Perjanjian Kredit Tinjauan Yuridis Terhadap Pengikatan Jaminan Kredit Modal Kerja Dan Pelaksanaannya (Studi Pada PT. Bank Mandiri, Tbk Cabang Medan)

C. Perjanjian Kredit

Peraturan yang berlaku bagi perjanjian diatur dalam Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berjudul “Tentang Perikatan”. Dalam Buku Ketiga tersebut, ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian terdapat dalam Bab Kedua. Perjanjian diatur dalam Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, karena perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan. Selain perjanjian, sumber perikatan yang lain adalah karena undang-undang. Dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikemukakan, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 20 Selanjutnya dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat 4 empat syarat untuk menentukan sahnya perjanjian, yaitu: 21 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; Kata sepakat dalam suatu perjanjian merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kehendak kedua belah pihak saling diterima satu sama lain. Kedua belah pihak sama-sama tidak menolak apa yang diinginkan pihak lawannya. Dengan adanya kata sepakat, maka perjanjian itu telah ada dan sejak saat itu pula perjanjian mengikat kedua belah pihak dan dapat dilaksanakan. 20 R Subekti dan R Tjitrosudibio, loc.cit, hal. 338. 21 Ibid, hal. 339. Universitas Sumatera Utara Untuk mengetahui kapan terjadinya kata sepakat, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata sendiri tidak mengaturnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan terdapat beberapa teori sebagai berikut: 22 a. Teori Kehendak wilstheorie Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi ketika para pihak menyatakan kehendaknya untuk mengadakan suatu perjanjian. b. Teori kepercayaan vetrouwemstheorie Berdasarkan teori kepercayaan, kata sepakat dalam suatu perjanjian dianggap telah terjadi pada saat pernyataan salah satu pihak dapat dipercaya secara obyektif oleh pihak lainnya. c. Teori ucapan uitingstheorie Dalam teori ini yang dilihat adalah ucapan jawaban debitur. Kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitur mengucapkan persetujuannya terhadap penawaran yang dilakukan kreditur. Jika dilakukan dengan surat, maka kata sepakat terjadi pada saat menulis surat jawabannya. d. Teori pengiriman verzendingstheorie Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitur mengirimkan surat jawaban kepada kreditur. Jika dilakukan pengirimannya melalui pos, maka kata sepakat dianggap telah 22 Gatot Supramono, Perbankan Dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta: Djambatan, 1995, hlm. 37-38. Universitas Sumatera Utara terjadi pada saat surat jawaban tersebut distempel cap oleh kantor pos. e. Teori penerimaan ontvangstheorie Menurut teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat kreditur menerima surat jawaban dari debitur. Tepatnya pada saat kreditur membaca surat jawaban tersebut, karena saat itu ia mengetahui kehendak debitur. f. Teori pengetahuan vernemingstheorie Menurut teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat kreditur mengetahui bahwa debitur telah menyatakan menerima penawarannya. Tampak teori pengetahuan lebih luas dari teori penerimaan, karena dalam teori ini memandang kreditur mengetahui kehendak debitur baik melalui surat maupun secara lisan. Setelah mengetahui waktu terjadinya kata sepakat, maka sebagaimana telah diketahui dengan kata sepakat, berakibat perjanjian itu mengikat dan dapat dilaksanakan. Namun dengan demikian untuk sahnya kata sepakat harus dilihat dari proses terbentuknya kehendak yang dimaksud. Dalam Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditetapkan, kata sepakat dianggap tidak sah karena proses terbentuknya dipengaruhi oleh suatu keadaan yang membuat pelaku perjanjian itu tidak memberikan Universitas Sumatera Utara kehendak yang sesungguhnya. Keadaan yang dimaksud adalah karena adanya kekhilafan, paksaan atau penipuan. Pengaruh keadaan yang demikian, membuat pelaku perjanjian tidak dapat berbuat sewenang-wenang. Tidak dapat memberikan kehendak yang sesungguhnya, maka apabila para pihak mengetahuinya, pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut pembatalan perjanjian tanpa meminta pembatalan kepada pengadilan, perjanjian itu dipandang tetap sah dan mengikat kedua belah pihak. