Berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa Nomor SRES635 1989 tanggal 14 Juni 1989 dan Resolusi Sidang Umum Nomor
ReS.UNGA44 1989 tangg 29 Desember 1989, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional berwenang menciptakan rezim hukum internasional baru yang tidak
terbatas pada penandaan peledakan untuk maksud identifikasi, tetapi juga rezim hukum terorisme internasional yang berkaitan dengan deklarasi tentang keamanan
internasional, penyerangan aggression, konvensi yang berkaitan dengan konflik bersenjata, Konvensi Tokyo 1963, Konvensi The Hague 1970, Konvensi Montreal
1971, Konvensi New York 1973, Konvensi New York 1979, Konvensi Wina 1980,
Protokol Montreal 1988, Konvensi Roma 1988, dan Protokol Roma 1988. Mengingat luasnya wewenang untuk menciptakan rezim hukum yang berkaitan dengan teroris
internasional tersebut, pembahasan konsep Penandaan Peledakan untuk Identifikasi dalam rapat diplomatik dihadiri oleh berbagai organisasi internasional baik organisasi
swasta internasional non-government international organization seperti International Air Transport Association
IATA, International Federation Airlines Pilot Association IFALPA, International Police Crime Organization INTERPOL
maupun organisasi internasional khusus di lingkungan PBB seperti International Maritime Organization IMO.
69
Dengan demikian, pembahasan dalam Konvensi Montreal 1991 tidak hanya terkait dengan pembajakan udara tetapi juga terkait dengan tindak pidana terorisme
terutama terkait dengan peledakan pesawat dengan menggunakan bahan peledak yang menggunakan bahan plastik.
69
Ibid., hal. 118-119.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERLINDUNGAN PENERBANGAN SIPIL INTERNASIOAL TERHADAP
PEMBAJAKAN UDARA BERDASARKAN KONVENSI INTERNASIONAL A. Perlindungan Penerbangan Sipil Internasional Terhadap Pembajakan Udara
Berdasarkan Konvensi Tokyo 1963 1. Konvensi Tokyo 1963 sebagai Konvensi Internasional yang Mengatur
tentang Pembajakan Udara
Mengenai pembajak udara ini telah diatur dalam Bab IV Konvensi Tokyo 1963 yang mengatur penguasaan pesawat udara secara melawan hukum. Ketentuan
tersebut pertama kali dikemukakan oleh delegasi Amerika Serikat saat sidang Sub- Komite Hukum yang berlangsung di Montreal dalam tahun 1962. Usul tersebut
diulang kembali oleh delegasi Amerika Serikat yang didukung oleh delegasi Venezuela dalam sidang Komite Hukum musim panas di Roma. Usul tersebut
memperoleh kritik yang pedas dari delegasi mengenai penyusunan kalimatnya, walaupun sebenarnya secara substansial isinya dapat diterima. Oleh karena itu,
diteruskan penyempurnaannya selama sidang dan akhirnya dapat disetujui sebagai konsep akhir dengan pungutan suara mayoritas setuju. Berikutnya usul tersebut
digabungkan dalam Pasal konsep Roma dan isinya dicantumkan dalam Pasal 11 Konvensi Tokyo 1963.
Berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat 1 Konvensi Tokyo 1963 yang dimaksudkan dengan pembajakan udara hijacking adalah apabila seorang di dalam
pesawat udara telah melakukan tindakan secara melawan hukum dengan cara paksa mengancam atau tindakan-tindakan yang mengganggu atau penguasaan pesawat
udara secara melawan hukum atau melakukan tindakan-tindakan salah pengendalian pesawat udara dalam penerbangan atau tindakan tersebut merupakan tindakan
Universitas Sumatera Utara
semacam tindakan pidana pelanggaran maupun kejahatan. Menurut pasal tersebut yang dimaksudkan dengan tindakan pembajakan udara tidak hanya penguasaan
pesawat udara secara melawan hukum, tetapi termasuk suatu tindakan yang mengganggu pesawat udara maupun tindakan-tindakan penguasaan dan
pengendaliannya secara melawan hukum. Apabila kapten penerbang pilot in command
mengubah atau mengalihkan arah penerbangan di luar tujuan penerbangan semula tanpa persetujuan dari perusahaan penerbangan juga termasuk pembajakan
udara menurut Konvensi Tokyo 1963. Pasal 11 ayat 1 Konvensi Tokyo 1963 menentukan syarat-syarat untuk dapat
disebut sebagai pembajakan udara antara lain tindakan pembajakan udara harus dilakukan di dalam pesawat udara. Dengan demikian, suatu tindakan gangguan yang
dilakukan dari luar pesawat udara yang bersangkutan tidak termasuk pembajakan udara, sebab yang dimaksudkan dengan pembajakan udara harus dilakukan selama
