BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Nyeri
2.1.1. Pengertian
Nyeri adalah sebuah fenomena multidimensional dan sangat sulit untuk didefenisikan karena nyeri adalah suatu pengalaman yang sangat subjektif dan
sangat personal Black Hawks, 2009. Nyeri adalah sebuah sensasi subjektif sehingga tidak ada dua orang yang berespon dengan cara yang sama Kozier, et
al., 2010. McCaffery 1999 dalam Ignatavicius Workman, 2009 mendefenisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang, yang
keberadaanya diketahui hanya jika orang itu pernah mengalaminya. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan International Association for The
Study of Pain [IASP], dalam Lewis, et al., 2011. 2.1.2.
Teori pengontrolan nyeri Gate control theory Teori gate control dari Melzack dan Wall 1965 mengatakan bahwa impuls
nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah
pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
11
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Proses Nyeri
Sistem saraf tepi meliputi saraf sensorik yang khusus mendeteksi kerusakan jaringan dan menimbulkan sensasi sentuhan, panas, dingin, nyeri dan tekanan.
Reseptor yang menyalurkan sensasi nyeri disebut nosiseptor Kozier, et. al., 2010.
Proses yang berhubungan dengan persepsi nyeri digambarkan sebagai nosisepsi Kozier, et al., 2010, dimana terdapat empat proses yang terlibat dalam
nosisepsi yaitu: 1.
Transduksi Tranduksi adalah proses dimana stimulus berbahaya cedera jaringan
memicu pelepasan mediator kimia misal., prostaglandin, bradikinin, serotonin, histamin yang mensensitasi nosiseptor. Stimulasi menyakitkan atau berbahaya
juga menyebabkan pergerakan ion-ion menembus membran sel, yang membangkitkan nosiseptor. Obat nyeri dapat bekerja selama fase ini dengan
menghambat produksi prostaglandin misal., ibuprofen atau dengan menurunkan ion-ion menembus membran sel Paice, 2002 dalam Kozier, et al., 2010.
Menurut Lewis, et al., 2011 transduksi terjadi saat konversi stimulus mekanik, termal, atau kimia beracun menjadi sinyal listrik yang disebut potensial
aksi. Stimulus berbahaya yang timbul saat adanya kerusakan jaringan, suhu misalnya, kulit terbakar, mekanik misalnya, sayatan bedah atau rangsangan
kimia misalnya, zat beracun, menyebabkan pelepasan berbagai bahan kimia ke dalam jaringan yang rusak. Bahan kimia lainnya dikeluarkan oleh sel mast
misalnya, serotonin, histamin, bradikinin, dan prostaglandin dan makrofag
Universitas Sumatera Utara
misalnya, interleukin, dan tumor necrosis factor TNF. Bahan kimia ini mengaktifkan nosiseptor, yang merupakan reseptor khusus atau ujung saraf bebas
yang menanggapi stimulus menyakitkan hasil aktivasi nociceptors dalam potensial aksi yang dibawa dari nosiseptor ke sumsum tulang belakang terutama melalui
saraf kecil dengan cepat, serat delta-A yang bermielin dan secara perlahan-lahan oleh serat C yang tidak bermielin.
2. Transmisi
Transmisi adalah proses dimana sinyal rasa sakit diteruskan dari bagian perifer ke sumsum tulang belakang dan kemudian ke otak. Dimana potensial aksi
diteruskan dari tempat cedera ke spinal cord kemudian dari spinal cord diteruskan ke otak dan hipotalamus, kemudian dari hipotalamus diteruskan ke korteks untuk
kemudian diproses Lewis, et. al., 2011. Proses ini meliputi tiga segmen McCaffery Pasero, 1999 dalam Kozier. et al.,
2010 yaitu: a.
Segmen pertama Impuls nyeri berjalan dari serabut saraf tepi ke medulla spinalis. Zat P
bertindak sebagai neurotransmitter yang meningkatkan pergerakan impuls menyeberangi sinaps saraf dari neuron afferen primer ke neuron ordo ke dua di
kornu dorsalis medula spinalis. Dua tipe serabut nosiseptor menyebabkan transmisi ini ke kornu dorsalis medula spinalis yaitu serabut C, yang
mentranmisikan nyeri tumpul yang berkepanjangan dan serabut A delta yang mentranmisikan nyeri tajam dan lokal.
Universitas Sumatera Utara
b. Segmen kedua
Segmen ini meliputi transmisi dari medula spinalis dan asendens melalui traktus spinotalamikus ke batang otak dan talamus.
c. Segmen ketiga
Melibatkan tranmisi sinyal antara talamus ke korteks sensorik somatik tempat terjadinya persepsi nyeri.
3. Persepsi
Persepsi adalah saat klien menyadari rasa nyeri. Pada tahap ini individu akan berespon terhadap adanya nyeri dengan memunculkan berbagai strategi
perilaku kognitif untuk mengurangi kompenen sensorik dan afektif nyeri McCaffery Pasero, 1999 dalam Kozier, et al., 2010.
Menurut Lewis, et al., 2011 persepsi terjadi ketika nyeri diakui, didefinisikan, dan ditanggapi oleh individu mengalami rasa sakit. Di otak,
masukan nociceptive dirasakan sebagai nyeri. tidak ada satupun lokasi yang tepat di mana persepsi nyeri ini terjadi, sebaliknya, persepsi nyeri melibatkan beberapa
struktur di otak. 4.
Modulasi Sering kali digambarkan sebagai sistem desendens, proses ini terjadi saat
neuron di batang otak mengirimkan sinyal menuruni kornu dorsalis medula spinalis Paice, 2002 dalam Kozier, et al., 2010. Serabut desendens ini
melepaskan zat seperti opioid endogen, serotonin dan norepinefrin yang dapat menghambat naiknya impuls yang menyakitkan di kornu dorsalis. Namun,
Universitas Sumatera Utara
neurotransmitter ini diambil kembali oleh tubuh, yang membatasi kegunaan analgesiknya Mc Caffery Pasero, 1999 dalam Kozier, et al., 2010.
2.1.4. Dimensi Nyeri
Multidimensionalitas nyeri terdiri atas: 1.
Dimensi Fisiologis Dimensi ini mencakup faktor-faktor yang berhubungan dengan genetik,
anatomi dan fisik dari pengaruh nyeri serta bagaimana stimulasi yang menyakitkan itu di proses, diakui dan di jelaskan Lewis, et al., 2011.