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; Kecakapan adalah kemampuan untuk membuat suatu perjanjian. Pada prinsipnya semua orang mampu membuat perjanjian, namun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah menetapkan mengenai siapa- siapa saja yang tidak cakap membuat hal tersebut. Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan, bahwa orang-orang yang tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah: 23 - orang-orang yang belum dewasa; - mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; - orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Siapa saja yang termasuk orang-orang yang belum dewasa, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sendiri tidak memberikan perincian. Karena itu, untuk mengetahui hal tersebut, maka perlu 23 R Subekti dan R Tjitrosudibio, op.cit, hal. 341. Universitas Sumatera Utara melihat beberapa ketentuan undang-undang yang dapat dijadikan pedoman, yaitu: - Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menyebutkan, bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. - Pasal 6 ayat 2 Undang_undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan, bahwa untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tuanya. Dari kedua ketentuan di atas dapat disimpulkan, bahwa orang yang berumur 21 tahun ke atas disebut dewasa, kecuali di bawah umur tersebut yang bersangkutan pernah kawin. Kemudian mengenai orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dalam Pasal 433 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan, 24 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur orang perempuan tidak cakap melakukan perjanjian, hal ini merupakan suatu peraturan yang ketinggalan zaman. Dalam perkembangan setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh di bawah pengampuan, pun jika ia kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya. 24 Ibid, hal. 136. Universitas Sumatera Utara hukum, wanita telah sama kedudukannya dengan kaum pria. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan menetapkan, bahwa suami maupun isteri berhak melakukan perbuatan hukum. Negara kita juga telah meratifikasi konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Againts Women. Jadi sekarang wanita dewasa cakap untuk membuat suatu perjanjian. 3. Suatu hal tertentu; Syarat yang ketiga sahnya perjanjian adalah hal tertentu, di sini yang dibicarakan obyek perjanjian harus tertentu. Pasal 1333 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata member petunjuk, bahwa dalam perjanjian yang menyangkut tentang barang paling sedikit ditentukan jenisnya, sedangkan mengenai jumlahnya dapat ditentukan kemudian. Ketentuan tersebut menunjukkan, dalam perjanjian dapat dilaksanakan dengan baik jika A meminjamkan uang kepada B, harus jelas berapa jumlah uang yang dipinjamkan dan harus jelas kapan dikembalikan uang tersebut. Perjanjian yang demikan tidak sulit untuk dilaksanakan. Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat yang ketiga ini, akan berakibat batal demi hukum. Perjanjiannya dianggap tidak pernah ada terjadi. 4. Suatu sebab yang halal. Universitas Sumatera Utara Dalam membicarakan sebab yang halal, di sini melihat tujuannnya, untuk apa suatu perjanjian itu diadakan. Tujuan merupakan sebab adanya perjanjian, dan sebab yang disyaratkan undang-undang harus yang halal. Melihat ketentuan Pasal 1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, di dalamnya terdapat adanya perjanjian tanpa sebab, perjanjian yang dibuat karena sebab yang palsu, atau perjanjian yang dibuat karena sebab yang terlarang. Pasal tersebut menggambarkan apa yang disebut sebab yang tidak halal. Perjanjian tanpa sebab, apabila perjanjian itu dibuat dengan tujuan yang tidak pasti atau kabur. Misalnya A mengadakan perjanjian dengan B untuk melukis wajah A, padahal B bukan pelukis dan menggambarpun tidak bisa. Perjanjian yang dibuat karena sebab yang palsu, tujuannya untuk menutupi apa yang sebenarnya hendak dicapai dalam perjanjian itu. Suatu sebab disebut terlarang, apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Semua perjanjian yang tidak memenuhi sebab yang halal, akibatnya perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum. Untuk menyatakan demikian, diperlukan formalitas tertentu, yaitu dengan putusan pengadilan. Universitas Sumatera Utara Setelah memahami perjanjian pada umumnya yang diuraikan secara global seperti diatas, maka dapat diperoleh materi tentang perjanjian yang pada umumnya dapat digunakan sebagai dasar untuk memahami dan menyusun mengenai perjanjian kredit. Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditur dan debitur, maka wajib dituangkan dalam perjanjian kredit akad kredit secara tertulis. Dalam praktik perbankan, bentuk dan format dari perjanjian kredit diserahkan sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan. Akan tetapi, ada hal-hal yang tetap harus dipedomani, yaitu bahwa perjanjian tersebut rumusannya tidak boleh kabur atau tidak jelas, juga perjanjian tersebut sekurang-kurangnya harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum, sekaligus pula harus memuat secara jelas mengenai jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit, serta persyaratan lainnya yang lazim dalam perjanjian kredit. Hal-hal yang menjadi perhatian tersebut perlu, guna mencegah adanya kebatalan dari perjanjian yang dibuat invalidity sehingga pada saat dilakukannya perbuatan hukum, perjanjian tersebut jangan sampai melanggar suatu ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, pejabat bank harus dapat memastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan perjanjian kredit telah diselesaikan dan telah memberikan perlindungan yang memadai bagi bank. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang “Perbankan”, tidak dicantumkan secara tegas apa dasar hukum perjanjian kredit. Hanya saja dari pengertian kredit sebagaimana yang dijabarkan dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan Universitas Sumatera Utara dapat disimpulkan, dasar hukum pemberian kredit adalah perjanjian. 25 Dalam Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dijelaskan, bahwa pinjam- meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. 26 Selanjutnya dalam Pasal 1765 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikemukakan, diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian. 27 a. Adanya persetujuan antara peminjam dengan yang memberi pinjaman; Dari pengertian di atas, terlihat bahwa unsur-unsur pinjam-meminjam adalah: b. Adanya suatu jumlah barang tertentu habis karena memberi pinjaman; c. Pihak yang menerima pinjaman akan mengganti barang yang sama; dan d. Peminjam wajib membayar bunga bila diperjanjikan. Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui bahwa perjanjian kredit merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank dengan pihak lain nasabah. Dengan demikian perjanjian kredit merupakan perjanjian khusus, karena di dalamnya terdapat kekhususan di mana pihak kreditur selaku bank dan obyek perjanjian berupa uang. Menurut pandangan Prof. DR. Mariam Darus Badrulzaman, SH, perjanjian kredit bank adalah perjanjian pendahuluan 25 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan Edisi Revisi, Cet III, Bandung: Cv. Mandar Maju, 2012, hlm. 191. 26 R Subekti dan R Tjitrosudibio, op.cit, hal. 451. 27 Ibid, hal. 453. Universitas Sumatera Utara voorovereenkomst dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil pemufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan- hubungan hukum antara keduanya. Perjanjian ini bersifat konsensual pacta de contrahendo obligatoir. 