BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan manusia.  Papalia  2008  mendefinisikan  masa  dewasa  madya  dalam  terminologi
kronologis,  yaitu  dialami  individu  saat  berusia  45  sampai  65  tahun.  Dewasa madya ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental. Pada usia
60  tahun  biasanya  terjadi  penurunan  kekuatan  fisik,  sering  pula  diikuti  oleh penurunan  daya  ingat  walaupun  banyak  yang  mengalami  perubahan-perubahan
tersebut  lebih  lambat  sehingga  terlihat  lebih  jelas  daripada  masa  lalu  Hurlock, 1999.  Hal  inilah  yang  mendorong  terjadinya  krisis  dan  menjadikan  kehidupan
dewasa madya lebih sulit untuk dilalui. Berkaitan  dengan  hal  tersebut,  tugas  perkembangan  yang  harus  dijalani
oleh  individu  dewasa  madya  menurut  Havighurst  dalam  Hurlock,  1999  adalah tugas  yang  berkaitan  penyesuaian  terhadap  perubahan  fungsi  seksual,  dimana
pada  masa  ini  pria  memasuki  masa  andropause,  sedangkan  wanita  memasuki masa  menopause.  Andropause  pada  pria  umumnya  terjadi  perlahan  dan  sangat
lambat  sehingga  seringkali  gejala  fisik  dan  psikologis  yang  muncul  tidak  terlalu kelihatan,  terkadang  bagi  beberapa  pria  tidak  menimbulkan  gejala.  Selain  itu,
kebanyakan wanita  relatif lebih sulit  menyesuaikan diri terhadap perubahan pola hidup yang datang bersamaan dengan masa menopause dibandingkan pria.
Menopause  merupakan  fase  terakhir,  dimana  pendarahan  haid  seorang wanita  berhenti  sama  sekali.  Fase  ini  terjadi  secara  berangsur-angsur  yang
semakin  hari  semakin  jelas  penurunan  fungsi  kelenjar  indung  telur  atau  ovarium Yatim,  2001.  Secara  singkat  dapat  dikatakan  bahwa  menopause  merupakan
suatu  proses  peralihan  dari  masa  produktif  menuju  perubahan  secara  perlahan- lahan  ke  masa  non-produktif  yang  disebabkan  oleh  berkurangnya  hormon
ekstrogen  dan  progesteron  seiring  dengan  bertambahnya  usia.  Sebagian  besar wanita mulai  mengalami  menopause pada usia sekitar 40 tahun sampai  50 tahun
Rostiana,  2009.  Spencer    Brown  2007  menyatakan  bahwa  usia  wanita memasuki  menopause  adalah  51  tahun,  namun  menopause  juga  dialami  wanita
pada  rentang  usia  45-55  tahun.  Dengan  demikian,  dapat  dilihat  bahwa  usia seseorang mengalami menopause sangat bervariatif.
Sebagian besar  wanita  menganggap bahwa  menopause adalah suatu  yang mengkhawatirkan  dan  menakutkan  Rostiana,  2009.  Kekhawatiran  ini  mungkin
berawal dari pemikiran bahwa dirinya akan menjadi tidak sehat, tidak bugar, dan tidak cantik. Kondisi tersebut memang tidak menyenangkan bagi wanita Baziad,
2002.  Hal  ini  dikarenakan  terjadinya  menopause  pada  seorang  wanita  dewasa madya diikuti dengan berbagai gejolak atau perubahan yang meliputi  gejala fisik
maupun  psikologis  yang  dapat  mempengaruhi  berbagai  aspek  kehidupan  mereka Hurlock, 1999.
Masalah-masalah  kesehatan  mulai  muncul  akibat  hilangnya  hormon estrogen  yang  berperan  aktif  dalam  sistem  kerja  organ  tubuh  wanita.  Perubahan
yang  banyak  terjadi  pada  saat  ini  adalah  perubahan  fisik  yang  ditandai  dengan
berbagai  gejala  seperti  kulit  mengendur,  inkontinensia  gangguan  kontrol berkemih  pada  waktu  beraktivitas,  jantung  berdebar-debar,  hot  flushes
peningkatan  suhu  tubuh  secara  tiba-tiba,  berkurangnya  pigmen  rambut  yang menyebabkan rambut berwarna putih, berkurangnya elastisitas kulit, sakit kepala,
mudah lupa, sulit tidur, rasa semutan pada tangan dan kaki, nyeri pada tulang dan otot.  Dalam  jangka  panjang  rendahnya  kadar  hormon  estrogen  dapat
menimbulkan  ancaman  osteoporosis  pengeroposan  tulang  yang  membuat  udah patah tulang serta peningkatan resiko gangguan kardiovaskuler Noor, 2001. Hal
ini  sesuai  dengan  kenyataan  di  lapangan  yang  diungkapkan  N  50  tahun  dalam wawancara dengan penulis :
“Uda gitu susah tidur pas malam, keringat terus, gimana mau tidur, terpaksa tante tidur dekat  kipas  angin.  ga tau  kenapa rasanya badan
ini gak enak ja rasanya” komunikasi personal, 01 Februari 2013
Disamping  gejala  fisik,  menopause  juga  menimbulkan  gejala  psikologis. Hal ini terjadi karena produksi hormon estrogen di indung telur tiba-tiba berhenti.
