72
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Energi merupakan komponen utama dalam seluruh kegiatan makhluk hidup di bumi. Sumber energi yang utama bagi manusia adalah sumber daya alam yang
berasal dari fosil. Sumber ini terbentuk berjuta-juta tahun yang lalu, sehingga energi ini lama-kelamaan akan habis. Hal ini membuat manusia mulai berusaha
untuk membuat energi alternatif sebagai pengganti energi dari bahan bakar fosil. Usaha manusia dalam mencari pengganti sumber energi ini harus didasarkan pada
bahan bakunya yang mudah diperoleh, bersifat dapat diperbaharui, dan produknya mudah dipergunakan oleh seluruh manusia. Krisis energi yang terjadi akhir-akhir
ini menunjukkan bahwa konsumsi energi telah mencapai tingkatan yang cukup tinggi. Namun, seiring dengan meningkatnya kebutuhan sumber energi tersebut
dapat menyebabkan habisnya sumber energi di dalam perut bumi karena tidak dapat diperbaharui [1].
Beberapa jenis sumber energi alternatif yang biasa dikembangkan antara lain energi matahari, energi angin, energi panas bumi, energi panas laut, dan
energi biomassa. Diantara sumber-sumber energi alternatif tersebut, energi biomassa merupakan sumber energi alternatif yang perlu mendapat prioritas
dalam pengembangan dibandingkan dengan sumber energi yang lain. Disisi lain, Indonesia sebagai negara agraris banyak menghasilkan limbah pertanian yang
kurang termanfaatkan. Limbah pertanian yang merupakan biomassa tersebut merupakan sumber energi alternatif yang melimpah dengan kandungan energi
yang relatif besar. Limbah pertanian tersebut dapat diolah menjadi suatu bahan bakar padat yang lebih luas penggunaannya sebagai bahan bakar alternatif yang
disebut biobriket [3]. Adapun salah satu kelebihan briket tampak pada proses pembuatannya yang tidak terlalu sulit serta bahan baku pembuatan briket dapat
dibuat dari bahan-bahan yang ada di lingkungan sekitar.
Universitas Sumatera Utara
2 Salah satu biomassa yang dapat dijadikan briket adalah eceng gondok dan
tempurung kelapa. Eceng gondok Eichornia Crossipes merupakan tumbuhan air yang tumbuh di rawa-rawa, danau, waduk, dan sungai yang alirannya tenang.
Berbagai masalah yang timbul dari pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat 3 per hari, antara lain mempercepat pendangkalan sungai atau danau,
menurunkan produksi ikan, mempersulit saluran irigasi, dan menyebabkan penguapan air 3 sampai 7 kali lebih besar dari pada penguapan air di perairan
terbuka. Nilai kalor yang terkandung dalam eceng gondok pada umumnya berkisar 3.207,90 kalgr [4].
Biomassa lainnya yang berpotensi untuk dijadikan briket adalah tempurung kelapa. Tempurung kelapa merupakan lapisan keras yang terletak di bagian dalam
kelapa setelah sabut. Tempurung merupakan lapisan yang keras dengan ketebalan antara 3 mm sampai dengan 5 mm. Nilai kalor yang terkandung dalam tempurung
kelapa pada umumnya berkisar antara 4.368 kalgr hingga 4.641,132 kalgr [3]. Penelitian yang berkaitan dengan pembuatan briket telah banyak dilakukan,
diantaranya adalah penelitian tentang analisa uji proksimat terhadap briket dengan memvariasikan perbandingan eceng gondok dengan sampah organik berupa daun
dan ranting pohon. Hasil penelitian tersebut, menunjukkan bahwa nilai kalor tertinggi dihasilkan dari campuran eceng gondok dan daun pada perbandingan 1:4
dengan nilai kalor 4.348 kalgr. Sedangkan berdasarkan uji eksperimental briket terbaik diperoleh pada briket dengan perbandingan 3:2 dengan waktu nyala
terlama yaitu 53 menit dengan laju pembakaran rata-rata yang lebih minimum daripada variasi briket lainnya yakni sebesar 0,04 grammenit [4].
Penelitian lain membuat briket dari campuran eceng gondok dan tempurung kelapa dengan perekat tetes tebu. Pada penelitian ini divariasikan komposisi eceng
gondok dan tempurung kelapa yaitu 10:90, 30:70, 50:50, 70:30, dan 90:10. Biobriket campuran eceng gondok dan tempurung kelapa dengan perekat tetes
tebu yang dihasilkan memiliki nilai kalor tertinggi pada perbandingan 10:90 yaitu sebesar 6.267,072 kalgr, nilai kadar air dan kadar abu terendah pada variasi
pertama dengan perbandingan 10:90 yaitu sebesar 6,45 dan 4,77 [1]. Ada juga penelitian yang membuat briket menggunakan dua jenis perekat,
yaitu tepung terigu dan tepung tapioka. Dari hasil penelitian tersebut diketahui
Universitas Sumatera Utara
3 bahwa briket dengan bahan perekat tepung tapioka lebih baik daripada briket
dengan bahan perekat tepung terigu. Nilai kalor tertinggi yang didapatkan dari penelitian tersebut adalah 3.748,69 kalgr, yakni pada briket dengan menggunakan
perekat 20 dan ukuran partikel 20 mesh. Briket paling kuat diperoleh pada briket yang menggunakan perekat 20 dengan ukuran partikel 40 mesh [2].
Penelitian mengenai pembuatan briket yang berasal dari jerami dan serbuk gergajian pohon kelapa yang mengkaji pengaruh ukuran partikel terhadap
karakteristik pembakaran biomasa telah pula dilakukan. Sampel dijadikan serbuk dengan berbagai macam ukuran partikelnya yaitu 20, 40, dan 80 mesh. Kemudian
briket dicetak dalam bentuk silinder berdiameter 3 cm dengan tekanan 500 kgcm
2
. Dari penelitian tersebut didapat laju pembakaran dan profil pembakarannya. Setelah diuji, diketahui bahwa ukuran partikel besar mempunyai
laju pembakaran yang tinggi sehingga bahan bakar cepat habis [5]. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang pembuatan briket dari bahan baku eceng gondok dan tempurung kelapa untuk menghasilkan briket dengan nilai kalor tertinggi serta
memiliki sifat fisik dan kimia yang baik.
1.2 PERUMUSAN MASALAH