Perempuan berperan sebagai budak dan dibayar oleh laki-laki atas jasa seks mereka.
B. 3. Alasan Menjadi Pelacur
Koentjoro 2004 mengatakan bahwa secara umum terdapat lima alasan yang paling mempengaruhi dalam menuntun seorang perempuanwanita menjadi
seorang pelacur, adalah : 1.
Materialisme Materialisme atau aspirasi untuk mengumpulkan kekayaan merupakan sebuah
orientasi yang mengutamakan hal-hal fisik dalam kehidupan. Orang yang hidupnya berorientasi materi akan menjadikan banyaknya jumlah uang yang
bisa dikumpulkan dan kepemilikan materi yang dapat mereka miliki sebagai tolak ukur keberhasilan hidup.
2. Modelling
Modelling adalah salah satu cara sosialisasi pelacuran yang mudah dilakukan dan efektif. Terdapat banyak pelacur yang telah berhasil mengumpulkan
kekayaan di komunitas yang menghasilkan pelacur sehingga masyarakat dapat dengan mudah menemukan model.
3. Dukungan Orang tua
Dalam beberapa kasus, orang tua dan suami menggunakan anak perempuanistri mereka sebagai sarana untuk mencapai aspirasi mereka akan
materi. 4.
Lingkungan yang permisif
Universitas Sumatera Utara
Jika sebuah lingkungan sosial bersikap permisif terhadap pelacuran berarti kontrol tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Jika sebuah komunitas
sudah lemah kontrol lingkungannya maka pelacuran akan berkembang di dalam komunitas tersebut.
5. Faktor ekonomis
Coleman Cressey 1984 mengatakan bahwa dalam melakukan pekerjaanya sebagai seorang pelacur, terdapat unsur penting di dalamnya yaitu ada
kompensasi berupa uang.
B. 4. Jenis-jenis Pelacur
Seperti jenis kelompok pekerjaan yang lain, pelacuran juga memiliki keragaman. Feldman dan MacCulloch dalam Koentjoro, 2004 mengatakan
bahwa pelacuran terdiri dari dua jenis yaitu pelacur jalanan dan gadis panggilan. Penggolongan pelacur ditentukan oleh usia Kartono, 1997, lokasi, tingkat
pendidikan dan daya tarik Koentjoro, 2004.
1. Pelacur Jalanan Low Class
Untuk tarif pelayanan seks terendah ditawarkan oleh para pelacur jalanan, pelacur seperti ini sering beroperasi selalu berpraktik di tepi jalan atau di
lokalisasi liar, di kawasan kumuh, di pasar, di kuburan, di sepanjang rel kereta api dan di lokasi lain yang sulit dijangkau bahkan kadang-kadang berbahaya untuk
dapat berhubungan dengan pelacur tersebut Hull dkk, 1997. Pelacur seperti ini digolongkan kedalam pelacur low class Kartono, 2003.
Pelacur low class pada umumnya tidak mempunyai keterampilan khusus dan kurang berpendidikan Kartono, 1997. Tarif seorang pelacur low class seperti
Universitas Sumatera Utara
ini sangat rendah dibandingkan dengan pelacur high class Hull, 1997. Untuk pelacur tingkat rendah low class,mbiasanya berusia 11-15 tahun yang belum
berpengalaman walaupun banyak diantara pelacur low class yang berusia lebih dari itu Kartono, 1997. Untuk seorang pelacur low class, jumlah uang yang
mereka keluarkan hanya untuk kebutuhan primer dan mendasar seperti makanan, tempat tinggal dan lain sebagainya Mudjiono, 2005.