Menurut National Institute of Nursing Reseach [NINR] dalam Sauls, 2002 Dimensi ini mencakup aspek struktural, fungsional, dan biokimia dari pengalaman
rasa sakit serta berbagai perbedaan jenis nyeri yang termasuk dalam dimensi fisiologis. Persepsi dan transmisi rasa sakit dibawa oleh nosiseptor sepanjang jalur
naik dan jalur turun saraf yang difasilitasi oleh mediator neurochemical merupakan komponen penting dari mekanisme fisiologis dari pengalaman nyeri.
Dimensi fisiologis terdiri dari penyebab organic dari nyeri tersebut seperti kanker yang telah bermetastase ke tulang atau mungkin juga telah menginfiltrasi
ke sistem saraf Ahles, et al., 1983; Davis, 2003 dalam Ardinata, 2007. Berdasarkan dimensi fisiologis, terdapat dua karakteristik yang melekat dalam
pengalaman nyeri, yaitu: durasi dan pola nyeri. Durasi nyeri mengacu kepada apakah nyeri yang dialami tersebut akut atau kronik. Sedangkan pola nyeri dapat
diidentifikasi sebagai nyeri singkat, sekejap, atau transient, ritmik, periodik, atau juga nyeri berlanjut, menetap atau konstan Ardinata, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2. Dimensi Afektif
Adalah suatu respon emosional terhadap nyeri seperti marah, takut, depresi dan cemas. Emosi yang negatif dapat mengurangi kualitas hidup. Hubungan
negatif antara depresi dan nyeri dapat menyebabkan kerusakan fungsi Lewis, et al., 2011.
Tekanan emosional dapat dianggap sebagai komponen atau bagian dari rasa sakit, mungkin juga konsekuensi atau penyebab serta bersamaan dengan
fenomena yang termasuk emosi seperti rasa takut, depresi, kecemasan, kemarahan, relief, antisipasi, agresi, dan karakteristik kepribadian. Adanya tanda-
tanda gangguan emosi memungkinkan seseorang mengenali adanya nyeri NINR, 1994 dalam Sauls, 2002.
Menurut Ardinata 2007 dimensi afektif dari nyeri mempengaruhi respon individu terhadap nyeri yang dirasakanya. Menurut McGuire dan Sheilder 1993
dalam Ardinata, 2007, dimensi afektif dari nyeri indentik dengan sifat personal tertentu dari individu. Pasien-pasien yang mudah sekali mengalami kondisi
depresi atau gangguan psikologis lainnya akan lebih mudah mengalami nyeri yang sangat dibandingkan dengan pasien lainnya.
3. Dimensi Sensori
Menurut NINR dalam Sauls, 2002, dimensi sensorik nyeri mengacu ke lokasi, intensitas, dan kualitas. Ketika menilai lokasi, struktur anatomi dan lokasi
ditengarai dapat membantu dalam menentukan etiologi nyeri. Intensitas ketegangan mengacu pada jumlah atau beratnya nyeri yang dialami dan dapat
dinilai menggunakan skala penilaian nyeri numerik atau dengan kata-kata dengan
Universitas Sumatera Utara
menggunakan istilah-istilah seperti ringan, sedang, dan berat. Faktor-faktor seperti etiologi, toleransi, dan ambang nyeri dapat mempengaruhi intensitas nyeri.
Kualitas adalah terkait dengan apa rasa sakit terasa seperti apa dan mungkin dipengaruhi oleh etiologi, menunjukkan bahwa berbagai jenis nyeri dapat
memiliki kualitas sensorik yang berbeda. Dimensi sensori pada nyeri berhubungan dengan lokasi dimana nyeri itu
timbul dan bagaimana rasanya. Ahles, et al., 1983 dalam Ardinata, 2007 menyatakan bahwa terdapat tiga komponen spesifik dalam dimensi sensori, yaitu
lokasi, intensitas, dan kualitas nyeri. Lokasi dari nyeri memberikan petunjuk penyebab nyeri bila ditinjau dari segi aspek sensori. Lokasi nyeri ini sendiri dapat
dilaporkan oleh pasien pada dua atau lebih lokasi McGuire Sheidler, 1993 dalam Ardinata, 2007.
Kondisi dimana dirasakannya nyeri pada beberapa lokasi yang berbeda mengimplikasikan keterlibatan dimensi sensori. Semakin banyak lokasi nyeri
yang dirasakan oleh pasien, maka akan semakin sulit bagi pasien untuk melokalisasi area nyerinya. Intensitas nyeri adalah sejumlah nyeri yang dirasakan
oleh individu dan sering kali digambarkan dengan kata-kata seperti ringan, sedang dan berat. Intensitas nyeri juga dapat dilaporkan dengan angka yang
menggambarkan skor dari nyeri yang dirasakan McGuire Sheidler, 1993 dalam Ardinata, 2007. Sedangkan kualitas nyeri adalah berkaitan dengan bagaimana
nyeri itu sebenarnya dirasakan individu. Kualitas nyeri seringkali digambarkan dengan berdenyut, menyebar, menusuk, terbakar dan gatal McGuire Sheidler,
1993 dalam Ardinata, 2007.
Universitas Sumatera Utara
4. Dimensi Kognitif
Dimensi ini berkaitan dengan suatu kepercayaan dan kebiasaan seseorang dalam berespon terhadap pengaruh nyeri. Penggunaan strategi koping kognitif dan
keyakinan saat bernegosiasi dengan nyeri Lewis, et al., 2011. Menurut NINR 1994 dalam Sauls, 2002 dimensi kognitif nyeri melibatkan
persepsi individu tentang diri; makna penderitaan, pengetahuan, sikap, dan keyakinan tentang rasa sakit dan terapi nyeri; dan preferensi pribadi serta strategi
penanggulangan. Dalam dimensi ini juga termasuk tingkat dan kualitas kognisi individu yang berkaitan dengan dirinya atau kemampuannya untuk mentoleransi
nyeri. Individu dengan fungsi kognitif terbatas atau yang mengalami gangguan, seperti bayi, orang-orang dengan ketidakmampuan belajar, pasien dengan
gannguan jiwa, atau orang-orang dengan demensia, mungkin tidak memiliki kemampuan untuk melaporkan rasa sakit yang mereka alami.
