Refleksi Kateketis Pengaruh cerita terhadap empati siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta.

98 studi dokumen dan penelitian, telah diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh antara cerita dengan empati siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik PAK kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta.

C. Refleksi Kateketis

1. Aspek Kateketis Cerita

Semua orang Katolik mengenal apa yang disebut dengan perumpamaan dan siapa yang dekat dengan perumpamaan tersebut. Yesus semasa hidupnya mewartakan Kerajaan Allah dengan perumpamaan Mat 13:34-35. Ada banyak sekali perumpamaan-perumpamaan yang digunakan Yesus saat mengajar orang banyak antara lain, perumpamaan tentang seorang penabur, perumpamaan tentang benih yang tumbuh, perumpamaan tentang lalang di antara gandum, perumpamaan tentang pukat dan perumpamaan tentang harta yang terpendam. Perumpamaan adalah penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa imajinatif, kiasan, simbolis atau perbandingan. Yesus mengajar dengan perumpaan dengan tujuan agar orang-orang yang mendengar akan lebih mudah menangkap dan memahami isi dan gagasan yang hendak disampaikan melalui perumpamaan tersebut. Dalam mengajar orang banyak, Yesus menyesuaikan perumpamaan sesuai dengan situasi dan kondisi para pendengarnya. Perumpamaan-perumpamaan yang digunakan Yesus biasanya diambill dari hal- hal yang ada di dalam kehidupan sehari-hari sehingga orang lebih mudah memahami ajaran Yesus. 99 Dalam proses belajar mengajar PAK di kelas, guru juga menggunakan cerita-cerita. Ada banyak jenis cerita yang digunakan, misalnya cerita pendek, dongeng, cerita rakyat, cerita fiksi, cerita orang kudus, cerita kitab suci dan lain- lainnya. Dalam setiap cerita terdapat nilai-nilai yang dapat diambil oleh tiap-tiap orang yang mendengarnya. Tidak semua cerita berisi pesan yang positif, tetapi guru tentunya memilih cerita-cerita yang berisi pesan positif yang dapat dipetik dan ditiru oleh siswa. Seperti halnya Yesus, seorang guru agama mengajar siswanya dengan maksud agar cita-cita dari tujuan Pendidikan Agama Katolik PAK dapat tercapai. Guru mengajak siswa untuk menemukan nilai-nilai positif seperti Yesus yang mengajar dengan perumpamaan untuk menjelaskan misteri Kerajaan Allah. Dapiyanta 2004:149 menjelaskan bahwa tujuan PAK memperluas pengetahuan, memperteguh pergulatan iman, memperkaya penghayatan iman. Dalam jangka panjang, untuk membantu anak menggulati hidup melalui sudut pandang Kristen. Tercapainya tujuan ini tentu tidak lepas dari kerjasama seluruh pihak, keluarga, sekolah, masyarakat dan Gereja. Dalam lingkup sekolah, para guru agama tentu menjadi tonggak bagi kesuksesan PAK di sekolah. Proses PAK di sekolah menjadi tanggung jawab bagi guru agama. Guru agama berusaha sebaik mungkin menjadikan mata pelajaran PAK sebagai proses dialog mengenai kehidupan yang membuat anak menjadi terangsang mencari pengetahuan mengenai ajaran agamanya. Guru menjadi jembatan bagi anak untuk semakin mencintai Kristus dan mengikuti semangat Kristus melalui materi-materi yang diajarkan oleh guru dalam proses PAK di sekolah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100 Materi dalam mata pelajaran PAK di sekolah meliputi pengalaman hidup, kitab suci, dogma dan liturgi. Dalam proses PAK, cerita seringkali disuguhkan sebagai materi yang merangsang anak untuk dapat lebih mudah memahami topik atau tema pelajaran agama yang disajikan oleh guru. Ada banyak cerita, misalnya cerita pendek, fabel, cerita rakyat, cerita orang kudus, cerita kitab suci, cerita tentang nabi-nasi, cerita pengalaman, film dan masih banyak cerita yang lainnya. Guru menyajikan materi cerita sebagai sarana yang hidup, yang menjadi partner dialog yang dapat memberi kesaksian mengenai hidup beriman. Melalui cerita-cerita, anak-anak menemukan nilai-nilai yang dapat mereka terapkan dalam hidup sehari-hari. Dalam cerita, nilai-nilai ditampilkan sehingga terjadi pergulatan nilai dalam diri tokoh beserta akibat-akibatnya. Maka secara tidak langsung, anak akan menentukan pilihan nilai-nilai mana yang akan mereka pilih bagi kehidupan mereka masing-masing. Peran seorang guru menjadi penting, karena dalam proses PAK di kelas, anak tidak menerima nilai secara mentah- mentah namun gurulah yang membantu anak menemukan nilai-nilai. Nilai-nilai yang diperoleh dalam proses PAK inilah yang dihidupi dan menjadi kesaksian bagi anak-anak sebagai anak-anak Allah. Meneladani hidup Yesus, kita sebagai guru agama dapat menggunakan cerita-cerita dalam mata pelajaran PAK untuk mengajarkan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah dilambangkan dengan suasana kegembiraan, penuh sukacita, semua orang saling mengasihi, persaudaraan dan nilai-nilai baik lainnya. Tidak hanya Yesus, kitapun dapat menggunakan cerita-cerita yang berkaitan dengan hidup sehari-hari tersebut untuk menggambarkan betapa baiknya Allah dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101 Kerajaan Allah yang akan terwujud bila kita melakukan pesan-pesan dari cerita tersebut.

