SingkatandalamPenelitian Singkatan Lain Latar Belakang

xix DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Dokumen Resmi Gereja DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II mengenai Wahyu Ilahi, 18 November 1965 GE : Gravissimum Educationis, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen, 28 Oktober 1965 EN : Evangelii Nuntiandi, Ensiklik dari Paus Paulus VI tentang Evangelisasi dan Penginjilan, tahun 1974 CT : Catechesi Trandendae, Ensiklik dari Paus Yohanes Paulus II tentang Penyelenggaraan Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979

B. SingkatandalamPenelitian

ANOVA : Analysis of Variance Ho : Hipotesis nol Ha : Hipotesis alternatif Std : Standard Dev : Deviasi Sig : Signifikansi SPSS : Statistikal Product and Servise Solutions

C. Singkatan Lain

PAK : Pendidikan Agama Katolik BPS : Badan Pusat Statistik IPS : Ilmu Pengetahuan Sosial PPL : Program Pengalaman Lapangan KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah kegiatan terencana dengan tujuan mengembangkan potensi manusia agar berguna bagi diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu, pendidikan merupakan aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan yang dilaksanakan dengan baik akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berkualitas akan menentukan mutu kehidupan pribadi dan kehidupan bersama dalam masyarakat. Pengembangan sumber daya manusia diperoleh melalui proses pendidikan baik formal maupun non formal. Proses pendidikan berlangsung dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Sekolah adalah salah satu lembaga formal yang menjadi sarana dalam mencapai tujuan pendidikan. Berikut adalah pendidikan menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2003 yaitu: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Menurut rumusan di atas, pendidikan merupakan kegiatan yang direncanakan dan dijalankan secara terus-menerus agar mencapai tujuan itu sendiri. Melihat pentingnya pendidikan bagi masyarakat maka banyak pula pihak-pihak yang mendukung terlaksananya proses pendidikan yang optimal. Berdasarkan data BPS tahun 2013, rata-rata nasional angka putus sekolah usia 7- 2 12 tahun mencapai 0,67 persen atau 182.773 anak; usia 13-15 tahun sebanyak 2,21 persen atau 209.976 anak; dan usia 16-18 tahun semakin tinggi hingga 3,14 persen atau 223, 676 anak. Data tersebut menunjukkan bahwa masih banyak anak-anak dan kaum remaja yang tidak dapat mengecap pendidikan di bangku sekolah dengan berbagai penyebab. Anak-anak dan kaum remaja yang tidak sekolah menghabiskan waktunya dengan menjadi pengamen jalanan, pengemis, dan pekerja serabutan bahkan aksi pencurian serta perampokan. Maraknya aksi tawuran menunjukkan sikap kaum remaja yang cenderung anarkis dan apatis. Seperti aksi pelajar yang terlibat tawuran di atas rel kereta api Stasiun Universitas Pancasila, Jakarta Selatan. Mereka tidak lagi membawa buku melainkan senjata untuk melukai pelajar sekolah lain, seperti gir yang diputar-putar untuk menyabet lawan mereka Sumber: Megapolitan Kompas, Rabu, 10 Desember 2014 pukul 14:45 WIB. Salah satu aksi ini mewakili aksi-aksi tawuran yang menunjukkan betapa kaum remaja kehilangan rasa peduli dan empati terhadap orang lain, cenderung anarkis, apatis dan semaunya sendiri. Sebagian kaum remaja terlibat dalam seks bebas, aborsi, penggunaan obat-obat terlarang, vandalisme, tawuran serta kenakalan-kenakalan remaja lainnya. Melihat situasi demikian, maka menjadi kewajiban semua orang untuk mendukung proses pendidikan yang optimal karena pendidikan baik di sekolah maupun keluarga dan masyarakat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan karakter kaum remaja yang hidup berdampingan dengan orang lain. Melihat pentingnya pendidikan khususnya bagi kaum remaja, Gereja juga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 turut andil dalam mendukung proses pendidikan. Paulus VI dalam Ensiklik tentang pewartaan Injil, Evangelii Nuntiandiart 43-45 mengungkapkan: Melalui pelajaran agama yang sistematis, akal budi dibina dengan ajaran- ajaran dasar, kenyataan yang terkandung di dalam kebenaran yang disampaikan oleh Allah kepada kita, agar dicamkan oleh ingatan dan diolah hati sedemikian sehingga merasuki kehidupan... juga dengan menggunakan media komunikasi sosial yang dapat menjangkau sejumlah besar, menyapa secara pribadi dan sekaligus mengundang komitmen yang sepenuhnya bersifat pribadi. Melalui rumusan tersebut, pelajaran agama memiliki poin yang penting dalam menyapa pribadi-pribadi agar semakin dekat dengan Allah sehinga nilai- nilai yang diperoleh dapat di dihayati dalam hidup sehari-hari. Pelajaran agama merupakan salah satu bagian dari pendidikan iman. Pendidikan iman adalah suatu usaha untuk membantu dan mempermudah perkembangan iman seseorang melalui benih-benih iman yang ditaburkan Allah ke dalam dirinya menuju kedewasaan iman. Iman adalah sebuah anugerah atau rahmat Allah kepada manusia. Ibarat benih yang ditaburkan Allah ke dalam diri manusia. Berikut diungkapkan dalam Dei Verbum art 5: Supaya orang dapat percaya seperti itu yakni menghayati ketaatan iman, diperlukan rahmat Allah yang mendahului serta menolong, pun juga bantuan Roh Kudus, yang menggerakkan hati serta membalikkannya kepada Allah, membuka mata budi, dan menimbulkan pada semua orang rasa manis dalam menyetujui dan mempercayai kebenaran itu. Iman memang bukanlah sesuatu yang dapat dipaksakan karena iman merupakan rahmat dari Allah sendiri, namun iman dapat tumbuh subur pula berkat bantuan orang-orang di sekitar kita. Pelajaran agama diharapkan mampu untuk menyuburkan iman agar nampak dalam hidup sehari-hari sehingga Gereja sangat mendukung pendidikan iman yang terjadi di sekolah. 