Barkwell 2005dalam Ardinata, 2007 melaporkan bahwa pasien yang berpendapat nyerinya sebagai suatu tantangan melaporkan nyeri lebih rendah
dengan tingkat depresi yang rendah juga dan disertai dengan mekanisme koping yang lebih baik jika dibandingkan dengan pasien yang menganggap nyerinya
adalah sebagai hukuman atau sebagai musuh. Pengetahuan adalah aspek yang penting dalam dimensi kognitif. Pengetahuan tentang nyeri dan penanganannya
dapat mempengaruhi respons seseorang terhadap nyeri dan penanganannya. Nyeri itu sendiri dapat dimodifikasi oleh bagaimana seseorang berpikir tentang nyeri
yang dirasakannya, apa saja pengharapannya atas nyerinya, dan apa makna nyeri tersebut dalam kehidupannya.
Universitas Sumatera Utara
5. Dimensi Perilaku
Dimensi ini berkaitan dengan suatu perilaku yang dapat diamati sebagai respon atau kontrol terhadap nyeri. Misalnya ekspresi wajah saat menahan nyeri
seperti meringis atau mudah marah. Orang-orang yang tidak dapat berbicara atau mengkomunikasikan rasa nyerinya dapat mengalami perubahan perilaku seperti
agitasi Lewis, et al., 2011. Dimensi perilaku mencakup aspek perilaku nyeri termasuk yang dapat
diamati atau diperlihatkan oleh individu yang menunjukkan rasa sakit yang sedang dialami, atau tindakan upaya yang mungkin dilakukan untuk mengurangi
rasa sakit. Perilaku seperti merintih, mengerang, wajah meringis, dan berjalan pincang mungkin merupakan indikator nyeri, sedangkan tindakan seperti
berbaring, kegiatan yang tidak aktif, pijat, penggunaan obat-obatan, dan mencari perawatan kesehatan adalah menampilkan upaya untuk mengurangi rasa sakit
Perilaku seperti tidur, istirahat, atau kelelahan yang terkait dengan fenomena nyeri juga sesuatu yang dapat diamati NINR, 1994 dalam Sauls, 2002.
Menurut Fordyce dalam Ardinata, 2007 dimensi perilaku dari nyeri meliputi serangkaian perilaku yang dapat diobservasi yang berhubungan dengan
nyeri yang dirasakan dan bertindak sebagai cara mengkomunikasikan ke lingkungan bahwa seseorang tersebut mengalami atau merasakan nyeri. Tampilan
perilaku nyeri yang diperlihatkan seseorang dapat berupa guarding, bracing, grimacing, keluhan verbal, dan perilaku mengkonsumsi obat.
Universitas Sumatera Utara
6. Dimensi Sosiokultural
Dimensi sosiokultural adalah dimensi lainnnya yang mempengaruhi nyeri seperti faktor demografi, usia dan jenis kelamin. Keluarga dan care giver juga
dapat mempengaruhi. Penggunaan obat-obatan dan strategi koping juga mempengaruhi terhadap tingkat nyeri yang dirasakan oleh seseorang Lewis, et
al., 2011. Persepsi individu dan tanggapan rasa sakit tentu dipengaruhi oleh keyakinan
dan ajaran anggota keluarga serta kemampuan mereka untuk membayar biaya perawatan kesehatan. Daerah penting untuk menilai meliputi keluarga dan
sosialnya, rumah dan lingkungan kerja, sikap dan keyakinan tentang rasa sakit. Tidak hanya variabel-variabel sosial budaya yang berkaitan dengan penderita
tetapi juga variabel sosial budaya terkait dengan penyedia layanan akan mempengaruhi penilaian mereka dan manajemen dari pengalaman nyeri sebagai
persepsi penderita dan penyedia layanan mungkin berbeda NINR, 1994 dalam Sauls, 2002.
Dimensi sosio-kultural nyeri terdiri dari berbagai variasi dari faktor demografi, adat istiadat, agama, dan faktor-faktor lain yang berhubungan yang
dapat mempengaruhi persepsi dan respon seseorang terhadap nyerinya McGuire Sheidler, 1993 dalam Ardinata, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Tipe nyeri
Tipe nyeri dapat dikelompokkan berdasarkan waktu, tempat dan penyebabnya Kozier et al., 2010
1. Menurut waktu nyeri
Nyeri menurut waktu disini adalah lamanya nyeri yang dialami seseorang. a.
Nyeri akut Nyeri akut adalah nyeri yang umumnya berlangsung dalam waktu singkat
atau kurang dari enam bulan Black Hawks, 2009, memiliki awitan mendadak atau lambat tanpa memperhatikan intensitasnya Kozier, et al., 2010. Sedangkan
Ignatavicius dan Workman 2010 mendefinisikan nyeri akut adalah nyeri yang biasanya berlangsung singkat, terjadi secara tiba-tiba dan terlokalisasi dimana
pasien umumnya dapat menjelaskan tentang nyeri yang dirasakan. Nyeri akut umumnya dapat diakibatkan oleh karena adanya trauma seperti: fraktur, luka
bakar, laserasi, luka akibat pembedahan, iskemia atau inflamasi akut. b.
Nyeri kronik Nyeri yang berlangsung lama, biasanya bersifat kambuhan atau menetap
selama enam bulan atau lebih dan mengganggu fungsi tubuh Kozier, et al., 2010. Sedangkan Ignatavicius dan Workman 2010 mendefenisikan nyeri kronik
adalah nyeri yang berlangsung menetap atau nyeri yang berulang-ulang untuk periode yang tidak tentu, biasanya nyeri berlangsung lebih dari tiga bulan.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, Ignatavicius Workman 2010 juga membagi nyeri kronik kedalam dua jenis, yaitu:
1 Nyeri kronik kanker
Nyeri kronik kanker kebanyakan disebabkan oleh penyakit itu sendiri. Sumber nyeri kanker adalah kompresi pada saraf, pertumbuhan abnormal jaringan
kanker, atau metastase tulang. Pengobatan kanker juga dapat menyebabkan terjadinya nyeri sperti tindakan pembedahan dan toksisitas dari terapi kemoterapi
atau radioterapi. 2
Nyeri kronik non kanker Nyeri kronik non kanker dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit kronik
seperti low back pain, reumatoid artritis dan osteoporosis. 2.