Koentjoro 2004 juga menambahkan beberapa hal yang memotivasi seorang pelacur low class untuk menjadi seorang pelacur yaitu:
a. Kemiskinan b. Pendapatan
rendah c. Pendidikan
rendah d. Tidak memiliki keterampilan
e. Pengangguran
2. Gadis Panggilan High Class
Gadis panggilan menurut Kartono 2003 terdiri dari wanita-wanita yang telah bekerja seperti wanita karier dan mahasiswi-mahasiswi. Gadis panggilan
digolongkan kedalam pelacur high class adalah karena mereka bersedia untuk dipekerjakan melalui layanan jasa informasi tertentu Feldman dan MacCulloch
dalam Koentjoro, 2004. Sesuai dengan pernyataan diatas, Mudjiono 2005 mengatakan bahwa pelacur high class memiliki sistem kerja yang tidak
menunjukkan adanya tempat lokalisasi market place yang terbuka oleh umum seperti yang dilakukan oleh pelacur low class. Karena pelacur jenis ini memiliki
pendidikan yang tinggi seperi wanita karier dan mahasiswi, maka akan
Universitas Sumatera Utara
berhubungan dengan tarif pelayanan Koentjoro, 2004. Semakin tinggi pendidikan pelacur, tarif yang diberikan akan semakin mahal. Harga pelayanan
seksual dengan pelacur terpelajar jauh lebih mahal dibandingkan dengan pelacur biasa low class karena pelanggan menganggapnya lebih bergengsi Koentjoro,
2004. Julian 1986 mengatakan bahwa untuk menjadi seorang pelacur high
class, pelacur high class tersebut harus menjalani pelatihan selama lebih kurang dua atau tiga bulan. Pelatihan tersebut berisi tentang sikap dan perilaku yang harus
mereka berikan kepada pelanggan. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Fieldman dan MacCullah dalam Koentjoro, 2004, ia mengatakan bahwa
untuk menjadi pelacur yang profesional diperlukan adanya pelatihan. Oleh karena itu berdasarkan kriteria diatas gadis panggilan digolongkan kedalam pelacur high
class. Para pelacur high class memiliki motivasi dasar untuk bekerja sebagai
seorang pelacur. Motivasi tersebut adalah : 1.
Kesenangan Mudjiono, 2005 2.
Uang dan atau narkoba Koentjoro, 2004 3.
Kekuasaan dan status Schmopkler dalam Koentjoro, 2004 Untuk menyederhanakan dan melihat perbedaan antara pelacur low class
dengan pelacur high class dapat dilihat melalui tabel 1. berikut ini :
Tabel 1. Perbedaan pelacur high class dan Pelacur low class Pelacur
Low Class Pelacur High Class
Usia 11 – 15 Tahun atau lebih Kartono, Dibawah 30 tahun berkisar
Universitas Sumatera Utara
2003 berdasarkan observasi peneliti,
pelacur low class juga banyak yang berusia diatas 30 tahun.
antara 17 - 25 tahun Kartono, 2003.
Lokasi Lokalisasi liar, kawasan kumuh,
pasar, kuburan, rel kereta api Hull dkk, 1997
Tidak terbuka untuk umum Mudjiono, 2005. Tidak dapat
dihubungi langsung oleh pelanggan Koentjoro, 2004.
