Metode Penafsirannya Profil Tafsir al-Tibyân 1. Latar Belakang dan Tujuan Penulisan

3. Pandangan al-Tûsî dalam Tafsir al-Tibyân

Dalam muqaddimah tafsirnya, al-Tûsî menjelaskan bahwa makna-makna Al-Qur’an itu mempunyai empat bahagian, yaitu: 4 a. Bagian yang hanya Allah swt saja yang mengetahui akan makna-maknanya. Di antara contoh ayat yang termasuk dalam bahagian ini adalah surat al- A‘râf7: 187: ﻮهﻻإ ﺎﻬ ْﻗﻮ ﺎﻬْﻴﻠﺠ ﻻ ر ﺪْ ﺎﻬﻤْﻠ ﺎﻤ إ ْ ﻗ ﺎﻬ ْﺮ نﺎ أ ﺔ ﺎﺴ ا ﻚ ْﻮ ﺄْﺴ “Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: Bilakah terjadinya ? Katakanlah: sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia”. b. Ayat yang Zahir-nya sesuai dengan maknanya. Pada bagian ini, setiap orang yang mengerti dan menguasai bahasa Arab serta dapat berdialog dengan bahasa tersebut, maka ia akan mengetahui makna Al- Qur’an. Di antara contohnya adalah surat al-An‘âm6: 151: ا ْ ا اْﻮﻠ ْ ﻻو ﺤْﺎ ﻻإ ﷲا مﺮ “Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya melainkan dengan sesuatu sebab yang benar ”. c. Bagian yang global yang Zahir-nya tidak menunjukkan rinciannya. Di antara contohnya adalah surat al-Baqarah2: 43: ْﻴﻌآاﺮ ا اْﻮﻌآْراو ةﻮآﺰ ا اْﻮ اءو ةﻮﻠﺼ ا اْﻮﻤْﻴﻗأو 4 Al-Tûsî, al-Tibyân, Jilid I, h. 4-7. “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah beserta orang- orang yang ruku’. Ayat tersebut hanyalah menerangkan tentang perintah melaksanakan shalat, dan zakat. Adapun tentang rincian jumlah shalat dan jumlah rakaatnya, rincian syarat-syarat dan ukuran nisab zakat tidak mungkin untuk diketahui kecuali melalui keterangan dari Rasulullah saw. d. Lafaz Al-Qur’an memiliki makna ganda atau lebih. Pada bahagian ini, setiap satu makna dari sebuah lafaz memiliki kemungkinan benar dan makna yang dimaksud. Pada bahagian ini pula, seseorang tidak boleh untuk mengedepankan salah satu kemungkinan dari makna suatu lafaz, kecuali apabila hal tersebut dikatakan oleh nabi atau imam yang ma‘sum. Pada saat demikian, seseorang harus mengambil sikap bahwa dari zahir-nya, suatu lafaz mengandung beberapa kemungkinan, dan setiap dari kemungkinan tersebut terbuka untuk menjadi makna yang dimaksud secara terperinci. Apabila sebuah lafaz memiliki makna ganda atau lebih kemudian di dukung dengan sebuah dalil yang menegaskan bahwa makna yang dimaksud adalah hal tersebut, maka pada saat itu boleh dikatakan bahwa itulah makna yang dimaksud. Selain itu, pandangan lain dari al-Tûsî yang menarik untuk dijelaskan dalam tafsir al-Tibyân ini adalah sebagai berikut: a. Ali bin Abi Thalib adalah khalifah pertama setelah Rasulullah Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an pada tafsir al-Tibyân, al- Tûsî selain mengambil riwayat-riwayat dari para imam, ia juga mengambil riwayat-