Menurut lokasi nyeri Nyeri berdasarkan asal lokasi atau sumber nyeri dapat dibagi ke dalam:
a. Nyeri kutaneus
Nyeri yang berasal di kulit atau jaringan subkutan. Teriris kertas yang menyebabkan nyeri tajam dengan sedikit rasa terbakar adalah sebuah contoh nyeri
kutaneus Kozier, et al., 2010. Nyeri kutaneus dapat ditandai dengan onset mendadak dan tajam atau
kualitas tetap atau dengan onset lambat dan kualitas seperti rasa terbakar, tergantung pada jenis serat saraf yang terlibat. Reseptor nyeri kutaneus berakhir
tepat di bawah kulit dan karena konsentrasi tinggi dari ujung saraf, maka nyeri ini didefinisikan sebagai nyeri lokal dengan durasi pendek Black Hawks, 2009.
Universitas Sumatera Utara
b. Nyeri somatic profunda
Nyeri yang berasal dari ligamen, tendon, tulang, pembuluh darah dan saraf. Nyeri somatik profunda menyebar dan cenderung berlangsung lebih lama
dibandingkan nyeri kutaneus. Keseleo pada pergelangan kaki adalah sebuah contoh nyeri somatic profunda Kozier, et al., 2010.
Nyeri somatik merupakan hasil aktivasi nosiseptors reseptor sensorik sensitif terhadap rangsangan zat atau bahan berbahaya di cutaneus atau jaringan
lebih dalam. Pengalaman nyeri terlokalisasi yang digambarkan sebagai rasa yang konstan, sakit dan menggerogoti Gililland, 2008.
c. Nyeri viseral
Nyeri yang berasal dari stimulasi reseptor nyeri di rongga abdomen, kranium dan toraks. Nyeri viseral cenderung menyebar dan seringkali terasa
seperti nyeri somatik profunda, yaitu rasa terbakar, nyeri tumpul atau merasa tertekan. Nyeri viseral seringkali disebabkan oleh peregangan jaringan, iskemia
atau spasme otot Kozier et al., 2010.. Nyeri viseral sangat sulit untuk dilokalisasi, dan beberapa cedera pada
jaringan visceral terlihat seperti nyeri alih atau referred pain, di mana sensasi terlokalisir pada daerah yang tidak ada hubungannya dengan tempat terjadinya
cedera Black Hawks, 2009. Nyeri viseral adalah nyeri yang dimediasi oleh nosiseptor. Nyeri yang
digambarkan sebagai nyeri yang mendalam, sakit dan kolik. Sulit untuk dilokalisasi dan sering dirasa pada daerah cutaneus, yang mungkin lembut
Gililland, 2008.
Universitas Sumatera Utara
3. Menurut tempat nyeri di rasakan
Nyeri berdasarkan tempat nyeri di rasakan dapat dibagi ke dalam: a.
Nyeri menjalar Nyeri yang dirasakan di sumber nyeri dan meluas ke jaringan – jaringan di
sekitarnya. Misalnya, nyeri jantung tidak hanya dapat dirasakan di dada tetapi juga dirasakan di bahu kiri dan turun ke lengan Kozier, et al., 2010.
b. Nyeri alih
Nyeri alih adalah nyeri yang di rasakan di satu bagian tubuh yang cukup jauh dari jaringan yang menyebabkan nyeri. Misalnya, nyeri yang berasal dari
sebuah bagian visera abdomen dapat dirasakan di suatu area kulit yang jauh dari organ yang menyebabkan nyeri Kozier, et al., 2010.
Nyeri alih adalah bentuk nyeri viseral dan dirasakan di daerah yang jauh dari tempat stimulus. Itu terjadi ketika serat saraf yang melayani area tubuh yang
jauh dari tempat stimulus lewat di dekat stimulus. Sensasi nyeri alih mungkin intens, dan mungkin ada sedikit atau tidak ada rasa sakit pada titik stimulus
berbahaya Black Hawks, 2009. c.
Nyeri tak tertahankan Nyeri tak tertahankan adalah nyeri yang sangat sulit diredakan. Salah satu
contohnya adalah nyeri akibat keganasan stadium lanjut Kozier, et al., 2010. d.
Nyeri neuropatik Nyeri neuropatik adalah nyeri akibat kerusakan sistem saraf tepi atau saraf
pusat di masa kini atau masa lalu dan mungkin tidak mempunyai sebuah stimulus, seperti kerusakan jaringan atau saraf untuk rasa nyeri. Nyeri neuropatik
Universitas Sumatera Utara
berlangsung lama, tidak menyenangkan, dan dapat digambarkan sebagai rasa terbakar, nyeri tumpul dan nyeri tumpul yang berkepanjangan Kozier, et al.,
2010. Nyeri yang melibatkan sistem saraf pusat atau sistem saraf perifer Gililland, 2008.
e. Nyeri bayangan
Nyeri bayangan adalah sensasi rasa nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang telah hilang misal pada kaki yang telah di amputasi. Nyeri bayangan disebut
juga dengan phantom pain Kozier, et al., 2010. Seseorang yang sudah menjalani amputasi bagian tubuh, dapat terus
mengalami atau merasakan sensasi di bagian tubuh yang sudah diamputasi seolah- olah bagian tersebut masih ada atau melekat. Serabut saraf yang melayani bagian
ini terus meluas ke bagian perifer, yang berakhir di lokasi sayatan Black Hawks, 2009.
f. Breakthrough pain
Breakthrough pain adalah nyeri yang datang tiba-tiba untuk jangka waktu yang singkat serta tidak dapat diatasi dengan manajemen nyeri yang normal oleh
pasien. Hal ini sering terjadi pada pasien kanker yang sering memiliki tingkat latar belakang nyeri yang dikendalikan oleh obat-obatan Black Hawks, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6. Pengkajian nyeri
Pengkajian nyeri menurut Smeltzer 2002 dilakukan untuk memperoleh data yang akurat tentang nyeri yang meliputi:
1. Intensitas nyeri
Pengukuran intensitas nyeri dapat diukur dengan menggunakan skala verbal dan skala perilaku behavioral.
a. Intensitas nyeri dengan skala verbal.
Intensitas nyeri dapat diukur dengan menggunakan skala intensitas nyeri numerik pain numerical rating scale atau PNRS, dimana 0 sama dengan tidak
nyeri dan 10 sama dengan nyeri hebat yang dikembangkan oleh McCafferey Beebe 1993.