Daya tarik tidak ada
Wajah dan tubuh yang menarik Koentjoro, 2004
Tingkat pendidikan
SMU Kartono, 2003 Wanita Karier dan Mahasisiwi
Kartono, 2003 Motivasi
Uang Kartono, 2003 Kesenangan Mudjiono, 2005
Uang dan atau narkoba Koentjoro, 2004, kekuasaan
dan status Schmopkler dalam Koentjoro, 2004
C. Makna Hidup pada Pelacur High Class
Pilihan untuk menjadi seorang pelacur merupakan pilihan yang sulit. Karena reaksi sosial, adat istiadat dan norma-norma sosial yang cukup menentang
adanya praktik pelacuran Kartono, 1997. Terlebih lagi rakyat di Indonesia merupakan rakyat yang beragama sehingga pelacuran menjadi sangat dilarang dan
dianggap berdosa Koentjoro, 2004. Namun karena pada dasarnya manusia memiliki kebutuhan dasar basic need, maka kebutuhan inilah yang harus
dipenuhi oleh setiap manusia Maslow dalam Sarwono, 2000. Tidak dapat dipungkiri bahwa uang memiliki pengaruh penting dalam
memiliki semua kebutuhan manusia, termasuk untuk kebutuhan dasar yang telah dijelaskan sebelumnya. Motif ekonomi ini yang kemudian secara sadar menjadi
faktor yang memotivasi seorang untuk berprofesi menjadi pelacur yang dapat menghasilkan uang Weisberg dalam Koentjoro, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pelacur menurut Feldman dan MacCulloch dalam Koentjoro, 2004 terdiri dari dua jenis yaitu pelacur jalanan
dan gadis panggilan. Walaupun pada umumnya motivasi utama untuk menjadi seorang pelacur yaitu uang Coleman Cressey, 1984, namun David dan Satz
dalam Koentjoro, 2004 mengatakan bahwa terdapat segelintir pelacur yang tidak hanya dapat dipandang dari sisi ekonomis semata. Lebih lanjut lagi mereka
mengatakan bahwa perempuan tidak lagi memasuki dunia pelacuran karena alasan untuk keluar dari tekanan ekonomi, namun karena adanya kebutuhan lain David
Satz dalam Koentjoro, 2004. Menurut Koentjoro 2004 uang hanya merupakan mediasi bagi sebuah tujuan, dan orang yang di dominasi oleh orientasi
material akan berjuang untuk kekuasaan dan status Schmopkler dalam Koentjoro, 2004. Selain kekuasaan dan status, motivasi lain adalah hiburan Mudjiono,
2005 dan kesepian Kartono, 1997. Motivasi-motivasi inilah yang menjadi motif utama seorang pelacur high class atau gadis panggilan. Berbeda dengan pelacur
low class, mereka menjadi pelacur hanya untuk memenuhi basic need atau kebutuhan dasar dalam hidupnya Hull, 1997.
Para pelacur
high class yang secara finansial selalu berlebihan dan selalu hidup dalam kemewahan ternyata dalam keseharianya tidak selalu bahagia seperti
yang sering ia perlihatkan kepada orang lain. Hidup berfoya-foya, menghambur- hanburkan uang dan berkecukupan dalam segi materi tidak menjadi jaminan
bahwa hidup pelacur high class tersebut selamanya akan bahagia. Bagi sebahagiaan pelacur yang hidupnya berorientasi kepada uang, bersenang senang
Universitas Sumatera Utara
dan kemewahan hidup mungkin saja akan merasa bahagia dengan bekerja sebagai seorang pelacur.
Bagi beberapa pelacur high class yang lain, mungkin saja dengan masuknya ia kedalam dunia pelacuran bukannya akan mengubah keadaan menjadi
lebih baik, sebaliknya masuknya ia kedunia pelacuran hanya akan menambah rumitnya masalah hidup yang telah ia temui sebelum masuknya ia kedunia
pelacuran. Akibatnya muncul perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan yang dialami oleh beberapa pelacur high class. Bentuk perasaan yang tidak
menyenangkan tersebut salah satunya adalah perasaan kesepian, hampa, kebosanan dan tidak memiliki tujuan hidup.
Perasaan hampa yang dialami oleh pelacur high class ini menyebabkan munculnya kecemasan dan konflik-konflik batin Kartono, 1997. Konflik-konflik
dan kecemasan ini tidak banyak berkaitan kepada masalah moral, namun lebih kepada konflik mengenai perasaan ingin dicintai, selalu merasakan kekosongan
dan kehampaan karena tidak menemukan cinta sejati selama berprofesi menjadi seorang pelacur Kartono, 2005. Perasaan hampa, gersang, tidak memiliki tujuan
hidup merupakan karakteristik seseorang yang penghayatan hidupnya tidak bermakna Frankl dalam Bastaman, 2007.
