bersifat mutual, kedua pembicara menjadi sama-sama menyatu atau sama-sama menjauh atau bersifat nonmutual, salah seorang pembicara menyatu dan pembicara
lainnya menjauh. Konvergensi dapat juga ber sifat “sebagian” partial atau “lengkap”
complete.
27
Morisson juga menambahkan bahwa konvergensi adakalanya disukai dan mendapatkan apresiasi atau sebaliknya tidak disukai. Orang cenderung memberikan
respon positif kepada orang lain yang berupaya mengikuti atau meniru gaya bicara atau pilihan kata-katanya, tetapi orang tidak menyukai terlalu banyak konvergensi,
khususnya jika hal itu tidak disukai atau tidak pantas. Dalam hal ini, seseorang yang tidak meniru gaya bicara lawan bicaranya tetapi meniru hal lain yang dianggap sama
dengan lawan bicara stereotype dapat menimbulkan masalah.
28
A. Asumsi- Asumsi Teori Akomodasi Komunikasi
Richard dan Turner mengidentifikasikan beberapa asumsi yang mengatakan bahwa akomodasi dipengaruhi oleh beberapa keadaan personal, situasional dan
budaya, diantaranya:
29
Asumsi pertama,. Banyak prinsip Teori Akomodasi Komunikasi berpijak pada keyakinan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan di antara para komunikator
dalam sebuah percakapan. Pengalaman- Persamaan dan perbedaan berbicara dan perilaku terdapat di dalam semua percakapan pengalaman dan latar belakang yang
27
Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, Jakarta, Prenada Media Group, 2013, cet-1, hal. 211
28
Ibid., hal. 212
29
Ibid., hal. 220
bervariasi ini akan menentukan sejauh mana orang akan mengakomodasikan oran lain. Semakin mirip sikap dan keyakinan kita dengan orang lain, makin kita tertarik
kepada dan mengakomodasi orang lain tersebut. Asumsi kedua, cara kita memersepsikan tuturan dan prilaku orang lain akan
menentukan bagaimana kita mengevaluasi sebuah percakapan. Asumsi ini terletak baik pada persepsi maupun evaluasi. Akomodasi Komunikasi adalah teori yang
mementingkan bagaimana orang memersepsikan dan mengevaluasi apa yang terjadi di dalam sebuah percakapan. Persepsi adalah proses memerhatikan dan
menginterpretasikan pesan, sedangkan evaluasi merupakan proses menilai percakapan. Orang pertama-tama memersepsikan apa yang terjadi di dalam
percakapan misalnya, kemampuan berbicara orang satunya sebelum mereka memutuskan bagaimana mereka akan berperilaku dalam percakapan.
Asumsi yang ketiga, berkaitan dengan dampak yang memiliki bahasa tehadap orang lain. Secara khusus, bahasa memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan
status dan keanggotaan kelompok diantara para komunikator dalam sebuah percakapan. Pikirkan apa yang terjadi ketika dua orang yang berbicara dalam bahasa
yang berbeda berusaha untuk berkomunikasi dengan satu sama lain. Bahasa yang digunakan dalam percakapan, karenanya, akan cenderung merefleksikan individu
dengan status sosial yang lebih tinggi. Selain itu, keanggotaan kelompok menjadi hal yang penting karena sebagaimana dapat ditarik dari kutipan ini terdapat keinginan
untuk menjadi bagian dari kelompok yang “dominan”.
30
30
Ibid., hal. 221.
Terakhir asumsi keempat, berfokus pada norma dan isu mengenai kepantasan sosial. Kita telah melihat bahwa akomodasi dapat bervariasi dalam kepantasan sosial.
Tentu saja terdapat saat-saat ketika mengakomodasi tidaklah pantas.
B. Tahap Adaptasi Budaya
Ada banyak usaha telah dilakukan untuk mengurai dan menggambar tahapan adaptasi budaya. Sejumlah tulisan menunjukkan bahwa umumnya ada empat
adaptasi: 1.
Tahap 1 adalah priode “bulan madu”, saat mana individu menyesuaikan diri dengan budaya baru yang menyenangkan karena penuh dengan orang-orang
baru, serta lingkungan dan situasi baru. 2.
Tahap 2 adalah masa dimana daya tarik dan kebaruan sering berubah menjadi frustasi, cemas, dan bahkan permusuhan, karena kenyataan hidup
dilingkungan atau keadaan yang asing menjadi lebih terlihat. 3.
Tahap 3 menandai dimulanya proses penyesuaian kembali, karena masing- masing mulai mengembangkan cara-cara mengatasi frustasi mereka dan
menghadapi tantangan situasi baru. 4.
