kekerasan terwujud dalam memukul dengan tangan saja, memukul dengan senjata, menyekap, mengikat, menahan dan sebagainya.
47
B. Sejarah Pembajakan Udara
Kejahatan penerbangan tidak terbatas pada batas kedaulatan negara maupun politik saja, di mana pada tahun 1960-an sampai dengan tahun 1970-an tidak ada
perusahaan penerbangan nasional maupun internasional mana pun yang kebal terhadap kejahatan penerbangan yang dilakukan oleh pembajak udara.
Para teroris memanfaatkan transportasi udara internasional sebagai salah satu sarana untuk mencapai tujuan politik, menghimpun harta benda untuk kepentingan
sendiri maupun kelompoknya. Dengan melakukan kejahatan penerbangan, mereka dapat menarik perhatian dunia internasional, melarikan diri dari ancaman hukuman
suatu negara, memperoleh dukungan internasional oleh para simpatisan mereka sehingga penumpang, harta benda, maupun keselamatan penerbangan terancam.
Sebenarnya kejahatan antarnegara pada umumnya telah terjadi jatuh sebelum tahun 1902. Hal ini dibuktikan banyak konvensi internasional yang bermaksud
mencegah dan memberantas kejahatan antarnegara, namun demikian kejahatan penerbangan baru diawali tahun 1931 dengan adanya pembajakan udara yang
dilakukan oleh seorang revolusioner Peru yang membajak pesawat udara Perusian Airways
untuk melarikan diri ke luar negeri. Kejahatan penerbangan yang dilakukan oleh pembajak, tampaknya tetap akan
berlangsung selama masih ada penerbangan komersial nasional maupun
47
Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus KUHP Buku II, Penerbit Alumni, Bandung, 1979, hal. 25.
Universitas Sumatera Utara
internasional, apa pun motifnya, siapa pun pelakunya. Hal ini telah terbukti dari data yang dapat ditemukan sejak 1961 sampai dengan Desember 1983. Setiap tahun tetap
ada kejahatan penerbangan yang dilakukan oleh pembajak, walaupun berbagai usaha pencegahan kejahatan dilakukan baik oleh pemerintah secara nasional maupun
internasional, oleh organisasi swasta maupun pemerintah, secara institusional yang telah memakan banyak biaya.
Pesawat udara yang terbang dengan ketinggian dan kecepatan tinggi merupakan sasaran empuk bagi pelaku kejahatan penerbangan. Pesawat udara
merupakan sarana untuk mencapai tujuan akhir dan kriminal. Dengan membajak mereka dapat dengan mudah melarikan diri ke negara yang berbeda ideologi dan
politiknya untuk menghindarkan diri dari ancaman hukuman setelah melakukan kejahatan. Demikian pula dengan membajak mereka dapat menuntut pembebasan
rekan-rekan mereka yang dipenjara, minta suaka politik kepada negara yang dianggap mampu melindungi, dan dengan membajak mereka pun dapat menghimpun harta
benda untuk kepentingan pribadi private end maupun untuk kepentingan kelompoknya.
Sebenarnya pembajakan yang merupakan bentuk kejahatan tersebut sudah dikenal jauh sebelum tahun Masehi, ketika bangsa Yunani dan Phunisa
dibajak. Para pedagang karavan yang mengangkut barang-barang dagangan mereka sering dibajak. Dengan memakai unta sebagai sarana transportasi, para
pedagang sering dihadang oleh pembajak di tengah jalan, namun pada saat itu belum dikenal istilah “pembajakan.” Istilah itu sendiri diperkirakan baru
dikenal pada abad ke-18 pada saat para pembajak menghadang dan menyetop kereta kuda dalam perjalanan para pedagang. Pembajak dengan menggunakan
lentera merah lampu minyak disertai suara lantang Hi Jack menghentikan kendaraan. Pada saat kereta kuda berhenti para pembajak menjarah,
merampas, dan mengambil barang-barang milik pedagang.
48
48
Ibid., hal. 111-112.
Universitas Sumatera Utara
Kejahatan penerbangan yang dilakukan oleh pembajak secara bergelombang dimulai lagi sesudah Perang Dunia Kedua yaitu tahun 1947. Sejak tahun 1947
gelombang pertama kejahatan penerbangan sampai tahun 1952. Dalam kurun waktu tersebut tidak kurang terjadi 20 kali kejahatan penerbangan yang dilakukan oleh
pembajak. Semua kejahatan, kecuali terjadi di Taiwan dan Hongkong, terjadi di kawasan Eropa Timur yang menuju Eropa Barat seperti Turki, Jerman Barat, Italia,
Swedia, Denmark, dan Swiss. Kecuali kejahatan dalam tahun 1956, sejak tahun 1953 sampai dengan 1958 tidak terjadi kejahatan yang dilakukan oleh.pembajak.
49
Gelombang kejahatan penerbangan berikutnya diawali tahun 1958 sampai 1961. Dalam kurun waktu tersebut terdapat tidak kurang dari 33 kali kejahatan. Pada
saat itu bersamaan dengan konsolidasi pemerintahan Cuba di bawah pimpinan Presiden Fidel Castro dan sebagian besar mereka melarikan diri ke Amerika Serikat,
sisanya ke negara-negara Amerika Latin seperti Argentina, Meksiko, Columbia, Brazilia, Venezuela. Kejahatan paling banyak berasal dari Cuba, pada saat itu
terdapat tidak kurang dari 20 pesawat udara berasal dari Cuba.
