Konteks sebagai Penentu Makna Pragmatik

2.3 Kerangka Berpikir

Komunikasi fatis merupakan suatu fenomena baru dalam studi pragmatik. Komunikasi fatis muncul dari perkembangan penggunaan bahasa oleh masyarakat sebagai bentuk bahasa yang digunakan untuk memulai atau mempertahankan hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi fatis dapat terjadi dalam berbagai macam ranah, yang mana salah satunya adalah ranah pendidikan. Komunikasi fatis yang berkembang dalam ranah tersebut dilatar belakangi oleh berbagai faktor, karena ranah pendidikan juga merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari manusia sehingga tentu selalu melibatkan proses komunikasi, termasuk komunikasi fatis itu sendiri. Hal tersebut menjadi kajian penelitian ini, yang khususnya mengkaji komunikasi fatis dalam wacana konsultatif pembibingan skripsi pada program studi Sastra Indonesia semester genap tahun akademik 20152016 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan teori-teori komunikasi fatis dan beberapa teori lain yang digunakan untuk mendukung tuturan fatis dalam wacana konsultatif antara dosen dan mahasiswa. Pertama, Malinowski 1923: 315 dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a mere exchange of word”. Phatic communion memiliki fungsi sosial. Phatic communion digunakan dalam susasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan, dengan perasaan tertentu untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Kedua, Jackobson 1980 mendefinisikan basa-basi tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau memutuskan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar lawan bicara tetap memperhatikan. Ketiga, Kridalaksana 1986: 111 mendefinisikan kategori fatis sebagai kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan, karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam nonstandar, maka kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat nonbaku yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional. Keempat, Anwar 1984: 46 menjelaskan bahwa basa-basi merupakan sejemput kata-kata yang dipakai untuk sekedar memecah kesunyian, untuk mempertahankan suasana baik dan sebagainya, sehingga bahasa tidak hanya digunakan untuk menyampaikan perasaan atau pikiran, untuk membahas sesuatu masalah, untuk membujuk, merayu, dan sebagainya. Kelima, Arimi 1998: 171 dalam tesisnya membagi tuturan basa-basi menjadi dua, yaitu basa-basi murni dan polar. Basa-basi murni yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul. Dengan kata lain, apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Kata-kata yang dipakai dalam basa-basi murni seperti: selamat siang, selamat datang, terima kasih, pamit, dan sebagainya. Sedangkan basa-basi polar yaitu tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, di mana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Keenam, basa-basi dapat dikatakan termasuk tindak tutur ilokusi komunikatif. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa fungsi basa-basi yang termasuk klasifikasi tindak tutur ilokusi komunikatif, berdasarkan klasifikasi tindak tutur ilokusi menurut Ibrahim 1993: 16. Klasifikasi tindak tutur komunikatif mencangkup tindak tutur konstantif, direktif, komisif, dan acknowledgements. Basa-basi termasuk dalam acknowledgements. Hal itu dikatakan demikian karena acknowledgements merupakan tuturan yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur atau dalam kasus-kasus di mana ujaran berfungsi secara formal, kehendak penutur bahwa ujarannya memenuhi kriteria harapan sosial untuk mengekspresikan perasaan dan kepercayaan tertentu. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Berikut ini adalah bagan kerangka berpikir berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan: Komunikasi Fatis dalam Kajian Pragmatik Teori Malinowski Jackobson Kridalaksana Anwar Arimi Ibrahim Metode Penelitian Kualitatif Metode dan Teknik Pengumpulan Data: Metode Simak dan Metode Cakap dengan Teknik Catat Metode dan Teknik Analisis Data: Metode Padan Ekstralingual dengan Teknik Dasar dan Teknik Lanjutan Hasil Penelitian Wujud Kefatisan dalam Ranah Pendidikan Maksud Kefatisan dalam Ranah Pendidikan 36

BAB III METODE PENELITIAN

Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan metode penelitian. Hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian yaitu jenis penelitian, data dan sumber data, metode dan teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan triangulasi data.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian tentang komunikasi fatis dalam wacana konsultatif dosen dengan mahasiswa ini merupakan sebuah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan suatu penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan suatu informasi mengenai suatu gejala yang ada, yaitu gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan Arikunto, 1990: 309. Muhammad 2014: 31 menyebutkan bahwa salah satu fenomena yang dapat menjadi objek kualitatif adalah peristiwa komunikasi atau berbahasa karena peristiwa ini melibatkan tuturan, makna semantik tutur, orang yang bertutur, maksud yang bertutur, situasi tutur, peristiwa tutur, tindak tutur, dan latar tuturan. Penelitian kualitatif harus mempertimbangkan metodologi kualitatif itu sendiri. Metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa Djajasudarma, 2006: 11. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendekatan kualitatif yang menggunakan data lisan suatu bahasa memerlukan informan. Pendekatan yang melibatkan masyarakat bahasa ini diarahkan pada latar dan individu yang bersangkutan secara holistik sebagai bagian dari satu kesatuan yang utuh. Oleh karena itu, dalam penelitan