Gambar 2.1. Pain Numerical Rating Scale McCafferey Beebe, 1993
Keterangan:
b. Intensitas nyeri dengan skala perilaku
Pengukuran nyeri juga dapat dilakukan dengan menggunakan skala perilaku atau behavioral pain assessment scale, dengan skor 0 – 10. Skor total
10 9
6 7
8 5
4 3
2 1
Severe Pain Moderate Pain
Mild Pain No Pain
Universitas Sumatera Utara
diantara 0, yang menyatakan tidak ada perilaku nyeri, hingga 10 yang menyatakan adanya perilaku nyeri yang berat Scott McDonald, 2007.
Tabel. 2.1 Behavioral Pain Assesment Scale Campbell, 2000 dalam Scott McDonald, 2007
Wajah Otot wajah
rileks 1
Otot wajah tegang,
mengerut, mimic wajah
kesakitan 2
Sering ke selalau mengerutkan
wajah, dagu mengepal
Face score:
Restlessness Diam,
tampilan rileks,
pergerakan normal
1 Kadang-kadang
gerakan gelisah, posisi tegang
2 Sering
memperlihatkan gerakan
kegelisahan Restlessness
score:
Tonus Otot Tonus otot
normal 1
Tonus meningkat,
fleksi jari dan tumit
2 Tonus kaku
Muscle tone score:
Vocalisasi Tidak ada
suara abnormal
1 Kadang-kadang
berguman, menangis, atau
menggerutu 2
Sering berguman, menangis dan
menggerutu Vocalisation
score:
Consolability Kenyamanan
rileks 1
Nyaman bila disentuh,
distractible 2
Sulit untuk merasa nyaman baik
dengan sentuhan atau perbincangan
Consolability score:
Behavioral pain assessment scale total 0–10 .............10
Universitas Sumatera Utara
2. Karakteristik nyeri
Meliputi letak atau lokasi dimana nyeri dirasakan, durasi atau waktu nyeri berlangsung menit, jam, hari, bulan dan sebagainya, irama misal terus menerus,
hilang timbul dan kualitas nyeri misal nyeri seperti ditusuk, seperti terbakar, sakit, nyeri seperti digencet.
3. Faktor-faktor yang meredakan nyeri
Meliputi gerakan, istirahat, obat-obatan dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya.
4. Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari
Meliputi efek nyeri terhadap tidur, napsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja dan aktivitas-aktivitas santai. Nyeri akut
sering berkaitan dengan ansietas dan nyeri kronis dengan depresi. 5.
Kekahawatiran individu tentang nyeri Meliputi berbagai masalah yang luas seperti beban ekonomi, prognosis,
pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri. 2.1.7.
Manajemen nyeri 1.
Farmakologi Manajemen farmakologi yang dilakukan adalah pemberian analgesik atau
obat penghilang rasa sakit Blacks Hawks, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Penatalaksanaan farmakalogi adalah pemberian obat-obatan untuk mengurangi nyeri. Obat-obatan yang diberikan dapat digolongkan kedalam:
a. Analgesik opioid narkotik
Analgesik opioid terdiri dari turunan opium, seperti morfin dan kodein. Opioid meredakan nyeri dan memberi rasa euforia lebih besar dengan mengikat
reseptor opiat dan mengaktivasi endogen muncul dari penyebab di dalam tubuh penekan nyeri dalam susunan saraf pusat. Perubahan alam perasaan dan sikap
serta perasaan sejahtera membuat individu lebih nyaman meskipun nyeri tetap dirasakan Kozier, et al., 2010.
Opioid adalah obat yang aman dan efektif. Obat-obatan ini bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas dan durasi yang lebih lama dalam menurunkan
nyeri yang dialami seseorang Closs, 1994 dalam Brigss, 2002. b.
Obat-obatan anti-inflamasi nonopioidnonsteroid non steroid antiinflamation drugsNSAID
Non opioid mencakup asetaminofen dan obat anti inflamasi non steroid NSAID seperti ibuprofen. NSAID memiliki efek anti inflamasi, analgesik, dan
antipiretik, sementara asetaminofen hanya memiliki efek analgesik dan antipiretik. Obat-obatan ini meredakan nyeri dengan bekerja pada ujung saraf tepi di tempat
cedera dan menurunkan tingkat mediator inflamasi serta mengganggu produksi prostaglandin di tempat cedera Kozier, et al., 2010.
Non opioid dan NSAID memiliki peran yang berguna dalam manajemen nyeri, khususnya pada kondisi-kondisi gangguan muskuloskletetal. Obat-obatan
Universitas Sumatera Utara
yang biasanya digunakan diantaranya adalah ibuprofen, naproxen dan diclofenac Closs, 1994 dalam Brigss, 2002.
c. Analgesik penyerta
Analgesik penyerta adalah sebuah obat yang bukan dibuat untuk penggunaan analgesik tetapi terbukti mengurangi nyeri kronik dan kadang kala
nyeri akut, selain kerja utamanya. Misalnya, sedatif ringan atau penenang dapat membantu mengurangi ansietas, stres dan ketegangan sehingga pasien dapat tidur
dengan baik di malam hari. Antidepresan digunakan untuk mengatasi gangguan depresi atau gangguan alam perasaan yang mendasari tetapi dapat juga
meningkatkan strategi nyeri yang lain. Antikonvulsan, biasanya diresepkan untuk mengatasi kejang, dapat berguna dalam mengendalikan neuropati yang
menyakitkan Kozier, et al., 2010. 2.
Non farmakologi Blacks dan Hawks 2009 penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi
dapat dilakukan dengan cara terapi fisik meliputi stimulasi kulit, pijatan, kompres hangat dan dingin, TENS, akupunktur dan akupresur serta kognitif dan
biobehavioral terapi meliputi latihan nafas dalam, relaksasi progresif, rhytmic breathing, terapi musik, bimbingan imaginasi, biofeedback, distraksi, sentuhan
terapeutik, meditasi, hipnosis, humor dan magnet.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kozier, et al., 2010 menyatakan bahwa nyeri dapat juga diatasi dengan beberapa cara diantaranya adalah:
a. Intervensi fisik
Intervensi fisik bertujuan menyediakan kenyamanan, mengubah respon fisiologis, dan mengurangi rasa takut yang berhubungan dengan imobilitas akibat
rasa nyeri atau keterbatasan aktivitas Kozier, et al., 2010 . Intervensi fisik mencakup stimulasi kutaneus, imobilisasi, stimulasi saraf elektrik transkutan
TENS dan akupunktur. 1
Stimulasi kutaneus Stimulasi kutaneus atau counterstimulation merupakan istilah yang
digunakan untuk mengidentifikasi tekhnik yang dipercaya dapat mengaktivasi opioid endogeneous dan sistem analgesia monoamnie. Stimulasi kutaneus efektif
dengan cara menurunkan pembengkakan, menurunkan kekakuan dan meningkatkan serabut saraf berdiameter besar untuk menghambat serabut saraf
berdiameter kecil sebagai penyampai atau reseptor nyeri dengan menggunakan terapi dingin, terapi panas, tekanan, getaran atau pijatan DeLaune Ladner,
2011. Stimulasi kutaneus dapat memberikan peredaan nyeri sementara yang
efektif. Stimulasi kutaneus mendistraksi klien dan memfokuskan perhatian pada stimulus taktil, mengalihkan dari sensasi menyakitkan sehingga mengurangi
persepsi nyeri. Selain itu, stimulasi kutaneus juga dipercaya dapat menghasilkan pelepasan endorfin yang menghambat transmisi stimulus nyeri serta menstimulasi
Universitas Sumatera Utara
serabut saraf sensorik A-beta berdiameter besar, sehingga menurunkan transmisi impuls nyeri melalui serabut A-delta dan C yang lebih kecil Kozier, et al., 2010.