Papalia  2008  mengungkapkan  bahwa  gejala-gejala  psikologis  yang  muncul dapat  meliputi  stres,  frustasi,  dan  adanya  penolakan  terhadap  menopause.
Maspaitella  2006  juga  menyatakan  beberapa  gejala  psikologis  yang  menonjol ketika  menopause  seperti  munculnya  perasaan  gelisah,  cemas,  takut,  mudah
tersinggung,  mudah  marah,  merasa  tertekan,  mudah  merasa  sedih,  rasa  hampa, rasa  bersalah  dan  merasa  kesepian  saat  berada  ditengah  orang  ramai.  Beberapa
gejala  psikologis  yang  muncul  selama  menopause  juga  terungkap  dalam wawancara S 51 tahun dengan penulis :
“ Gak tau ya dek, entah kenapa pas lagi menopause rasanya gak nyaman ja.  Jadi  sering  cepat  cemas.  Uda  gitu  cepat  tersinggung  pula.  Yah,  abis
orang  ga  tau  sih  tante  uda  menopause.  tante  sedih  aja.  Ya  soalnya  tante
pengen orang tu mengerti ma keadaan tante sekarang” komunikasi personal, 01 Juni 2013
Menopause  bukan  suatu  penyakit  namun  peristiwa  ini  mempunyai dampak  dalam  kehidupan  wanita  terutama  bagi  wanita  yang  mempunyai  banyak
aktivitas,  sehingga  dapat  dirasakan  sebagai  suatu  gangguan.  Dari  berbagai penelitian  dan  kajian,  diperoleh  data  bahwa  75  wanita  yang  mengalami
menopause  akan  merasakan  sebagai  masalah  atau  gangguan,  sedangkan  sekitar 25  tidak  mempermasalahkannya  Achadiat,  2007.  Latar  belakang  masing-
masing  wanita  sangat  berpengaruh  terhadap  stres  pada  masa  menopause. Kehidupan  sebelumnya  akan  mempengaruhi  intensitas  stres  yang  dialami  wanita
tersebut.  Pengetahuan  yang  cukup  tentang  menopause,  status  perkawinan, pendidikan,  dan  pekerjaan  membantu  mereka  memahami  dan  mempersiapkan
dirinya menjalani masa ini dengan baik Kasdu, 2002. Sebenarnya pada masa  menopause ada wanita  yang mengalami gangguan
fisik,  seksual,  sosial,  dan  gangguan  psikologis,  dan  ada  juga  yang  tidak mengalami  berbagai  keluhan  baik  fisik,  psikologis,  dan  sosial.  Perbedaan  ini
dipengaruhi  oleh  berat  ringannya  stress  yang  dialami  wanita  dalam  menghadapi dan  mengatasi  menopause  sebagai  akibat  penilaiannya  terhadap  menopause
Retnowati Noor, 2001. Berbicara  mengenai  masalah  menopause  akan  menimbulkan  berbagai
tanggapan dan penilaian yang berbeda-beda pada masing-masing individu karena adanya  perbedaan  pengetahuan  dari  diri  individu  sehingga  sikap  yang  di
timbulkannya  pun  berbeda.  Dalam  segi  kehidupan,  sesuatu  yang  dianggap  baik atau  buruk  sifatnya  bisa  sangat  universal  ataupun  individual.  Termasuk  juga
seorang wanita dalam menyikapi  dirinya  yang akan memasuki masa  menopause. Pada dasarnya fenomena sikap timbul tidak hanya ditentukan oleh keadaan objek
yang  sedang  dihadapi  tetapi  juga  dipengaruhi  oleh  ingatan  akan  masa  lalu,  oleh apa yang diketahui dan kesan individu terhadap apa yang sedang dihadapi saat ini.
