c. Teori Pelimpahan Kewenangan Dengan Mandat
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, mandat memiliki arti perintah dan tugas yang diberikan dari masyarakat orang banyak kepada mereka yang ditunjuk sebagai
wakilnyasurat kuasa.
92
Kata mandat mandaat mengandung pengertian perintah opdracht yang didalam pergaulan hukum, baik pemberian kuasa lastgeving maupun kuasa penuh
volmacht. Mandat mengenai kewenangan penguasaan diartikan dengan pemberian kuasa biasanya bersamaan dengan perintah oleh alat perlengkapan pemerintah yang
memberi wewenang ini kepada yang lain, yang akan melaksanakannya atas nama tanggung jawab alat pemerintah yang pertama tersebut.
93
Pada mandat, tidak ada penciptaan atau penyerahan wewenang. Ciri pokok mandat adalah suatu bentuk perwakilan. Mandataris berbuat atas nama yang
diwakili. Hanya saja pada mandat, pemberi mandat tetap berwenang untuk menangani sendiri wewenangnya bila ia menginginkannya. Pemberi mandat juga
dapat memberi segala petunjuk kepada mandataris yang dianggap perlu. Pemberi mandat bertanggung jawab sepenuhnya atas keputusan yang diambil berdasarkan
mandat sehingga secara yuridis-formal bahwa mandataris pada dasarnya bukan orang lain dari mandans. Selain kepada pegawai bawahan, mandat dapat pula
diberikan kepada organ atau pegawai bawahan sesuai ketentuan hukum yang mengaturnya.
94
92
Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Surabaya: Kartika, 1997, hal. 358.
93
Agussalim Andi Gadjong, op.cit.,hal. 106.
94
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Mandans atau pemberi mandat tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan oleh mandataris sebagaimana yang dikatakan oleh van Wijk, sebagai
berikut:
95
Pada mandat kita tidak dapat berbicara tentang pemindahan kekuasaan atau wewenang di dalam arti yuridis, sekarang telah ditangani oleh dan atas nama
lembaga pemerintahan yang bersangkutan, penanganannya juga diserahkan kepada lembaga tersebut; berbicara secara yuridis, tetap merupakan keputusan
lembaga itu sendiri. Disini kita berbicara tentang suatu bentuk perwakilan lembaga pemerintahan. Pemberi mandat atau mandans juga tetap berwenang
untuk menangani sendiri wewenang bilamana ia menghendaki, ia bisa memberikan kepada para mandatarisnya segala bentuk yang dianggapnya perlu,
ia seluruhnya bertanggungjawab atas segala keputusan yang diambil berdasarkan mandat. Secara yuridis, perkataan mandataris tidak lain dari perkataan mandans.
Menurut Heinrich, mandat dapat berupa opdracht suruhan pada suatu alat perlengkapan organ untuk melaksanakan kompetensinya sendiri, maupun tindakan
hukum oleh pemegang suatu wewenang memberikan kuasa penuh volmacht kepada sesuatu subjek lain untuk melaksanakan kompetensi nama si pemberi mandat. Jadi,
si penerima mandat bertindak atas nama orang lain. Sementara, menurut Lubberdink, pertanggungjawaban untuk pelaksanaan wewenang tetap pada pemberi kuasa, sebab
pemberi kuasa yang memberikan petunjuk, baik yang umum maupun petunjuk khusus kepada mandataris.
96
Dalam kepustakaan terdapat pembagian mengenai sifat wewenang pemerintahan, yaitu bersifat terikat, fakultatif, dan bebas, terutama dalam kaitannya dengan
95
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, op.cit.,hal. 139
96
Agussalim Andi Gadjong, op.cit., hal.106
Universitas Sumatera Utara
kewenangan pembuatan dan penerbitan keputusan-keputusan besluiten dan ketetapan-ketetapan beschikkingen oleh organ pemerintahan sehingga dikenal ada
keputusan dan ketetapan yang bersifat terikat dan bebas. Indroharto mengatakan sebagai berikut.
97
1 Wewenang pemerintahan yang bersifat terikat, yakni terjadi apabila peraturan
dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan yang bagaimana wewenang tersebut dapat digunakan atau peraturan dasarnya sedikit banyak menentukan
tentang isi dari keputusan yang harus diambil. Dengan kata lain, terjadi apabila peraturan dasar yang menentukan isi dari keputusan yang harus diambil secara
terinci, maka wewenang pemerintahan semacam itu merupakan wewenang yang terikat.
2 Wewenang fakultatif terjadi dalam hal badan pejabat tata usaha negara yang
bersangkutan tidak wajib menerapkan wewenangnya atau sedikit banyak masih ada pilihan, sekalipun pilihan itu hanya dapat dilakukan dalam hal-hal atau
keadaan-keadaan tertentu sebagaimana ditentukan dalam peraturan dasarnya. 3
Wewenang bebas, yakni terjadi ketika peraturan dasarnya memberi kebebasan kepada badan atau pejabat tata usaha Negara untuk menentukan isi dari
keputusan yang akan dikeluarkannya atau peraturan dasarnya memberikan ruang lingkup kebebasan kepada pejabat tata usaha Negara yang bersangkutan. Philipus
M. Hadjon dengan mengutip pendapat Spelt dan Ten Berge, membagi kewenangan bebas dalam dua kategori, yaitu kebebasan kebijaksanaan
beleidsvrijheid dan kebebasan penilaian beoordelingsvrijheid. Kebebasan kebijaksanaan wewenang diskresi dalam arti sempit bila peraturan perundang-
97
Ridwan HR, op.cit.,hal. 110
Universitas Sumatera Utara
undangan memberikan wewenang tertentu kepada organ pemerintahan, sedangkan organ tersebut bebas untuk tidak menggunakannya meskipun syarat-
syarat bagi penggunanya secara sah dipenuhi. Sedangkan kebebasan penilaian wewenang diskresi dalam arti yang tidak sesungguhnya ada apabila sejauh
menurut hukum diserahkan kepada organ pemerintahan untuk menilai secara mandiri dan esklusif apakah syarat-syarat bagi pelaksanaan suatu wewenang
secara sah telah dipenuhi. Berdasarkan pengertian ini, Philipus M. Hadjon menyimpulkan ada dua jenis kekuasaan bebas atau kekuasaan diskresi yaitu 1
kewenangan untuk memutus secara mandiri; 2 kewenangan interpretasi terhadap norma-norma tersamar vege norm.
Terlepas dari bagaimana wewenang itu diperoleh dan apa isi dan sifat wewenang serta bagaimana mempertanggung jawabkan, yang pasti bahwa wewenang
merupakan faktor penting dalam hubungannya dengan masalah pemerintahan, karena berdasarkan pada wewenang inilah pemerintah atau pejabat administrasi
negara dapat
melakukan berbagai
tindakan hukum
dibidang publik
publiekrechtshandeling.
3. Kewenangan Pelaksana Tugas Walikota dalam Pemerintahan Kota Medan