Keadaan hampa dan tidak bermakna meaningless jika tidak diatasi akan memperburuk keadaan individu itu sendiri baik secara fisik maupun psikologis,
oleh karena itu perlu ditemukan adanya makna hidup dalam kehidupan pelacur tersebut sehingga kehidupan mereka dapat menjadi lebih terarah dan bertujuan
Universitas Sumatera Utara
sehingga kehidupan mereka akan bersemangat, bergairah dan bahagia bastaman, 1996.
Pelacur yang tidak bisa melihat makna dibalik penderitaan maka ia akan tenggelam oleh penderitaan yang ia alami dan mengalami beberapa penghayatan
hidup yang tidak menyenangkan seperti hampa, gersang, tidak memiliki tujuan hidup, merasa hidupnya tidak berarti dan lain sebagainya Bastaman, 2007 yang
akan mempengaruhi kehidupannya selanjutnya. Sementara individu yang berhasil melihat adanya makna dibalik penderitaan maka ia akan menujukkan corak
kehidupan penuh semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan hampa dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Tujuan hidupnya baik tujuan jangka
pendek maupun jangka panjang akan jelas bagi mereka dan dengan demikian kegiatan mereka pun akan lebih terarah sesuai dengan tujuan hidup yang ingin
mereka capai. Frankl 1984 juga mengatakan bahwa individu yang mempunyai
pandangan hidup yang jelas akan bertahan hidup dan sanggup menghadapi masalah yang sulit sekalipun Frankl dalam Schultz, 1991.
Oleh sebab itu dalam penelitian ini akan dilihat gambaran makna hidup bagi beberapa pelacur high class pada saat mereka masih berstatus sebagai pelacur
high class. Apakah pekerjaan mereka sebagai pelacur high class mempengaruhi makna hidup mereka, membantu mereka dalam menemukan makna hidupnya dan
mengetahui tujuan hidupnya atau dengan masuknya mereka kedunia pelacuran makna dan tujuan hidup itu semakin tidak terlihat. Warren 2002 mengatakan
bahwa tanpa suatu tujuan, kehidupan bagaikan gerakan tanpa makna, kegiatan
Universitas Sumatera Utara
tanpa arah, peristiwa tanpa alasan. Tanpa suatu tujuan, kehidupan tidak berarti. Pendapat Warren didukung oleh penelitian Reker dan Butler dalam Bee, 1996
yang mengatakan bahwa individu yang mempunyai misi dan arah, memiliki tujuan dalam hidupnya lebih sehat secara mental dan psikologis dalam
menghadapi stress dibandingkan dengan makna hidupnya tidak jelas.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
III. A. Pendekatan Kualitatif
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena yang ingin diteliti adalah penghayatan subjektif individu dalam mencari makna hidupnya.
Suprayogo dan Tobroni 2001 mengatakan bahwa pendekatan kualitatif dapat memahami gejala sebagaimana responden mengalaminya sehingga diperoleh
gambaran yang sesuai dengan diri paritisipan dan bukan semata-mata untuk menarik sebab akibat yang dipaksakan. Patton dalam Poerwandari, 2001
mengatakan bahwa pendekatan kualitatitf memungkinkan individu untuk memfokuskan variasi pengalaman dan individu-individu atau kelompok-keompok
yang berbeda. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2000 metode penelitian
kualitatif merupakan prosedur penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati. Pendekatan ini juga digunakan untuk menggambarkan dan menjawab pertanyaan seputar subjek penelitian beserta konteksnya.
Menurut Patton dalam Afiatin, 1997 metode kualitatif memungkinkan peneliti untuk meneliti isu terpilih, kasus-kasus atau kejadian secara mendalam
dan detail, fakta berupa kumpulan data tidak dibatasi oleh kategori yang ditetapkan sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara