembantuan adalah tugas melaksanakan peraturan perundang-undangan tingkat 45 Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah,Ghalia Indonesia, Bogor:2007, hal.91. 46 Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo, Jakarta: 2005, hal. 21. 47 Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125. Universitas Sumatera Utara lebih tinggi. Daerah terikat melaksanakan peraturan perundang-undangan, termasuk yang diperintahkan atau diminta dalam rangka tugas pembantuan. Sebagian urusan yang dilaksanakan menurut asas tugas pembantuan antara lain; urusan haji, urusan bencana alam, lingkungan hidup, olahraga, kepemudaan dan lain- lain. 48

E. Pelimpahan dan Penyerahan Kewenangan

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi di Desa Ujung Gading Kabupaten Labuhan Batu Selatan)

3 146 64

Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Rantau Prapat Berdasarkan Perda Kabupaten Labuhanbatu Nomor 6 Tahun 2011

7 173 98

Tinjauan Yuridis Terhadap Tugas dan Wewenang Lurah dalam Hal Pembuatan e-KTP Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi di Kelurahan Gedung Johor Kota Medan)

14 89 64

Tinjauan Yuridis Konvensi Jenewa IV Tahun 1949 Terhadap Negara-Negara Yang Berperang Menurut Hukum Internasional

1 76 103

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Kewenagan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Sistem Pemerintahan Desa

8 114 106

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Izin Penebangan Pohon pada Dinas Pertamanan Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah No. 21 Tahun 2002

3 72 71

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Pajak Hotel Dalam Hubungannya Dengan Peningkatan Pendapatan Daerah Kabupaten Karo Sesuai PERDA No. 28 Tahun 2009 (Studi Kasus Di Tanah Karo-Kabanjahe)

11 90 108

Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011

1 51 73

BAB II TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN DAERAH - Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Dalam Pemerintahan Kota Menurut Hukum Administrasi Negara (Studi Pemerintah Kota Medan)

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Dalam Pemerintahan Kota Menurut Hukum Administrasi Negara (Studi Pemerintah Kota Medan)

0 0 13