28 Seperti yang dikemukakan di atas, setiap kredit yang telah disepakati harus dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis. Bentuk dan formatnya diserahkan oleh Bank Indonesia kepada masing-masing bank untuk menetapkannya, namun sekurang-kurangnya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Karena itu peraturan-peraturan yang berlaku bagi perjanjian kredit adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai peraturan umumnya, dan Undang-Undang Perbankan beserta peraturan pelaksanaannya sebagai peraturan khususnya. a. Memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum yang dapat melindungi kepentingan bank; b. Memuat jumlah, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit serta persyaratan-persyaratan kredit lainnya sebagaimana ditetapkan dalam keputusan persetujuan kredit dimaksud. Susunan sebuah perjanjian kredit bank pada umumnya meliputi: a. Judul Dalam dunia perbankan masih belum terdapat kesepakatan tentang judul atau penamaan perjanjian kredit bank ini. Ada yang menamakan dengan perjanjian kredit, surat pengakuan utang, persetujuan pinjam 28 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank¸Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991, hal. 32. Universitas Sumatera Utara uang, dan lain-lain. Judul di sini berfungsi sebagai nama dari perjanjian yang dibuat tersebut, setidaknya kita akan mengetahui bahwa akta atau surat itu merupakan perjanjian kredit bank. b. Komparisi Sebelum memasuki substantive perjanjian kredit bank, terlebih dahulu diawali dengan kalimat komparisi yang berisikan identitas, dasar hukum, dan kedudukan para pihak yang akan mengadakan perjanjian kredit bank. Di sini menjelaskan sejelasnya tentang identitas, dasar hukum, dan kedudukan subjek hukum perjanjian kredit bank. Sebuah perjanjian kredit bank akan dianggap sah apabila ditandatangani oleh subjek hukum yang berwenang untuk melakukan perbuatan hukum yang demikian itu. c. Substantif Sebuah perjanjian kredit bank berisikan klausula-klausula yang merupakan ketentuan dan syarat-syarat pemberian kredit, minimal harus memuat maksimum kredit, bunga dan denda, jang waktu kredit, cara pembayaran kembali kredit, agunan kredit, opeinsbaar clause, dan pilihan hukum. Perjanjian kredit yang baik, seyogianya sekurang-kurangnya harus memuat klausula-klausula sebagai berikut: a. Klausula-klausula tentang maksimum kredit, jangka waktu kredit, tujuan kredit, bentuk kredit dan batas izin tarik; Universitas Sumatera Utara b. Klausula-klausula tentang bunga, commitment fee, dan denda kelebihan tarik; c. Klausula tentang kuasa bank untuk melakukan pembebanan atas rekening giro dan rekening pinjaman nasabah debitur; d. Klausula tentang representations and warranties, yaitu klausula yang berisi pernyataan-pernyataan nasabah debitur mengenai fakta-fakta yang menyangkut status hukum, keadaan keuangan, dan harta kekayaan nasabah debitur pada waktu kredit diberikan, yaitu yang menjadi asumsi-asumsi bagi bank dalam mengambil keputusan untuk memberikan kredit tersebut; e. Klausula tentang conditions precedent, yaitu klausula tentang syarat- syarat tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh nasabah debitur sebelum bank berkewajiban untuk menyediakan dana bagi kredit tersebut dan nasabah debitur berhak untuk pertama kalinya menggunakan kredit tersebut; f. Klausula tentang agunan kredit dan asuransi barang-barang agunan; g. Klausula tentang berlakunya syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan hubungan rekening koran bagi perjanjian kredit yang bersangkutan; h. Klausula tentang affirmative covenants, yaitu klausula yang berisi janji-janji nasabah debitur untuk melakukan hal-hal tertentu selama perjanjian kredit masih berlaku; Universitas Sumatera Utara i. Klausula tentang negative convenants, yaitu klausula yang berisi jani- janji nasabah debitur untuk tidak melakukan hal-hal tertentu selama perjanjian kredit berlaku; j. Klausula tentang financial convenants, yaitu klausula yang berisi nasabah debitur untuk menyampaikan laporan keuangannya kepada bank dan memelihara posisi keuangannya pada minimal taraf tertentu; k. Klausula tentang tindakan yang dapat diambil oleh bank dalam rangka pengawasan, pengamanan, penyelamatan, dan penyelesaian kredit; l. Klausula tentang events of default, yaitu klausula yang menentukan suatu peristiwa atau peristiwa-peristiwa yang apabila terjadi memberikan hak kepada bank untuk secara sepihak mengakhiri perjanjian kredit dan untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh outstanding kredit; m. Klausula tentang arbitrase, yaitu klausula yang mengatur mengenai penyelesaian perbedaan