dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse akta hipotek, sepanjang mengenai hak
tanggungan atas tanah. Kemudian, Pasal 15 dari Undang-Undang Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 juga menyatakan bahwa dalam sertifikat jaminan fidusia
dicantumkan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Jadi, setifikat jaminan fidusia tersebut mempunyai
kekuatan ekskutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memeperoleh kekuatan hukum penuh. Dari pasal-pasal tersebut terlihat bahwa
salah satu syarat agar suatu fiat eksekusi dapat dilakukan adalah dalam akta tersebut terdapat irah-irah yang berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Irah-irah inilah yang memberikan titel eksekutorial, yakni titel yang mensejajarkan kekuatan akta tersebut dengan
putusan pengadilan. Dengan demikian, akta tersebut tinggal dieksekusi tanpa perlu lagi putusan pengadilan.
Karena itu, yang dimaksud dengan fiat eksekusi adalah eksekusi atas sebuah akta seperti mengeksekusi suatu putusan pengadilan yang telah
berkekuatan pasti, dengan cara meminta “fiat” dari Ketua Pengadilan untuk melakukan eksekusi. Ketua Pengadilan tersebut akan memimpin eksekusi
sebagaimana dimaksud dalam HIR.
b. Eksekusi Fidusia Secara Parate Eksekusi Lewat Pelelangan Umum
Eksekusi fidusia dapat juga dilakukan dengan jalan eksekusi oleh penerima fidusia lewat lembaga pelelangan umum Kantor Lelang. Hasil
pelelangan tersebut kemudian diambil untuk melunasi pembayaran piutang-
Universitas Sumatera Utara
piutangnya. Parate eksekusi lewat pelelangan umum ini dapat dilakukan tanpa melibatkan pengadilan sama sekali.
Ketentuan ini menghapuskan keragu-raguan sebelumnya bahwa seolah- olah setiap eksekusi lewat kantor pelelangan umum harus dengan suatu penetapan
pengadilan. Padahal, anggapan ini tidak benar sama sekali.
c. Eksekusi Fidusia secara Parate Eksekusi Secara Penjualan di Bawah Tangan
Jaminan fidusia dapat juga dieksekusi secara parate eksekusi mengeksekusi tanpa lewat pengadilan dengan cara menjual benda objek fidusia
secara di bawah tangan, asalkan terpenuhi syarat-syarat untuk itu. Menurut Undang-Undang Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 Pasal 29, syarat-syarat agar
suatu fidusia dapat dieksekusi secara dibawah tangan adalah:
68
1. Dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dan penerima
fidusia, perlu diketahui bahwa pemberian persetujuan atau kesepakatan tersebut dapat dilakukan oleh para pihak baik pada saat diikatkan
fidusia, pada saat berlangsungnya fidusia, maupun pada saat menjelang
proses eksekusinya;
2. Jika dengan cara penjualan di bawah tangan tersebut dicapai harga
tertinggi yang menguntungkan para pihak;
3. Diberitahukan secara tertulis oleh pemberi danatau penerima fidusia
kepada pihak-pihak yang berkepentingan;
68
Ibid, hal. 61.
Universitas Sumatera Utara
4. Diumumkan penjualan dilakukan setelah lewat waktu 1 satu bulan
sejak diberitahukan secara tertulis;
5. Meskipun tidak ditentukan dengan tegas dalam Undang-Undang
Fidusia berbeda dengan Undang-Undang Hak Tanggungan, tentu saja objek fidusia baru dapat dieksekusi jika dalam proses eksekusi tersebut
tidak ada yang keberatan atau tidak ada sengketa, sebab itulah salah satu tujuan pengumuman terhadap eksekusi itu, namun demikan, pihak
pemberi fidusia tidak dapat lagi berkeberatan jika sebelumnya sudah
setuju terhadap proses eksekusi secara langsung tersebut. d. Eksekusi Fidusia secara Mendaku
Istilah “mendaku” kira-kira di sini dimaksudkan untuk membuat menjadi aku yang punya. Sehingga yang dimaksud dengan eksekusi fidusia secara
mendaku adalah eksekusi fidusia dengan cara mengambil barang fidusia untuk menjadi milik kreditur secara langsung tanpa lewat transaksi apapun.
Undang-Undang Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 secara tegas melarang fidusia secara mendaku ini. Pasal 33 dari Undang-undang Fidusia tersebut
menyatakan:
69
Setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi Jaminan Fidusia apabila debitur cidera
janji akan batal demi hukum null and void. Ketentuan yang melarang mendaku tersebut memperlihatkan bahwa
institusi hukum fidusia ini memang berwajah ganda. Di satu pihak, fidusia
69
Ibid, hal. 61.
Universitas Sumatera Utara
dianggap hanya sebagai suatu jaminan utang semata-mata sehingga eksekusi secara mendaku memang tidak dibenarkan sebagaimana juga halnya eksekusi atas
jaminan utang jenis lainnya dan memang sudah seharusnya demikian. Akan tetapi, di lain pihak, institusi hukum fidusia ini dianggap sebagai suatu penyerahan hak
milik secara kepercayaan. Maksudnya, objek fidusia tersebut sudah berpindah kepemilikannya kepada kreditur, sementara pihak kreditur menyerahkan
penguasaan atas benda tersebut kepada pihak debitur secara kepercayaan. Dengan demikian, kepemilikan benda tersebut sudah beralih kepada pihak pemberi utang
kreditur. Jika semua pihak konsekuen terhadap berlakunya sistem penyerahan hak milik secara kepercayaan ini, maka karena benda tersebut sudah menajdi
milik pihak kreditur, mestinya larangan mendaku dalam eksekusi tidak perlu ada.
e. Eksekusi Fidusia Terhadap Barang Perdagangan dan Efek Yang Dapat Diperdagangkan