Kewenangan Negara Anggota Konvensi Tokyo 1963 dalam Upaya Mengatasi Pembajakan Udara

Intelegence FBI Amerika Serikat menembak ban pesawat udara untuk mengempeskan dan landas-pacu diblokir dengan kendaraan pemadam kebakaran dan akhirnya pembajak dapat diringkus.

3. Kewenangan Negara Anggota Konvensi Tokyo 1963 dalam Upaya Mengatasi Pembajakan Udara

Konvensi Tokyo 1963 mengatur wewenang negara anggota terhadap orang yang diturunkan atau diserahkan oleh kapten penerbang sebagaimana diatur dalam Chapter V dan Pasal 12 sampai dengan Pasal 15 Konvensi Tokyo 1963. Menurut Konvensi Tokyo 1963, negara anggota mempunyai kewajiban mengizinkan kapten penerbang yang akan menurunkan orang yang diduga membahayakan keselamatan penumpang, awak pesawat udara, pesawat udara, maupun barang-barang yang diangkut atau yang melanggar ketertiban dan disiplin dalam pesawat udara. Negara anggota tersebut juga wajib menerima orang yang diserahkan oleh kapten penerbang yang diduga akan melakukan pelanggaran hukum nasional. Apabila negara tersebut yakin orang yang diturunkan tersebut melakukan penguasaan pesawat udara secara melawan hukum atau orang tersebut melakukan perbuatan yang membahayakan keselamatan penumpang, awak pesawat udara, pesawat udara, maupun barang-barang yang diangkut, negara wajib menahan orang tersebut. Penahanan orang harus berdasarkan hukum nasional negara tersebut dan hanya diizinkan sepanjang diperlukan untuk proses ekstradisi tertuduh. Namun demikian, sebagaimana dijelaskan di muka, negara yang menahan tertuduh mempunyai kewajiban untuk mengadakan penyidikan awal, memberi bantuan kepada tertuduh untuk menghubungi perwakilan negaranya, menghubungi negara-negara yang berkaitan dengan pelanggaran hukum nasional, menghubungi negara tempat Universitas Sumatera Utara pesawat udara didaftarkan dan segera memutuskan apakah akan mengadili sendiri atau akan mengekstradisikan pelaku. Ketentuan ekstradisi tercantum dalam Pasal 16 Konvensi Tokyo 1963. Menurut Pasal tersebut negara anggota tidak mewajibkan ekstradisi pelaku pelanggaran, walaupun Amerika Serikat maupun negara-negara maju lainnya menyerukan semua pelanggaran hukum nasional dalam pesawat udara harus diekstradisikan, apa pun motifnya. Sebaliknya, bagi negara-negara berkembang berpendapat bahwa ekstradisi atau tidak tergantung kemauan politik negara tersebut. Menurut negara-negara berkembang tidak semua pembajakan udara merupakan kajahatan internasional, bahkan beberapa negara menganggap pembajakan udara sebagai pahlawan untuk mencapai tujuan politik. Yang dimaksudkan dengan eksradisi adalah proses penyerahan seseorang tersangka melakukan tindak pidana atau terpidana yang telah melakukan tindak pidana kejahatan secara formal dalam suatu negara kepada negara yang meminta, karena negara tersebut berwenang untuk mengadili pelaku tindak pidana tersebut. Penyerahan tersebut dilakukan oleh negara tempat pelaku tindak pidana berada kepada negara yang meminta penyerahan pelaku tindak pidana. Ketentuan Konvensi Tokyo 1963 menyatakan bahwa yang mempunyai yurisdiksi terhadap pembajak adalah negara pendaftar pesawat udara. Ketentuan demikian tidak ada artinya apabila kenyataannya pembajak sering mendarat dan berada di luar negeri sehingga ketentuan tersebut tidak dapat dilaksanakan yurisdiksinya. Pelaksanaan yurisdiksi baru dapat dilaksanakan apabila pembajak dikembalikan kepada negara tempat pesawat udara didaftarkan. Pengembalian pembajak tersebut dengan cara ekstradisi, yaitu penyerahan pembajak oleh negara Universitas Sumatera Utara tempat pembajak berada kepada negara yang mempunyai yurisdiksi untuk dikenakan hukuman berdasarkan hukum nasional negara yang mempunyai yurisdiksi. Di dalam praktek tentu sulit sekali, kalau suatu negara yang wilayahnya kebetulan diterbangi pesawat udara asing harus menangani kejahatan yang dilakukan di dalam pesawat udara tersebut. Pertama kontak atau hubungan antara para penumpang pesawat tersebut dan negara yang wilayahnya diterbangi itu adalah hanya samar-samar, sehingga tidak kena atau memadailah, jika hukum dari negara yang wilayahnya diterbangi itu, pada umumnya dipergunakan sebagai ukuran untuk bertindak terhadap perbuatan-perbuatan yang dimaksudkan. Selain daripada itu, sebenarnya negara yang wilayah udaranya kebetulan diterbangi pesawat udara asing, tidak ada kepentingan untuk mencampuri dan menangani perbuatan-perbuatan yang dilakukan di dalam pesawat udara yang kebentulan menerbangi wilayahnya itu. Dipandang dari sudut penumpang adalah tidak wajar jika daripadanya diharapkan senantiasa penyesuaian tingkah lakunya dengan semua ketentuan hukum dari setiap negara yang diterbangi oleh pesawat udara yang ditumpanginya itu. 73 B. Perlindungan Penerbangan Sipil Internasional Terhadap Pembajakan Udara Berdasarkan Konvensi The Hague 1970

1. Konvensi The Hague 1970 sebagai Konvensi Internasional yang Mengatur tentang Pembajakan Udara