Metode Penafsiran Al-Tûsî

dalam menafsirkan Al-Qur’an, al-Tûsî menggunakan metode periwayatan dari hadis-hadis nabi Muhammad saw, hadis imam ahlulbaitnya, dan dari hadis-hadis sahabat. Menurut al-Tûsî, mufassir Syi’i dalam menafsirkan Al-Qur’an terbagi dalam beberapa kelompok, yaitu: 2 Kelompok pertama adalah mufasir yang menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan penafsiran Rasulullah saw dan para imam ahlulbait. Dalam hal ini, para mufasir Syi’i menempuh metode dengan memasukkan hadis-hadis Rasulullah dan hadis-hadis para imam ahlulbait ke dalam karangan-karangan mereka. Di antara mufasir yang termasuk dalam kelompok ini adalah Zurarah, Muhammad bin Muslim, Ma‘ruf, Jarir, dan lain-lain 3 . Kelompok kedua adalah ulama yang mula-mula menulis kitab tafsir, seperti Furat bin Ibrahim, Abu Hamzah al-Samali al-‘Iyasyi w. 320 H, ‘Ali bin Ibrahim al-Qummi w. 329 H, dan al-Nu‘man. 4 Metode yang mereka pergunakan Islam: Sebuah Risalah Tematis dari Keluarga Nabi terjemahan dari Encyclopedia of Shia, Jakarta: Al-Huda, 2005, h. 345. 2 Al-Tabâtabâi, al-Qur’ân fi al-Islâm, h. 70-72. Lihat juga Sâlim al-Safâr al-Baghdâdi, selanjutnya dinamai al-Baghdâdi, Naqd Manhaj al-Tafsir wa al-Mufassirin al-Muqâran selanjutnya disebut Naqd Manhaj, Beirût: Dâr al-Hâdi, 2000, h. 348-350. Abdul Azis Teo, Perbandingan Penafsiran , h. 227. 3 Zurârah bin A‘yun adalah seorang ulama ahli fiqh Sy‘i. Ia merupakan pilihan dari dua imam, yaitu imam Muhammad bin ‘Ali al-Bâqir dan imam Ja‘far bin Muhammad al-Shâdiq. Ma‘rûf bin Khurbûz dan Jarir merupakan murid pilihan imam Ja‘far bin Muhammad al-Shâdiq. Lihat Al-Tabâtabâi, al-Qur’ân fi al-Islâm, h. 70. Lihat juga al-Baghdâdi, Naqd Manhaj, h. 348. 4 Furât bin Ibrâhim adalah pengarang kitab tafsir yang terkenal بدﻷا ﺔ ﺎﺤ ر . Ia merupakan guru dari ‘Al bin Ibrâhim al-Qummi. Ia berasal dari Kufah. Ab- Hamzah al-samâli adalah ahli fiqh Syi‘i dan murid pilihan imâm ‘Ali al-Sajjâd dan imam Muhammad bin ‘Ali al- Bâqir. Al-‘Iyâsyi adalah mufasir Syi‘i abad ketiga dan keempat Hijriyah. Ia wafat pada tahun 320 H. ‘Ali bin Ibrâhim al-Qummi adalah salah seorang guru hadis mazhab Syi‘i. Ia hidup pada akhir abad ketiga Hijriyah dan permulaan abad keempat Hijriyah. Al-Nu‘mân Muhammad bin Ibrâhim adalah salah seorang tokoh dan ulama Syi‘i. Ia adalah murid kepercayaan al-Kulaini. Ia hidup pada dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah meriwayatkan hadis-hadis dari Rasulullah saw dan hadis-hadis dari para imam ahlulbait dengan menyebut dan meringkas sanadnya. Selain itu, mereka juga dalam menafsirkan Al-Qur’an tidak mengemukakan pendapat dan pandangannya terhadap suatu masalah yang dibahas. Kelompok ketiga adalah ulama yang memiliki berbagai cabang ilmu pengetahuan. Mereka menulis kitab tafsir menurut spesialisasinya dan sesuai dengan ilmu yang dikuasainya., seperti al-Syarif al-Rida w. 404 H dengan tafsirnya yang bercorak sastra nahj al-balâghah. Al-Tûsî w. 460 H dengan tafsirnya yang bercorak teologi masuk dalam kelompok ini. Selain itu, mufasir yang termasuk dalam kelompok ini adalah al-Mubaidi al-Kunabadi dan ‘Abd al- Razzaq al-Kasyani w. 730 H dengan tafsirnya yang bercorak tasawuf, Syaikh ‘Abd ‘Ali al-Huwaizi w. 1112 H dengan tafsirnya Nur Saqalain, Sayyid Hasyim al-Bahrani w. 1107 H dengan tafsirnya al-Burhan, al-Faid al-Kasyyani w. 1091 H dengan tafsirnya al-Safi, dan lain-lain. 5 Adapun metode yang mereka tempuh dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah meriwayatkan hadis-hadis dari Rasulullah saw dan hadis-hadis dari para 5 Al-Syârif al-Ridhâ Muhammad bin Husain al-Musâwi adalah salah seorang ahli hukum Syi‘i imâmiyah yang terkemuka. Pada masanya, ia menjadi orang yang paling ahli dalam bidang sya’ir dan sastra. Di antara karangan-karangannya adalah kitab al-Nahj al-Balâghah. Ia wafat pada tahun 404 Hijriyah. shadr al-Din Muhammad bin Ibrâhim al-Syirâzi adalah seorang filosof yang terkenal. Ia adalah pengarang kitab Majma‘ al-Tafâsir. Ia wafat pada tahun 1050 Hijriyah. ‘Abd al-Razzâq al-Kâsyâni adalah mufasir Syi‘i yang wafat pada tahun 730 H. Di antara karanganya adalah tafsir Tawilât al-Qurân. Sayyid Hasyim al-Bahrâni adalah salah seorang mufasir Syi‘i yang berpengaruh pada masanya. Ia wafat pada tahun 1107 Hijriyah. Al-Fâidh al-Kâsyâni Maulânâ Muhammad Muhsin bin al-Murtadhâ adalah mufasir Syi‘i yang wafat pada tahun 1112 Hijriyah. Lihat Al-Tabâtabâi, al-Qur’ân fi al-Islâm, h. 72. imam ahlulbait dengan menyebutkan sanadnya. Mereka juga mengemukakan pendapat dan pandangannya dalam menafsirkan Al-Qur’an terhadap suatu masalah yang dibahas. Kelompok keempat adalah para mufasir yang mengemukakan berbagai ilmu pengetahuan dalam kitab tafsir mereka, seperti bahasa, gramatika, qira’ah, teknologi, dan lain-lain. Di antara mufasir yang termasuk dalam kelompok ini adalah al-Tabarsi w. 552 H dengan tafsirnya Majma‘ al-Bayân, dan lain-lain.

