BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBAJAKAN UDARA
A. Pengertian Pembajakan Udara
Pengertian pembajakan udara dapat dilihat dari berbagai konvensi internasional terkait dengan pembajakan udara. Salah satunya dalam hal ini adalah
Konvensi Tokyo 1963 yang merupakan suatu konvensi untuk mencegah terjadinya pembajakan udara yang pada saat itu mulai marak terjadi pembajakan udara.
Konvensi yang sering disebut konvensi tentang pembajakan udara tersebut dalam kenyataannya tidak pernah ada pengertian atau definisi tentang pembajakan udara
yang biasanya disebut dengan istilah hijacking, skyjacking, air piracy, aerial piracy, aerial skyjacking, aircraft hijacking, air banditisme
maupun illegal diversion of aircraft.
Salah satu pasal yang mengatur pembajakan udara terdapat dalam Pasal 11 Konvensi Tokyo 1963. Dalam pasal tersebut digunakan istilah unlawful seizure of
aircraft.
43
Menurut Pasal 11 Konvensi Tokyo 1963, setiap tindakan melawan hukum unlawfully committed
yang mengganggu dalam pesawat udara, penguasaan atau pengambilalihan pesawat udara dengan paksaan disebut pembajakan udara.
Berdasarkan pasal tersebut, pembajakan udara tidak hanya penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, tetapi tindakan yang mengganggu maupun pengambilalihan
pesawat udara juga termasuk pembajakan udara. Pada umumnya pembajakan udara dilakukan dengan kekerasan, misalnya seseorang memukul kapten penerbang atau
43
K. Martono, Op. Cit., hal. 61.
Universitas Sumatera Utara
menembak kemudian mengambil alih atau kadang-kadang mengancam penumpang dengan senjata dan membunuh, melukai, tetapi tindakan tersebut dapat pula
mencampuri obat pada minuman kapten penerbang, kemudian setelah penerbang tidak sadarkan diri, pesawat udara diambil alih.
Menurut pasal tersebut termasuk semua perbuatan apa pun yang mengganggu dan berakibat terhadap pengambilalihan pesawat udara secara melawan hukum
termasuk pembajakan udara. Persyaratan pembajakan udara adalah tindakan tersebut dilakukan oleh orang dalam pesawat udara. Orang dalam arti yang secara alamiah
natural person. Berdasarkan pengertian orang tersebut pembajakan dapat dilakukan
oleh penumpang, Penumpang gelap penumpang yang tidak dilengkapi dengan dokumen perjalanan seperti tiket pesawat udara maupun awak pesawat udara dan
tindakan tersebut dilakukan dalam pesawat udara yang sedang dalam penerbangan in flight.
Yang dimaksudkan dengan in flight adalah pada saat pesawat udara dengan tenaga penuh siap untuk tinggal landas sampai saat pesawat udara melakukan
pendaratan di ujung landas-pacu. Pesawat udara dengan tenaga penuh, bukan untuk tinggal landas tidak termasuk in flight sehingga tidak berlaku Konvensi Tokyo 1963.
Sementara itu, pesawat udara yang terpaksa mendarat di suatu bandar udara airport di
luar bandar udara tujuan akibat pembajakan masih termasuk in flight.
44
Suatu tindak pidana yang dilakukan dalani pesawat udara pada saat pesawat udara berada di darat atau di hanggar, tidak termasuk pembajakan udara menurut
Konvensi Tokyo 1963. Demikian pula apabila tindakan melawan hukum tersebut dilakukan di luar pesawat udara yang ditujukan kepada pesawat udara atau
penumpangnya, juga tidak termasuk pengertian pembajakan udara.
44
Ibid., hal. 62-63.
Universitas Sumatera Utara
Persyaratan berikutnya agar dapat disebut pembajakan udara adalah tindakan tersebut harus melawan hukum. Apakah tindakan tersebut melawan hukum atau tidak
melawan hukum diukur dari hukum pidana nasional negara pendaftar pesawat udara. Oleh karena itu, apabila pemilik pesawat udara memerintahkan first officer co-pilot
untuk mengambil alih pesawat udara dan kapten penerbang pilot in command, maka tindakan tersebut tidak termasuk pembajakan udara. Persyaratan selanjutnya tindakan
tersebut dengan kekerasan atau ancaman. Secara alamiah ancaman tersebut secara fisik dengan senjata atau senjata api terhadap kapten penerbang atau awak pesawat
udara atau penumpang lainnya agar kapten penerbang mengubah arah penerbangannya, tetapi ancaman tersebut tidak selalu berupa ancaman fisik.
