Eksekusi dengan Jalan Menjual Lewat Kantor Lelang Tanpa Perlu Campur Tangan Pengadilan

d. Eksekusi dengan Jalan Menjual Lewat Kantor Lelang Tanpa Perlu Campur Tangan Pengadilan

Eksekusi hak tanggungan dapat juga dilakukan dengan jalan mengeksekusinya sendiri oleh pemegang hak tanggungan lewat lembaga pelelangan umum Kantor Lelang, di mana hasil pelelangan tersebut diambil untuk melunasi pembayaran piutang-piutangnya. Parate eksekusi lewat pelelangan umum ini dapat dilakukan tanpa melibatkan pengadilan sama sekali khusus untuk pemegang hak tanggungan pertama. Ketentuan ini menghapuskan keragu-raguan sebelumnya bahwa seolah- olah setiap eksekusi lewat kantor pelelangan umum harus dengan penetapan pengadilan. Padahal, anggapan ini tidak benar sama sekali, karena Kitab Undang- Undang Hukum Perdata juga mengenal model janji untuk mengeksekusi hipotek melalui kantor lelang, tanpa perlu ikut campur tangan pengadilan sama sekali. e. Eksekusi Secara Fiat Eksekusi Melalui Pengadilan Menggunakan Kekuatan Irah-Irah Dalam Sertifikat Hipotek Ada beberapa akta yang mempunyai titel eksekutorial, yang disebut dengan istilah “grosse akta”, yaitu sebagai berikut: - Akta Hipotek berdasarkan Pasal 224 HIR; - Akta Pengakuan Utang berdasarkan Pasal 224 HIR; - Akta Hak Tanggungan berdasarkan Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 tahun 1996; - Akta Fidusia berdasarkan Undang-Undang Fidusia Nomor 42 Tahun 1999. Universitas Sumatera Utara Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata HIR, setiap akta yang mempunyai titel eksekutorial dapat dilakukan fiat eksekusi. Pasal 224 HIR menyatakan bahwa grosse dari akta hipotek dan surat utang yang dibuat di hadapan notaris di Indonesia dan yang kepalanya berbunyi “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” memiliki kekuatan sama dengan kekuatan putusan hakim. Jika tidak dengan jalan damai, maka surat yang demikian dieksekusi dengan perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya mencakup tempat berdiam atau tempat tinggal debitur, atau tempat kedudukan yang dipilih oleh debitur menurut cara yang dinyatakan dalam pasal-pasal sebelum pasal 224 ini, tetapi dengan pengertian bahwa paksaan badan hanya boleh dilakukan jika sudah diizinkan dengan putusan hakim. Jika putusan hakim itu harus dilaksanakan seluruhnya atau sebagian di luar daerah hukum Pengadilan Negeri yang memerintahkan pelaksanaan putusan ini, maka harus dituruti ketentuan dalam Pasal 195 ayat 2 dan seterusnya dari HIR. Selanjutnya, Pasal 14 dari Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 menyatakan bahwa sertifikat hak tanggungan memuat irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Sertifikat hak tanggungan tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse akta hipotek, sepanjang mengenai hak tanggungan atas tanah. Kemudian, Pasal 15 dari Undang-Undang Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 juga menyatakan bahwa dalam sertifikat jaminan fidusia dicantumkan kata-kata Universitas Sumatera Utara “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Jadi, setifikat jaminan fidusia tersebut mempunyai kekuatan ekskutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memeperoleh kekuatan hukum penuh. Dari pasal-pasal tersebut terlihat bahwa salah satu syarat agar suatu fiat eksekusi dapat dilakukan adalah dalam akta tersebut terdapat irah-irah yang berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Irah-irah inilah yang memberikan titel eksekutorial, yakni titel yang mensejajarkan kekuatan akta tersebut dengan putusan pengadilan. Dengan demikian, akta tersebut tinggal dieksekusi tanpa perlu lagi putusan pengadilan. Karena itu, yang dimaksud dengan fiat eksekusi adalah eksekusi atas sebuah akta seperti mengeksekusi suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan pasti, dengan cara meminta “fiat” dari Ketua Pengadilan untuk melakukan eksekusi. Ketua Pengadilan tersebut akan memimpin eksekusi sebagaimana dimaksud dalam HIR.

f. Eksekusi dengan Jalan Gugatan Perdata Biasa melalui Pengadilan