Tahap 4, penyesuaian kembali berlanjut. Selama periode ini mungkin akan muncul beberapa macam hasil. Petama, banyak orang memperoleh kembali
level keseimbangan dan kenyamanan, mengembangkan hubungan yang penuh makna dan sebuah penghargaan baru bagi budaya baru. Kedua, ada orang
yang tidak bisa sepenuhnya menerima budaya baru, tetapi ia bisa menemukan cara yang baik untuk mengatasi persoalan guna meraih tujuan secara memadai
. ketiga adalah menemukan cara untuk melakukan yang terbaik meskipun secara subtansial disertai dengan ketegangan.
C. Bentuk-Bentuk Penyesuaian Diri
31
Bentuk-bentuk penyesuaian diri itu bisa diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu, a yang adptive dan b yang adjustive.
a. Yang adaptive
Bentuk penyesuaian diri yang adaptive sering dikenal dengan istilah adaptasi. Bentuk penyesuaian diri ini lebih bersifat badani. Artinya, perubahan-perubahan
dalam proses badani untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan. Misalnya berkeringat adalah usaha tubuh untuk mendinginkan tubuh dari suhu yang
panas atau dirasakan terlalu panas. b.
Yang adjustive Bentuk penyesuaian yang lain, yang tersangkut kehidupan psikis kita,
biasanya disebut sebagai bentuk penyesuaian yang adjustive. Karena tersangkutnya kehidupan psikis dalam penyesuaian yang adjustive ini, dengan sendirinya
penyesuaian ini berhubungan dengan tingkah laku. Sebagaimana kita ketahui , tingkah laku manusia sebagian besar dilatarbelakangi oleh hal-hal psikis ini, kecuali
tingkah laku tertentu dalam bentuk-bentuk gerakan yang sudah menjadi kebiasaan atau gerakan-gerakan refleks. Maka penyesuian ini adalah penyesuaian diri tingkah
laku terhadap lingkungan yang dalam lingkungan ini terdapat aturan-aturan atau norma-norma. Singkatnya penyesuaian terhadap norma-norma.
31
Alex Sobur, Psikologi Umum, bandung : cv Pustaka Setia, 2003, hal. 529
D. PENGERTIAN KOMUNIKASI
Secara etimologis atau menurut asal katanya, istilah komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio dan perkataan ini bersumber pada kata communis yang
artinya sama dalam arti kata sama makna, yaitu sama makna mengenai suatu hal. Jadi komunikasi berlangsung antara orang-orang yang terlibat kesamaan makna mengenai
suatu hal yang dikomunikasikan. Secara terminologis komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.
Secara paradigmatis, komunikasi mengandung tujuan tertentu, ada yang dilakukan secara lisan, secara tatap muka atau melalui media massa baik cetak
maupun elektronik. Jadi komunikasi secara paradigmatic bersifat intensional intentional, mengandung tujuan, karena itu harus dilakukan dengan perencanaan.
32
Selain itu penulis akan mengemukakan beberapa defenisi komunikasi yang dikemukakan oleh beberapa pakar komunikasi yang ditulis dalam buku Deddy
Mulyana :
33
Bernard Barelson dan Gary A. Steiner mendefenisikan bahwa komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya dengan
menggunakan symbol-simbol, kata-kata, gambar, figure, grafik dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.
32
Onong Uchjana Effendy, dinamika komunikasi, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2008, cet-7, hal. 3
33
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2010, cet-14, hal. 68
Theodore M. Newcomb mendefenisikan bahwa setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi, terdiri dari rangsangan yang
diskriminatif dari sumber kepada penerima. Carl I. Hovland mengemukakan komunikasi adalah proses yang
memungkinkan seseorang komunikastor menyampaikan rangsangan biasanya lambing-lambang verbal untuk mengubah prilaku orang lain komunikate.
Gerald R. Miller mengungkapkan komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampainkan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk
mempengaruhu prilaku penerima. 1.
Prinsip-Prinsip Komunikasi
34
Kesamaan dalam berkomunikasi dapat diibaratkan dua buah lingkaran yang bertindihan satu sama lain daerah yang bertindih itu disebut kerangka pengalaman
field of experience, yang menunjukkan adanya persamaan antara A dan B dalam hal tertentu, misalnya bahasa atau symbol.
Gambar 1 : prinsip dasar komunikasi Dari gambar diatas kita dapat menarik tiga prinsip dasar komunikasi :
34
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikas, Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, 2005, cet-6, hal. 20
A B