Tekhnik stimulasi kutaneus terdiri dari: a
Pijat Secara naluri, manusia merespon sakit dan nyeri dengan menggosok-gosok
area tersebut. Terapi pijat mengembangkan reaksi ini menjadi cara untuk menghilangkan rasa sakit dan ketegangan Pustaka Kesehatan Populer, 2009.
Pijat dapat dilakukan secara sistematis dengan tekhnik manipulasi manual, seperti menggosok, meremas, atau memutar jaringan lunak misalnya, otot,
ligamen tendon, dan fascia. Pijat meningkatkan jangkauan gerak pasien, mengurangi ambang nyeri, melemaskan otot-otot, dan meningkatkan sirkulasi dan
drainase limfatik. Pijat juga memiliki efek biokimia, yaitu meningkatkan kadar dopamin dan limfosit serta memproduksi sel pembunuh secara alami Corbin,
2005; Calenda, 2006 dalam Gatlin Schulmeister, 2007. Pijat adalah tindakan kenyamanan yang dapat membantu relaksasi,
menurunkan ketegangan otot dan dapat meringankan ansietas karena kontak kontak fisik yang menyampaikan perhatian. Pijat juga dapat menurunkan
intensitas nyeri dengan meningkatkan sirkulasi superfisial ke area nyeri Kozier, et.al., 2010, serta menghilangkan stress Pustaka Kesehatan Populer, 2009.
b Aplikasi panas atau dingin
Aplikasi panas dan dingin dapat dilakukan dengan mandi air hangat, bantalan panas, kantung es, pijat es, kompres panas atau dingin dan mandi rendam
Universitas Sumatera Utara
hangat atau dingin. Aplikasi ini secara umum meredakan nyeri dan meningkatkan penyembuhan jaringan yang luka Kozier, et al., 2010.
Aplikasi panas atau dingin ke daerah yang menyakitkan bisa membantu mengurangi rasa sakit. Aplikasi ini bekerja mengatasi nyeri dengan cara
mengurangi kepekaan atau sensitivitas terhadap rasa sakit University of Missouri, 2001.
Aplikasi panas atau dingin disebut juga dengan terapi panas atau terapi dingin, adalah alat manajemen nyeri yang efektif, keduanya mudah didapat dan
mudah untuk dilakukan. Panas dan dingin, keduanya dapat menghasilkan analgesia bagi nyeri. Terapi panas meningkatkan aliran darah, meningkatkan
metabolisme jaringan, nenurunkan vasomotor tone, dan meningkatkan viskoelastisitas koneksi jaringan, menjadikannya efektif untuk mengatasi
kekakuan sendi dan nyeri. Penggunaan panas sebagai terapi membutuhkan monitoring khusus, karena dapat menyebabkan terjadinya peningkatan inflamasi
dan pembengkakan atau edema DeLaune Ladner, 2011. Gatlin dan Schulmeister 2007 menjelaskan bahwa terapi panas bekerja
dengan cara meningkatkan aliran darah ke kulit, melebarkan pembuluh darah, meningkatkan oksigen dan pengiriman nutrisi ke jaringan lokal, dan mengurangi
kekakuan sendi dengan cara meningkatkan elastisitas otot. Terapi dingin memiliki banyak keuntungan diantaranya menghilangkan
edema dengan cara mengurangi aliran darah, meniadakan inflamasi, mengurangi demam, mengurangi spasme otot, menaikkan ambang batas nyeri sebagai
mekanisme penurunan kecepatan konduksi saraf DeLaune Ladner, 2011.
Universitas Sumatera Utara
c Akupresur dan akupunktur
Akupresur adalah tekhnik penyembuhan bangsa Cina kuno yang didasarkan pada prinsip pengobatan tradisonal Asia. Cara kerjanya mirip akupunktur dan
sering disebut akupunktur tanpa jarum Pustaka Kesehatan Populer, 2009. Terapis menekankan jari pada titik-titik yang berhubungan dengan banyak titik
yang digunakan dalam akupunktur Kozier, et al., 2010. Rangsangan pada titik akupoin dipercaya akan membuka sumbatan di meridian dan memperbaiki aliran
energi, menghilangkan nyeri, dan penyakit Pustaka Kesehatan Populer, 2009. Sementara itu, Akupunktur adalah suatu tindakan penusukan jarum-jarum
kecil ke titik akupoin Pustaka Kesehatan Populer, 2009. Akupunktur merupakan intervensi kompleks yang mungkin berbeda untuk tiap-tiap pasien yang berbeda
dengan keluhan utama yang sama, lama perawatan dan titik-titik akupunktur yang digunakan dapat bervariasi antara individu-individu selama pengobatan NIH,
1997. Cara kerja akupunktur mencakup dua teori, yang pertama adalah teori
gerbang yaitu adanya mekanisme refleks pada jalur saraf yang dapat menutup rasa sakit, hal ini mengurangi rasa sakit yang dialami seseorang. Yang kedua yaitu
teori endorfin, endorfin mempunyai efek pembunuh nyeri yang mirip obat, akupunktur menyebabkan endorfin dilepaskan tubuh, berjalan ke otak dan di otak
endorfin memblokir nyeri, jadi akupunktur mampu menimbulkan relaksasi dan perasaan sehat Pustaka Kesehatan Populer, 2009.