4 Proses pelajaran agama yang menjadi salah satu bagian dari pendidikan iman hendaknya dipersiapkan dengan matang bila ingin mencapai hasil yang dicita-citakan. Bila kita menginginkan proses pembelajaran yang efektif maka kita juga harus memperhitungkan unsur-unsur seperti yang diungkapkan Martha Kaufeldt 2008:6 yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial, penyajian guru, materi pembelajaran, proses dan produk pembelajaran. Banyak cara yang dilakukan guru dan murid yang bekerja sama menciptakan proses pembelajaran yang menarik. Salah satunya pemanfaatan media cerita dalam proses pembelajaran. Pelajaran agama menjadi menarik bila dibubuhi dengan cerita-cerita yang di dalamnya mengandung nilai-nilai yang dapat menumbuhkan rasa empati pada pembaca. Manusia sejak kecil hingga dewasa hampir setiap saat mendengarkan cerita, baik dari keluarga, masyarakat, sekolah, maupun tempat kerja. Bahkan kebiasaan orang tua masa dulu sering kali menceritakan kisah-kisah dongeng kepada anaknya sebelum tidur. Melalui cerita, orang tua menanamkan nilai-nilai positif kepada anak dengan harapan dapat berdampak pada karakter anak, seperti sikap peduli, empati, jujur, berani, dan nilai-nilai lainnya. Kisah-kisah yang diceritakan oleh orang tua merupakan kisah turun- temurun dalam masyarakat, menarik untuk di dengarkan. Dari dulu hingga sekarang, banyak cerita rakyat yang tersebar di masyarakat dan kebanyakan berisi pesan-pesan moral kehidupan sehari-hari. Sebagian cerita tentu memiliki unsur-unsur negatif yang akan membawa dampak negatif bila tidak disampaikan dengan baik, namun itu dapat dihindari dengan mengolah cerita yang tepat bagi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5 anak. Hal ini menunjukkan bahwa cerita memiliki peran penting dalam pendidikan dan penanaman moral. Dalam dunia pendidikan, lembaga sekolah juga memanfaatkan cerita dalam proses kegiatan belajar mengajar. Sejak di sekolah dasar, kita sering kali belajar dengan menggunakan cerita khususnya pada mata pelajaran tertentu, misalnya Bahasa Indonesia, IPS, Pendidikan Kewarganegaraan dan Agama. Moeslichatoen 2004:159 mengatakan guru dalam bercerita memainkan perwatakan tokoh-tokoh dalam suatu cerita yang disukai anak merupakan daya tarik yang bersifat universal. Dalam proses belajar mengajar, kegiatan mendengarkan cerita mendukung siswa untuk termotivasi dalam mengikuti pelajaran. Selain itu, siswa juga menemukan sendiri nilai-nilai baik yang dapat diteladani dan nilai-nilai buruk yang seharusnya ditinggalkan. Bila siswa terus- menerus mendengarkan cerita yang memiliki pesan-pesan yang baik, pesan- pesan tersebut tertanam dalam diri siswa dan berpengaruh pada perkembangan dirinya bersama orang lain. Dari uraian di atas, kita melihat bahwa penggunaan cerita di sekolah merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. SMP Maria Immaculata Yogyakarta adalah salah satu lembaga pendidikan Katolik yang menekankan pentingnya pelajaran agama dalam membantu orangtua terkait pendidikan iman di sekolah. SMP Maria Immaculata yang berada di bawah naungan Yayasan Marsudirini membangun lembaga pusat pengembangan kecerdasan untuk mewujudkan manusia cerdas yang bertakwa kepada Tuhan, mencintai sesama, Alam Ciptaan dan Bangsa. Visi ini diaplikasikan dalam kegiatan belajar mengajar khususnya pelajaran agama. SMP PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6 Maria Immaculata menyediakan guru-guru agama Katolik yang kompeten, fasilitas belajar seperti ruang doa, sarana dan media belajar serta suasana belajar yang diatur sedemikian untuk menunjang dan mendukung perkembangan pribadi tiap siswa. Berdasarkan pengalaman penulis ketika mengajar pelajaran agama Katolik selama PPL PAK Pendidikan Menengah di SMP Maria Immaculata Yogyakarta,cerita dalam pelajaran agama dirasa membantu proses belajar khususnya dalam menanamkan dan menumbuhkan nilai-nilai moral . Penulis juga belajar dari guru agama yang ada di SMP Maria Immaculata yakni ibu Marini Sitepu dan bapak Gerardus yang seringkali menggunakan ilustrasi cerita dalam pelajaran agama. Melalui cerita, siswa merasa dilibatkan secara emosi dan tanpa bantuan orang lain dapat menangkap pesan dan nilai-nilai yang terdapat dalam cerita. Nilai-nilai inilah yang membangun dan menumbuhkan sikap empati siswa. Penulis merasa sungguh tertarik meneliti cerita dalam pelajaran agama. Melalui cerita, penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh cerita terhadap empati siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik PAK kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta. Melalui pengalaman dan proses selama ini, cerita mampu membangun dan menumbuhkan empati siswa. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut pengaruh cerita terhadap empati siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik PAK kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta. Dengan demikian judul skripsi yang diteliti oleh penulis adalah PENGARUH CERITA TERHADAP 7 EMPATI SISWA DALAM MATAPELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK PAK KELAS VIII SMP MARIA IMMACULATA YOGYAKARTA.

B. Identifikasi Masalah