penerbangan. Suatu tindakan yang dilakukan oleh penumpang, awak pesawat udara yang diarahkan di luar kapten penerbang dapat dikategorikan sebagai pembajakan
menurut Konvensi Tokyo 1963. Supaya tindakan tersebut merupakan pembajakan udara, tindakan tersebut
harus mengandung unsur melawan hukum unlawfully menurut hukum nasional negara pendaftar. Oleh karena itu, pemilik pesawat udara the owner yang
memerintahkan co-pilot first officer untuk merampas kendali dan kapten penerbang agar dapat diambil kembali dan perusahaan penerbangan operator tidak termasuk
pembajakan udara karena perintah tersebut berasal dari pemilik yang secara yuridis berhak atas pesawat udara tersebut. Biasanya pembajakan udara tersebut dilakukan
dengan acaman kekerasan secara fisik, seperti penggunaan senjata tajam atau senjata
Universitas Sumatera Utara
api, menembak penerbang atau awak pesawat udara, penumpang yang memerintahkan untuk mengubah arah penerbangan dan lain-lain. Kadang-kadang
dalam pembajakan juga dengan ancaman tanpa menggunakan kekerasan. Dalam hal terjadi minuman kapten penerbangan yang dicampur dengan obat-
obatan, setelah kapten penerbang tidak sadar, pesawat udara diambil alih oleh pembajak, menurut penafsiran secara literal tidak termasuk pembajakan udara, karena
tidak terdapat ancaman dengan menggunakan kekerasan maupun tidak dengan kekerasan, namun penafsiran literal tidak dapat diterima karena akibatnya tidak dapat
diterima. Apabila menafsirkan Pasal 11 Konvensi Tokyo 1963 harus menghayati maksud dan tujuan pembajakan udara, karena itu harus ditafsirkan hal itu termasuk
pembajakan udara.
70
Upaya Konvensi Tokyo 1963 daam melindungi penerbangan sipil internasional dari ancaman pembajakan udara sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 11 yaitu semua negara anggota dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menghambat pembajakan udara. Langkah-langkah tersebut dapat
dilakukan terhadap pesawat udara yang sedang dibajak, misalnya tidak mau memberi Dengan demikian Konvensi Tokyo 1963 di dalamnya telah dibahas tentang
pembajakan udara dan juga syarat-syarat sesuatu tindakan melawan hukum yang tergolong sebagai pembajakan udara, dan ketentuan-ketentuan tersebut untuk dapat
diratifikasi setiap keanggotaan konvensi.
2. Upaya Konvensi Tokyo 1963 dalam Melindungi Penerbangan Sipil Internasional dari Ancaman Pembajakan Udara
70
Ibid., hal. 78.
Universitas Sumatera Utara
informasi cuaca yang diperlukan, tidak mau melayani hubungan radio dengan pesawat udara yang sedang dibajak atau dapat pula mengirim pesawat tempur untuk
memaksa pesawat udara yang sedang dibajak agar dipaksa mendarat atau bilamana pesawat udara belum tinggal landas, maka landas-pacu diblokir supaya pesawat udara
tidak dapat tinggal landas. Berbagai usaha untuk melakukan pemberantasan pembajakan udara dapat
dilakukan setiap keanggotaan Konvensi Tokyo 1963 dengan melihat pada kasus- kasus pembajakan yang telah terjadi dan upaya penanggulangan yang dilakukan,
misalnya pada kasus-kasus pembajakan udara berikut ini: a. Pesawat udara Amerika Serikat dibajak ke Vietnam Selatan, polisi bersenjata
mendekati pesawat udara yang sedang diparkir dan melempar bom gas di depan pembajak, kemudian polisi masuk kabin dan menangkap pembajak;
71
b. Pesawat udara milik Spanyol dibajak dan mendarat di Saragossa yang sedang mengisi bahan bakar, lampu landas-pacu dimatikan dan landas-pacu diblokir
dengan belasan kendaraan untuk mencegah pesawat udara tinggal landas. Pembajak diserukan melalui pengeras suara untuk menyerah, beberapa waktu
kemudian pembajak menyerahkan diri;
72
d. Pada tanggal 6 Juni 1970 pesawat udara Trans World Airlines TWA yang mendarat untuk mengambil ransum atas permintaan pembajak, Federal Burreau
c. Pesawat udara Jepang dibajak tanggal 1 April 1970, pembajak menuntut terbang ke Korea Utara, pesawat udara didaratkan ke Korea Selatan seolah-olah pesawat
udara ke Korea Utara, tetapi usaha penipuan ini tidak berhasil;
71
Lihat, Majalah Time Tanggal 10 Februari 1968.
72
Lihat, Majalah Time Tanggal 9 Januari 1972.
Universitas Sumatera Utara
Intelegence FBI Amerika Serikat menembak ban pesawat udara untuk
mengempeskan dan landas-pacu diblokir dengan kendaraan pemadam kebakaran dan akhirnya pembajak dapat diringkus.
3. Kewenangan Negara Anggota Konvensi Tokyo 1963 dalam Upaya Mengatasi Pembajakan Udara