Berman, Lao, Langenberg, Lee, Gilpin dan Hochberg 2004 melakukan penelitian untuk mengidentifikasi keefektifan akupunktur sebagai terapi tambahan
Universitas Sumatera Utara
yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri pada sendi lutut n = 570. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan intensitas nyeri yang signifikan pada
responden sesudah menjalani terapi akupunktur selama 26 minggu dengan perbedaan mean – 2,5 p = 0.001.
d Stimulasi kolateral
Stimulasi kolateral dapat dicapai dengan menstimulasi kulit diarea yang berlawanan dengan area yang sakit misal; menstimulasi lutut kiri jika nyeri
berada di lutut kanan. Area kolateral dapat digaruk karena gatal, dimasase karena kram, atau diberi kompres dingin atau salep analgesik. Metode ini terutama
berguna jika area yang menyakitkan tidak dapat disentuh karena hipersensitif, tidak dapat diakses karena terpasang gips atau perban, atau jika nyeri dirasakan di
bagian tubuh yang telah tidak ada atau nyeri bayangan Kozier, et al., 2010. 2
Imobilisasi Mengimobiliasi atau membatasi pergerakan bagian tubuh yang menyakitkan
misal pada artritis sendi, trauma ekstremitas dapat membantu mengatasi episode nyeri akut. Bebat atau alat penyangga harus menahan sendi pada posisi fungsi
yang optimum dan harus digerakkan secara teratur sesuai dengan protokol Kozier, et al., 2010.
Malanga Nadler 1999 menjelaskan bahwa bed rest atau istirahat dalam pengobatan LBP masih kontroversial. Walaupun mungkin ada beberapa efek yang
menguntungkan melalui modulasi nyeri dan penurunan tekanan intradiskal ketika pasien istirahat di tempat tidur, bed rest ternyata juga memiliki banyak efek
merugikan pada tulang, jaringan ikat, otot dan kebugaran kardiovaskular.
Universitas Sumatera Utara
Pendekatan proaktif menekankan lebih baik memodifikasi aktivitas daripada istirahat di tempat tidur dan imobilisasi. untuk gejala penyakit LBP istirahat di
tempat tidur yang terbatas dalam hubungannya dengan berdiri dan berjalan. Selain itu pasien harus dididik untuk menghindari posisi yang meningkatkan tekanan
pada intradiskal , seperti duduk, membungkuk dan mengangkat. dalam sebuah penelitian, 2 hari istirahat di tempat tidur dapat disarankan untuk pasien dengan
LBP. 3
Stimulasi saraf elektrik transkutan TENS TENS adalah sebuah metode pemberian stimulasi elektrik bervoltase rendah
secara langsung ke area nyeri yang telah teridentifikasi, ke titik akupresur, di sepanjang kolumna spinalis. Stimulasi kutaneus dari unit TENS diperkirakan
mengkativasi serabut saraf berdiameter besar yang mengatur impuls nosiseptif di sistem saraf tepi dan sistem saraf pusat sehingga menghasilkan penurunan nyeri
Kozier, et al., 2010. Menurut Queensland Spinal Cord Injuries Service atau QSCIS 2013
TENS tidak mengobati penyebab rasa sakit tetapi bekerja pada persepsi atau sensasi rasa sakit. TENS bekerja melalui dua cara yaitu memblokir sinyal nyeri
impuls listrik sebelum mereka melakukan perjalanan ke otak dan memicu pelepasan penghilang rasa sakit dari dalam tubuh sendiri yaitu zat kimia yang
disebut endorfin. 4
Intervensi pikiran-perilaku kognitif-perilaku Intervensi pikiran-perilaku atau CBI cognitive bebehavioral therapy adalah
suatu pendekatan yang efektif dalam manajemen nyeri, merupakan kombinasi
Universitas Sumatera Utara
antara metode farmakologi dan non farmakologi Zwakhalen, et al., 2006 dalam DeLaune Ladner, 2011. CBI didesain untuk mengajarkan klien dan
memodifikasi sikap dan perilaku klien. Ada banyak pendekatan nonfarmakologi yang menjadi bagian penting dari manajemen nyeri serta dapat digunakan
bersamaaan dengan pemakaian analgesik yang tepat. Tujuan dari intervensi ini adalah menolong klien agar dapat mengontrol secara keseluruhan nyeri yang
dirasakannya DeLaune Ladner, 2011. Beberapa jenis CBI adalah:
a Distraksi
Distraksi adalah suatu strategi manajemen nyeri dimana perhatian pasien dialihkan dari rasa nyeri ke sesuatu hal yang lain DeLaune Ladner, 2011.
Distraksi diduga dapat menurunkan nyeri, menurunkan persepsi nyeri dengan stimulasi sistem kontrol desendens, yang mengakibatkan lebih sedikit
stimulasi nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain
nyeri Smeltzer Bare, 2002. Kozier, et al., 2010 membagi tipe distraksi kedalam empat kelompok, yaitu:
i. Distraksi Visual adalah tekhnik pengalihan nyeri yang dilakukan dengan
cara menonton televisi, membaca majalahkoranbuku cerita atau imajinasi terbimbing.
ii. Distraksi Auditor adalah tekhnik pengalihan nyeri yang dilakukan dengan
cara mendengarkan musik atau dengan humor.
Universitas Sumatera Utara
iii. Distraksi taktil adalah tekhnik pengalihan nyeri yang dilakukan dengan
cara melakukan latihan pernapasan lambat dan berirama, pijat dan mengelus atau memegang binatang peliharaan atau mainan.
iv. Distraksi intelektual adalah pengalihan nyeri yang dilakukan dengan cara
mengisi teka-teki silang, bermain kartu atau melakukan hobi seperti mengoleksi prangko dan menulis sebuah cerita.
b Reframing
Reframing adalah suatu tekhnik yang dapat diajarkan pada klien untuk memonitor pikiran negatif mereka dengan menggantinya menjadi pikiran yang
positif. Mengajarkan klien cara memaknai atau memahami suatu rasa nyeri DeLaune Ladner, 2011.