2. Aspek Kateketis Empati Siswa dalam Mata Pelajaran Pendidikan

Agama Katolik PAK Kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta Dalam Injil Lukas 7:11-17 diceritakan bahwa Yesus membangkitkan anak seorang janda di Nain yang telah mati lalu bangkit lagi. Tindakan yang dilakukan Yesus ini menunjukkan bahwa diriNya tidak hanya mewartakan Kerajaan Allah melalui kata-kata atau hanya sekedar perkataan tetapi juga dibuktikan melalui kesaksian hidupNya. Disini terlihat bahwa terdapat kesatuan antara Sabda dan karya Yesus. Sebagaimana Yesus, kita sebagai pengikut Yesus pun tentu diminta untuk menjadi seperti Yesus yang tidak hanya berkata-kata tetapi juga mau mewujudkannya dalam kehidupan nyata. Dalam proses belajar mengajar PAK di kelas, guru tidak hanya menceritakan hal-hal baik saja, tetapi guru juga bercerita secara langsung melalui kesaksian hidup. Ada banyak tindakan-tindakan yang dilakukan Yesus yang menunjukkan betapa Yesus memiliki sikap empati yang tinggi terhadap orang-orang. Kehadiran Yesus adalah untuk mencintai semua umat manusia tanpa pandang bulu, tidak mengucilkan yang jahat dan berdosa namun sungguh terbuka dan dekat kepada semua orang. Yesus tidak membuat sekat-sekat kelas manusia. Kita ingat sikap empati yang ditunjukkan Yesus kepada perempuan berdosa yang membawa minyak dan mencium kaki Yesus. Kisah Zakeus si pemungut cukai dan Yesus yang datang ke rumahnya untuk makan bersama. Atau kisah mukjizat 102 pertama Yesus dalam perkawinan di Kana, dimana saat itu pemilik pesta kehabisan anggur sedangkan pesta sedang berlangsung dan Yesus langsung menolong mereka. Semua hal yang dilakukan Yesus semasa hidupnya adalah sikap cinta kasih, sikap empati yang tidak semua orang dapat lakukan. Kesaksian hidup Yesus secara tidak langsung mengajak kita juga untuk turut serta berlaku demikian. Saat kita berlaku empati kepada orang lain, kitapun dapat membantu mereka sesuai dengan yang mereka butuhkan. Sebagai seorang guru agama, menjadi pertanyaan bagi kita, apakah selama ini kita telah berlaku demikian kepada orang lain. Atau, apakah kita telah mengajari anak didik kita mengenai sikap empati. Sikap empati membutuhkan proses yang bermula dari pengenalan dan pemahaman yang baik terhadap latar belakang dan sudut pandang teman- teman kita. Seperti halnya Yesus, Ia terbuka kepada semua orang, mendekati semua orang agar semakin dekat dengan mereka.Saat kita telah mengenal orang lain, maka kita akan mengetahui alasan-alasan di balik sikap mereka. Kita pun dapat memberi pertolongan sesuai dengan yang mereka butuhkan. Bila Yesus yang Anak Allah mencintai manusia dan mampu menunjukkan sikap empatinya kepada orang-orang tanpa pandang bulu. Maka kita pun mampu berempati kepada saudara-saudara di sekitar kita.

D. Keterbatasan Penelitian