Sikap  yang dimiliki seseorang itu tidak dibawa sejak lahir,  akan tetapi  terbentuk dari adanya proses belajar dalam perkembangan individu yang bersangkutan, dan
sikap selalu berhubungan dengan obyek yang disikapi Azwar 2005. Adanya hubungan positif atau negatif individu dengan obyek tertentu akan
menimbulkan  sikap  tertentu.  Menurut  ahli  Psikologi,  sikap  merupakan  bentuk evaluasi  atau  reaksi  perasaan.  Sikap  sendiri  merujuk  pada  evaluasi  individu
terhadap  berbagai  aspek  dunia  social  serta  bagaimana  evaluasi  tersebut memunculkan  rasa  uska  atau  tidak  suka  individu  terhadap  isu,  ide,  orang  lain,
kelompok  social  dan  objek  Baron,  2004.  Menurut  Azwar  2005  sikap merupakan hasil interaksi  antara  aspek kognitif, afektif dan konatif. Hal  tersebut
senada  dengan  tiga  aspek  sikap  yang  diungkapkan  oleh  Mann  dalam  Azwar, 2005,  yaitu  :  aspek  kognitif  merupakan  persepsi,  kepercayaan  dan  stereotype
yang  dimiliki  individu  mengenai  sesuatu,  aspek  afektif  merupakan  perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi serta aspek konatif
berisi kecendrungan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu. Beberapa dari wanita menyambut menopause dengan sikap positif, mereka
menganggap  kondisi  ini  sebagai  bagian  dari  siklus  kehidupanya.  Menurut  Gail
Sheehy  dalam  Kasdu  2002,  wanita-wanita  ini  merasa  sangat  lega  dan menganggap  setelah  masa  reproduksi  berakhir,  mereka  tidak  akan  direpotkan
dengan haid  yang datang rutin setiap bulan sehingga tidak mengganggu aktivitas mereka,  terutama  aktivitas  yang  berhubungan  dengan  keagamaan,  misalnya
ibadah shalat bagi wanita yang beragama Islam.  Hal ini sesuai dengan penelitian Mathews dalam Dacey  Travers, 2002 yang menyatakan bahwa wanita-wanita
di  Israel,  baik  yang  berasal  dari  budaya  tradisional  maupun  dari  budaya  modern tidak menunjukkan penolakan terhadap menopause.
Sebaliknya,  ada  juga  yang  menyambut  sebagai  sikap  negatif  bahwa menopause  adalah  sesuatu  hal  yang  menakutkan  dan  berusaha  untuk
menghindarinya,  sehingga  stres  pun  sulit  dihindari.  Ia  akan  merasa  sangat menderita  karena  kehilangan  tanda-tanda  kewanitaan  yang  selama  ini
dibanggakannya.  Menurut  pendekatan  kognitif,  dalam  ilmu  psikologis,  pada dasarnya  gangguan  emosi  takut,  cemas,  stres  yang  dialami  manusia  sangat  di
tentukan  oleh  bagaimana  individu  menilai,  peristiwa  yang  dialaminya.  Beberapa mitos  yang berkembang  di  masyarakat  yang dapat  menambah rasa cemas  wanita
menopause  antara  lain  :  wanita  yang  mengalami  menopause  otomatis  akan menjadi  tua  atau  waktunya  sudah  dekat,   kehilangan  daya  tarik  seksualnya,
periode  menopause  sama  dengan  periode  goncangan  jiwa.  Disamping  itu  wanita yang  sangat  mencemaskan  menopause  besar  kemungkinan  karena  kurang
mempunyai informasi yang benar mengenai seluk beluk menopause Noor, 2001. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Marga 2007 dimana wanita yang tingkat
pengetahuannya  tinggi  ditemukan  tidak  mengalami  kecemasan  menghadapi menopause.