pendapat atau perselisihan di antara para pihak melalui suatu badan arbitrase, baik badan arbitrase ad hoc atau badan arbitrase institusional; n. Klausula-klausula bunga rampai atau miscellaneous provisions atau boilerplate provisions, yaitu klausula-klausula yang berisi syarat- syarat dan ketentuan-ketentuan yang belum tertampung secara khusus di dalam klausula-klausula lain, yang termasuk di dalam klausula- klausula ini adalah klausula yang disebut Pasal Tambahan, yaitu klausula yang berisi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan tambahan Universitas Sumatera Utara yang belum diatur di dalam pasal-pasal lain atau berisi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan khsusus yang dimaksudkan sebagai syarat- syarat dan ketentuan-ketentuan yang menyimpang, syarat-syarat dan ketentuam-ketentuan lain yang telah tercetak di dalam perjanjian kredit yang merupakan perjanjian baku. Menurut Ch. Gatot Wardoyo ada beberapa klausula yang selalu dan perlu dicantumkan dalam setiap perjanjian kredit, yaitu: 29 1. Syarat-syarat penarikan kredit pertama kali predisbursement clause Klausula ini menyangkut: a. Pembayaran provisi, premi asuransi kredit dan asuransi barang jaminan serta biaya pengikatan jaminan secara tunai; b. Penyerahan barang jaminan dan dokumennya serta pelaksanaan pengikatan barang jaminan tersebut; c. Pelaksanaan penutupan asuransi barang jaminan dan asuransi kredit dengan tujuan untuk memperkecil resiko yang terjadi di luar kesalahan debitur maupun kreditur. 2. Klausula mengenai maksimum kredit annount clause Klausula ini mempunyai arti penting dalam beberapa hal, yaitu: a. Merupakan objek dari perjanjian kredit sehingga perubahan kesepakatan mengenai materi ini menimbulkan konsekuensi diperlukannya pembuatan perjanjian kredit baru; 29 Ch. Gatot Wardoyo Dalam Buku Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Cet I, Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2001 hlm. 270-272. Universitas Sumatera Utara b. Merupakan batas kewajiban pihak kreditur yang berupa penyediaan dana selama tenggang waktu perjanjian kredit, yang berarti pula batas hak debitur untuk melakukan penarikan pinjaman; c. Merupakan penetapan berapa besarnya nilai agunan yang harus diserahkan, dasar perhitungan penetapan besarnya provisi atau commitment fee; d. Merupakan batas dikenakannya denda kelebihan tarik overdraft. 3. Klausula mengenai jangka waktu kredit Klausula ini penting dalam beberapa hal, yaitu: a. Merupakan batas waktu bagi bank kapan keharusan menyediakan dana sebesar maksimum kredit berakhir dan sesudah dilewatinya jangka waktu ini sehingga menimbulkan hak tagihpengembalian kredit dari nasabah; b. Merupakan batas waktu kapan bank boleh melakukan teguran- teguran kepada debitur bila tidak memenuhi kewajiban tepat pada waktunya; c. Merupakan suatu masa yang tepat bagi bank untuk melakukan tinjauan atau analisis kembali apakah fasilitas kredit tersebut perlu diperpanjang atau perlu segera ditagih kembali. 4. Klausula mengenai bunga pinjaman interest clause Klausula ini diatur secara tegas dalam perjanjian kredit dengan maksud untuk: Universitas Sumatera Utara a. Memberikan kepastian mengenai hak bank untuk memungut bunga pinjaman dengan jumlah yang sudah disepakati bersama, karena bunga merupakan penghasilan bank baik secara langsung maupun tidak langsung akan diperhitungkan dengan biaya dana untuk penyediaan fasilitas kredit tersebut; b. Pengesahan pemungutan bunga di atas 6 per tahun asalkan diperjanjikan secara tertulis. 5. Klausula mengenai barang agunan kredit Klausula ini bertujuan agar pihak debitur tidak melakukan penarikan atau penggantian barang jaminan secara sepihak, tetapi harus ada kesepakatan dengan pihak lain. 6. Klausula asuransi insurance clause Klausula ini bertujuan untuk pengalihan resiko yang mungkin terjadi, baik atas barang agunan maupun atas kreditnya sendiri. Adapun materinya perlu memuat mengenai maskapai asuransi yang ditunjuk, premi asuransinya, keharusan polis asuransi untuk disimpan di bank, dan sebagainya. 7. Klausula mengenai tindakan yang dilarang oleh bank negative clause Klausula ini terdiri atas berbagai macam hal yang mempunyai akibat yuridis dan ekonomi bagi pengamanan kepentingan bank sebagai tujuan utama. 