Kenangan atau pikiran yang menyakitkan dapat meningkatkan stres, dan rasa sakit menjadi lebih buruk. Reframing, mengganti pikiran yang negatif
menjadi pikiran yang positif dapat mengurangi stres serta dapat menimbulkan rasa nyaman dan rileks Marie, 2013.
c Tekhnik relaksasi
Tekhnik relaksasi adalah sebuah metode yang digunakan untuk menurunkan cemas dan tekanan otot. Meliputi imagery dan progresive muscle relaxation
DeLaune Ladner, 2011. Astin, Shapiro, Eisenberg, Forys 2003 menagatakan bahwa relaksasi
mengajarkan pasien bagaimana untuk fokus pada gambar yang menenangkan, menghilangkan ketegangan dan melepaskan otot-otot, serta latihan napas dalam.
Hasil review dari sembilan percobaan acak ditemukan bahwa relaksasi efektif
Universitas Sumatera Utara
dalam mengobati penyakit kronis serta tiga studi relaksasi efektif dalam mengobati nyeri akut Reed, Montgomery DuHamel,2001.
d Biofeedback
Biofeedback adalah suatu proses dimana individu belajar untuk memahami serta memberi pengaruh respon fisiologis atas diri mereka terhadap nyeri
DeLaune Ladner, 2011. Biofeedback adalah penatalaksanaan yang memberikan informasi tentang
bagaimana proses fisiologis dalam tubuh dapat terpengaruh secara negatif oleh rasa sakit kronis. Biofeedback kemudian membantu pasien dalam belajar
bagaimana meningkatkan kontrol atas proses ini dan memperkuat kemampuan untuk mempertahankan kontrol ketika terlibat dalam kegiatan sehari-hari. Ini
hanya satu alat untuk meningkatkan kontrol atas kehidupan dan nyeri Mayo Clinic, 2006
e Latihan fisik
Latihan merupakan penatalaksanaan penting terhadap nyeri kronik karena dapat menguatkan otot-otot yang lemah, membantu mobilisasi sendi serta
membantu koordinasi dan keseimbangan DeLaune Ladner, 2011. Latihan fisik mengajarkan pasien bagaimana mekanika tubuh yang tepat,
teknik mengangkat atau postur tubuh yang tepat. Dalam program ini, pasien berpartisipasi dalam latihan rentang gerak pada pagi hari untuk membantu mereka
menjadi lebih lentur dan mempersiapkan tubuh untuk menjalani hari. Latihan dirancang untuk membantu mengurangi rasa nyeri Mayo Clinic, 2006.
Universitas Sumatera Utara
f Nutrisi
Pengaturan diet dapat mengatasi nyeri dengan cara menghambat proses biokimia pada proses inflamasi DeLaune Ladner, 2011.
Olendzki, Silverstein, Persuitte, Ma, Baldwin dan Cave 2014 melakukan penelitian tentang penggunaan diet anti inflamasi pada penatalaksanaan penyakit
inflamasi saluran cerna bagian bawah n = 40, didapatkan bahwa 24 orang responden 60 setelah mengikuti IBD-AID The Anti-Inflammatory Diet for
Inflammatory Bowel Disease IBD-AID yaitu suatu regimen nutrisi atau diet untuk penyakit inflamasi saluran cerna bagian bawah selama 4 minggu atau lebih
mendapatkan hasil bahwa semua 100 responden mampu menghentikan setidaknya satu obat IBD mereka sebelumnya, dan semua responden memiliki
pengurangan gejala termasuk frekuensi buang air besar BAB. g
Herbal Herba telah lama digunakan untuk mengatasi nyeri DeLaune Ladner,
2011. Herba adalah tanaman yang dinilai bermanfaat karena sifat obat, rasa, dan aromanya Kozier, et al., 2010
Menurut Dinh, Phan, Ruan 2011 menyatakan bahwa penghambatan enzim COX-2 oleh senyawa sintetik adalah suatu pendekatan yang menjanjikan
untuk mengurangi peradangan dan nyeri. Obat herbal adalah sumber besar biomolekul di alam yang belum ditemukan dan diketahui yang dapat memberikan
jalur alternatif untuk bantuan pengobatan terhadap penyakit.
Universitas Sumatera Utara
h Lingkungan
Lingkungan dapat mempengaruhi persepsi sesorang terhadap nyeri. Memodifikasi lingkunngan dapat mengurangi nyeri DeLaune Ladner, 2011.
3. Terapi invasif
Terapi invasif adalah suatu tindakan atau terapi untuk menghilangkan nyeri yang sifatnya permanen, dan hanya dilakukan sebagai upaya terakhir, secara
umum tindakan ini dilakukan untuk mengatasi nyeri yang tidak terkendali Kozier, et al., 2010. Menurut University Hospital and Manhattan Campus
2011 terapi invasif terdiri atas: a.
Stimulasi saraf invasif Stimulasi saraf invasif dapat memberikan bantuan nyeri untuk beberapa
pasien yang tidak menanggapi terapi lain. Dalam teknik ini, elektroda ditanamkan dalam tubuh pasien untuk mengirim arus listrik lembut ke saraf di tulang belakang
atau otak. Stimulasi saraf tulang belakang telah digunakan untuk nyeri punggung kronis dan atau sakit pada daerah kaki setelah operasi lumbal, nyeri akibat
kerusakan saraf kompleks sindrom nyeri regional dan postherpetic neuralgia. Kekurangan dari terapi ini adalah biaya yang tinggi dan risiko pengobatan invasif
seperti infeksi. b.
Tindakan pembedahan operasi Operasi untuk mengobati rasa sakit bukanlah tindakan untuk mengobatai
penyakit yang mendasar, hanya dilakukan pada kasus di mana pendekatan atau penatalaksanaan yang lebih konservatif telah gagal dilakukan. Tindakan ini
Universitas Sumatera Utara
membutuhkan ahli bedah saraf yang terlatih dan ketersediaan unit perawatan tindak lanjut.
Seorang ahli bedah dapat memotong saraf yang berada dekat dengan sumsum tulang belakang rhizotomy atau bundel saraf di sumsum tulang
belakang cordotomy untuk mengganggu jalur yang mengirimkan sinyal rasa sakit ke otak. Hasil terbaiknya adalah tindakan operasi mampu mengurangi rasa
sakit dan menghilangkan kebutuhan untuk sebagian atau seluruh obat penghilang rasa nyeri. Namun, operasi membawa risiko, dianataranya adalah menghentikan
rasa sakit hanya sebentar, menciptakan rasa sakit baru dari kerusakan saraf di lokasi operasi, membatasi kemampuan pasien untuk merasakan tekanan dan
temperatur di wilayah ini serta dapat menempatkan pasien beresiko untuk mengalami cedera.
2.2. Konsep Low Back Pain