45
masih memiliki UU No. 112008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ITE, yang diharapkan mampu menjadi dasar hukum untuk menjerat pelanggaran hukum via
internet. Pelaku dapat dijerat Pasal 27 ayat 1 UU ITE jo Pasal 45 ayat 1 UU ITE. Pasal 27 ayat 1 UU ITE berbunyi: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan danatau mentransmisikan danatau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar
kesusilaan, dan Pasal 45 ayat 1 UU ITE yang menyangkut ketentuan pidananya berbunyi : Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat 1, ayat 2, ayat 3, atau ayat 4 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 enam tahun danatau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.
3. METODE PENELITIAN
Penelitian hukum normatif yang menggunakan data primer dan sekunder ini merupakan jenis penelitian lapangan field research. Data primer diperoleh langsung dari
responden di lokasi penelitian. Sumber data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan yaitu dari buku, undang-undang yang relevan, media internet, dan
pengolahan dan analisis dari penelitian sejenis yang sudah dipublikasikan di berbagai media. Teknik Pengumpulan data dilakukan langsung ke lapangan, dengan wawancara
via telpon dan menyebarkan kuesioner, mangacu pada daftar pertanyaan untuk memperoleh informasi yang akurat. Melakukan observasi di lapangan dengan meneliti
perkembangan media sosial yang digunakan untuk kegiatan prostitusi tersebut. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 1 di bawah ini.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
KUHP mengatur pasal-pasal yang berkaitan dengan pelacuran, yaitu Pasal 296
dan Pasal 506, namun kedua pasal tersebut tidak menjerat pelaku pelacuran, tapi hanya
menjerat mucikarinya saja, karena KUHP mengkategorikan prostitusi sebagai suatu
delik terhadap perantaranya, artinya hanya menjerat germonya saja bukan PSK nya.
Akibat tidak tersentuh hukum, para PSK terus melakukan kegiatannya. PSK tidak jera,
karena apabila PSK menjual dirinya sendiri tanpa mucikari, maka otomatis Polisi sebagai
salah satu aparat penegak hukum tidak mempunyai wewenang untuk menindak.
Pemerintah juga berupaya mencegah dan menanggulangi tindak pidana prostitusi
melalui media online di luar jalur hukum pidana dengan melalui pendekatan teknologi,
sosial budaya dan kemasyarakatan, dengan cara meningkatkan pengawasan orang tua terhadap anak-anak gadisnya, agar tidak tertipu sindikat perdagangan manusia.
Diperlukan pula adanya kerjasama internasional, memperketat pengawasan kepada penyedia jasa internet dan pemilik website atau admin-website yang berperan dalam
penyedia jasa online, seperti mewujudkan domain dan konten-konten iklan-iklan online prostitution, dsb.nya.
Selain itu, pemerintah juga mengatur undang-undang untuk menjerat para pelaku penyimpangan seksual, diantaranya: UU No. 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan
Manusia Human Trafficking[8], dan biasanya berkaitan dengan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik UU ITE. Pasal 27 ayat 1 UU ITE yang berbunyi: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan danatau mentransmisikan danatau membuat
dapat diaksesnya Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang memiliki Survei
Data primer : Field research
Data sekunder : -kepustakaan
-buku -internet
-jurnal
Analisis: Hukum normatif
Menyusun laporan
Menyusun laporan akhir
Gambar 1. Metode Penelitian Hukum
46
muatan yang melanggar kesusilaan, dan Pasal 45 ayat 1 UU ITE, yang menyangkut ketentuan pidananya yaitu berbunyi : Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat 1, ayat 2, ayat 3, atau ayat 4 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 enam tahun danatau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.
UU ITE diharapkan dapat menjerat para admin-website yang berurusan dengan polisi, akibat bekerjanya kurang hati-hati, sehingga polisi mengetahui kegiatan dalam
memuluskan transaksi seks para PSK. Apabila dalam operasinya mereka tertangkap polisi, maka dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat 1 UU ITE jo Pasal 45 ayat 1 UU ITE,
sebagaimana diancam pidana yang dijelaskan diatas.[9] Berikut ini beberapa faktor yang melatar-belakangi mereka memilih prostitusi
sebagai jalan pintas permasalahan, diantaranya: a. Faktor Ekonomi: merujuk pada masalah kemiskinan dan ini menjadi alasan yang
sangat klasik sebagai penyebab banyak keluarga merencakanan strategi penopang kehidupan mereka dengan memperkerja-kan anak gadisnya karena jeratan hutang.
b. Faktor Moral dan Akhlak: degradasi moral atau kemerosotankerusakan moral masa kini banyak dipengaruhi oleh dampak negatif globalisasi teknologi. Berkembangnya
pornografi secara liar berpotensi memudarnya kualitas keimanan seseorang, terutama bagi remaja masa kini.
c. Faktor Malas: Keinginan untuk memper-oleh materi dengan cepat, semua keingin- nya dilakukan serba instan, mudah dan enak tanpa harus kerja keras, demi mengejar
standar hidup yang lebih tinggi. d. Faktor Sosial Budaya: seperti ajakan teman-temannya yang sudah terlebih dahulu
berprofesi sebagai pelacur, ini sangat mempengaruhi masyarakat yang sarat dengan godaan-godaan kehidupan glamour di kota; pentingnya pengawasan orang tua
karean anak-anak rentan terhadap perdagangan orang human trafficking. e. Faktor Yuridis: tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran dan melarang
terhadap orang-orang yang melakukan hubungan seks sebelum pernikahan atau diluar pernikahan.
f. Faktor Psikologis: ini bisa disebabkan karena keluarga yang tidak harmonis; anak- anak broken home; mengalami trauma pernah diperkosa atau pelecehan seksual;
adanya pengalaman traumatis mengakibatkan rasa ingin balas dendam yang pada akhirnya terjun ke dunia hitam.
g. Faktor Biologis: nafsu seks yang tidak terkendali dan selalu tidak merasa puas dalam berhubungan suamiisteri.
h. Faktor Globalisasi Teknologi: Penyalah-gunaan kemudahan dalam globalisasi teknologi informasi dan komunikasi, secara tidak disadari telah dimanfaatkan oleh
pelaku kejahatan seksual yang melibatkan kegiatan prostitusi. Implikasi prostitusi di media sosial pada masyarakat dan remaja kini, dapat
diperinci sebagai berikut: 1. Degradasi Moral Masyarakat: masyarakat sudah mengabaikan masalah moral dan
tidak mentaati lagi ajaran-ajaran agama yang mereka anut; kalangan remaja yang kurang mendapat bekal agama serta kurang mempertimbangkan akibat-akibat
negatif penyimpangan seksual, bisa terpengaruh oleh sajian media massa yang merangsang pertumbuhan seksual remaja.
2. Merusak Ahlak Anak Dan Remaja: maraknya online prostitution membuat menjamurnya iklan pornografi. Implikasi kedepan, negara ini akan hancur apabila
generasi muda sebagai calon-calon pemimpin bangsa ini sudah dirusak moral dan akhlaknya sejak dini.
3. Berpotensi Menyebarkan Penyakit Kelamin: penularan penyakit kelamin. Penularan penyakit ini akan sangat membahayakan suami istri dan dapat mengancam
keselamatan anak yang dilahirkannya.
47
5. KESIMPULAN