Anggapan mengenai menopause adalah suatu masalah atau tidak, menurut Paltiel dalam Koblinsky dkk, 1997 dikarenakan adanya kaitan antara menopause
dengan  penilaian  masyarakat  terhadap  fungsi  dan  peran  seorang  wanita. Ketidakpuasan  peran,  peran  ganda  atau  ketidakmampuan  untuk  memenuhi  peran
tertentu seperti tidak mampu memiliki anak-anak dapat menciptakan stres yang dalam menjalani  menopause. Menurut Sollie   Leslie Strong   Devault, 1989
ditemukan bahwa  wanita  yang tidak bekerja  lebih mengalami  gejala distress  dan menunjukkan ketidakpuasan hidup dibandingkan dengan wanita yang bekerja. Hal
ini  dikarenakan  ibu  rumah  tangga  dituntut  untuk  mengerjakan  berbagai  macam pekerjaan  rumah  tangga  setiap  harinya  dengan  jam  kerja  yang  tidak  terbatas
karena berlangsung terus-menerus. Meskipun demikian bagi  beberapa ibu  rumah tangga,  peran  sebagai  ibu  rumah  tangga  secara  full  time  pada  usia  madya  akan
mendapatkan  kepuasan  dari  tanggung  jawab  pada  keluarga  karena  dapat mengantarkan anak-anak menjadi dewasa, menyelesaikan studinya, mendapatkan
pekerjaan sampai berkeluarga. Mereka akan merasa sangat puas dan bangga atas upayanya bila dapat mengantarkan anak-anaknya sampai bekerja dan berkeluarga
Kuntjoro, 2014. Sejumlah  peneliti  yang  mempelajari  wanita  dewasa  madya  telah
menemukan  bahwa  pekerjaan  memainkan  peranan  penting  dalam  kesehatan psikologis  wanita  Baruch  dan  Barnett  dalam  Santrock,  2002.  Yuliastri  2002
dalam  penelitian  yang  dilakukan  di  Kabupaten  Pasuruan  menunjukkan  bahwa
adanya perbedaan yang signifikan antara kecemasan menghadapi menopause pada wanita  bekerja  dengan  kecemasan  menghadapi  menopause  pada  wanita  tidak
bekerja, dimana wanita bekerja kecemasannya lebih rendah dari pada wanita tidak bekerja.  Penelitian  diatas  menunjukkan  bahwa  wanita  bekerja  tidak  mudah
mengalami  kecemasan  menghadapi  menopause,  karena  wanita  bekerja  lebih mempunyai  kesibukan  yang  dapat  mengalihkan  keluhan-keluhan  yang
dirasakannya  menjelang  menopause,  sehingga  kecemasannya  lebih  rendah daripada wanita tidak bekerja.
Namun,  beberapa  wanita  yang  bekerja  juga  merasakan  hal  yang  negatif terhadap  menopause.  Wanita  menopause  yang  bekerja  memiliki  peran  ganda
sebagai  seorang  istri,  ibu  rumah  tangga,  menjalankan  tugas  reproduksi,  anggota masyarakat,  dan  pencari  nafkah,  sehingga  dalam  menjalankan  peran  tersebut
sering mengalami stres Astrini, 2001. Diantara wanita bekerja  yang mengalami kesulitan saat bekerja dapat mengalami gejala yang berat. Stres juga dapat timbul
karena  hot  flashes  yang  sering  muncul.  Pada  beberapa  wanita  bekerja,  hal  ini menimbulkan  gangguan  produktifitas  dan  rasa  malu,  karena  tubuh  secara
mendadak  menghasilkan  sensasi  panas  disertai  dengan  kulit  kemerahan  pada wajah dan kulit kepala untuk beberapa saat dan keringat yang berlebihan Ballard,
2003. Berikut penuturan A yang sedang menjalani pekerjaan saat menopause : gejolak  rasa  panas  itu  tiba-tiba  saja  muncul,  karena  saya  baru
menopause,  aduh  malu  banget  deh  pokoknya,  untung  ga  kelihatan  rekan kerja saya.
Ternyata  sebagian  dari  mereka  berusaha  menutupi  keluhan  mereka.
Pasalnya,  mereka  takut  keluhan  itu  bisa  merugikan  kedudukan  dan
profesionalisme  mereka.  Maklumlah  wanita  di  masa  menopause,  biasanya  sudah mencapai  posisi  puncak  di  bidangnya  sehingga  dituntut  untuk  mampu
mengendalikan diri Poetranto, 2008. Berdasarkan  uraian  diatas,  dapat  disimpulkan  bahwa  menopause
menimbulkan  berbagai  gejala  fisik  dan  psikologis  yang  dapat  mempengaruhi sikap  terhadap  menopause.  Beberapa  wanita  yang  bekerja  yang  menjalani
menopause  memiliki  sikap  positif  dibandingkan  wanita  yang  tidak  bekerja .
Namun,  disisi  lain  beberapa  wanita  menopause  yang  bekerja  memiliki  sikap negatif  karena  keluhan  mengenai  gejala  menopause  yang  dapat  mempengaruhi
performa mereka dalam bekerja. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui apakah
perbedaan sikap terhadap menopause pada wanita yang bekerja dan tidak bekerja.
B. Perumusan Masalah