B. Prinsip Penafsiran Al-Tûsî

Adapun prinsip-prinsip penafsiran al-Tûsî terhadap penafsiran Al-Qur’an adalah sebagai berikut: 1 Al-Qur’an mempunyai makna zahir dan makna batin Dalam menjelaskan tujuan-tujuan agama dan memberikan perintah- perintah kepada manusia terhadap masalah doktrin dan tindakan, Al-Qur’an telah menjelaskannya melalui kata-katanya yang zahir. Selain itu, Al-Qur’an juga telah menerangkan akan masalah tersebut melalui makna-maknanya yang batin. Imam al-Tûsî w. 460 H menjelaskan bahwa makna-makna batin Al-Qur’an tersebut hanya dapat dipahami oleh kaum khawwadz elite spiritual yang mempunyai kebersihan hati. 6 Dalil yang menjelaskan tentang adanya makna batin Al-Qur’an adalah tercermin dalam sabda Rasulullah saw: 6 DJohan Efendi, Islam Syi’ah; Asal Usul dan Perkembangannya selanjutnya disebut Islam Syiah terjemahan dari Muhammad Husain Tabâtabâi, Shi’te Islam, Jakarta: Grafiti Pers, 1989, h. 104. Lihat juga al-Tabâtabâi, al-Qur’ân fi al-Islâm, h. 34-35. ﻄْأ ﺔﻌْ إ ﺎًْﻄ ﻪ ْﻄ و ﺎًْﻄ و اًﺮْﻬ ن ْﺮ ْﻠ نإ “Sesungguhnya Al-Qur’an itu mempunyai arti lahir dan batin dimensi kedalaman. Dan dimensi kedalaman itu masih mempunyai dimensi kedalaman lagi hingga sampai tujuh dimensi kedalaman”. Selain dari hadis tersebut, dalil yang menjadi penunjang utama akan makna batin Al-Qur’an adalah suatu bahasa kiasan yang disebutkan oleh Allah swt dalam surat al-Ra‘d13: 17: رﺎ ا ﻪْﻴﻠ نْوﺪﻗْﻮ ﺎﻤ و ﺎًﻴ اراًﺪ ز ْﻴﺴ ا ﻤ ْ ﺎ ﺎهرﺪ ﺔ دْوأ ْ ﺎﺴ ًء ء ﻤﺴ ا لﺰْا و ﺤْا ﷲا بﺮْﻀ ﻚ ﺬآ ﻪﻠْ ﺪ ز عﺎ ْوأ ﺔﻴْﻠ ءﺎ ْا ﺎ ﺎ أو ًءﺎ ﺟ هْﺬﻴ ﺪ ﺰ ا ﺎ ﺄ ﺎ ْا لﺎ ْ ﻷْا ﷲا بﺮْﻀ ﻚ ﺬآ ضْرﻷْا ﻰ ﻜْﻤﻴ سﺎ ا ْ “Allah swt telah menurunkan air hujan dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa logam yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada pula buihnya seperti buah arus itu. Demikianlah Allah swt membuat perumpamaan bagi yang benar dan yang batil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah swt membuat perumpamaan- perumpamaan”. Dalam ayat tersebut, karunia Allah swt dilambangkan dikiaskan dengan hujan yang turun dari langit dan dari hujan itulah tergantung kehidupan bumi dan penduduknya. Dengan turunnya hujan, airpun mengalir, dan setiap sungai menerima air hujan tersebut menurut kemampuannya. Selain itu, sekalipun air