50
Kejahatan penerbangan terjadi lagi dari 1963 sampai 1971. Dalam kurun waktu dua tahun dan 1969-1970 terdapat 141 kali kejahatan. Pada saat itulah
angkutan udara internasional beserta organisasi-organisasi internasional yang mengelola penerbangan sipil diuji dan ditantang oleh pembajak. Sementara usaha
pemberantasan kejahatan melalui saluran yuridis secara internasional maupun nasional belum berhasil, kejahatan yang dilakukan oleh pembajak meningkat dengan
pesat baik kualitatif maupun kuantitatif. Dapat dibayangkan betapa hebatnya pesawat
49
Ibid., hal. 112.
50
Ibid., hal. 112-113.
Universitas Sumatera Utara
udara yang akan membawa rombongan untuk membahas pencegahan tindak pidana kejahatan penerbangan tersebut, justru pesawat udara itulah yang dibajak.
51
Lokasi kejahatan berubah di Timur Tengah bersamaan dengan konflik antara bangsa-bangsa Arab dengan Israel. Target tindak pidana kejahatan adalah
penerbangan dan atau ke Israel. Kejahatan yang dilakukan oleh pembajak mencapai puncaknya pada tanggal 6 September 1969, di mana dalam waktu satu hari terdapat
lima pesawat udara dibajak, tiga pesawat udara di antaranya diledakkan di pangkalan udara Downson Field Yordania, sedangkan satu pesawat Boeing 747 milik Pan Am
digiring dan diledakkan di Mesir dan yang lain mendarat di Heathrow Inggris dengan pembajak bernama Laila Khaled ditangkap dan ditukarkan dengan para sandera.
Sampai dengan Desember 1982 terdapat tidak kurang dari 48 organisasi teroris internasional yang terdapat di berbagai negara, dari jumlah tersebut 20 persen teroris
Palestina yang paling aktif, dan sisanya terdapat di berbagai negara.
52
Pada saat itu Konvensi Tokyo 1963 belum berlaku. Sementara itu, gelombang kejahatan penerbangan yang dilakukan oleh pembajak meningkat dengan tajam,
hampir setiap empat hari terjadi pembajakan udara, khususnya terjadi dalam tahun 1970 terdapat 83 kali pembajakan di seluruh dunia. Setelah tahun 1971 jumlah
kejahatan penerbangan semakin menurun. Hal ini antara lain disebabkan dengan berbagai usaha pencegahan secara yuridis internasional maupun nasional, secara fisik
baik di darat maupun di udara dan lain-lain usaha pemberantasan. Jumlah tindak pidana pelanggaran maupun kejahatan yang dilakukan oleh pembajak dalam tahun
51
Ibid., hal. 113.
52
Ibid., hal. 113-114.
Universitas Sumatera Utara
1971 mencapai 58 kali sehingga apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya turun 42 persen, sedangkan dalam tahun 1972 jumlahnya sedikit meningkat yaitu 62
kali, tetapi sejak tahun 1973 sampai 1976 jumlahnya terus menurun. Menurut data yang ada sejak tahun 1976 sampai Desember 1983 setiap tahun selalu ada kejahatan
yang dilakukan.
53
Apabila dibandingkan dengan jumlah seluruh kejahatan terhadap penerbangan sipil, kejahatan yang dilakukan oleh pembajak meliputi 35 persen pada tahun 1981,
sedangkan pada tahun 1983 sedikit meningkat dan tahun 1981. Dilihat dari kawasan kejahatan terjadi di Timur Tengah dan Cuba yang paling banyak. Para pelaku
kajahatan dengan tujuan Cuba tercatat 180 kali berhasil, 69 kali tidak berhasil. Dan jumlah 724 kali kejahatan yang dilakukan oleh pembajak di seluruh dunia sejak tahun
1931 sampai dengan Desember 1983 di kawasan Cuba meliputi 30 persen seluruh pembajakan udara.
54
Usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan kejahatan penerbangan, khususnya pembajakan udara, telah dilakukan dengan menciptakan konvensi
Menyadari betapa bahayanya akibat kejahatan penerbangan yang dilakukan oleh pembajak terhadap jiwa maupun harta benda mereka, negara-negara anggota
Organisasi Penerbangan Sipil Internasional serta organisasi-organisasi yang bergerak di bidang penerbangan baik secara nasional maupun internasional, baik sendiri-
sendiri maupun bersama-sama mencegah atau memberantas pembajakan udara sesuai dengan kepentingan mereka masing-masing.
53
Ibid., hal. 114-115.
54
Ibid., hal. 115.
Universitas Sumatera Utara
internasional yang bersifat multilateral serta implementasinya, menciptakan perjanjian ekstradisi secara bilateral maupun regional, pendekatan bilateral secara
formal maupun informal, dilakukan oleh organisasi swasta internasional seperti International Air Transport Association IATA, International Federation of Airlines
Pilot Association IFALPA, International Police Crime Organization INTERPOL, dilakukan oleh negara anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional masing-
masing sesuai dengan hukum nasionalnya, dilakukan oleh pengawas lalu lintas udara dengan kapten penerbang, polisi di darat, pemeriksaan penumpang, barang yang akan
diangkut, penempatan personil dalam pesawat udara air mashall, memasang berbagai peralatan detektor untuk mengenali benda-benda logam yang biasanya
digunakan untuk membajak dan dapat pula dilakukan oleh penumpang. Dalam pemberantasan kejahatan penerbangan, Perserikatan Bangsa-Bangsa
dan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional telah mengeluarkan berbagai resolusi, bahkan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional mengesahkan konvensi
internasional, di antaranya Konvensi Tokyo 1963, Konvensi Tha Hague 1970 dan Konvensi Montreal 1991.
C. Keterkaitan Konvensi Internasional Terhadap Pembajakan Udara 1. Konvensi Tokyo 1963