8. Tigger clause atau opeisbaar clause Universitas Sumatera Utara Klausula ini mengatur hak bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak walaupun jangka waktu perjanjian kredit tersebut belum berakhir. 9. Klausula mengenai denda penalty clausul Klausula ini dimaksudkan untuk mempertegas hak-hak bank untuk melakukan pungutan baik mengenai besarnya maupun kondisinya. 10. Expence Clause Klausula ini mengatur mengenai beban biaya dan ongkos yang timbul sebagai akibat pemberian kredit, yang biasanya dibebankan kepada nasabah dan meliputi antara lain biaya pengikatan jaminan, pembuatan akta-akta perjanjian kredit, pengakuan utang, dan penagihan kredit. 11. Debet Auto Rization Clause Pendebetan rekening pinjaman debitur haruslah dengan izin debitur. 12. Representation and WarrantiesMaterial Adverse Change Clause Klausula ini dimaksudkan bahwa pihak debitur menjanjikan dan menjamin semua data dan informasi yang diberikan kepada bank adalah benar dan tidak diputarbalikkan. 13. Klausula ketaatan pada ketentuan bank Klausula ini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan bila terdapat hal-hal yang tidak diperjanjikan secara khusus tetapi dipandang perlu, maka sudah dianggap telah diperjanjikan secara umum. 14. MiscellaneousBoiler Plate Provision Pasal-pasal tambahan. Universitas Sumatera Utara 15. Dispure Settlement Alternatif Dispute Resolution Klausula mengenai metode penyelesaian perselisihan antara kreditur dan debitur bila terjadi. 16. Pasal-pasal penutup Pasal penutup merupakan eksemplar perjanjian kredit yang maksudnya mengadakan pengaturan mengenai jumlah alat bukti dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kredit serta tanggal penandatanganan perjanjian kredit. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa dalam sebuah perjanjian kredit bank minimal seyogianya memuat klausula-klausula yang berhubungan dengan: 30 1. Ketentuan mengenai fasilitas kredit yang diberikan, di antaranya tentang jumlah maksimum kredit, jangka waktu kredit, tujuan kredit, bentuk kredit dan batas izin tarik; 2. Suku bunga dan biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian kredit, di antaranya bea materai, provisicommitment fee dan denda kelebihan tarik; 3. Kuasa bank untuk melakukan pembebanan atas rekening giro danatau rekening kredit penerima kredit untuk bunga denda kelebihan tarik dan bunga tunggakan serta segala macam biaya yang timbul karena dan untuk pelaksanaan hal-hal yang ditentukan yang menjadi beban penerima kredit; 30 Ibid, hal. 273. Universitas Sumatera Utara 4. Representation dan warranties, yaitu pernyataan dari penerima kredit atas pembebanan segala harta kekayaan penerima kredit menjadi jaminan guna pelunasan kredit; 5. Conditions precedent, yaitu tentang syarat-syarat tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh penerima kredit agar dapat menarik kredit untuk pertama kalinya; 6. Agunan kredit dan asuransi barang-barang agunan; 7. Affirmative dan negative covenants, yaitu kewajiban-kewajiban dan pembatasan tindakan penerima kredit selama masih berlakunya perjanjian kredit; 8. Tindakan-tindakan bank dalam rangka pengawasan dan penyelamatan kredit; 9. Events of default wanprestasicidera janjitrigger clausel opeisbaar clause, yaitu tindakan-tindakan bank sewaktu-waktu dapat mengakhiri perjanjian kredit dan untuk seketika akan menagih semua utang beserta bunga dan biaya lainnya yang timbul; 10. Pilihan domisiliforumhukum apabila terjadi pertikaian di dalam penyelesaian kredit antara bank dan nasabah penerima kredit; 11. Ketentuan mulai berlakunya perjanjian kredit sejak penandatanganan perjanjian kredit. Di samping perjanjian kredit yang merupakan perjanjian pokok dalam setiap transaksi kredit, maka terdapat juga dokumen-dokumen lain yang Universitas Sumatera Utara menyertai, mengikuti atau mendahului perjanjian kredit tersebut. Dokumen- dokumen tersebut antara lain: 31 1. Dokumen Pendahuluan Ada beberapa dokumen yang dibuat sebelum ditandatanganinya suatu perjanjian kredit. Dokumen-dokumen tersebut dapat disebut dengan “Dokumen Pendahuluan” dan biasanya berisikan data finansial atau garis besar data tentang terms dan conditions dari perjanjian kredit yang akan ditandatangani kelak. Dokumen pendahuluan ini sangat bersifat administratif dan biasanya hanya merupakan gentlemen deal saja. Perlu diperhatikan bahwa agar tidak menimbulkan dualisme penafsiran dari perjanjian kredit nantinya, terutama jika ada kontradiksi antara dokumentasi pendahuluan dengan perjanjian kredit, maka diperlukan adanya suatu pernyataan dalam perjanjian kredit bahwa dengan ditandatangani perjanjian kredit tersebut, maka perjanjian kredit yang bersangkutan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan menggantikan kedudukan seluruh dokumen pendahuluan tersebut. 2. Dokumen Jaminan Ada juga beberapa dokumentasi yang menyertai perjanjian kredit yang dapat disebut sebagai “Dokumen Jaminan”. Seluruh dokumen ini secara yuridis by the operation of law demi hukum dianggap sebagai dokumen yang “assessoir”. Artinya, perjanjian jaminan tersebut 31 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Cet II, Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 52-55. Universitas Sumatera Utara merupakan “buntut” dari perjanjian pokok. Sehingga apabila perjanjian pokok, yaitu perjanjian kredit tersebut karena alasan apa pun batal atau tidak berlaku secara hukum, maka perjanjian jaminan pun tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. Beberapa dokumen jaminan yang selalu dipraktekkan sehari-hari adalah: a. Hipotek Akta Hipotek, Sertifikat Hipotek atau Kuasa Memasang Hipotek, atau Akta Pembebanan Hak Tanggungan. b. Akta Fidusia c. Kuasa Menjual d. Cessie Tagihan Assignment of Receivable e. Cessie Bayaran Asuransi Assignment of Insurance Proceeds f. Kuasa Memblokir Deposito g. Kuasa Mencairkan Deposito h. Akta GadaiFidusia Saham i. Perjanjian Menanggung Biaya Cost Overrun j. Akta Jaminan Pribadi k. Akta Jaminan Perusahaan l. Akta Pinjaman Subordinasi m. Akta Bagi Hasil Jaminan Security Sharing n. Berbagai macam Surat Kesanggupan Undertaking 3. Dokumen Legalitas Universitas Sumatera Utara Dokumen legalitas yaitu merupakan dokumen-dokumen pengaman yang biasanya non-notarial, dibuat dengan tujuan agar terjaminnya keabsahan dari perjanjian kredit dan pelaksanaannya nanti. Jadi, sejauh mungkin dipastikan bahwa tidak ada hukum atau ketentuan dalam Anggaran Dasar debitur dan kreditur yang dilanggar. Termasuk ke dalam dokumen legalitas ini antara lain tetapi tidak terbatas pada: a. Pendapat dari Konsultan Hukum untuk kreditur dan debitur. b. Persetujuan Komisaris, terhadap tindakan perseroan yang menurut anggaran dasarnya memerlukan persetujuan notaris. c. Risalah Rapat Umum Pemegang Saham RUPS, terhadap tindakan-tindakan perseroan yang oleh anggaran dasarnya disyaratkan RUPS. d. Persetujuan suamiistri, terhadap tindakan-tindakan yang melibatkan harta suamiistrinya. e. Surat-surat Kuasa untuk mengesahkan otoritas seseorangbadan hukum. Kecuali Kuasa yang dimaksudkan sebagai jaminan hutang, seperti kuasa menjual. Untuk jenis kuasa yang terakhir ini digolongkan ke dalam bagian dari dokumentasi jaminan. 4. Dokumen Instrumentalia Beberapa dokumen yang dibuat dalam hubungan dengan perjanjian kredit hanya bersifat instrumental saja. Karena itu, layaknya disebut “Dokumen Instrumental”. Umumnya instrumental dalam hubungan Universitas Sumatera Utara dengan pencairan pinjaman oleh kreditur atau penagihanpembayaran kembali pinjaman oleh debitur. Yang termasuk ke dalam dokumen- dokumen instrumentalia ini antara lain dapat disebutkan sebagai berikut: a. Pengakuan Utang Murni, b. Pemberitahuan Penarikan Notice of Drawdown, c. Promes Promissory Note, d. Surat Aksep. Demikianlah dokumen-dokumen yang selalu ditemukan dalam suatu pemberian kredit bank. Namun demikian, tidak semua dokumen seperti di atas digunakan sekaligus dalam suatu transaksi kredit. Setiap dokumen yang diperlukan sangat bergantung kepada kebutuhan masing-masing pihak dalam praktek, yang memang ternyata banyak variasinya. Dalam Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menetapkan semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama-nama tertentu tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu. Ini berarti perjanjian kredit yang merupakan perjanjian tidak dikenal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, juga harus tunduk pada ketentuan-ketentuan umum yang termuat di dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Karenanya Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur cara hapusnya perikatan dapat diberlakukan pula pada perjanjian kredit Universitas Sumatera Utara bank. Pada umumnya, perjanjian kredit bank harus hapus atau berakhir karena hal-hal sebagai berikut: 32 1. Pembayaran Pembayaran lunas ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitur, baik pembayaran utang pokok, bunga, denda maupun biaya-biaya lainnya yang wajib dibayar lunas oleh debitur. Pembayaran lunas ini, baik karena jatuh tempo kreditnya atau karena diharuskannya debitur melunasi kreditnya secara seketika dan sekaligus opelbaarheid clause. 2. Subrogasi subrogatie Pasal 1382 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan kemungkinan pembayaran pelunasan utang dilakukan oleh pihak ketiga kepada pihak berpiutang kreditur, sehingga terjadi penggantian kedudukan atau hak-hak kreditur oleh pihak ketiga. Inilah yang dinamakan dengan subrogasi. Jadi subrogasi ini terjadi karena adanya penggantian kedudukan atau hak-hak kreditur lama oleh kreditur baru dengan mengadakan pembayaran. Dengan adanya subrogasi, maka segala kedudukan atau hak-hak yang dipunyai oleh kreditur lama beralih kepada pihak ketiga. Berdasarkan pasal 1400 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terjadinya subrogasi bisa karena perjanjian atau demi undang-undang. Subrogasi berdasarkan perjanjian dan subrogasi demi undang-undang, 32 Rachmadi Usman, op.cit,hal. 279-280. Universitas Sumatera Utara diatur lebih lanjut dalam pasal 1401 dan pasal 1402 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. 3. Pembaharuan utang novasi Pembaharuan utang terjadi dengan jalan mengganti utang lama dengan utang baru, debitur lama dengan debitur baru, dan kreditur lama dengan kreditur baru. Dalam hal ini, bila utang lama diganti dengan utang baru maka terjadilah penggantian objek perjanjian yang disebut “novasi objektif”. Di sini utang lama lenyap. Dalam hal terjadi penggantian orangnya subjeknya, maka jika diganti debiturnya, pembaharuan ini disebut “novasi subjektif pasif”. Jika yang diganti itu krediturnya, pembaharuan ini disebut “novasi subjektif aktif”. Dalam hal ini, utang lama sudah lenyap. Pada umumnya pembaharuan utang yang terjadi dalam dunia perbankan adalah dengan mengganti atau memperbaharui perjanjian kredit bank yang ada. Dalam hal ini yang diganti adalah perjanjian kredit banknya dengan perjanjian kredit bank yang baru. Dengan terjadinya penggantian atau pembaharuan perjanjian kredit, otomatis perjanjian kredit bank yang lama berakhir atau tidak berlaku lagi. Pasal 1413 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan tiga cara untuk melakukan novasi, yaitu: - dengan membuat suatu perikatan utang baru yang menggantikan perikatan utang lama yang dihapuskan karenanya; Universitas Sumatera Utara - dengan cara expromissie, yakni mengganti debitur lama dengan debitur baru; - mengganti debitur lama dengan debitur baru sebagai akibat suatu perjanjian baru yang diadakan. 4. Perjumpaan utang kompensasi Kompensasi adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda yang ditentukan menurut jenis generieke ziken, yang dipunyai oleh dua orang atau pihak secara timbal balik, di mana masing-masing pihak berkedudukan baik sebagai kreditur maupun debitur terhadap orang lain, sampai jumlah terkecil yang ada di antara kedua utang tersebut. Dasar kompensasi ini disebutkan dalam pasal 1425 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Dikatakan jika dua orang saling berutang satu pada yang lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan utang- piutang, dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan. Kondisi demikan ini dijalankan oleh bank dengan cara mengkompensasikan barang jaminan debitur dengan utangnya kepada bank, sebesar jumlah jaminan tersebut yang diambil alih tersebut.

D. Jaminan Kredit Bank