Apabila pembajak dapat dilakukan oleh cabin crew mencampur obat pada minuman kapten penerbang, kemudian pembajak mengambil alih setelah kapten
penerbang tidak sadar, sebenarnya tidak termasuk pembajakan karena tidak ada ancaman, tetapi hal ini ditafsirkan sedemikian sehingga hal itu termasuk pembajakan
udara, karena akibat akhir tindakan tersebut sangat membahayakan keselamatan penumpang, awak pesawat udara, pesawat udara, dan harta benda yang diangkut.
Sebenarnya tindakan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 11 Ayat 1 Konvensi Tokyo 1963 juga merupakan tindak pidana pelanggaran sebagaimana diatur
dalam Pasal 1 huruf a konvensi yang sama. Tampaknya tindakan melawan hukum yang tercantum dalam Pasal 11 Ayat 1 sengaja dibedakan dengan tindakan hukum
yang tercantum dalam Pasal 1 huruf a, karena tindakan melawan hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 huruf a bersifat umum, sedangkan tindakan
melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Ayat 1 bersifat khusus.
Universitas Sumatera Utara
Maksud pemisahan tersebut menurut Amerika Serikat dan Venezuela agar memperoleh perhatian khusus untuk menjamin keselamatan penumpang, awak
pesawat udara, pesawat udara maupun harta benda yang diangkat.
45
Selanjutnya pengertian pembajakan udara dalam hukum di Indonesia dapat dilihat dari Undang-Undang No. 4 Tahun 1976 tentang “Perubahan dan Penambahan
Beberapa Pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Bertalian dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Perundang-Undangan Pidana, Kejahatan
Penerbangan dan Kejahatan Terhadap SaranaPrasana Penerbangan”, yang berlaku pada tanggal 26 April 1976 telah menambah sebuah bab baru setelah Bab XXIX
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Bab XXXX A tentang kejahatan penerbangan. Kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap saranaprasarana
penerbangan dimuat dalam pasal 479 huruf a sampai dengan huruf r KUHP. Dengan demikian tindak pidana yang memenuhi rumusan pasal yang termuat dalam Bab
XXIX A atau pasal 479a sampai dengan pasal 479r KUHP disebut tindak pidana penerbangan. Memenuhi rumusan delik dalam undang-undang artinya perbuatan
konkrit dan si pembuat itu harus mempunyai sifat atau ciri-ciri dari delik itu sebagaimana secara abstrak disebutkan dalam undang-undang. Perbuatan itu harus
masuk dalam rumusan delik itu.
46
Pasal 479i KUHP menyebutkan: “Barangsiapa dalam pesawat udara dengan perbuatan yang melawan hukum merampas atau mempertahankan perampasan atau
45
Ibid., hal. 44-45.
46
Djoko Prakoso, Tindak Pidana Penerbangan Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hal. 39.
Universitas Sumatera Utara
penguasaan pesawat udara dalam penerbangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun”.
Jadi unsur-unsurnya adalah: a. Merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai pesawat udara;
b. Di dalam pesawat udara yang masih dalam penerbangan c. Perbuatan tersebut dilakukan dengan melawan hukum.
Yang dimaksud dengan “dalam penerbangan” adalah sejak saat semua pintu luar pesawat udara ditutup setelah naiknya penumpang embarkasi sampai saat intu
dibuka untuk penurunan penumpang disembarkasi. Dalam hal terjadi pendaratan darurat penebangan dianggap terus berlangsung sampai saat penguasa yang
berwenang mengambil alih tanggung jawab atau pesawat udara dan barang yang ada di dalamnya. Perbuatan yang melawan hukum berarti perbuatan yang dilakukan
tanpa hak atau tanpa kewenangan. Selanjutnya, Pasal 497j KUHP menyatakan: “Barangsiapa dalam pesawat
udara dengan kekerasan atau ancaman kekerasn atau ancaman dalam bentuk lainnya, merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai pengendalian pesawat
dalam penerbangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun”.
Ketentuan pasal ini mengatur tindak pidana kejahatan penerhangan yang lazim dikenal nama “pembajakan pesawat udara atau hijacking.” Dalam ketentuan
pasal tersebut ada unsur: dengan kekerasan atau ancaman dalam bentuk lainnya. Yang diartikan dengan kekerasan adalah setiap perbuatan yang mempergunakan
tenaga badan yang tidak ringan. Tenaga badan adalah kekuatan fisik. Penggunaan
Universitas Sumatera Utara
kekerasan terwujud dalam memukul dengan tangan saja, memukul dengan senjata, menyekap, mengikat, menahan dan sebagainya.
47
B. Sejarah Pembajakan Udara